Anda di halaman 1dari 13

Financial Shenanigans merupakan tindakan yang sengaja dilakukan oleh manajemen untuk mendistorsi

atau menyembunyikan atau mengubah kinerja atau kondisi finansial yang asli pada suatu entitas.

Tipe perusahaan yang paling mungkin melakukan Shenanigans adalah:

1. Perusahaan dengan lingkungan pengendalian yang lemah

a. Tidak ada anggota independen

Dalam hal ini misalkan dewan komisaris independen yang akan berpihak kepada
kepentingan masyarakat (jika perusahaan publik).

b. Kurangnya kompeten / independen auditor

c. Fungsi audit internal yang tidak memadai

2. Manajemen yang menghadapi tekanan kompetitif ekstrim

3. Newly-public companies

4. Privately held companies

Untuk mendeteksi terjadinya Shenanigans dapat menggunakan petunjuk sebagai berikut :

1. Manajemen yang tidak jujur

2. Kontrol atau pengendalian lingkungan yang tidak memadai

3. Perubahan auditor, konsultan hukum di luar, atau CFO

4. Mengubah prinsip akuntansi

5. Large deficit of CFFO relative to net income

6. Adanya perbedaan yang besar antara penjualan dan piutang

7. Adanya perbedaan yang besar antara penjualan dan persediaan

8. Besarnya kenaikan atau penurunan gross margin

9. Mencatat pendapatan when risks remain dengan penjual

10. Adanya komitmen dan kontinjensi


B. Teknik Financial Shenanigans

Berikut ini adalah tujuh kategori teknik financial shenanigans yang biasa digunakan:

1. Mencatat pendapatan terlalu dini, misalnya:

a. Mencatat pendapatan padahal masih banyak aktivitas layanan yang belum dilakukan

b. Mencatat pendapatan dari item yang belum dikirimkan

c. Mencatat pendapatan dari item yang belum diterima klien

d. Mencatat penjualan yang dilakukan dengan afiliasi

e. Mencatat pendapatan

2. Megakui pendapatan fiktif, misalnya:

a. Mencatat penjualan tanpa alasan

b. Mengklasifikasikan hasil dari investasi sebagai pendapatan

c. Mencatat kas yang diperoleh dari transaksi pinjam meminjam sebagai pendapatan

d. Mencatat diskon dari supplier sebagai pendapatan

3. Menciptakan transaksi khusus untuk memperoleh gain, misalnya:

a. Menjual aset yang undervalue untuk meraih laba

b. Menjual investasi dan memperoleh gain, kemudian mencatatnya sebagai pendapatan

c. mengklasifikasi ulang sejumlah akun di neraca untuk menciptakan pendapatan

4. Tidak mencatat ataupun mengurangi utang secara tepat, misalnya:

a. tidak memasukkan beban dan utang yang terkait

b. memodifikasi asumsi demi menurunkan utang

c. tidak mencatat unearned revenue

5. Mengalihkan beban saat ini ke periode lampau ataupun masa depan, misalnya:

a. mereklasifikasi capitalized cost menjadi beban operasi

b. meningkatkan umur aset untuk mengurangi beban amortisasi

c. mengurangi asset reserve

d. tidak mencatat aset yang nilainya sudah jatuh (impaired)

e. mengubah praktik akuntansi untuk mengalihkan beban saat ini ke periode sebelumnya..

f. mengubah asumsi akuntansi untuk menurunkan utang yang terlapor

g. tidak mencatat unearned revenue


6. Menahan pendapatan saat ini untuk periode masa depan, misalnya

a. meningkatnya allowance terhadap kredit macet

b. meningkatnya garansi dan retur

7.Mengalihkan beban yang akan datang ke periode sekarang, misalnya:

a. menggelembungkan one time charge

b. meningkatkan beban untuk R&D, iklan, dan sebagainya

c. mengakui beban yang akan memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan, seperti R&D,
iklan dan sebagainya.

C. Teknik Financial Shenanigans yang Paling Berbahaya

Pada dasarnya, secara garis besar terdapat dua strategi utama dalam melakukan financial shenanigans,
yakni menggelembungkan pendapatan, serta menyusutkan pendapatan. Menggelembungkan
pendapatan dianggap punya dampak yang lebih serius, karena tidak merefleksikan kinerja perusahaan
yang sebenarnya, atau seolah-olah lebih baik. Sementara, menyusutkan pendapatan tidak bermasalah,
karena itu merupakan salah satu bentuk dari earnings management.

Atas dasar pertimbangan tersebut dan berdasarkan tujuh jenis financial shenanigans diatas maka
kelompok dapat mengatakan teknik yang paling berbahaya adalah pengakuan pendapatan fiktif. Karena
dengan demikian seolah-olah kinerja perusahaan terkait adalah baik dan investor akan terkelabuhi oleh
hal tersebut, baik yang dimaksud seolah-olah perusahaan menpunyai pendapatan yang besar padahal
tidak, jika hal ini berlanjut maka bisa dikatakan tujuan perusahaan untuk Going Concern tak akan
terpenuhi. Memang pada dasarnya pergeseran pengakuan pendapatan (mengakui lebih awal, menahan,
mengakui lebih cepat) juga berbahaya namun pada poin ini kelompok menilai bagaimanapun
pendapatan itu tetap terjadi hanya beda waktu pengakuan dan tidak ada pengurangan pendapatan,
walaupun memang hal ini mengindikasikan keburukan manajemen (Ingat kasus Xerox pada laporan
keuangan 1997-2000 menggeser waktu pengakuan pendapatan yang berakibat pada penurunan harga
sahamnya). Pada intinya adalah perusahaan mengakui apa yang memang menjadi haknya sementara
dalam pengakuan pendapatan fiktif perusahaan mengakui yang bukan menjadi haknya bahkan
mengelompokkan beberapa akun yang salah, misalnya Mencatat kas yang diperoleh dari transaksi
pinjam meminjam sebagai pendapatan. Ketika suatu perusahaan melakukan hal ini maka seolah-olah
rasio Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan adalah baik yang artinya kreditur akan terkecoh akan
keputusan investasinya.

Berikut ilustrasinya :
“DER PT Mundur Maju 1.23 kali, kondisi ini terjadi ketika perusahaan mengakui utang sebagai
pendapatan. Padahal seharusnya DER perusahaan 0.90 kali. Artinya ketika investor melihat hasil yang
pertama dengan DER 1.23 kali ada kemungkinan investor akan melakukan investasi ke PT Mundur Maju
tersebut karena setiap 1 satuan utang akan dijaminkan dengan 1.23 satuan aktiva walau memang rasio
yang baik menurut beberapa penelitian adalah 1:2. Jika investor mengetahui hasil sebenarnya dengan
DER 0.90 kali kemungkinan investor untuk melakukan investasi kecil, jika pun ada pastinya dengan
tingkat pengembalian yang cukup besar karena memiliki risiko yang besar.”

Sama halnya dengan perbedaan pengakuan pendapatan, perbedaan waktu pengakuan beban juga
kelompok anggap tidak terlalu berbahaya, karena biasanya beberapa perushaan juga sampai sekarang
menggunakan teknik-teknik ini untuk pengakuan bebannya, misalkan melakukan iklan besar-besaran di
akhir tahun demi mengecilkan pendapatan tahun ini yang berujung pada penurunan laba dan pajak yang
kecil. Bagaimanapu juga nantinya beban tersebut akan diakui oleh perusahaan yang menjadi pembeda
adalah waktu pengakuan.

Demikian adalah beberapa teknik financial shenanigans yang umum dipraktekkan oleh perusahaan.
Analis maupun investor perlu lebih jeli dalam memperhatikan kemungkinan dijalankannya praktek-
praktek seperti ini.

http://www.juliancholse.com/2012/11/financial-shenanigans.html

Memahami Financial Shenanigans, Kejahatan Finansial

Posted by ICT Monday, October 26, 2009

(managementfile - Finance) - Financial shenanigans adalah suatu istilah yang menggambarkan tindakan
untuk menyembunyikan atau mengubah kinerja atau kondisi finansial yang asli pada suatu entitas.
Selama beberapa dekade terakhir ini, kita telah melihat banyak financial shenanigans yang terekspos
secara publik.

Mungkin Anda masih ingat skandal Enron dan Worldcom pada tahun 2000-an? Atau yang termasuk baru
yakni kasus Satyam yang terjadi di India? Itu semua adalah contoh-contoh financial shenanigans yang
memang terjadi secara riil.

Pada dasarnya, secara garis besar terdapat dua strategi utama dalam melakukan financial shenanigans,
yakni menggelembungkan pendapatan, serta menyusutkan pendapatan. Menggelembungkan
pendapatan dianggap punya dampak yang lebih serius, karena tidak merefleksikan kinerja perusahaan
yang sebenarnya, atau seolah-olah lebih baik. Sementara, menyusutkan pendapatan tidak bermasalah,
karena itu merupakan salah satu bentuk dari earnings management.
Howard Schilit merupakan pengarang dibalik buku `Financial Shenanigans` yang dirilis pada tahun 1993.
Saat itu, mata orang belum terlalu terbuka terhadap masalah ini. Namun, begitu terkuaknya skandal
Enron dan perusahaan-perusahaan AS lainnya, namanya langsung meroket. Apalagi, ia sudah
memberikan peringatan terhadap laporan keuangan Enron sejak tahun 1995, namun tidak terlalu
didengar.

Berikut ini adalah tujuh kategori teknik financial shenanigans yang biasa digunakan:

1. Mencatat pendapatan terlalu dini, misalnya:

· Mencatat pendapatan padahal masih banyak aktivitas layanan yang belum dilakukan

· Mencatat pendapatan dari item yang belum dikirimkan

· Mencatat pendapatan dari item yang belum diterima klien

· Mencatat penjualan yang dilakukan dengan afiliasi

· Mencatat pendapatan

2. Mencatat pendapatan fiktif, misalnya

· Mencatat penjualan tanpa alasa

· Mengklasifikasikan hasil dari investasi sebagai pendapatan

· Mencatat kas yang diperoleh dari transaksi pinjam meminjam sebagai pendapatan

· Mencatat diskon dari supplier sebagai pendapatan

3. Menciptakan transaksi khusus untuk memperoleh gain, misalnya:

· Menjual aset yang undervalue untuk meraih laba

· Menjual investasi dan memperoleh gain, kemudian mencatatnya sebagai pendapatan

· mengklasifikasi ulang sejumlah akun di neraca untuk menciptakan pendapatan

4. Tidak mencatat ataupun mengurangi utang secara tepat, misalnya:

· tidak memasukkan beban dan utang yang terkait

· memodifikasi asumsi demi menurunkan utang


· tidak mencatat unearned revenue

5. Mengalihkan beban saat ini ke periode lampau ataupun masa depan, misalnya

· mereklasifikasi capitalized cost menjadi beban operasi

· meningkatkan umur aset untuk mengurangi beban amortisasi

· mengurangi asset reserve

· tidak mencatat aset yang nilainya sudah jatuh (impaired)

· mengubah praktik akuntansi untuk mengalihkan beban saat ini ke periode sebelumnya..

· mengubah asumsi akuntansi untuk menurunkan utang yang terlapor

· tidak mencatat unearned revenue

6. menahan pendapatan saat ini untuk periode masa depan, misalnya

· meningkkatnya allowance terhadap kredit macet

· meningkatnya garansi dan retur

7.Mengalihkan beban yang akan datang ke periode sekarang, misalnya:

· menggelembungkan one time charge

· meningkatkan beban untuk R&D, iklan, dan sebagainya

· mengakui beban yang akan memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan, seperti R&D, iklan dan
sebagainya.

Demikian adalah beberapa teknik financial shenanigans yang umum dipraktekkan oleh perusahaan.
Analis maupun investor perlu lebih jeli dalam memperhatikan kemungkinan dijalankannya praktek-
praktek seperti ini.

http://finance-vbn.blogspot.co.id/2009/10/memahami-financial-shenanigans.html

Manipulasi Laporan Keuangan – Accounting Shenanigans

Posted on November 11, 2015 by bangliman

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya mengenai Financial Reporting & Analysis –
Long Term Liabilities.
Financial Shenanigans adalah suatu tindakan yang di lakukan dengan tujuan untuk menyembunyikan
atau mendistorsikan keadaan keuangan suatu perusahaan. Accounting dengan sistem accrual basis
sangat rentan manipulasi karena terdapat banyak judgment dan estimasi di dalam pelaporannya.
Misalnya usia depresiasi suatu asset, perbedaan penentuan useful life suatu asset akan menyebabkan
biaya depresiasi yang berbeda-beda pada perusahaan di industri yang sama.

Motivasi perusahaan melakukan over stated earning di antaranya adalah untuk meet ekspektasi analyst
supaya perusahaannya tetap mendapatkan predikat yang bagus di mata investor, atau misalnya
memenuhi debt covenants, atau untuk meningkatkan incentive kompensasi bagi manajemen dari
shareholders (bahwa mereka kerjanya bagus).

Sementara motivasi perusahaan dengan under stated earning di antaranya misalnya untuk
mendapatkan bantuan atau insentif fiskal dari pemerintah pada industry tertentu, atau untuk negosiasi
dengan misalnya serikat pekerja, dan lain sebagainya.

Manipulasi pada balance sheet memiliki tujuan:

Overstate atau understate pada liabilities: yaitu untuk mempercantik leverage ratios dan liquidity ratios.

Understate assets:

Meningkatkan rasio ROA atau asset turnover.

Mencatatkan goodwill yang lebih besar pada saat akuisisi.

Untuk negosiasi dengan karyawan.

Cash flow lebih sulit untuk di manipulasi karena merupakan laporan real cash flow keluar dan masuk
pada perusahaan. Tetapi tetap saja cash flow statement bisa di manipulasi, terutama Cash Flow from
Operation (CFO). CFO yang sustainable adalah penting bagi perusahaan sehingga beberapa perusahaan
berusaha memanipulasi CFO untuk mendapatkan outlook yang positive dari investor. Manipulasi dapat
di lakukan dengan cara misalnya:

Mempermainkan klasifikasi cash flow: kadangkala CFO di kategorikan sebagai CFF karena menurut
standard akuntansi IFRS itu memang di perbolehkan.

Mempermainkan timing cash flow: misalnya seharusnya CFO pada Q4 2015 adalah minus, tetapi di
postpone ke periode berikutnya.

Metode yang dapat di lakukan untuk manipulasi income di antaranya:


Menunda pembayaran hutang

Jadi perusahaan memilih salah satu atau beberapa dari hutangnya atau semua dari hutangnya, di catat
bukan sebagai hutang pada periode ini tetapi sebagai hutang pada periode berikutnya. Contoh:
perusahaan harus membayar hutang pada Q4 2015, tetapi di delay hutang tersebut baru di bayar pada
Q1 2016, dengan demikian maka Cash Flow from Operation (CFO) pada Q4 2015 akan terlihat lebih
banyak karena tidak ada pembayaran hutang, sehingga pada laporan keuangan tahun 2015 atau
specifically Q4 2015 akan terlihat lebih bagus.

Terdapat 2 alasan kenapa perusahaan menunda pembayaran hutang, yaitu:

Perusahaan memang dalam keadaan kesulitan keuangan.

Prudent cash flow management: manajemen sebenarnya sanggup membayar hutang tetapi ingin hold
cash tersebut lebih lama dengan tujuan untuk mendapatkan bunga dari cash yang seharusnya mereka
pakai untuk bayar hutang, jadi manajemen yang seperti ini adalah manajemen yang tidak prudent.

Teknik ini tidak sustain karena:

Perusahaan tidak bisa menunda hutang selama-lamanya, suatu saat pasti harus di bayar, dan bentuk asli
keadaan keuangan perusahaan akan ketahuan.

Supplier akan memperketat credit term apabila perusahaan sering menunda pembayaran.

Dengan mempelajari days sales payable akan dapat di ketahui apakah perusahaan menunda
pembayaran hutang. Yaitu day says payable = 365 / COGS / Account Payable, apabile nilai days sales
payable naik, maka kemungkinan perusahaan tersebut stretching payable nya.

Membayar hutang dengan hutang

Perusahaan melakukan transaksi financing (berhutang) untuk membayar account payable (A/P adalah
bagian dari operating expense dan akan masuk kategori CFO).

Skenarionya yaitu:

misalnya PT. ABC memiliki account payable = $2 juta yang harus di bayar kepada suppliers (apabila PT.
ABC membayarkan hutang ini, maka CFO akan berkurang).

Daripada membayar $2 juta dari internal cash perusahaan, PT. ABC datang ke bank BCD dan pinjem duit
$2 juta untuk bayar suppliers. Bank BCD setuju, dana cair, bayar ke supplier dan supplier happy.

PT. ABC kemudian convert account payable senilai $2 juta tersebut menjadi notes payable = $2 juta.
Sehingga dari sisi cash flow statement tidak terjadi perubahan apa-apa, padahal sebenarnya seharusnya
PT. ABC membayar $2 juta kepada supplier dan mengurangi CFO pada periode tersebut.

Di kemudian hari, pada saat PT. ABC membayarkan hutangnya kepada bank, pembayaran tersebut atau
cash out flow tersebut di catat dan di kategorikan sebagai Cash Flow from Financing (CFF) instead of
CFO, sehingga CFO perusahaan terjaga terlihat bagus (karena misklasifikasi yang di sengaja oleh
perusahaan).

Menjual Surat Berharga (Account Receivable)

Yaitu perusahaan menjual piutangnya kepada perusahaan lain yang biasanya di sebut SPE (Special
Purpose Entity) atau di sebut juga VIE (Variable Interest Entity), SPE atau VIE ini yang nantinya
merupakan perusahaan yang akan menerima cash pembayaran dari piutang tersebut.

Skenarionya yaitu:

Misalnya PT. ABC memiliki 3 piutang, sebut saja AR1, AR2, dan AR3. PT. ABC mengemas ke tiga account
receivable tersebut dan di jual kepada perusahaan lain sebut saja PT. DEF. Jadi PT. DEF membeli surat
berharga paket piutang tersebut dan memberikan cash kepada PT. ABC, dan sebagai gantinya PT. DEF
menerima surat berharga atau sekuritas atas AR1, AR2, dan AR3.

Kemudian, yang terjadi adalah secara otomatis account receivable di PT. ABC akan berkurang.

Penjualan PT. ABC akan naik, dan CFO akan terlihat melonjak karena menerima cash dari penjualan surat
berharga kepada PT. DEF. Padahal sebenarnya tanpa menjual A/R tersebut, piutang tersebut pasti akan
di bayar juga oleh customer kepada PT. ABC.

Skenario ini juga tidak bisa sustain karena perusahaan tidak selalu memiliki account receivable.

Jadi, simple nya metode ini adalah perusahaan meminjam uang dari SPE atau VIE dengan A/R sebagai
collateral. Ke depan nya, apabila perusahaan ini bangkrut, A/R tersebut akan menjadi milik si SPE.

Melakukan Stock Buy Back Untuk Dilusi Earning

Perusahaan di perbolehkan untuk menerbitkan stock option untuk karyawannya. Ketika karyawan
exercise stock option tersebut, jumlah lembar saham di market (outstanding shares) akan bertambah,
dan secara otomatis akan mendilusi earning. Perusahaan dapat buy back stock option tersebut untuk
mengurangi dilusi.

Sedikit pengulangan, ketika perusahaan menerbitkan stock option kepada karyawan, misalnya strike
price dari harga saham perusahaan per lembar adalah = $10. Lalu ketika market price sudah naik
menjadi = $15, dan kebetulan si karyawan ini sedang butuh duit, dia boleh exercise stock option
tersebut. Yang terjadi pada saat karyawan exercise stock option tersebut adalah, karyawan ini berhak
membeli saham perusahaan di harga $10, jadi dia bayar kepada perusahaan $10, lalu kemudian dia jual
di market di harga $15, sehingga dia untung $5. Pada saat dia exercise, dia membeli di harga $10 (bayar
uang kepada perusahaan $10), dia memegang saham, maka jumlah saham beredar di market akan
bertambah, sehingga EPS perusahaan akan terdilusi. Lebih detail mengenai stock option silahkan buka
halaman Derivative – Options.

Contohnya:

Perusahaan melakukan buy back stock option (cash out flow) = – $24,000.
Karyawan membayar kepada perusahaan saat exercise stock option (cash in flow bagi perusahaan) =
$20,000.

Maka, net cash outflow dari transaksi exercise stock option + buy back tersebut adalah = -$4,000.

Menurut peraturan accounting, -$4,000 di kategorikan sebagai Cash Flow from Financing karena cash
out flow tersebut di gunakan untuk buy back stock dan di anggap sebagai aktivitas financing.

Bagi analyst, untuk case seperti ini maka -$4,000 tersebut harus di adjust dan di kategorikan sebagai CFO
instead of CFF, karena sebenarnya yang terjadi adalah -$4,000 cash out flow tersebut di gunakan untuk
membayar kompensasi kepada karyawan. Jadi, apabila ada perusahaan yang melakukan aktifitas seperti
ini, maka CFO nya adalah overstated.

Cash out flow -$4,000 tersebut akan di anggap sebagai expense oleh perusahaan. Sehingga secara
otomatis metode ini akan membantu perusahaan membayar pajak lebih sedikit.

Concern yang lain apabila perusahaan melakukan stock buy back adalah, stock buy back akan
mengurangi outstanding share di market. Apabila outstanding shares berkurang, maka EPS akan naik
(perusahaan kelihatan bagus), Price-to-Earning ratio kemungkinan besar akan menjadi lebih kecil karena
faktor EPS nya yang naik (saham terlihat murah), sehingga biasanya akan menyebabkan harga saham di
market menjadi naik.

Beberapa skenario shenanigans yang lainnya seperti:

Mencatat revenue yang premature atau kualitasnya di ragukan, misalnya:

Mencatat revenue padahal sebagian dari jasanya belum di deliver.

Mencatat revenue yang barangnya belum di deliver.

Mencatat revenue yang belum fully accepted oleh klien secara tertulis melalui berita acara.

Mencatat revenue atas suatu transaksi yang sebenarnya klien tidak memiliki obligasi untuk membayar.

Mencatat revenue fiktif:

Mencatat revenue atas suatu transaksi yang tidak pernah ada.

Mengklasifikasikan income dari investasi sebagai revenue operasional perusahaan.

Mencatat revenue atas cash yang di terima dari meminjam uang kepada perusahaan lain sebagai
revenue operasional perusahaan, padahal bukan perusahaan financing.

Mencatat insentif dari supplier (supplier rebates) sebagai revenue.

Melakukan one-time transaction untuk menciptakan gain:


Menjual undervalued asset sebagai sumber profits.

Menjual investment atau sekuritas untuk di recognize sebagai gain, atau di gunakan untuk reduce
expenses (seperti contoh stock buy back di atas).

Klasifikasi ulang balance sheet untuk menghasilkan income.

Tidak mencatat unearned revenue (customer prepayment) dan di catat sebagai revenue.

Menunda revenue periode ini untuk di catat di periode berikutnya:

Misalnya menahan untuk mencatat revenue sebelum suatu aksi merger atau akusisi, supaya setelah
M&A revenue terlihat melonjak.

Aggresive accounting policies:

Memperpanjang useful life suatu asset dari yang seharusnya.

Penggunaan metode FIFO ketimbang average cost atau LIFO untuk pencatatan inventory.

Melakukan accrual loss terhadap contingency (suatu loss yang kemungkinan terjadi di masa depan
tetapi belum pasti).

Amortisasi cost secara pelan-pelan sehingga mengurangi expenses.

Capitalize semua biaya software development dan biaya R&D.

Tidak mencatatkan alokasi dana untuk biaya warranties, retur, provision untuk doubtful account yang
kemungkinan tidak di bayar oleh klien.

Indikasi dan Menemukan Shenanigan

Indikasi praktik manipulasi laporan keuangan dapat di lihat dari tanda-tanda seperti misalnya:

Perusahaan melakukan perubahan metode akuntansi yang menyebabkan perubahan angka-angka yang
cukup signifikan pada beberapa tahun terakhir.

Perubahan auditor, kemungkinan perusahaan mau macem-macem dan auditor yang sebelumnya susah
untuk di ajak kompromi.

Penambahan footnotes yang tidak wajar banyaknya.

Pada auditor’s report terdapat catatan:


Qualified opinion dari auditor: qualified opinion artinya auditor menemukan satu atau beberapa situasi
di dalam laporan keuangan yang tidak comply dengan prinsip akunting.

Tidak ada audit committee, atau audit committee rata-rata masih terafiliasi sama perusahaan sehingga
tidak netral.

Pada bagian footnotes:

Perubahan accounting principles misalnya metode pencatatan inventory dari sebelumnya FIFO menjadi
LIFO, atau perubahan estimasi misalnya estimasi useful life asset.

Ketidak wajaran di dalam mendeskripsikan policy perusahaan dalam pencatatan laporan keuangan.

Off balance sheet transaction (operating lease).

Pada bagian Management Discussion & Analysis (MD&A):

Terdapat porsi rencana anggaran yang besar sekali.

Kebutuhan modal kerja yang tidak wajar.

Penurunan likuiditas.

Perusahaan melakukan swap dan barter agreement, misalnya perusahaan developer properti
melakukan transaksi barter dengan kontraktornya. Misalnya dengan barter 50% unit apartemennya
dengan si kontraktor sebagai ongkos untuk membangun apartemen, kemudian 50% apartemen tersebut
misalnya 200 unit di anggap sudah terjual, padahal perusahaan tidak menerima cash in flow dari
transaksi tersebut, tetapi di income statement penjualannya terlihat fantastis.

Menelusuri CFO dengan earning, yaitu perubahan pada CFO dengan perubahan pada net income selama
periode tertentu. Wajarnya apabila earning bertambah, seharusnya cash flow juga positive. Apabila
earning positive tetapi cash flow negative pada suatu periode, maka kemungkinan perusahaan
melakukan manipulasi laporan keuangan.

Menelusuri AR versus revenue, yaitu apabila AR naik dengan fantastis tidak proporsional dengan
kenaikkan sales, ada kemungkinan di lakukan manipulasi atau pencatatan penjualan yang fiktif.

Mengklasifikasikan non-recurring atau non-operating item sebagai revenue untuk menutupi penurunan
penjualan, misalnya penjualan investasi atau fixed asset di anggap sebagai revenue.

Perusahaan terlalu banyak melakukan transaksi off balance sheet financing (operating lease), mungkin
dengan tujuan supaya asset tidak membesar sehingga return on asset terlihat bagus.

Mengklasifikasikan expenses operational sebagai non-recurring expenses.

Perusahaan meng capitalize operating expense menjadi asset, sehingga net income terlihat lebih bagus.

Perusahaan melakukan LIFO liquidation pada inventory. Yaitu apabila penjualan pada periode ini lebih
besar daripada pembelanjaan inventory pada periode ini, sehingga stock inventory lama harus di
liquidate.
Sedikit pengulangan, LIFO yaitu Last In First Out, artinya pencatatan COGS di I/S akan menggunakan
harga stock yang terakhir kali di beli. Ketika di lakukan LIFO liquidation, yang terjadi adalah stock lama
dengan harga lebih murah (asumsi inflationary environment) akan tercatat di COGS, sehingga COGS
lebih kecil di match sama revenue saat ini yang lebih tinggi menghasilkan net income yang lebih besar,
namun trade off nya adalah pembayaran pajak yang lebih tinggi karena EBIT yang lebih tinggi.

Apabila pada quarter terakhir tercatat revenue yang tinggi yang tidak seperti biasanya, atau expenses
yang rendah dan tidak wajar serta tidak terkait sama season tertentu, maka ada indikasi perusahaan
melakuukan manipulasi laporan keuangan.

https://bangliman.wordpress.com/2015/11/11/manipulasi-laporan-keuangan-accounting-shenanigans/

Anda mungkin juga menyukai