Anda di halaman 1dari 26

SISTEM PEMERINTAHAN DESA

1. Pengertian Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desaatau di
sebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan
Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam
perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.

Kewenangan desa adalah:

1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung
dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.

1. Pemerintahan Desa

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang
meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa
pemerintahan desa adalah penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Dan selanjutnya dinyatakan dalam ayat7 yang berbunyi: Badan Permusyawaratan Desa atau
nama lain disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintah Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah.

Pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai
unsur penyelenggaran pemerintahan desa (ayat 7).

1. Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
/yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa
adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga
memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa
setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
2005 sbb:

 Bertakwa kepada Tuhan YME


 Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta
Pemerintah
 Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
 Berusia paling rendah 25 tahun

 Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa


 Penduduk desa setempat
 Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman
paling singkat 5 tahun
 Tidak dicabut hak pilihnya
 Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
 Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota

Kepala Desa, adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan dari
pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk
satu kali masa jabatan. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya
dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain.

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam


penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa. BPD
merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk
1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana sebelum
memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati/ Walikota. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara
langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi menetapkan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Wewenang BPD antara lain:

 Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa


 Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala
Desa
 Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
 Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
 Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat; dan
 Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan
dapat disebut dengan nama lain.

1. Pemerintahan desa (negeri) di Maluku

Desa di Provinsi Maluku disebut "Negeri Adat". Negeri Adat ini memiliki sejarahnya masing-
masing serta struktur pemerintahan tersendiri dan masih terpelihara hingga sekarang.

Negeri-negeri adat yang berada di Maluku khususnya pulau ambon terbentuk mula-mula oleh
kelompok masyarakat sosial yang semakin hari semakin bertambah banyak.sehingga terjadilah
atau terbentuklah suatu perkampungan yang terdiri dari beberapa "Mata rumah" yang disebut
"Rumah tau" beberapa mata rumah yang mempunyai hubungan genealogis territorial kemudian
menggabungkan diri menjadi sebuah "soa". Yang dipimpin oleh seorang kepala soa.

 Landasan Hukum Pemerintahan Negeri Adat

Peraturan Daerah (Perda) terkait negeri adat di Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam Perda no.01 thn 2006 Tentang Negeri Pasal (6) ayat (1) disebutkan,"Kepala Pemerintahan
Negeri/Pemerintah Negeri Administratif ditetapkan melalui pemilihan atau pengangkatan".
Selanjutnya pada Perdan no. 03 thn 2006 dinyatakan dalam hal hanya ada satu
matarumah/keturunan tunggal yang secara adat berhak menjadi kepala pemerintah negeri, maka
tidak dilakukan pemilihan kepala pemerintah negeri. (Pasal 3 ayat 1).

Matarumah/keturunan yang bersangkutan tinggal disampaikan kepada Saniri untuk disahkan


sebagai kepala pemerintah negeri. (Pasal 3, ayat 2)
Namun ayat (3) pasal pada Perda yang sama menyatakan,"Pada negeri-negeri dimana sesuai adat
istiadat dan hukum adat setempat, merupakan matarumah/keturunan yang berhak menjadi kepala
pemerintah negeri matarumah/keturunan lebih dari satu, dapat dilakukan pemilihan kepala
pemerintah negeri berdasarkan musyawarah matarumah/keturunan sesuai Peraturan Daerah ini".

Sedangkan pada ayat (5) disebutkan, "Selanjutnya pengaturan lebih lanjut mengenai
matarumah/keturunan yang berhak menjadi kepala pemerintah negeri maupun pelaksanaan
musyawarah matarumah/keturunan, diatur dengan Peraturan Negeri".

Saniri juga menetapkan alat kelengkapan Saniri seperti Tata Tertib. Tata Tertib ini menjadi
acuan kelembagaan bagi Saniri dalam melaksanakan sidang-sidang dan mengambil keputusan di
tingkat Saniri. Dengan belum adanya Tata Tertib memiliki implikasi hukum bagi proses
pengambilan keputusan di tingkat sidang-sidang Saniri.

Sebagai lembaga adat pengakuan Saniri secara hukum sesuai Perda no. 04 thn 2006, itu penting
untuk meningkatkan peran lembaga Saniri sebagai lembaga legislatif di negeri. Dengan
dibentuknya Saniri dengan Peraturan Negeri, secara de jure Saniri punya kekuatan hukum,
sehingga bisa menjalankan kewenangan, tugas dan fungsinya sesuai Perda.

 Gambaran umum struktur pemerintahan negeri adat

Pada umumnya sebuah negeri dipimpin oleh seorang Raja berdasarkan garis keturunan yang
dibawahnya ada Kepala Soa, yang merupakan pembantu utama Negeri dan dibantu oleh :

1. Kapitan

Yang merupakan pemimpin atas negerinya dan mempunyai kewajiban mengurus segala
sesuatu dengan masalah pertahanan dan keamanan (Militer ).

2. Kewang

Yang bertugas untuk mengawasi dan menjaga batas-batas tanah hasil-hasil hutan dan laut
dari petuanan negerinya.

3. Marinyo

Yang bertugas menyiarkan/memberitakan segala perintah raja kepada masyarakat.

4. Maweng

Yang merupakan seorang pendeta adat dan berkewajiban memimpin upacara adat.

Semua pejabat pemerintahan desa tergantung ke dalam suatu dewan desa bernama "Badan
Saniri", Badan Saniri ini terbagi atas 3 macam yaitu :

1. Saniri Raja Patih


Yang terdiri atas raja dan kepala soa dan pelaksana administrasi dari pemerintah pusat.

1. Saniri Lengkap

Yang terdiri atas Raja, Kepala Soa dan pejabat-pejabat lainnya untuk membuat aturan-aturan
adat.

1. Saniri Besar

Yang merupakan semua pejabat pemerintah Negeri juga semua warga laki-laki yang sudah
dewasa.

Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Maluku merupakan
salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati
masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan
adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang andal bagi
upaya bersama membangun Maluku di masa mendatang.

Meskipun masyarakat di daerah ini mencerminkan karakteristik masyarakat yang multi kultur,
tetapi pada dasarnya mempunyai kesamaan-kesamaan nilai budaya sebagai representasi kolektif.
Salah satu diantaranya adalah filosofi Siwalima yang selama ini telah melembaga sebagai world
view atau cara pandang masyarakat tentang kehidupan bersama dalam kepelbagaian. Di dalam
filosofi ini, terkandung berbagai pranata yang memiliki common values dan dapat ditemukan di
seluruh wilayah Maluku. Sebutlah pranata budaya seperti masohi, maren, sweri, sasi, hawear,
pela gandong, dan lain sebagainya. Adapun filosofi Siwalima

Dalam konteks pembangunan daerah, nilai-nilai budaya lokal yang masih ada dan hidup di
kalangan masyarakat, dapat dipandang sebagai modal sosial yang perlu dimanfaatkan bagi
kepentingan pembangunan daerah.

http://chasperzone.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-desa.html

SISTEM PEMERINTAHAN DESA

SISTEM PEMERINTAHAN DESA

Pengertian Sistem
 Secara etimologi bahwa sistem adalah seperangkat unsure yang secara teratur saling berkaitan,
susuan yang teratur dari pandangan teori, asas atau metode.
 Menurut Ensiklopedia Indonesia (1978:3205) disebutkan bahwa sistem berasal dari bahasa
Yunani “sustema” terjemahannya “mengumpulkan” artinya adalah : “suatu kesatuan bermacam-
macam hal menjadi keseluruhan dengan bagian-bagian yang tersusun dari dalam”.
 Menurut Prajudi dalam bukunya berjudul Dasar-dasar Office Management (1973:111) sistem
adalah prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang dibuat
untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan.
 Menurut Sumantri dalam bukunya Sistem Pemerintahan Negara-Negara (1979:17) sistem sebagai
sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila
salah satu bagian rusak atau tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka maksud yang hendak
dicapai tidak akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan mendapat
gangguan.

Pengertian Pemerintah
 Pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang oleh konstitusi Negara yang
bersangkutan disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Sedangkan pemerintah dalam
arti luas adalah semua lembaga Negara seperti diatur dalam konstitusi suatu Negara.
 Pemerintah dalam arti sempit yaitu lembaga-lembaga Negara yang memgang kekuasaan eksekutif
saja. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit yaitu lembaga Negara yang memegang fungsi
birokrasi yakni aparat pemerintah yang diangkat dan ditunjuk bukan dipilih.

Pengertian sistem pemerintahan desa adalah


“suatu kebulatan atau keseluran proses atau kegiatan berupa antara lain proses pembentukan atau
penggabungan desa, pemilihan kepala desa, peraturan desa, kewenangan, keuangan desa dan
lain-lain yang terdiri dari berbagai komponen badan publik seperti Perangkat Desa, Badan
Pemusyawaratan Desa, dan Lembaga Kemasyarakatan Desa”.
Unsur yang merupakan karakteristik dari sebuah Desa :
a. Penduduk Desa
Adalah setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah desa yang bersangkutan selama waktu
tertentu, biasanya dalam waktu 6 bulan atau satu tahun berturut-turut, menurut peraturan daerah
yang berlaku.
b. Daerah atau Wilayah Desa
Wilayah desa harus memiliki batas-batas yang jelas, berupa batas alam seperti sungai, jalan dan
sebagainya atau batas buatan seperti patok atau pohon yang dengan sengaja ditanam. Tidak ada
ketentuan defenitif tentang berapa jumlah luas minimal atau maksimal bagi wilayah suatu desa.
c. Pemimpin Desa
Adalah badan yang memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya pergaulan social atau
interaksi masyarakat. Pemimpin Desa disebut Kepala Desa atau dengan sebutan lain sesuai
dengan tempat wilayahnya.
d. Urusan atau Rumah Tangga Desa
Kewenangan untuk mengurus kepentingan rumah tangga desa, atau yang dikenal dengan
otonomi desa. Otonomi desa berbeda dengan otonomi daerah karena merupakan otonomi asli
desa yang telah ada dari jaman dahulu, dimana hak otonomi bukan dari pemberian pemerintah
atasan, melainkan dari hukum adat yang berlaku.

PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DESA


Perkembangan pemerintahan desa berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan desa yang pernah berlaku semenjak jaman Hindia-Belanda sampai dengan UU 32
Tahun 2004

a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda


Berdasarkan Undang-undang Hindia Belanda, penduduk negeri / asli dibiarkan di bawah
langsung dari Kepalanya-kepalanya sendiri atau pimpinan. Pengaturan lebih lanjut diatur dalam
IGO dan IGOB (Inlandsche Gemeente Ordonnate Buitengewesten). Nama dan jenis pesekutuan
masyarakat asli ini adalah Persekutuan Bumi Putera. Persekutuan masyarakat asli di Jawa dan di
Bali disebut Desa.
b. Masa Awal Kemerdekaan
Sewaktu awal pemerintahan pemerintah belum sempat mengatur pemerintahan desa sehingga
IGO/B tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Undang-undang baru.
c. Masa Orde Lama
yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Praja Desa
Masa orde baru Masa Orde Baru ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan
desa. Undang-undang ini bertujuan untuk mengatur kedudukan, nama, bentuk, ukuran, susunan,
dan tugas kewajiban Pemerintahan Desa. UU ini sekaligus bertujuan untuk mengatur Desa dari
segi pemerintahannya secara seragam untuk seluruh wilayah di Indonesia.
d. Atas dasar pertimbangan UU No. 5 Tahun 1979
sudah tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945, dan perlunya mengakui dan menghormatihak asal-
usul yang bersifat istimewa, sehingga undang-undang ini perlu diganti/dicabut. Penggantian UU
ini ditetapkan semenjak dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
dimana pasal-pasal pada ayat ini diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2005.
e. Dalam Era Revormasi UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dimana
diakui adanya otonomi desa dalam keanekaragaman serta demokratisasi pemerintahan desa.
Pengaturan lebih lanjut tentang Desa tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005
tentang Desa.

Pembentukan Desa terjadi disamping melalui prakarsa masyarakat juga memperhatikan 2


(dua) hal penting.
a. Asal-usul Desa
Dapat dipahami sebagai asal mula desa berstatus yang menjadi wilayah suatu Desa, kemudian
statusnya meningkat menjadi suatu Desa. Atau dapat dikatakan wilayah baru yang didiami
sejumlah penduduk yang baru ditransmigrasikan ssecara keseluruhan kepada Desa tersebut.
Syarat pembentukan desa dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, diantaranya :
 Jumlah penduduk
 Luas wilayah
 Bagian wilayah Kerja
 Perangkat
 Sarana dan prasarana pemerintahan dan perangkat

Pembentukan desa dapat berupa :


 Penggabungan beberapa desa
 Penggabungan bagian desa yang bersandingan
 Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih
 Pembentukan desa di luar desa di luar desa yang sudah ada
b. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Desa yang kondisi masyarakatnya dan wilayahnya tidak memenuhi persyaratan dapat
dihapus
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (5) menyatakan desa yang kondisi masyarakatnya dan
wilayahnya tidak memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung sesuai dengan potensi dan
kondisi desa.
Apabila terjadi suatu Desa dihapus, kemudian digabungkan dengan desa yang lain (desa
tetangga), bersama-sama membentuk suatu Desa yang baru dengan nama yang baru pula. Motif
mengapa suatu Desa digabung dengan Desa lain, tidak begitu urgen selama itu tidak menurunkan
efesiensi pemerintahan. Artinya bahwa penghapusan dan penggabungan Desa tidak di dasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan sujektif tapi dilakukan atas dasar objektifitas fakta lapangan
seperti kepadatan penduduk dan pelayanan, pengembangan Desa dan ekonomi desa atau
perencanaan tata ruang wilayah pemerintah kabupaten umumnya.

Proses Pemilihan Kepala Desa Hingga Pemberhentiannya


 Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kepala desa menurut PP No. 72 Tahun
2005
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintahan;
c. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat;
d. Berusia paling rendah 25 Tahun;
e. Bersedia di calonkan menjadi kepala desa;
f. Penduduk desa setempat;
g. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling
singkat 5 tahun;
h. Tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekutan
hukum tetap;
i. Belum pernah menjabat sebagai kepala desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan;
j. Memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/kota

 Dalam pemilihan calon kepala harus adanya/dibentuk kepanitiaan.

a. Anggota panitia tersebut dibentuk oleh BPD yang terdiri dari unsur-unsur :
3. Unsur perangkat desa
4. Pengurus Lembaga Kemasyarakatn
5. Tokoh masyarakat
b. Manfaat dari adanya panitia-panitia tersebut yaitu :
1. Membantu BPD di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan kepala desa;
2. Membantu di dalam melakukan pemeriksaan identitas bakal calon kepala desa berdasarkan
persyaratan yang telah ditentukan;
3. Membantu di dalam pemungutan suara saat pemilihan kepala desa;
4. Memberikan laporan yang jelas mengenai pelaksanan pemilihan kepala desa kepada BPD;
5. Membantu di dalam menseleksi atau penjaringan bakal calon kepala desa oleh panitia pemilihan.

 Pelaksanaan pelantikan kepala desa terpilih dapat dilakukan di desa di hadapan


masyarakat.
Karena pelaksanaan pemilihan kepala desa harus dilakukan di depan masyarakat agar
didalam pemilihan tidak ada tindakan kecurangan, sehingga masyarakat bisa lebih percaya
bahwa kepala desa telah terpilih murni dari kemenangan jumlah suara masyarakat.
Yang berhak melantik kepala desa adalah bupati atau walikota yang disampaikan oleh BPD
malalui camat. Pelantikan paling lama 15 hari hari terhitung tanggal penerbitan keputusan
bupati/walikota. Pelantikan dilaksanakan di depan masyarakat, selanjutnya sebelum memangku
jabatan kepala desa mengucapkan sumpah/janji jabatan.
Masa jabatan kepala desa yaitu 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Yang mendasari kepala desa diberhentikan dari masa jabatannya yaitu :
Menurut pasal 17 PP No. 72 Tahun 2005 menjelaskan kepala desa berhenti karena :
1. Meninggal dunia
2. Pemutusan sendiri
3. Diberhentikan
Sementara itu kepala desa diberhentikan apabila :
a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-
turut salama 6 bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d. Dinyatakan melanggar janji/ sumpah jabatan;
e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa;
f. Melanggar larangan bagi kepala desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Kedudukan BPD sejajar dengan pemerintahan desa maksudnya BPD merupakan mitra kerja
pemerintah desa, memiliki kedudukan sejajar dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan pasal 34 PP No.72 Tahun 2005, BPD bersama
kepala desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
a. Wewenang BPD
1. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
2. melaksanakan pengawasan terhadap pelakasanaan pereturan desa dan peraturan kepala desa.
3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;
4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;
5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
6. Menyusun tata tertib BPD.
b. Hak dan kewajiban anggota BPD
Anggota BPD mempunyai hak :
1. Mengajukan rancangan peraturan desa
2. Mengajukan pertanyaan
3. Menyampaikan usul dan pendapat
4. Memilih dan dipilih
5. Memperoleh tunjangan
Anggota BPD mempunyai kewajiban :
1. Mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan des.
3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
5. Memproses pemilihan kepala desa
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil karena didalam melakukan suatu
votting suara untuk membuat suatu keputusan tidak terjadi jumlah suara yang sama, sehingga
teradapat pemenang dan yang kalah dan juga dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Prosedur/ cara memilih ketua dan wakil ketua BPD
Pimpinan BPD diplih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang
dilakukan secara khusus. Untuk menentukan ketua dan wakil ketua diadakan rapat pertama yang
dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
Masa jabatan BPD yaitu 6 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya.
Yang berwenang untuk menetapkan dan mengesahkan anggota BPD yaitu Bupati/walikota
melalui keputusan Bupati/walikota.
5 larangan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota BPD yaitu:
1. Sebagai pelaksana proyek desa.
2. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan
warga atau golongan masyarakat lain.
3. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan jasa dari pihak lain yang
dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
4. Menyalahgunakan wewenang.
5. Melanggar sumpah/janji jabatan dan peresmian anggota BPD sebagai mana dimaksud dalam
pasal 30 ayat 1 ditetapkan dengan keputusan bupati/ walikota.

Organisasi dan Hubungan Kerja Pemerintahan Desa

Tata Kerja Pemerintahan Desa.


Kepala Desa mempunyai wewenang memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD,
mengajukan Rancangan Peraturan Desa, menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat
persetujuan bersama BPD, menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai
APBDes untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD, membina kehidupan masyarakat Desa,
membina perekonomian Desa, mengkordinasikan pembangunan desa secara partisipatif,
mewakili desanya didalam dan diluar Pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa kepada Bupati, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat
Sekretariat Desa merupakan unsur Staf Pemerintah Desa dipimpin oleh seorang Sekretaris
Desa sebagai perangkat desa yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Sekretaris Desa, Kepala Seksi dan Kepala Dusun
bertanggung jawab kepada Kepala Desa sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa.

 Hubungan kerja internal


dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu hubungan kerja antara kepala desa dengan
perangkat desa, dimana kepala desa memiliki hubungan kerja didalam pengambilan keputusan,
pemberian arahan dan motivasi, sedangkan perangkat desa melaksanakan keputusan dan
memperhatikan arahan dan keteladanan dari kepala desa.
 Hubungan kerja eksternal
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu hubungan kerja antara kepala desa dengan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dimana kepala desa memiliki hubungan kerja didalam
menatapkan kebijakan bersama BPD dan menetapkan peraturan desa yang telah mendapat
persetujuan BPD.
 Pembagian tugas antara Kepala Desa dengan Perangkat Desa yaitu sebagai berikut :
1. Kepala desa bertugas dalam pengambilan keputusan, pemberian arahan dan motivasi serta
keteladanan, sedeangkan perangkat Desa melaksanakan keputusan serta memperhatikan arahan
dan keteladanan dari kepala desa.
2. Hubungan kerja kepala desa dengan perangkat desa akan muncul dalam pelayanan seperti :
pelayanan administrasi, keuangan, kepegawaian dan tata surat menyurat bagi sekretaris desa.
3. Hubungan kerja dengan kepala dusun sebagai pembantu kepala desa mengenai unsur
kewilayahan yang terfokus dalam bentuk pengoordinasian tugas-tugas Rukun Tetangga/ Rukun
Warga dan tugas perwakilan kepala desa di setiap dusun yang ada.
Organisasi
adalah suatu kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan
mau terlibat dengan peraturan yang ada.Organisasi ialah suatu wadah atau tempat untuk
melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Ciri-ciri organisasi ialah:
1) terdiri daripada dua orang atau lebih,
2) ada kerjasama,
3) ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain,
4) ada tujuan yang ingin dicapai.

Menurut para ahli :


James D. Mooney
Organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan
bersama
John D. Millet
Organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang
diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama
Herbert. A. Simon
Organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam
suatu kelompok orang-orang
Chester L. Barnard
Organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau lebih dari
sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan
silaturahmi
Dwight Waldo
Organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan
dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi
Luther Gulick
Organisasi adalah sebagai suatu alat saling hubungan satuan-satuan kerja yang memberikan
mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur kewenangan; dus dengan demikian
pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah para atasan kepada para bawahan yang
menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh badan usaha.
Organisasi Pemerintahan Desa adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepala Desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang


ditetapkan bersama BPD.

Kepala Desa menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

Kepala Desa menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk di
bahas dan ditetapkan bersama BPD

kepala desa memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD

Hubungan kerja kepala desa dengan Perangkat Desa


* Kepala desa dan Perangkat Desa ialah pemerintah desa.
* Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
* Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada kepala desa.
* Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.
* Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

KEWENANGAN DESA DAN WACANA


OTONOMI UNTUK DESA

Pasal 206 UU No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup :
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan per-Uuan diserahkan kepada Desa.

PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa, pasal 7 kewenangan desa, urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan desa, mencakup :
a. Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
Yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa adalah hak untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul, adat istiadat yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan seperti subak, jogoboyo,
jogotiro, sasi, mapalus, kaolotan, kajaroan, dan lain-lain. Pemerintah daerah mengidentifikasikasi
jenis kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan mengembalikan kewenangan tersebut,yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kota.

b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya


kepada desa.
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan identifikasi, pembahasan dan penetapan jenis-jenis
kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada desa, seperti kewenangan di bidang
pertanian, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan,
perkoperasian, ketanagakerjaan, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, sosial, pekerjaan
umum, perhubungan, lingkungan hidup, perikanan, politik dalam negri dan administrasi publik,
otonomi desa, perimbangan keuangan, tugas pembantuan, pariwisata, pertanahan, kependudukan,
kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat, perencanaan, penerangan/informasi dan
komonikasi.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.


Yang wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia, dan berpedoman pada peraturan per UU-an. Desa berhak menolak melaksanakan tugas
pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya
manusia.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan per UU-an diserahkan kepada desa.

Kewenangan delegatif adalah kewenangan yang merupakan pengakuan, jadi otonomi desa
secara pengakuan merupakan otonomi yang mandiri, sedangkan
Kewenangan atributif adalah kewenangan pembarian yang artinya otonomi desa diberikan
kewenangan sesuai dengan kemampuan desa tersebut.

Wacana otonomi Desa antara lain :


Pada tingkat pemikiran teoretis, wacana otonomi desa sebenarnya dapat dicari pendasarannya,
langsung atau tidak langsung, ke dalam rimba teori postmodernisme. Ketika dekonstruksi
terhadap sejumlah wacana modernisme digalakkan oleh postmodernisme, maka sentralisasi,
penyeragaman dan hirarki dalam pengelolaan sistem/unit kehidupan adalah sebagian dari wacana
yang didekonstruksi tersebut, lalu muncul desentralisasi, penghargaan terhadap keragaman, dan
pengembangan jaringan horizontal sebagai wacana penggantinya. Homogenisasi struktural dan
kultural, yang menempatkan struktur dan kultur masyarakat Barat sebagai tipe idealnya, diganti
dengan gerakan multistruktural dan multikultural yang menghargai setiap realitas lokal/spesifik
1. Dalam pendekatan pembangunan, pemikiran ke arah otonomi desa, sebenarnya juga sudah
bisa dilacak cikal-bakalnya, ketika berbagai pelajaran dari implementasi program/proyek
pembangunan menunjukkan betapa signifikannya pengaruh lembaga/organisasi tingkat lokal
bagi kesuksesan atau kegagalannya
2. Menunjuk pada unit lokal, secara administratif dan sosiogeografis, untuk konteks Indonesia,
perhatian kita akan otomatis tertuju pada entitas desa. Desa adalah unit lokal yang paling
signifikan, yang di dalamnya sejumlah lembaga/organisasi beroperasi dalam memenuhi berbagai
tujuan/kebutuhan hidup rumah tangga warganya. Untuk konteks Indonesia, implementasi
Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah semakin memperkuat
argumen ke arah pemikiran otonomi desa. Ketika UU No.22/1999 menempatkan unit
administratif kabupaten dan kota sebagai basis otonomi, timbul pertanyaan apakah dengan itu
Lebih jauh tentang pengaruh implikatif pemiikiran postmodernisme terhadap manajemen
pembangunan pada berbagai negara berkembang dapat dilihat pada, misalnya, Keith Gardner and
David Lewis (1996), Anthropology, Development and the Postmodern Challenge, London: Pluto
Press.
Kerangka konseptual dan berbagai kasus tentang peranan lembaga dan organisasi lokal dalam
pembangunan dapat ditelusuri pada: Norman Uphoff, 1986, Local Institutional Development,
Ithaca: Cornell University Press; M. J. Esman dan N. Uphoff, 1984, Local Organization:
Intermediaries in Rural Development, Ithaca:Cornell University Press; A. Krisna, N. Uphoff dan
M.J. Esman, 1997 (Eds.), Reasons for Hope: Instructive Experiences in Rural Development,
New Delhi:Vistaar Publications; Norman Uphoff, M.J.Esman dan A. Khrisna, 1998, Reasons for
Succes: Learning from Instructive Experiences in Rural Development, West Hartford: Kumarian
Press.
eksistensi desa akan otomatis mengalami kemajuan ke arah otonomi, atau justeru tetap akan
tersubordinasi sebagaimana pada masa lalu? Implementasi otonomi daerah sekaligus
menggulirkan pemikiran dan gerakan ke arah implementasi otonomi desa.Bahwa selama ini, di
bawah payung teori modernisasi pengelolaan negara dan pelaksanaan pembangunan telah
menempatkan desa sebagai unit yang tersubordinasi oleh struktur di atasnya, telah tersadari oleh
berbagai pihak bahwa kondisi demikian tidak sesuai lagi dengan semangat zaman. Desa
idealnya kembali memiliki otonomi di dalam mengatur dirinya. Tetapi, di balik kesadaran
tentang perubahan semangat zaman tersebut, juga harus tersadari dari awal bahwa romantisme
masa lalu tentang otonomi desa tidak sepenuhnya bisa dijadikan acuan. Otonomi desa yang perlu
digagas dan diimplementasikan adalah otonomi desa yang sesuai dengan semangat zaman saat
ini.
Untuk keperluan demikian, pergulatan konseptual dan pemahaman empirik, sebagai dasar bagi
gerakan untuk perwujudan otonomi desa dimaksud, memang menjadi keniscayaan. Secara
akademik-teoretis kita memerlukan penajaman konsep dan metode, secara emprik-realistik kita
memerlukan pemahaman situasi berbagai kasus desa, untuk sampai pada sebuah gerakan
otonomi desa, baik dalam advokasi perundangan dan kebijakan maupun dalam pemberdayaan
masyarakat desa sendiri.
http://hendry-kamanjaya.blogspot.com/2011/04/sistem-pemerintahan-desa.html

Pemerintahan Desa
Terbentuknya Desa

Perihal terbentuknya Desa hingga sekarang sulit diketahui secara pasti kapan awalnya, akan
tetapi mengacu pada prasasti Kawali di Jawa Barat sekitar tahun 1350 M, dan prasasti
Walandit di daerah Tengger Jawa Timur pada tahun 1381 M, maka desa sebagai unit
terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia telah ada sejak dahulu kala dan murni
Indonesia bukan bentukan Belanda.

Terbentuknya desa diawali dengan terbentuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia
sebagai makhluk sosial, dorongan kodrat, atau sekeliling manusia, kepentingan yang sama
dan bahaya dari luar.

Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya tanah tumpah darah, dan perkataan
desa hanya dipakai di daerah Jawa dan Madura, sedang daerah lain pada saat itu (sebelum
masuknya Belanda) namanya berbeda seperti gampong dan meunasah di Aceh, huta di
Batak, nagari di Sumatera Barat dan sebagainya.

Pada hakikatnya bentuk desa dapat dibedakan menjadi dua yaitu desa geneologis dan desa
teritorial.

Sekalipun bervariasi nama desa ataupun daerah hukum yang setingkat desa di Indonesia,
akan tetapi asas atau landasan hukumnya hampir sama yaitu adat, kebiasaan dan hukum
adat.

Pemerintahan Desa Pada Masa Penjajahan Belanda

Jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, desa dan yang sejenis dengan itu telah ada
mapan di Indonesia.

Mekanisme penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan berdasarkan hukum adat.


Setelah pemerintah Belanda memasuki Indonesia dan membentuk undang-undang tentang
pemerintahan di Hindia Belanda (Regeling Reglemen), desa diberi kedudukan hukum.

Kemudian untuk menjabarkan peraturan perundangan dimaksud, Belanda mengeluarkan


Inlandsche Gemeente Ordonnantie, yang hanya berlaku untuk Jawa dan Madura.

Sekalipun Regeling Reglemen, akhimya pada tahun 1924 diubah dengan Indische
Staatsregeling akan tetapi pada prinsipnya tidak ada perubahan oleh karena itu IGO masih
tetap berlaku. Kemudian untuk daerah luar Jawa, Belanda mengeluarkan Inlandsche
Gemeente Ordonnantie Buitengewesten (IGOB) di luar Jawa dan Madura atau disingkat
IGOB tahun 1938 no. 490.

Ada tiga unsur penting dari desa menurut IGO yang penting, yaitu kepala desa, pamong desa
dan rapat desa, kepala desa sebagai penguasa tunggal dalam pemerintahan desa, ia adalah
penyelenggara urusan rumah tangga desa dan urusan-urusan pemerintah, dalam
pelaksanaan tugasnya harus memperhatikan pendapat desa. Di dalam pelaksanaan tugasnya
kepala desa dibantu oleh Pamong desa yang sebutannya berbeda-beda daerah satu dengan
yang lainnya. Untuk hal-hal yang penting kepala desa harus tunduk pada rapat desa.

Pemerintahan Desa Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada tanggal 7 Maret 1942, Jepang berkuasa di Indonesia. Seluruh kegiatan pemerintahan
dikendalikan oleh balatentara Jepang yang berkedudukan di Jakarta untuk Jawa dan
Madura, Bukit Tinggi untuk Sumatera dan Angkatan Laut di Ujung Pandang untuk
kepulauan lainnya.

Karena hanya singkat masa pemerintahannya, maka tidak banyak perubahan dalam struktur
dan sistem pemerintahan termasuk pemerintahan desa. Ini dapat dilihat pada Osamo Seirei
1942, hanya saja beberapa sebutan daerah dan kepala daerahnya diganti dengan bahasa
Jepang misalnya Syu – Syuco, Ken – Kenco, Si -Co, Tokubetu Si – Tokubetu Sico, Gun –
Gunco, Son – Sonco dan Ku – Kuco (lihat uraian pemerintahan pada masa Jepang).

Dapat dikatakan pemerintahan secara umum menghapuskan demokrasi dalam pemerintahan


daerah walaupun khusus untuk Ken, Si dan Tokubetu Si sistem itu dilaksanakan secara
terbatas.

Begitu juga halnya dengan pemerintahan desa, pada prinsipnya IGO dan peraturan lainnya
tetap berlaku dan tidak ada perubahan. Untuk itu desa tetap ada dan berjalan sesuai dengan
pengaturan sebelumnya. Ada sedikit perubahan khususnya tentang pemilihan kepala desa
berdasarkan Osamu Seirei No. 7 tahun 1944. Hal itu berlanjut sampai Indonesia merdeka,
setelah Indonesia merdeka, undang-undang ini banyak diubah.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia di samping mempunyai tujuan umum


hakikatnya juga mempunyai tujuan khusus yakni tujuan yang dikaitkan dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa menurut undang-undang yang mengaturnya, yang
umumnya ada misi dan visi tertentu dengan dikeluarkannya undang-undang pemerintah desa
pada masing-masing periode tertentu

Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten.

Kedudukan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan


pemerintahan di Indonesia sehingga desa memiliki kewenangan, tugas dan kewajiban untuk
mengatur serta mengurus kepentingan masyarakatnya.

Tugas pokok pemerintah desa adalah melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan
pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat serta menjalankan tugas
pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten.

Otonomi desa pada hakikatnya ada persamaan dan perbedaan dengan otonomi daerah.
Persamaannya adalah dalam hal penyelenggaraannya yang dibatasi oleh UU yang berlaku.
Adapun perbedaan antara otonomi desa dan otonomi daerah adalah dalam hal asal usul
kedua otonomi tersebut. Otonomi desa adalah otonomi asli yang ada sejak desa itu terbentuk
(tumbuh di dalam masyarakat) dan bersumber dari hukum adat yang mencakup kehidupan
lahir dan batin penduduk desa. Otonomi desa bukan berasal dari pemberian pemerintah dan
bukan sebagai akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi tetapi diperoleh secara tradisional.
Sedangkan otonomi daerah adalah pemberian dari pemerintah dan sebagai akibat dari
pelaksanaan asas desentralisasi (sebagai pendistribusian kewenangan dari pemerintah di
atasnya). Otonomi daerah diperoleh secara formal dan pelaksanaannya diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Organisasi Pemerintahan Desa atau Yang Disebut Dengan Nama Lain

Susunan organisasi pemerintahan desa atau yang disebut dengan nama lain terdiri dari:
Kepala Desa sebagai unsur pemimpin dan perangkat desa, sebagai unsur pembantu
pimpinan. Perangkat desa dapat terdiri dari Sekretariat Desa, unsur pelaksana dan unsur
wilayah.

Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa. Sekretariat desa berkedudukan sebagai unsur pelayanan yang bertugas
membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban pimpinan
pemerintah desa. Sekretariat desa dipimpin oleh seorang Sekretaris Desa. Unsur pelayanan
dapat terdiri dari beberapa urusan tergantung pada kebutuhan desa yang bersangkutan.
Beberapa urusan yang dimaksud antara lain: urusan pemerintahan, pembangunan,
perekonomian, kesejahteraan rakyat, keuangan dan umum. Masing-masing urusan tersebut
bertugas membantu sekretaris desa sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Unsur pelaksana adalah unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan urusan teknis di
lapangan seperti: pamong tani desa, urusan pengairan, urusan keamanan, urusan
keagamaan, kebersihan, kesehatan dan pungutan desa. Unsur pelaksana mempunyai tugas
memimpin dan melaksanakan kegiatan teknis lapangan dalam bidang tugasnya.

Unsur wilayah yaitu unsur pembantu kepala desa di wilayah bagian desa yang disebut kepala
dusun. Tugas Kepala Dusun adalah membantu melaksanakan tugas-tugas operasional kepala
desa di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Unsur
Pelaksana dan Unsur Wilayah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing maupun antarsatuan organisasi desa sesuai
dengan tugasnya masing-masing.

Badan Perwakilan Desa (BPD) adalah badan perwakilan yang merupakan wahana untuk
melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila dan berkedudukan sejajar serta menjadi
mitra dari pemerintah desa. BPD berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan
desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintah desa.

Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga-lembaga yang dibentuk atas prakarsa masyarakat


desa yang merupakan mitra pemerintah desa.

Lembaga adat adalah lembaga yang berkedudukan sebagai wadah organisasi


permusyawaratan/permufakatan kepala adat/tetua adat dan pemimpin/pemuka adat lainnya
yang berada di luar susunan organisasi pemerintah di kabupaten. Tugas lembaga adat adalah
memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat istiadat dan lembaga adat yang ada
didesa.

Di dalam menangani kewenangan yang dimiliki oleh desa berdasarkan asal-usulnya serta
tugas pembantuan yang dibebankan kepada desa, maka pemerintah desa dapat melakukan
kerja sama antardesa. Kerja sama antardesa dapat dilakukan oleh dua desa atau lebih dalam
rangka mengelola kepentingan bersama dengan prinsip saling menguntungkan. Kerja sama
antardesa pada hakikatnya dapat berperan sebagai salah satu faktor penunjang terhadap
kelancaran pembangunan pada desa-desa yang terlibat dalam kerja sama.

Dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa,


dapat saja terjadi perselisihan antara suatu desa dengan desa lainnya. Pada dasarnya
perselisihan dapat diupayakan penyelesaiannya dengan prinsip yang saling menguntungkan,
diputuskan oleh pejabat yang berwenang serta keputusan itu bersifat mengikat bagi pihak-
pihak yang berselisih. Sementara itu pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintah
kabupaten dapat bertindak sebagai fasilitator dalam upaya penyelesaian perselisihan
antardesa

Sistem Pemerintahan Desa Adat

Pembahasan Sistem Pemerintahan Desa Adat lebih mengacu kepada sistem pemerintahan
desa dengan prinsip-prinsip tradisional. Objek areanya adalah tata pemerintahan yang
berlaku di desa-desa di Indonesia dengan hukum yang dipakai yaitu hukum adat. Hukum
adat dapat dikatakan hukum yang demokratis karena lahir dari masyarakat sendiri, dibuat
menurut keadaan, kebutuhan, keharusan hidup, dan penghidupan masyarakat sendiri.

Sebagai suatu sistem pemerintahan, sistem pemerintahan desa adat di Indonesia mampu
mempertahankan hukum atau aturan-aturan yang berlaku sekalipun tidak tertulis. Hukum
tersebut mengatur cara hidup, cara bermasyarakat, dan cara bernegara segenap rakyat di
daerah-daerah.

Kekuasaan pemerintahan adat tidak saja berisi pemerintahan dalam arti kata sempit
(bestuur), akan tetapi juga berisikan pemerintahan dalam arti kata luas (regeling), karena
desa berkuasa atas pengadilan, perundang-undangan, kepolisian bahkan pertanahan.

Perundang-undangan tentang desa adat dimulai sejak pemerintahan Hindia Belanda, di


mana tercatat di dalam pasal 118 jo pasal 128 I.S., bahwa penduduk asli dibiarkan di bawah
pimpinan langsung dari kepala-kepalanya sendiri. Kemudian ditetapkan dalam IGOB L.N.
1938 No. 490. Pasal 18 UUD 1945 dalam penjelasannya dalam angka II, kemudian UU No.
19 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1979 dan terakhir UU No. 22 tahun 1999. Di dalam UUD
1945 pasal 18 secara jelas termaktub bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai
pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan
pemberdayaan masyarakat.

Secara umum tata pemerintahan desa adat di seluruh wilayah Indonesia mengenal dua
macam bentuk, yaitu pertama pimpinan pemerintahan diletakkan di tangan seorang kepala,
dan kedua pimpinan pemerintahan dipegang oleh sebuah Dewan. Kedudukan jabatan
pemerintahan desa adat merupakan kedudukan kehormatan. Syarat untuk menduduki
jabatan biasanya berdasarkan turun temurun dan berpengaruh tidaknya suatu individu
dalam masyarakat.

Beberapa Desa Adat Di Indonesia

Awal terbentuknya komunitas desa tidak terlepas dari kehidupan manusia sebagai mahluk
sosial. Manusia hidup berkelompok bermula dari unit yang paling kecil yaitu keluarga batih,
ketika keluarga tersebut bertambah banyak ada sebagian yang memisahkan diri dan membuat
tempat tinggal sendiri. Tempat pemukiman mereka semakin besar dan penghuninya semakin
banyak. Dari situlah kemudian lahir masyarakat hukum yang mandiri.

Wilayah desa merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah-pisah, sehingga tidak ada suatu
enclave yang menjadi bagian dari suatu desa tertentu. Desa adat di Indonesia beragam
bentuknya lebih kurang 250 tersebar di seluruh tanah air.

Beberapa desa adat di Indonesia misalnya: Nagari di Minangkabau, Marga di Lampung,


Dukuh di Cirebon, Jatipelem di Jawa Timur, Tihiang di Bali. Tawang Pajangan di
Kalimantan Tengah, Bora di Sulawesi Tengah, Maja di Maluku, dan Petuanan di Propinsi
Papua

http://massofa.wordpress.com/2008/04/03/pemerintahan-desa/

Apa itu sitem pemerintahan desa?


Beberapa Pengertian tentang Sistem Pemerintahan Desa
1. Pengertian Sistem
a. Menurut Arief Djamaludin (1976: 15)
Sistem adalah sesuatu yang:
1. Terdiri dari bagian-bagian;
2. Bagian-bagian itu membentuk sesuatu;
3. Bagian-bagian itu mempunyai jalinan satu dengan yang lainnya;
4. Jalinan bagian-bagian itu menentukan bentuk susunan (arangement)
secara keseluruhan serta pendayagunaan sesuatu itu; dan
5. Sistem itu mempunyai tujuan tertentu.
b. Menurut Fremont dan J.E Rosenzweig (2002:141)
“Sistem sebagai kesatuan yang utuh dan terorganisir yang terdiri dari dua atau
lebih bagian, komponen atau subsistem yang saling bergan- tung dan ditentukan
oleh batas-batas yang dapat diidentifikasi dari supra sistem lingkungan”.

2. Pengertian Komponen sistem


Kata komponen identik dengan kata-kata: unsur, bagian atau sub sistem.
Sistem yang besar terdiri dari unsur atau komponen atau sub-sub sistem yang
lebih kecil.
Misalnya NEGARA sebagai suatu sistem yang besar, maka komponennya dapat
terdiri dari: wilayah, penduduk, pemerintahan yang berdaulat atas wilayah dan
penduduk, serta adanya pengakuan dari masyarakat dunia atau negara-negara
lain.

3. Pengertian Pemerintah
a. Menurut Bayu Suryaningrat (1990:12)
“Pemerintah adalah sekelompok individu yang mepunyai wewenang yang sah
dan melindungi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pembuatan
dan pelaksanaan berbagai keputusan”.
b.Menurut Mohammad Yamin dalam Ateng Syarifuddin (1993: 1)
“Pemerintah adalah jawatan atau aparatur dalam susunan
politik”.
c.Menurut Soemendar (1985: 23)
1) Pemerintah dapat diartikan sebagai alat-alat perlengkapan
negara.
2) Pemerintah dalam arti sempit adalah Presiden dan menteri-
menteri
atau eksekutif saja.
3) Pemerintah dalam arti luas adalah semua alat-alat perlengkapan nega
ra.

4. Pemerintahan
a. Menurut Bayu Suryaningrat (1990: 11)
“Yaitu perbuatan atau cara-cara atau rumusan memerintah; misalnya
pemerintahan yang adil, pemerintahan demokratis, pemerintahan dik-
tator dan lain sebagainya.
b. Menurut SE. Finner dalam Pamudji (1982: 24-25) mengartikan peme-
rintahan dalam istilah “government”yang mempunyai arti:
1) Menunjukkan kegiatan atau proses memerintah, yaitu melaksanakan control atas
pihak lain (the activity or the process of governing).
2) Menunjukkan masalah-masalah (hal ihwal) negara dalam mana kegi-
atan atau proses di atas dijumpai (states of affair).
3) Menunjukkan orang-orang (maksudnya pejabat-pejabat) yang dibe-
bani tugas-tugas untuk memerintah (people charged with the duty
of governing).
4) Menunjukkan cara, metode atau sistem dengan mana suatu masya-
rakat tertentu diperintah (the manner, method or system by which
a particular society is governed).
Dari pendapat-pendapat di atas, kata “pemerintahan” dapat dikatakan
sebagai jawatan atau alat-alat kelengkapan negara yang mempunyai wewenang
yang sah dan melindungi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, berproses
atau sedang berproses menurut suatu cara danmetode tertentu, melalui pembu-
atan dan pelaksanaan berbagai keputusan.

5. D e s a
Kata “desa” berasal dari bahasa India, yakni “swadesi”yang berarti tempat
asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu
kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas
(Yuliati dkk,2003:24).
Bouman (dalam Beratha,1982:26) mengemukakan desa:”Sebagai sebagai
salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu
orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk
didalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat
dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu
terdapat banyak ikatan-iktan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi
dan kaidah-kaidah sosial”.
Departemen Dalam Negeri sebagaimana termaktub dalam pola Dasar
dan Gerak Operasional Pembangunan Masyarakat Desa (1969) meninjau
pengertian desa dari segi hubungan dengan penempatannya di dalam
susunan tertib pemerintahan,sebagai berikut:”Desa atau dengan nama aslinya
yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum ber- dasarkan
susunan asli adalah suatu “badan hukum” dan adalah pula “badan pemerintahan”
yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang
melingkunginya”.
Dalam ketentuan umum UU No.32 Tahun 2004 pengertian desa ditulis
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Desa sebagai sistem


Desa merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki bentuk peme-
rintahan yang diatur menurut perundang-undangan, terdiri dari komponen
internal maupun eksternal.
Komponen Internal Pemerintahan Desa adalah:
a. Kepala Desa;
b. Perangkat Desa;
c. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ).
Komponen Eksternal Pemerintahan Desa adalah:
a. Camat beserta perangkatnya;
b. Pemerintahan Kabupaten;
c. Pemerintahan Provinsi; dan
d. Pemerintahan Pusat.

7. Sistem Pemerintahan Desa


Dari pengertian-pengertian sistem, pemerintah, pemerintahan, dan
desa, maka dapat dikemukakan pengertian Sistem Pemerintahan Desa, ya-itu
suatu kesatuan pemerintahan yang terdapat dalam Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat, sesuai perturan perundang-undangan yang berlaku dengan tuju-an
perlindungan dan kesejahteraan masyarakat melalui pembuatan dan pe-
laksanaan berbagai keputusan.
http://bukharistyle.blogspot.com/2012/01/sistem-pemerintahan-desa.html

Anda mungkin juga menyukai