Anda di halaman 1dari 14

A16 – Seminar Akuntansi Keuangan- Materi X

Creative Accounting And Tax Planning

A. CREATIVE ACCOUNTING
1. Konsep Creative accounting

Banyak para pakar yang mengartikan creative accounting sebagai kegitan memanipulasi data
keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata creative accounting terdiri dari 2 kata yaitu ‘creative’
yang artinya kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang efektif, dan kata ‘akuntansi’ itu
artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa berusaha untuk setia kepada kondisi
keuangan yang sebenarnya (faithful representation of financial events). Creative accounting
menurut Amat, Blake dan Dowd (1999) adalah sebuah proses dimana beberapa pihak
menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar,
teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan. Sedangkan,
Stolowy dan Breton (2000) menyebut creative accounting merupakan bagian dari ‘accounting
manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan creative
accounting itu sendiri. Sedangkan menurut Naser (1993) dalam Amat et.al. (1999) medefinisikan
creative accounting sebagai berikut :

The process of manipulating accounting figures by taking advantage of loopholes in


accounting rules and the choice of measurement and disclosure practices in them to transform
financial statements from what they should be, to what prepares would prefer to see reported,
…..and The process by which transactions are structured so as to produce the required
accounting results rather than reporing transaction in neutral and consistent way.

Sehingga arti dari creative accounting yaitu akar dari sejumlah skandal akuntansi, dan
banyak usulan untuk reformasi akuntansi biasanya berpusat pada analisis diperbarui modal dan
faktor produksi yang benar akan mencerminkan bagaimana nilai tambah. Akuntansi kreatif dan
manajemen laba merupakan eufemisme mengacu pada praktik akuntansi yang mungkin
mengikuti surat aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas menyimpang dari semangat peraturan
tersebut. Stolowy dan Breton (2000) menyebut creative accounting merupakan bagian dari
accounting manipulation yang terdiri dari earning management , income smoothing dan creative
accounting itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai creative accounting ini bukan berarti
akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan creative accounting tersebut, seperti manajer,
akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya.

2. TUJUAN ‘CREATIVE ACCOUNTING

Tujuan-tujuan seseorang melakukan creative accounting bermacam-macam, di antaranya


adalah untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau
mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat tertentu,
mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar, atau mengecoh pemegang saham untuk
menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil yang cemerlang.

Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen dan akuntan-akuntan


melakukan creative accounting. Banyak perusahaan yang terjebak masalah creative accounting
mempunyai sistem ‘executive stock option plan’ bagi eksekutif-eksekutif yang mencapai target
yang ditetapkan. Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal perusahaan tempat
mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka, sehingga para eksekutif ini
dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan keuangan (financial statement)
dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri.

Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut :

Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan
mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan.Dalam hal ini yang
menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan
khusus dari tindakan ini adalah :

 Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan
informasi keuangan yang didistorsi atau dihapus
 Menyembunyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
 Menghapus hutang pajak.
 Manipulasi harga saham.
 Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.

Kedua, sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran tindakan kecurangan.dalam hal
ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari
tindakan ini adalah:

 Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan.


 Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar.
 Menyembunyikan tindakan penyelewangan dana atau harta.

3 UNSUR-UNSUR creative accounting

Menurut Charles W. Mulford & Eugene E. Comiskey membagi Creative accounting menjadi
beberapa unsur, yaitu:

 Recognizing Premature or Fictitious Revenue

Mengakui penghasilan prematur atau penghasilan fiktif itu berbeda jika ditinjau dari sudut
aggressive accounting.Untuk premature revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan GAAP.
Sementara itu, untuk fictitious revenue , penghasilan dicatat tanpa adanya penjualan yang terjadi.
Bentuk dari prematur revenue bisa berupa pengakuan penjualan dilakukan pada saat
barang sudah dipesan, tapi belum dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah
dikirim, tapi belum dipesan (goods shipped, but not ordered). Sementara itu, contoh penjualan
fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman yang diubah, atau sengaja salah mencatat
penjualan. Cara mendeteksi penjualan prematur atau fiktif yaitu:

 Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya


 Cermati piutang usaha
 Cermati akun-akun yang mungkin digunakan untuk meng-offset penjualan prematur
atau fiktif
 Review transaksi hubungan istimewa
 Perhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan
 Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies

Dalam kebijakan kapitalisasi yang agresif, perusahaan melaporkan beban atau rugi tahun
berjalan sebagai aset.Akibatnya, pengakuan biaya tertunda dan laba naik.Selanjutnya, aset atau
beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun.Cara mendeteksi kebijakan
aggressive capitalitation & extended amortization policies yaitu:

 Pahami kebijakan kapitalisasi aset dan apakah aset yang dikapitalisasi tersebut melebih
nilai pasar
 Proporsikan total biaya pengembangan software yang dikapitalisasi dan tentukan apakah
proporsi tersebut wajar
 Cermati biaya bunga yang dikapitalisasi sehubungan dengan proyek konstruksi yang
sudah berakhir
 Cermati alasan yang mendasari pencatatan normal operating expense ke dalam asset

 Misreported Assets & Liailibities

Dalam banyak kasus, nilai aset overvalued dan/atau kewajiban undervalued dengan tujuan
agar earning power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba yang
tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik.Beberapa akun aktiva yang potensial
dilaporkan overvalued adalah piutang usaha, inventori, investasi (yang diklasifikasikan dalam
trading, held to maturity, atau available for sale). Akun kewajiban yang dicatat undervalued di
antaranya adalah accrued expense payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent
liability.Cara mendeteksi misreported asset & liability yaitu:

 Tandingkan prosentase perubahan piutang usaha dengan perubahan penghasilan untuk 4-


6 triwulan terakhir
 Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang tak tertagih cukup untuk menutup risiko
inkolektibilitas
 Cermati apakah persediaan yang overvalued tersebut disebabkan persediaan fiktif
 Cermati apakah kasus overvalued inventory pernah terjadi sebelumnya
 Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang held to maturity
 Cermati trend yang terjadi untuk accrued expense payable
 Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir
 Review total utang pajak yang tercatat di neraca dengan beban pajak yang dicatat di laba
rugi
 Cermati kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca

 Getting Creative with the Income Statement

Permainan angka-angka di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau
memperlambat pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa
periode pelaporan. Selain itu, penyajian laporan yang bisa berbentuk single step maupun step
memungkinkan perusahaan memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan
laporan keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar
usaha atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan
direklasifikasikan ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya. Reklasifikasi
demikian tentu saja akan mempengaruhi angka sub total laba kotor atau laba operasi yang nota
bene sering dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Contoh lainnya
yang termasuk dalam kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi dalam:

Kelompok akun other expense/income yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya


melaporkan total other expense/income tanpa merinci detil dari kelompok akun tersebut.

Penggunaan terminologi di dalam laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang ternyata
biaya restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran pesangon dan biaya
PHK, penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan nilai aktiva.

Penentuan tingkat materialitas suatu transaksi. Dengan konsep materialitas ini, perusahaan
dapat mengelompokkan transaksi yang sebetulnya material menjadi tidak material.

 Problems with Cash-flow Reporting

Seperti diuraikan sebelumnya dalam Share Price Effect, para investor tertarik dengan
perusahaan yang punya earning power yang bagus dan sustainable.Dengan demikian, future cash
flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik, utang piutang
menjadi lancar.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus kas bersih dari aktivitas operasi merupakan
manifestasi operating income yang ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat ukur
utama tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sustainable cash flow.

Di dalam pelaporan arus kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari
aktivitas operasi, aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian
laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method.Dalam indirect method,
arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang disesuaikan dengan transaksi-
transaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara itu, dalam direct method arus kas dari aktivitas
operasi ditampilkan berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi.

Di dalam praktiknya, arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir
pengguna laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur.Kedua
stakeholder tersebut lebih fokus pada kinerja keuangan.Akibatnya, mereka cenderung
menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar.Pada kenyataannya, laporan arus kas,
khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari creative accounting. Berikut ini adalah
contohnya:

 Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran pajak penghasilan (PPh), baik PPh
Badan maupun PPh final.
 Operasi dalam penghentian (discontinued operation) juga dimasukkan dalam aktivitas
operasi, padahal di dalam laba rugi discontinued operation tersebut dikeluarkan dari
laba operasi.
 Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai arus kas dalam aktivitas
investasi, padahal jika dibebankan pada tahun berjalan, masuk dalam arus kas operasi.

Untuk mendeteksi adanya creative accounting, laporan arus kas (setelah dikeluarkan unsur non
recurring cash flow seperti discontinued operation) bisa menjadi alat yang efektif. Misalnya,

 transaksi fiktif seperti prematur revenue atau fictitious revenue tidak akan pernah muncul
di laporan arus kas karena tidak melibatkan unsur kas; dan
 aggressive accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari aktivitas
operasi tetap tidak berubah.

4 Penyebab Dan Pola creative accounting

Stolowy dan Breton (2000) menyebut creative accounting merupakan bagian dari
‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan
creative accounting itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai creative accounting ini bukan
berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan creative accounting tersebut, seperti
manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya. Hal yang menyebabkan
terjadinya creative accounting adalah karena adanya kebijakan dari perusahaan yang
menyebabkan banyak pihak manjemen yang melakukan manipulasi data untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam bereaksi terhadap
pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman (1986) digolongkan menjadi tiga buah
hipotesis, yaitu :

 Bonus plan hyphotesis

Healy (1985) dalam Scott (1997) menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring
dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan
dihasilkan, maka manajer akan melakukan creative accounting dengan menaikkan laba atau
mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang
paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya
hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk
mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan
mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena jika laba
melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya
memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang
digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang
menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk
menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas
bawah) atau melebihi cap (batas atas) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan
accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy
adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik menghadapi intertemporal choice.

 Debt-covenant hyphotesis

Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi mengenai
bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran
atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih
kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan Vincent (2001)
mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat
diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang.Kontrak hutang jangka
panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari
tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang
berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin
cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan cenderung
memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan
karena hal tersebut dapat mengurangi resiko ‘default’. Sweeney (1994) dalam Scott (1997)
menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang
terancam kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.

 Political-cost hyphotesis.
Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai
upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.Perusahaan besar menghadapi biaya politis
yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum.Para
karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan
kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai
obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah
dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Hal ini
yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis (Watts dan Zimmerman: 1986)

5. CARA MENDETEKSI dan MENCEGAH KECURANGAN AKUNTANSI dalam


PRAKTIK CREATIVE ACCOUNTING

Creative accounting memiliki dampak yang kurang baik untuk penusahaan baik itu
pemilik perusahaan tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke perusahaan
tersebut. Ada beberapa metode dan carayang bisa untuk mengetahui adanya creative accounting
dan cara mencegahnya.

Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh
besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan
keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah
dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya
ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators),
misalnya perilaku tidak etis manajemen.Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus
kecurangan (fraud) yang terjadi.

Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang


menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi
dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan
akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian
Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis
manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh,
tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan
kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain:

 Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.


 Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
 Pelaksanaan good governance.
 Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan
mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway
Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
fraudulent financial reporting, yaitu:

 Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas


proses pelaporan keuangan(financial reporting).
 Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial
reporting.
 Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
 Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial
reporting.

Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang
berjudul “The Financial Numbers Game: Detecting Creative accounting Practices”. Buku
tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui
secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga
oleh auditor. Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat
fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain:

 Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).


 Perusahaan tidak memiliki komite audit.
 Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director)
dengan karyawan perusahaan.

Klasifikasi dari Creative accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :

 Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).


 Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive
Capitalization & Extended Amortization Policies).
 Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
 Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
 Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).

Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting,


pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent financial reporting
harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.

Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and
Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya
fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di
Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk
adanya praktek kolusi.

Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen
perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik). Sesuai
Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan KMK No.
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang
pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan
bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh
seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.

Bagaimana Akuntansi Kreatif Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan makna dari kata ‘creative’ berarti kebolehan seseorang menciptakan ide baru
yang efektif, dan kata ‘accounting’ itu artinya pembukuan tentang financial events yang
senantiasa berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful
representation of financial events). Jadi creative accounting‟ sebenarnya adalah euphemism dari
sistem pelaporan keuangan yang tidak setia pada kondisi keuangan yang sebenarnya yang dibuat
dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam pandangan orang awam creative
accounting dianggap tidak etis, bahkan merupakan bentuk dari manipulasi informasi sehingga
menyesatkan perhatiannya. Tetapi dalam pandangan teori akuntansi positif, sepanjang creative
accounting‟ tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum, tidak
ada masalah yang harus dipersoalkan. Asalkan tidak ada asimetri informasi antara pelaku
creative accounting dan pengguna informasi keuangan.

Creative accounting menurut Amat, Blake dan Dowd (1999) adalah sebuah proses
dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk
didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan.
Creative accounting dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu pengetahuan dalam hal praktek
akuntansi yang buruk, karena cenderung mereduksi reliabilitas informasi keuangan. Karena
manajer memiliki asimetri informasi, yang bagi pihak di luar perusahaan sangat sulit diketahui,
maka memaksimalkan keuntungan dengan creative accounting akan selalu ada. Masalah
sebenarnya dalam akuntansi kreatif sebagai sebuah ilmu pengetahuan ialah tidak diberikannya
pengungkapan yang transparan secara menyeluruh tentang proses pertimbangan-pertimbangan
dalam penentuan kebijakan akuntansi (accounting policy) sehingga menimbulkan tindakan
kecurangan yang terjadi. Hal ini bertentangan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan yang
memberikan suatu makna akan kebenaran yang hakiki. Akibatnya, output informasi dalam
bentuk laporan keuangan dianggap masih memiliki keterbatasan mendasar sehingga belum
memadai untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) para manajer terjadi akibat
adanya asimetri informasi dalam penyajian laporan keuangan tidak terlepas dari pertimbangan
konsekuensi ekonomi. Perhatian kita mungkin diarahkan bagaimana mendorong keterbukaan
informasi secara lebih luas sehingga informasi bukanlah sesuatu yang baru untuk diumumkan
kepada khalayak. Karena dalam kerangka keterbukaan yang menyeluruh sebenarnya creative
accounting, tidak akan berpengaruh kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi. Karena semua pihak akan mempunyai informasi yang sama dan tidak ada asimetri
informasi yang terjadi.

Merujuk agency theory, output informasi badalm bentuk laporan keuangan dipersiapkan
oleh manajemen sebagai pertanggungjawaban mereka kepada principal. Karena manajemen
terlibat secara langsung dalam kegiatan usaha perusahaan maka manajemen memiliki asimetri
informasi dengan melaporkan segala sesuatu yang memaksimumkan utilitasnya. Creative
accounting sangat mungkin dilakukan oleh manajemen, karena manajemen dengan asimetri
informasi yang dimilikinya akan leluasa untuk memilih alternatif metode akuntansi. Manajemen
akan memilih metode akuntansi tertentu jika terdapat insentif dan motivasi untuk melakukannya.
Cara yang paling sering digunakan adalah dengan merekayasa laba (earning management),
karena laba seringkali menjadi fokus perhatian para pihak eksternal yang berkepentingan.

7 Pola Dalam Akuntansi Kreatif

Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka creative accounting menurut Scott (1997)
sebagai berikut:

Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan
organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan
atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan
tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan
kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa
dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen melakukan pembersihan diri
dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’.
Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.

Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini
dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak
mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan
yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan
biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak
bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih
menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang
berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on
assets yang dikehendaki.

Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih
besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.

Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan.
Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan
mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai
penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba
jangka panjang perusahaan.

Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat
kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan
yang prematus atas penjualan.

8. Legalitas dan Etisitas Creative accounting

Legalitas dan etisitas pada creative accounting merupakan hal yang sangatlah penting.
Hal ini penting karena dapat memicu timbulnya tindakan yang tercela atau yang sering dikenal
dengan moral hazard. Menurut Velasquez (2002) dalam Sulistiawan (2010, 20), salah satu
karakteristik utama dalam standar moral untuk menentukan etis atau tidaknya suatu perbuatan
adalah perbuatan tersebut tidak merugikan orang lain. Praktik creative accounting menurut
Sulistiawan (2010, 21) dapat dikatakan etis jika dikomunikasikan kepada pembaca dan pengguna
laporan keuangan. Sedangkan dikatakan tidak etis apabila tidak ada pengungkapan yang
memadai tentang perubahan metode akuntansi dan dampaknya terhadap laporan keuangan.

Masalah utama dalam creative accounting yang dikemukanan oleh Sulistiawan (2010:25)
ada pada kecenderungan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya
sendiri. Alasannya, karena manusia cenderung memanfaatkan pengetahuan atau informasi yang
dimiliki guna mendapatkan tujuannya masing-masing. creative accounting mempunyai banyak
konsekuensi. Dalam perspektif ekonomi, creative accounting dipengaruhi oleh kerangka
ekonomi yang bertujuan untuk self-interset. Hal ini mungkin legal dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum. Namun pertanyaan yang harus
dijawab adalah apakah creative accounting memang sesuatu yang benar untuk dilakukan?
Apakah maksud dan tujuan creative accounting sehingga moral judgment-nya tergantung kepada
tujuan creative accounting itu sendiri. Persepsi ini harus diluruskan agar tidak menjadikan bahwa
creative accounting menjadi hal yang pro dan kontra.

Dalam pandangan orang beberapa pakar creative accounting dianggap tidak etis, bahkan
merupakan bentuk dari manipulasi informasi sehingga menyesatkan perhatiannya. Tetapi dalam
pandangan teori akuntansi positif, sepanjang creative accounting tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum, tidak ada masalah yang harus dipersoalkan.
Asalkan tidak ada asimetri informasi antara pelaku creative accounting dan pengguna informasi
keuangan. Perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) para manajer terjadi akibat
adanya asimetri informasi dalam penyajian laporan keuangan tidak terlepas dari pertimbangan
konsekuensi ekonomi. Perhatian kita mungkin diarahkan bagaimana mendorong keterbukaan
informasi secara lebih luas sehingga inside information bukanlah sesuatu yang berbeda untuk
diumumkan kepada masyarakat umum. Karena dalam kerangka keterbukaan yang menyeluruh
sebenarnya creative accounting, tidak akan berpengaruh kepada semua pihak yang
berkepentingan terhadap organisasi. Karena semua pihak akan mempunyai informasi yang sama
dan tidak ada asimetri informasi lagi. Sekali lagi, pentingnya mendorong keterbukaan dalam
rangka good governance akan membawa dampak kepada ketersediaannya informasi sehingga
akan mengeliminasi dan mengurangi dampak creative accounting.

B. TAX PLANNING

Pengertian

Umumnya perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha
dan transaksi Wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat berkonotasi
positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat
waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi
kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah
mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control).
Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan, Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
meminimumkan kewajiban pajak.

Untuk dapat meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik
yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful) seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan umumnya
selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau
fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi
jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda
pembayarannya.

Pada dasarnya, perencanaan pajak harus (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan, (2) secara
bisnis masuk akal, dan (3) bukti-bukti pendukungnya memadai.

Aspek-aspek dalam Tax Planning


a. Aspek Formal dan Administratif

1. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);

2. Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan;

3. Memotong dan atau memungut pajak;

4. Membayar Pajak;

5. Menyampaikan Surat Pemberitahuan.

b. Aspek Material

Basis pernghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optomalisasi alokasi sumber dana
manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu,
objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap

Strategi Umum

a. Tax Saving

Tax saving merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.

b. Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak. Misalnya, perusahaan, yang masih
mengalami kerugian perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke pemberian
natura sehingga natura tersebut bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21. Dengan demikian,
terjadi penghematan pajak 5-30%.
DAFTAR PUSTAKA

Amat, Oriol and Black, John and Dowds, Jack, (1999). The Ethiccs of Creative Accounting,
Economic Working Paper.

Muh. Arief Efendi. (2006). Fraudulent Financial Reporting : Tanggung Jawab Auditor
Independen, Makalah Seminar/Kuliah Umum di Universitas Internasional Batam.

Scott, William R., (2003). Financial Accounting Theory, Toronto, Ontario : Prentice Hall.
Inc,3rd edition.

Sulistiawan, Dedhy., Yeni, Januarsi., dan Liza Alvia. 2011. Creative Accounting: Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Watt, Ross.L and Zimmerman, Jerold L. 1986. Positive Accounting Theory , Prentice Hall, New
Jersey.

Anda mungkin juga menyukai