Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN LABA

Mnajemen laba dapat didefinisikan sebagai “intervensi manajemen dengan sengaja dalam
proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi” (Schiper, 1989). Sering
kali proses ini mencakup mempercantik laporan keuangan, teruama angka yang paling
bawah, yaitu laba. Manajemen laba dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi
akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba juga dapat terlihat nyata,
jika manajer memilih tindakan dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba.
Manajer juga melakukan aktivitas dengan konsekuensi arus kas, kadang kala merugikan
yang ertujuan untuk manajemen laba. Misalnya, manajer menggunakan metode FIFO pada
penilaian persediaan untuk melaporkan laba yang leih tinggi meskipun penggunaan LIFO
dapat menghasilkan penghematan pajak.
(1) Manajer meningkatkan laba (increasing income) periode kini (2) Manajer melakukan
“mandi besar” (big bath) melalui pengurangan laba periode ini. (3) Manajer mengurangi
fluktuasi laba dengan perataan laba (income smoothing).
Meningkatkan Laba. Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang
dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga
memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada scenario pertumbuhan,
akrual pembalik lebih kecil dibadingkan akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba.
Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan
manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang.
Big Bath. Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin
pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (sering
kali pada masa resesi di mana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau
peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger,
atau restrukturisasi. Sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang. Hal ini memberikan
kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan laba di masa depan.
Perataan Laba. Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini,
manajer meningkatkan atu menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi
fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik
dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian melaporkan laba ini saat
periode buruk.
Isentif Perjanjian. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer
tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan tidak mendapatkan bonue
tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti manajer memiliki insentif
untuk meningkatkan atau mengurangi laba berdasarkan tingkat laba yang belum diuah
berada di antara batas atas dan bawah, manajer memiliki insentif untuk meningkatkan laba.
Saat laba lebih tinggi dari batas atas atau lebih rendah dari vatas bawah, manajer memiliki
insentif untuk menurunkan laba dan membuat cadangan untuk bonus masa depan.
Dampak Harga Saham. Insentif manajemen laba lainnya adalah potensi dampak terhadap
harga saham. Misalnya, manajer dapat meningkatkan laba untuk menaikkan harga saham
perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu seperti merger yang akan dilakukan
atau penawaran surat berharga, atau rencana untuk menjual saham atau melaksanakan opsi.
Manajer juga melakukan perataan laba untuk menurunkan persepsi pasar akan risiko dan
menurunkan biaya modal. Salah satu insentif manajemen laba yang terkait lainnya adalah
untuk melampaui ekspektasi pasar. Cara untuk melakukan strategi ini adalah sebagai
berikut: Manajer menurunkan ekspektasi kemudian meningkatkan laba untuk melampaui
ekspektasi pasar. Makin pentingnya investor sementara dan kemampuan investor ini untuk
menghukum saham yang tidak memenuhi ekspektasi telah menimbulkan tekanan baru pada
manajer untuk melakukan segala cara guna melampaui ekspektasi pasar.
Insentif Lain. Laba sering kali diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian
yang dilakukan badan pemerintah, misalnya untuk ketaatan undang-undang intimonopoli
dan IRS. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan laba untuk memperoleh keuntungan dari
pemerintah, misalnya susidi atau proteksi dari persaingan asing.
Pemindahan Laba. Pemindahan laba merupakan manajemen laba dengan pemindahan laba
dari satu periode lainnya. Pemindahan laba dapat dilakukan dengan mempercepat atau
menunda pengakuan pendapatan atau beban.
 Mempercepat pengakuan pendapatan dengan membujuk distributor atau pedagang
untuk membeli kelebihan produksi pada akhir tahun fiscal. Praktik ini dinamakan
penimunan saluran (channel loading), dan sering terjadi pada industri manufaktur moil
dan rokok.
 Memindahkan beban pada periode berikut dengan mengadopsi metode akuntansi
tertentu. Misalnya, memilih metode FIFO untuk menilai persediaan (bukan LIFO) dan
memilih metode penyusutan garis lurus (bukan metode percepatan) dapat menunda
pengakuan beban.
 Membebankan biaya yang cukup besar sekaligus pada satu waktu tertentu misalnya
penurunan nilai aset dan biaya restrukturisasi pada periode antara. Hal ini memudahkan
perusahaan untuk mempercepat pengakuan beban, dan oleh karena itu membuat laba
periode berikutnya terlihat menjadi lebih baik.
 Saat perusahaan menghentikan suatu segmen usaha, laba segmen tersebut harus
dilaporkan terpisah sebagai laba (rugi) operasi yang dihentikan. Pos ini biasanya
diabaikan oleh analis karena terkait dengan unit usaha yang tidak lagi memengaruhi
perusahaan. Akan tetapi, beberapa perusahaan mengalokasi porsi biaya bersama yang
cukup besar (misalnya biaya overhead perusahaan) pada segmen yang dihentikan,
sehingga menghasilkan laba untuk bagian perusahaan lainnya.
 Penggunaan beban khusus, seperti penurunan nilai aset dan biaya restruturisasi telah
meningkat pesat (hampir 40% perusahaan melaporkan paling tidak satu jenis beban ini).
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan analis untuk mengabaikan biaya khusus karena
sifatnya tidak bisa dan tidak bertulang. Dengan mencatat biaya ini, perusahaan membuat
para analis mengabaikan sebagian beban operasi.
 Insentif Melakukan Manajemen laba. Manajemen laba tidak dilakukan kecuali jika
terdapat insentif bagi manajer. Insentif ini telah dibahas sebelumnya dan seorang analis
harus mempertimbangkan insentif tersebut.
 Reputasi dan masa lalu manajemen. Perlu untuk menilai reputasi dan integritas
manajemen. Membaca laporan keuangan periode lalu, persyaratan SEC, laporan audit,
penggantian auditor, dan media keuangan memberikan informasi yang berguna untuk
masalah ini.
 Pola yang konsisten. Tujuan manajemen laba adalah memengaruhi angka paling bawah
seperti laba atau rasio utama seperti det to equity atau inrerest coverage. Perlu
diverifikasi apakah komponen laba (atau neraca) tertentu telah diuah untuk tujuan
tertentu. Misalnya, jika suatu perusahaan terlihat meningkatkan laba melalui, katakanlah
, keijakan pengakuan pendapatan, sementara pada saat yang sama menurunkan laba
perubahan metode persediaan, maka kecil kemungkinan perusahaan melakukan
manajemen laba.
 Kesempatan melakukan manajemen laba. Sifat aktivitas usaha menentukan sejauh mana
manajemen laba dapat dilakukan. Jika sifat aktivitas usaha membutuhkan penilaian
yang cukupbanyak untuk menentukan angka laporan keuangan, maka semakin besar
kesempatan untuk melakukan manajemen laba.
 Identifikasi dan penilaian keijakan adkuntansi penting. Tahapan penting dalam evaluasi
kualitas laba adalah mengidentifikasi kebijakan akuntansi penting yang dipilih
perusahaan. Apakah keijakan tersebut wajar atau agresif? Apakah kebijakan yang dianut
sejalan dengan norma Industri? Apakah dampak dari kebijakan akuntansi pada angka-
angka disajikan pada laporan keuangan?
 Evaluasi tingkat fleksibilitas akuntansi. Penting untuk menilai tingkat fleksiilitas yang
tersedia pada saat pembuatan laporan keuangan. Tingkat fleksibilitas akuntansi pada
suatu industri leih tinggi dibandingkan industri lain. Misalnya, akuntansi pada industri
yang memiliki banyak aset tak berwujud, operasi usaha yang lebih fluktuatif, sebagian
besar biaya produksinya terjadi sebelum proses produksi, dan metode pengakuan
pendapatan yang tidak bisa membutuhkan lebih banyak penilaian dan estimasi. Secara
umum, kualitas laba pada industri tersebut lebih rendah dibandingkan industri yang
akuntansinya lebih langsung.
 Tentukan strategi pelaporan. Menentukan strategi pelaporan yang digunakan oleh
perusahaan. Apakah perusahaan memilih praktik pelaporan agresif? Apakah perusahaan
memiliki laporan audit yang baik? Pernahkah terjadi masalah akuntansi? Apakah
manajemen memiliki reputasi integritas, atau dikenal suka menipu? Juga, penting untuk
memeriksa insentif manajemen laba dan melihat pola indikasi yang konsisten. Anlis
perlu mengevaluasi kualitas pengungkapan perusahaan. Meskipun pengungkapan tidak
dapat mengganti laporan keuangan yang berkualitas, pengungkapan berorientasi ke
depan dan rinci dapat mengurangi kelemahan laporan keuangan.
 Identifikasi dan menilai tanda ahaya. Satu tahap yang berguna dalam evaluasi kualitas
laba adalah melihat tanda bahaya merupakan pos yang memberikan peringatan bagi
analis akan adanya potensi masalah yang serius. Beberapa contoh tanda ahaya adalah:
Kinerja keuangan yang buruk—perusahaan yang putus asa biasanya melakukan
segala cara.

Secara konsisten laba yang dilaporkan selalu lebih tinggi dibandingkan arus kas
operasi.
Secara konsisten laba sebelum pajak yang dilaporkan lebih tinggi dibandingkan
laba pajak.
Laporan audit dengan kualifikasi
Pengunduran diri auditor atau perubahan auditor yang tidak rutin.
Perubahan kebijakan diri auditor yang atau perubahan auditor yang tidak lebih
tinggi dibandingkan dengan penjualan. Penggunaan metode untuk menghalangi
aturan akuntansi, seperti sewa guna operasi dan sekuritisasi piutang.
 Kapitalisasi sewa guna operasi jangka panjang, dengan penyesuaian atas
neraca dan laporan laba rugi.
 Pengakuan beban kompensasi berbasis saham untuk penentuan laba.
 Penyesuaian beban tidak rutin seperti penurunan nilai aset dan biaya
restrukturisasi.
 Pengakuan status (dana) ekonomis untuk program pensiun dan program
imalan pascakerja lainnya dalam neraca.
 Menghilangkan dampak pajak penghasilan tertentu yang ditangguhkan atas
kewajiban dan aset dari neraca.

Pengertian Manajemen Laba

Para pakar kurang seragam dalam mendefinisikan manajeman laba. Mulford dan Comiskey
(2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai manipulasi akuntansi dengan tujuan
menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya. Dechow (1996)
dalam Widyaningdyah (2001) mendefinisikan manajemen laba sebagai manipulasi laba, baik
di dalam maupun di luar batas prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU). Levitt
(1998) dalam Hery (2009) mengartikan manajemen laba sebagai trik akuntansi dimana
fleksibilitas aturan dalam penyusunan laporan keuangan dimanfaatkan oleh manajer untuk
memenuhi target laba. Healy (1999) dalam Hery (2009) menyebut manajemen laba sebagai
kreativitas manajemen dalam penyusunan laporan keuangan dan mengatur transaksi untuk
mengubah laporan keuangan dengan tujuan memberi kesan tertentu untuk memengaruhi
tindakan para pemakai laporan keuangan. Scott (2003) dalam Dumbi (2010) mendefinisikan
manajemen laba sebagai pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan
akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Riahi dan Belkaoui (2007) mendefinisikan
manajemen laba sebagai penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memeroleh keuntungan
pribadi.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tersebut, penulis, terutama
untuk keperluan pembahasan dalam makalah ini, mendefinisikan ulang manajemen laba
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan manajer dalam rangka merekayasa laba (yang akan
disajikan dalam laporan keuangan), dengan cara yang masih dalam batasan PABU maupun
yang telah menyimpang dari PABU.
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba
Masalah Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) dalam Dumbi (2010) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak di mana satu orang atau lebih, yang kemudian disebut principal, menyewa serta
memberikan wewenang kepada satu orang yang lain atau lebih, yang disebut kemudian agent
untuk menjalankan tugas dan mengambil keputusan bagi kepentingan principal. Dalam hal ini,
para pemegang saham sebagai principal dan direksi atau manajer sebagai agent merupakan
salah satu hubungan keagenan.
Principal mengadakan kontrak dengan agent dalam upaya memaksimumkan kesejahteraannya
dengan harapan tingkat profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan agent secara moral
bertanggungjawab memaksimumkan kesejahteraan principal. Namun di sisi lain, agent
melakukan kontrak dengan principal juga dalam upaya memaksimumkan utilitasnya sendiri
seperti memeroleh investasi, pinjaman, kompensasi, bonus, dan fasilitas lainnya.
Perbedaan kepentingan (conflict of interests) inilah yang kemudian menjadi sebab manajer
sebagai agent mungkin tidak selalu melakukan tindakan-tindakan untuk memaksimumkan
kesejahteraan principal, dalam hal ini pemegang saham, dan justru lebih mendahulukan
kepentingannya untuk memaksimumkan utilitasnya. Manajer terkadang juga lebih
menginginkan untuk memaksimumkan ukuran atau skala perusahaan daripada
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham.
Menurut Scott (2009) dalam Dumbi (2010), terdapat dua jenis kontrak yang memiliki dampak
pada teori akuntansi keuangan. Selain kontrak kerja, ada pula kontrak pinjaman/utang. Kontrak
kerja dilakukan antara pemegang saham dengan manajer, sedangkan kontrak pinjaman
dilakukan antara manajer dengan pemberi pinjaman atau kreditor. Salah satu pihak disebut
principal sedangkan pihak lainnya disebut agent. Dalam kontrak kerja, yang disebut sebagai
principal adalah pemegang saham sedangkan manajer adalah agent. Sementara dalam kontrak
pinjaman, pemberi pinjaman adalah principal dan manajer adalah agent.
Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dipengaruhi oleh jumlah laba yang dilaporkan
perusahaan. Dalam kontrak kerja, bonus manajer sering didasarkan pada laba bersih yang
dilaporkan. Program bonus yang didasarkan pada laba bersih yang dilaporkan, mungkin akan
mendorong manajer untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dalam upaya memaksimumkan
laba sekaligus bonus mereka. Kreditor mempunyai klaim terhadap laba perusahaan untuk
pembayaran bunga dan pokok pinjaman/utang, mereka juga mempunyai klaim terhadap aset
perusahaan apabila perusahaan dibubarkan bersasarkan perjanjian utang. Manajer perusahaan
yang terikat perjanjian utang juga mungkin melakukan praktek manajemen laba untuk
menghindari pelanggaran perjanjian utang tersebut.
Asimetri Informasi
Manajer perusahaan merupakan pihak internal perusahaan yang jelas lebih banyak memiliki
dan lebih cepat mengetahui informasi yang valid dibandingkan pihak eksternal perusahaan
seperti investor dan kreditor. Hal ini disebabkan pihak eksternal tidak mungkin mengawasi
tindakan manajer setiap saat. Perbedaan jumlah dan validitas informasi yang dimiliki pihak
satu dengan pihak yang lain ini yang dapat menyebabkan timbulnya asimetri informasi.
Kondisi tersebut memberi peluang kepada manajer perusahaan untuk menggunakan informasi
yang diketahuinya dalam rangka mengatur atau merekayasa laba yang dilaporkan, baik dalam
upaya memaksimumkan kemakmuran maupun dalam upaya menyampaikan sinyal mengenai
prospek perusahaan kepada investor dan kreditor.
Manajer sebagai pengelola perusahaan yang lebih banyak mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan para pihak yang berkepentingan
lainnya berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan para pihak yang
berkepentingan tersebut. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Namun, informasi yang disampaikan terkadang
diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai
informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi. Asimetri informasi terjadi karena
manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain seperti pemilik atau
pemegang saham dan pemberi pinjaman.
Asimetri informasi antara manajemen dengan pihak lain tersebut memberikan kesempatan
kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal
pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan praktik manajemen laba (earnings
management) untuk memberikan sinyal yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
kepada pihak lain mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Dua faktor tersebut, masalah keagenan dan asimetri informasi menjadi latar belakang
munculnya teori dan dugaan tentang adanya praktik-praktik manajemen laba. Manajer sebagai
pihak internal perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pihak eksternal
perusahaan seperti investor, kreditor, pemerintah, maupun pihak eksternal lainnya. Di samping
itu, manajer sebagai pihak internal perusahaan memiliki lebih banyak informasi yang valid
tentang perusahaan yang mereka kelola daripada para pihak eksternal perusahaan. Dua kondisi
ini sangat mendukung dilakukannya praktik manajemen laba. Jika masalah keagenan dapat
memunculkan niat untuk melakukan manajemen laba, maka asimetri ekonomi dapat memberi
peluang atau kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba. Manajer akan menggunakan
kelebihan informasi yang mereka miliki, misalnya dengan menyembunyikan atau
memanipulasi sebagian informasi tersebut dalam rangka memenuhi kepentingan manajer yang
mungkin suatu saat dalam suatu atau beberapa hal akan saling bertentangan dengan
kepentingan pihak eksternal yang memiliki lebih sedikit informasi yang valid.

Motivasi-motivasi dalam Manajemen Laba

Dua kondisi yang dapat menjadi penyebab utama dilakukannya manajemen laba yang telah
diuraikan di atas memberikan peluang bagi manajer untuk memanipulasi informasi keuangan,
terutama apabila suatu saat ada kepentingan yang hendak dan perlu dilindungi, baik untuk
kepentingan pribadi manajer ataupun untuk kepentingan keberlangsungan perusahaan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya manajemen laba tersebut telah banyak diuraikan oleh
para pakar dan telah banyak dilakukan penelitian empiris untuk mendukung adanya korelasi
antara faktor-faktor pendorong tersebut terhadap praktek manajemen laba, baik di luar negeri
maupun di Indonesia sendiri. Faktor-faktor pendorong tersebut penulis seleksi, ringkas, dan
gabungkan antara lain sebagai berikut:
Bonus
Pemberian bonus seringkali dikaitkan dengan tingkat laba bersih yang dihasilkan pada tahun
yang bersangkutan. Manajer akan berusaha mengatur laba bersih sedemikian rupa sehingga
dapat memaksimalkan bonusnya. Manajer yang memiliki informasi atas laba
bersih perusahaan yang sebenarnya akan bertindak oportunis untuk melakukan manajemen
laba dengan memaksimalkan laba saat ini ataupun menyimpannya untuk tahun-tahun yang
akan datang.
Dalam pemberian bonus berdasarkan atas laba ini, dikenal dua istilah, bogey (batas bawah)
yang terkadang juga disebut floor dan cap (batas atas). Bogey adalah target laba minimum yang
menjadi syarat agar manajer dapat memeroleh bonus atas kinerjanya. Besarnya bonus yang
diperoleh tersebut akan meningkat secara proporsional seiring dengan meningkatnya laba
tahun yang bersangkutan, selama laba tersebut berada dalam batasan atau di antara bogey dan
cap. Sedangkan cap adalah target laba maksimum dimana jika laba tahun yang bersangkutan
melebihi target laba ini, manajer tidak akan mendapat tambahan bonus secara proporsional atas
selisih laba dengan target laba ini.
Teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa para manajer akan
cenderung memaksimalkan bonusnya dengan memanipulasi data keuangan dalam rangka
meningkatkan laba, misalnya dengan memindahkan laba periode mendatang ke periode saat
ini, selama laba tersebut dalam batasan bogey dan cap. Jika laba (sebelum direkayasa) berada
di atas cap, maka manajer akan cenderung menurunkan laba agar dapat menyimpannya dan
menggunakannya untuk memeroleh tambahan bonus pada tahun-tahun berikutnya. Jika laba
(sebelum direkayasa) berada di bawah bogey, maka ada dua kemungkinan manipulasi yang
dilakukan manajer. Pertama, saat laba (sebelum direkayasa) berada tidak terlalu jauh di bawah
bogey, maka manajer mungkin akan meningkatkan laba untuk memeroleh bonus. Namun, jika
laba (sebelum direkayasa) berada terlalu jauh di bawah bogey, maka manajer akan cenderung
menurunkan laba agar dapat menyimpannya untuk memeroleh tambahan bonus pada tahun-
tahun berikutnya, selama laba yang dilaporkan masih positif. Jika laba (sebelum direkayasa)
berada di antara bogey dan cap, manajer akan cenderung meningkatkan laba untuk
mengoptimalkan bonus yang mereka terima.
Perjanjian Utang
Janes (2003) dalam Herawati (2007) menjelaskan perjanjian utang dapat dikelompokkan ke
dalam dua bentuk, sebagai perjanjian negatif dan perjanjian positif . Perjanjian negatif
umumnya menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan substitusi aset atau masalah
pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif adalah larangan terhadap merger,
batasan peminjaman tambahan, dan batasan pembayaran dividen. Perjanjian positif
mensyaratkan peminjam melakukan tindakan tertentu, seperti menjaminkan aset atau
memenuhi target rasio-rasio keuangan tertentu yang mengindikasikan kesehatan keuangan.
Contoh umum perjanjian utang positif adalah tingkat rasio current, leverage, probabilitas dan
net worth minimal atau maksimum. Perjanjian utang baik bentuk negatif maupun positif
tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk membatasi konflik kepentingan yang potensial
terjadi antara kreditor dengan para pemegang saham maupun manajemen perusahaan.
Pelanggaran atas perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan,
seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga,
penyerahan jaminan, ataupun negosiasi ulang masa utang. Dalam rangka menghindari risiko
berbagai pinalti tersebut, manajer akan cenderung menaikkan laba bersih untuk mengurangi
kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran atas perjanjian utang. Semakin dekat suatu
perusahaan ke pelanggaran hutang, manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi
yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran atas perjanjian utang.
Biaya Politis
Pemerintah menetapkan besarnya pajak berdasarkan laba perusahaan secara progresif. Hal ini
menyebabkan pajak sebagai salah satu alasan perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu
dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan untuk meminimalkan pajak yang harus
dibayarkan perusahaan kepada pemerintah.
Selain motivasi pajak, motivasi politis lain mungkin menjadi sebab perusahaan melakukan
manajemen laba dengan menurunkan laba bersih yang dilaporkan. Hal ini dilakukan sebagai
upaya agar perusahaan tidak terlihat mencolok bagi masyarakat ataupun pemerintah sebagai
regulator sehingga mendorong munculnya peraturan yang lebih ketat. Motivasi ini terutama
terjadi pada perusahaan-perusahaan besar pada industri strategis.
Penawaran Saham Perdana (IPO) dan Penawaran Saham Musiman (SEO)
Pada penawaran saham perdana dan penawaran saham musiman, laporan keuangan merupakan
sumber informasi utama yang penting bagi calon investor. Manajer perusahaan yang go public
akan cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas
saham perdananya dengan harapan mendapatkan respons positif dari investor terhadap
peramalan laba sebagai sebuah sinyal dari nilai perusahaan, begitu pula dalam hal penawaran
saham musiman.
Harga Saham
Sifat dasar manusia adalah menyukai keuntungan dan menghindari risiko. Perusahaan yang
dipandang investor memiliki pendapatan yang tinggi cenderung akan mengalami kenaikan
pada harga sahamnya. Selain itu, investor juga akan memberi harga yang lebih tinggi atas
saham perusahaan yang labanya tidak terlalu bergejolak yang menandakan kecilnya tingkat
risiko. Bagi perusahaan, harga saham yang tinggi dapat meningkatkan nilai pasarnya,
sedangkan bagi manajer yang memiliki saham perusahaan, harga saham yang tinggi akan
meningkatkan kekayaan pribadinya. Selain itu, untuk menghindari penurunan harga saham
secara tajam, laba mungkin akan disesuaikan menurut ramalan atau prediksi di pasar modal.
Hal-hal tersebut juga dapat menjadi motivasi yang mendorong manajer melakukan manajemen
laba.
Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Banyak motivasi yang muncul berkaitan dengan CEO. CEO yang mendekati masa pensiun
akan berusaha meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba. CEO yang kurang berhasil
memperbaiki kinerjanya, berusaha menghindari pemecatannya dengan meningkatkan laba.
CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya dan membuka peluang agar
laba periode mendatang meningkat, membebankan biaya periode mendatang pada periode
berjalan yang otomatis akan menurunkan laba periode berjalan. Hal-hal tersebut pun dapat
menjadi motivasi manajer untuk melakukan praktik-praktik manajemen laba.

DAFTAR BACAAN

Anonimous. 2002. Annual Report 2002. Badan Pengawas Pasar Modal. Jakarta.

Anonimous. 2002. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan. Ikatan Akuntan


Indonesia. Jakarta.

Anonimous. 2004. Press Release, 8 November 2004. Badan Pengawas Pasar


Modal. Jakarta.

Anonimous. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi 2008. Sekolah Tinggi Ilmu


Ekonomi Indonesia. Jakarta.

Anonimous. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen


Pendidikan Nasional.

Dumbi, Zolha. 2010. Pengaruh Arus Kas Bebas dan Financial Leverage
terhadap Manajemen Laba. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Firdausi, Ari Fitria. 2010. Pengaruh Mekanisme Corperate Government terhadap


Manajemen Laba. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Gumanti, Tatang Ary. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka.


Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 2 No. 2, Nopember 2000: 104 – 115.
Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Rumban Tobing. Pengaruh


Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada
Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45. SNA Solo 15 – 16
September 2005.Jaryanto. 2008. Manajemen Laba: Mengapa Banyak
Mengundang Kontroversi. Fokus Ekonomi Vol. 3 No. 1 Juni 2008: 24 – 34.

Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. Manajemen Laba pada Perusahaan
yang Melanggar Perjanjian Utang. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X
Unhas Makassar 26 – 28 Juli 2007.

Hery. 2009. Teori Akuntansi. Kencana. Jakarta.

Kusuma, Hadri. 2006. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi


Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 8
No. 1, Mei 2006: 89 – 101. Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Mawarti, Yuliana. 2007. Pengaruh Income Smoothing (Perataan Laba) terhadap


Earning Respone (Reaksi Pasar) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Jakarta (BEJ). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Mulford, Charless W, dan Eugene E. Comiskey. Penerjemah Aurolla S. Harahap,


dan Yudith D. Anggraeni. 2010. Deteksi Kecurangan Akuntansi, The Financial
Numbers Game. Penerbit PPM. Jakarta.

Riahi, Ahmed dan Belkaoui. 2007. Accounting Theory, Teori Akuntansi, Buku
Dua. Salemba Empat. Jakarta.

Sugiri, Slamet dan Syukry Abdullah. 2003. Pengaruh Free Cash Flow, Set
Kesempatan Investasi, dan Leverage Finansial terhadap Manajemen Laba.
Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha No. 28 Januari – April 2003. Yogyakarta.

Sutopo, Bambang. 2009. Manajemen Laba dan Manfaat Kualitas Laba dalam
Keputusan Investasi. UPT Perpustakaan Universitas Negeri Sebelas Maret.
Surakarta.

Subramanyam, K.R., 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 11 Buku 1. Jakarta


: Salemba Empat.

Widyaningdyah. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap


Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Vol. 3 No. 2, Nopember 2001: 89 – 101. Universitas
Kristen Petra. Surabaya.

http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.co.id/2011/03/normal-0-false-
false-false-en-us-x-none_21.html

Anda mungkin juga menyukai