Anda di halaman 1dari 11

A.

KASUS NARKOBA
Polda Metro Jaya menangkap seorang pengguna heroin bernama RAM alias
Richard. Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa cucu miliarder berinisial KM itu
sudah kecanduan heroin selama dua tahun.Namun tidak menjelaskan berapa banyak
jumlah heroin yang biasa dikonsumsi oleh Richard selama ini. Hanya saja,
berdasarkan perhitungan sementara, sisa heroin yang ditemukan saat Richard
ditangkap berjumlah 0,038 gram.
Diberitakan sebelumnya, Richard ditangkap oleh perwira polisi bernama
Kombes Herry Heryawan di sebuah restoran di kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta
Selatan, Selasa 21 Agustus 2018 dinihari. Kombes Herry saat itu kebetulan hendak ke
toilet restoran.Polisi menciduk WNA asal Singapura berinisial RAM alias Richard di
kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta Selatan. Richard dibekuk polisi lantaran
kedapatan menggunakan narkoba jenis heroin.
Dalam penangkapan itu, kata dia, polisi menyita iPhone X miliknya sebagai
tatakan dan selembar dollar Australia yang digulung sebagai alat pengisap.
B. PEMERIKSAAN
1. Sampel yang digunakan : urine
2. Metode pemeriksaan : rapid test
Pemeriksaan urine penyalahguna narkoba dengan menggunakan rapid
test lebih efektif dibanding pemeriksaan untuk jenis spesimen lain, hal ini karena
konsentrasi narkoba yang dihasilkan lebih banyak terdapat di urine. Urine atau
air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Cairan dan materi
pembentuk urine berasal dari darah. Urine terdiri dari air dengan bahan terlarut
berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut dan materi organik.
Kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan urine adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
a. Biaya ekonomis
b. Alat uji lapangan mudah didapat (tersedia)
c. Waktu deteksi cepat
Kekurangan:
a. Urine mudah dicampur dengan bahan kimia lain, contohnya sabun, cairan
pembersih atau dapat ditukar dengan urine lain
b. Prosedur pengambilan sampel urin membutuhkan pengawasan sehingga
privasi suspect/terduga menjadi tidak nyaman
c. Adanya positif palsu dengan menggunakan rapid test sehingga harus dirujuk
ke laboratorium sesuai Kepmenkes RI Nomor: 194/Menkes/SK/VI/2012
d. Penanganan dan pengiriman sampel urine ke laboratorium harus
memperhatikan jenis zat yang dikonsumsi maksimal 8 hari setelah pemakaian
kecuali untuk golongan Cannabis (Ganja) sampai dengan 2 minggu

ada 6 macam panel/indikator/strip untuk kebutuhan pemeriksaan beberapa


tipe zat Narkoba, sbb :
1. AMP = Amphetamine (STIMULAN) : Sabu, inex, ekstasi, crank
2. MET = MethAmphetamine : Turunan dari Amphetamine
3. THC = THC/CANABIS ( HALUSINOGEN ) : mariyuana, ganja
4. BZO = BENZODIAZEPINE (DEPRESAN) : Pil koplo,Nipam, mogadon, obat tidur,
Rohypnol
5. MOP = MORPHINE (ANALGESIK) : Putaw, candu, opium, Tar
6. COC = Coccain , Kokain
C. HEROIN

Heroin di Indonesia dikenal dengan nama yang sama. Pada kadar yang lebih
rendah dikenal dengan sebutan putauw. Heroin didapatkan dari pengeringan ampas
bunga opium yang mempunyai kandungan morfin dan kodein yang merupakan
penghilang rasa nyeri yang efektif dan banyak digunakan untuk pengobatan dalam
obat batuk dan obat diare.
Heroin (diasetilmorfin) termasuk golongan opioid agonis dan merupakan
derivat morfin yang terbuat dari morfin yang mengalami asetilasi pada gugus
hidroksil pada ikatan C3 dan C6. Nama lain dari heroin: smack, junk, china ehirte,
chiva, black tar, speed balling, dope, brown, dog,negra, nod, white hores, stuff.
D. FARMAKOKINETIK
1. Absorpsi
Heroin diabsorpi dengan baik di subkutaneus(jaringan lapisan kulit),
intramuskular(injeksi ke otot tubuh) dan permukaan mukosa hidung atau mulut.
2. Distribusi
Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam jaringan.
Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di dalam
otot skelet(otot rangka) konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam otak relatif
rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak.
Heroin menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan
dengan morfin atau golongan opioid lainnya.
3. Metabolisme
Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin
dan akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam
glukuronik menjadi morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat
dibandingkan morfin sendiri.
4. Ekskresi
Heroin /morfin terutama diekstresi melalui urine (ginjal). 90% diekskresikan
dalam 24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urine 48 jam heroin
didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekskresikan sebagai morfin.

E. FARMAKODINAMIK
1. Mekanisme kerja
Opioid agonis menimbulkan analgesia(penghilangan rasa nyeri) akibat
berikatan dengan reseptor spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis,
sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor
yang spesifik, yaitu reseptor µ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di dalam otak terdapat
tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yitu enkephalin yang
berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan reseptor µ dandynorpin dengan
resptor κ. Reseptor µ merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis
reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase
menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan
neurotransmitter(pembawa sinyal) terhambat.
Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter :
a) Pelepasan noradrenalin
Opiat menghambat pelepasan noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor µ
yang berlokasi didaerah noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks,tetapi
juga di hipokampus,amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus cereleus.
b) Pelepasan asetikolin
Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha,
didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor µ.
c) Pelepasan dopamin
Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas reseptor kappa
2. Tempat Kerja
Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan
visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di beberapa daerah termasuk
korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik,
locus coreleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di
dalam sistem saraf visceral, opiat bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus
submukous yang menyebabkan efek konstipasi(sembelit)
3. Efek ke sistem organ lainnya
a) Susunan saraf pusat
1) Analgesia
Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor:
 meningkatkan ambang rangsang nyeri
 mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah
reaksi yang timbul menyertai rasa nyeri pada waktu penderita
merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat penderita masih
tetap merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi reaksi khawatir
takut tidaklagi timbul. Efek obat ini relatif lebih besar
mempengaruhi komponen efektif (emosional) dibandingkan
sensorik
 Memudahkan timbulnya tidur
2) Eforia
Pemberian heroin pada penderita yang mengalami nyeri, akan
menimbulkan perasaan eforia dimana penderita akan mengalami
perasaan nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada dosis yang
sama besar bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami
nyeri, sering menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir disertai mual,
muntah, apati, aktivitas fisik berkurang dan ekstrimitas terasa berat.
3) Sedasi
Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan
lethargi. Kombinasi morfin dengan obat yang berefek depresi sentral
seperti hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat dalam
b) Pernafasan
Pemberian heroin dapat menimbulkan depresi pernafasan, yang
disebabkan oleh inhibisi langsung pada pusat respirasi di batang otak. Depresi
pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah ijeksi intravena atau 30
menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi kembali ke
normal dalam 2-3 jam
c) Pupil
Pemberian heroin secara sistemik dapat menimbulkan miosis. Miosis
terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III
d) Mual dan muntah
Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic chemoreceptor
trigger zone di batang otak.
e) Efek perifer
1) Saluran cerna
Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas
lambung berkurang, tetapi tonus bagian antrum meninggi. o Pada usus beasr
akan mengurangi gerakan peristaltik, sehingga dapat menimbulkan
konstipasi.

2) Sistem kardiovaskular
Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap tekanan darah,
frekuensi maupun irama jantung. Perubahan yang tampak hanya bersifat
sekunder terhadap berkurangnya aktivitas badan dan keadaan tidur,
Hipotensi disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena akibat mekanisme
depresi sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan pelepasan histamin
3) Kulit
Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit
tampak merah dan terasa panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat,
kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah di kulit akibat
efek sentral danpelepasan histamin
4) Traktus urinarius
Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot sphinkter
meningkat,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.
F. JENIS HEROIN
Jenis heroin yang sering diperdagangkan adalah:
1. Bubuk putih
Diperjualbelikan dalam kantung-kantung yang telah dikemas secara khusus
dengan ukuran 3x1,5 cm, berisi 100 mg bubuk dengan kadar heroin berkisar antara
1-10%. Pada saat ini kadar heroin dalam bubuk cenderung meingkat, rata-rata
berkisar 35%. Biasanya bubuk tersebut dicampur dengan gula, susu bubuk atau kanji.
Banyak diperjualbelikan di daerah Asia.
2. Bubuk coklat
Bentuk, kemasan dan kadar heroin mirip dengan bubuk putih, hanya
warnanya yang coklat. Banyak didapatkan di daerah Mexico
3. Black Tar
Banyak diperjualbelikan di Usa. Warna hitam disebabkan oleh metode
prosesing. Bentuknya kecil-kecil seperti kacang dan lengket. Kadar heroin
didalamnya berkisar 20-80%. Pemakaian biasanya dilarutkan dengan sedikit air
kemudian dihangatkan diatas api. Setelah dilarutkan dapat dimasukkan ke dalam alat
suntik
G. CARA PENGGUNAAN
1. Injeksi
Injeksi secara intravena, subkutan atau intra muskular
Injeksi lebih praktis dan efisien untuk heroin kadar rendah. Injeksi secara intravena
dapat menimbulkan efek eforia dalam 7-8 detik,sedangkan secara intra muskuler
efeknya lebih lambat yaitu 5-8 menit.
Kerugian injeksi:

 Dapat menyebabkan septikemi


 Dapat menyebabkan hepatitis atau HIV
 Injeksi nerulang dapat merusak vena, menyebabkan trombosis dan abses
2. Dihirup
Bubuk heroin ditaruh di aluminium foil dan dipanaskan diatas api, kemudian
asapnya dihirup melalui hidung. Efek puncak dengan penggunaan secara
dihirup/dihisap biasanya dirasakan dalam 10-15 menit
3. Dihisap melalui pipa atau sebagai lintingan rokok
Penggunaan heroin dengan kadar tinggi biasanya dengan cara dihirup atau
dihisap. Penggunaan heroin secara dihisap atau dihirup (chasing the dragon) saat ini
meningkat untuk menghindarkan efek yang terjadi akibat penyuntikan. Penggunaan
secara dihisap lebih aman dibandingkan dihirup, oleh karena masuk ke dalam tubuh
secara bertahap sehingga lebih mudah dikontrol.
H. EFEK YANG TIMBUL AKIBAT PENGGUNAAN HEROIN
Menurut national Institute Drug Abuse (NIDA), dibagi menjadi efek segera
(short term) dan efek jangka panjang (long term)
Efek segera (short term) Efek jangka panjang (long term)

 Gelisah  Addiksi
 Depresi  HIV, hepatitis
 Mual dan  Kolaps vena
muntah  Infeksi bakteri
 Menekan nyeri  Penyakit paru
 Abortus spontan (pneumonia, TBC)
 Infeksi jantung dan
katupnya

I. TOKSISITAS DAN EFEK LAIN YANG TIDAK DIINGINKAN DARI PEMAKAI HEROIN
1. Intoksikasi akut (overdosis)
Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu
narkotik. Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat.
Gejala intoksikasi akut (overdosis):

 Kesadaran menurun, sopor - koma


 Depresi pernafasan, frekuensi pernafasan rendah 2-4 kali semenit, dan
pernafasan mungkin bersifat Cheyene stokes
 Pupil kecil (pin poiny pupil), simetris dan reaktif
 Tampak sianotik, kulit muka kemerahan secara tidak merata
 Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila
pernafasan memburuk danterjadi syok
 Suhu badan rendah (hipotermia) dan kulit terasa dingin
 Bradikardi
 Edema paru
 Kejang
Kematian biasanya disebabkan oleh depresi pernafasan. Angka kematian
meningkat bila pecandu narkotik menggabungkannya dengan obat-obatan yang
menimbulkan reaksi silang seperti alkohol, tranquilizer.

 Angka kematian heroin + alkohol → 40 %


 Angka kematian heroin + tranquilizer → 30 %

2. Infeksi Kronis
Addiksi heroin menunjukkan berbagai segi:
a) Habituasi, yaitu perubahan psikis emosional sehingga penderita ketagihan
akan obat tersebut.
b) Ketergantungan fisik, yaitu kebutuhan akan obat tersebut oleh karena faal
dan biokimia badan tidak dapat berfungsi lagi tanpa obat tersebut
c) Toleransi, yaitu meningkatnya kebutuhan obat tersebut untuk mendapat efek
yang sama. Walaupun toleransi timbul pada saat pertama penggunaan
opioid, tetapi manifes setelah 2-3 minggu penggunaan opioid dosis terapi.
Toleransi akan terjadi lebih cepat bila diberikan dalam dosis tinggi dan
interval pemberian yang singkat. Toleransi silang merupakan karakteristik
opioid yang penting, dimana bila penderita telah toleran dengan morfin, dia
juga akan toleran terhadap opioid agonis lainnya, seperti metadon,
meperidin dan sebagainya.

J. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesa
o Auto anamnesa (pengakuan jujur dari pasien)
o Alo anamnesa (dari keluarga yang dapat dipercaya)
2. Pemeriksaan fisik Intoxikasi akut:
 Penurunan kesadaran
 Ganguan otonom, bradikardi, hipotermia, hipotensi, sianosis, pin point
pupil
 Depresi pernafasan
 Bicara menjadi kaku
3. Ditemukannya benda-benda yang berhubungan dengan penggunaan obat
seperti jarum suntik, pipa, aluminium foil, bubuk heroin dan lain-lain disekitar
penderita
4. Pemeriksaan laboratorium
o Urine (drug screening)
Untuk mengetahui zat yang dipakai oleh penderita. Urine harus
diperoleh tidak lebih dari 24 jam setelah pemakaian zat terakhir. Metode
pemeriksaan antara lain dengan cara paper chromatography,Thin Layer
Chromatography, Enzym Immunoassay
o Rambut
Dengan metode Liquid chromatography menggunakan ultraviolet
dapat dideterminasi adanya opiat pada rambut pexcandu heroin (opiat).
Seseorang dikatakan pecandu heroin, bila pada rambutnya ditemukan
kandungan 10 ng heroin/mg rambut.
K. PENATALAKSANAAN
1. Intoksikasi akut (over dosis)
 Oksigenasi yang adekua
 Naloxone injeksi, dosis awal 0,4 – 2,0 mg IV (anak-anak 0,01 mg/kgBB)
Efek naloxane terlihat dalam 1 – 3 menit dan mencapai puncaknya pada
5-10 menit
2. Intoksikasi kronis
 Hospitalisasi
Tujuan hospitalisasi lainnya adalah membantu pasien agar dapat
mengidentifikasi konsekwensi yang diperoleh sebagai akibat penggunaan zat
dan memahami resikonya bila terjadi relaps.

 Farmakoterapi
- Klonidin dapat digunakan untuk mengurangi gejala putus obat dengan
menekan perasaan gelisah, lakrimasi, rhinorrhea dan keringat
berlebihan. Dosis awal diberikan 0,1-0,2 mg tiap 8 jam. Kemudian
dapat dinaikkan bila diperlukan hingga 0,8 –1,2 mg/hari, selanjutnya
dapat ditappering off.
- Gangguan tidur (insomnia) dapat diberikan hipnotik sedatif.
- Nyeri dapat diberikan analgetik
- Mual dan muntah dapat diberikan golongan metoklopamide
- Gelisah dapat diberikan antiansietas.
3. Penanganan Awal Ketergantungan Narkoba
Kunci rehabilitasi narkoba adalah melakukannya secepat mungkin.
Untuk itu diperlukan psikiater atau ahli adiksi yang dapat menangani masalah
ketergantungan narkoba.Sebagaimana pecandu lain, pecandu narkoba
seringkali menyangkal kondisinya dan sulit diminta untuk melakukan
rehabilitasi. Biasanya dibutuhkan intervensi dari keluarga atau teman untuk
memotivasi dan mendorong pengguna narkoba untuk mau menjalani
rehabilitasi.
4. Konseling
Konseling merupakan bagian penting dalam mengobati
penyalahgunaan narkoba. Konseling yang dilakukan oleh konselor terhadap
pengguna narkoba dalam rehabilitasi akan membantu si pengguna mengenali
masalah atau perilaku yang memicu ketergantungan tersebut. Konseling
biasanya dilakukan secara individu. Meski demikian, tak tertutup
kemungkinan untuk melakukan konseling secara berkelompok.

Konseling bertujuan untuk membantu program pemulihan, seperti


memulai kembali perilaku hidup sehat ataupun strategi menghadapi situasi
yang berisiko penggunaan narkoba kembali terulang. Konselor bertanggung
jawab untuk memahami bagaimana kecanduan narkoba pada seseorang
secara keseluruhan, sekaligus memahami lingkungan sosial yang ada di
sekitarnya untuk mencegah terulangnya penyalahgunaan narkoba.

Penanganan untuk mengatasi dampak ketergantungan narkoba perlu


melibatkan berbagai aspek lainnya, seperti aspek sosial dan dukungan moral
dari orang terdekat dan lingkungan sekitar. Tak jarang pecandu narkoba
dapat kembali beraktivitas normal dan menjalani hidup dengan lebih baik
setelah menjalani penanganan medis, ditambah dukungan moral dan sosial
yang baik.
5. Bantuan Rehabilitasi
Bantuan rehabilitasi bagi para pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkoba di Indonesia merujuk pada Peraturan Bersama
tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi yang diterbitkan pada tahun 2014.
Bantuan rehabilitasi juga merujuk pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011.
Ada tiga tahap rehabilitasi narkoba yang harus dijalani, yaitu:

 Tahap pertama, tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), yaitu proses di


mana pecandu menghentikan penyalahgunaan narkoba di bawah
pengawasan dokter untuk mengurangi gejala putus zat (sakau). Pada
tahap ini pecandu narkoba perlu mendapat pemantauan di rumah sakit
oleh dokter.
 Tahap kedua, tahap rehabilitasi non medis, yaitu dengan berbagai
program di tempat rehabilitasi, misalnya program therapeutic
communities (TC), pendekatan keagamaan, atau dukungan moral dan
sosial.
 Tahap ketiga, tahap bina lanjut, yang akan memberikan kegiatan sesuai
minat dan bakat. Pecandu yang sudah berhasil melewati tahap ini dapat
kembali ke masyarakat, baik untuk bersekolah atau kembali bekerja.

6. Terapi after care


Meliputi upaya pemantafan dalam bidang fisik, mental, keagamaan,
komunikasi-interaksi sosial,edukasional, bertujuan untuk mencapai kondisi
prilaku yang lebih baik dan fungsi yang lebih baik dari seorang mantan
penyalahgunaan zat. Peranan keluarga pada saat ini sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Cohan SL.1990.Central nervous system disturbances and brain death narcotics in


clinical management of poisoning and drug overdose, ed. By Haddad LM. 2nd ed.
Philadelphia : WB Saunders

Hubbell KC.1990.Opiats and narcotics in clinical management of poisoning and drug


overdose, ed. By Haddad LM. 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders

Kriegstein.1999.Chasing the dragon heroin use can damage brain. New York: Reuteut Health

Olson KR. 1998.Management of poisoned patient in Basic and clinical pharmacology.


Katzung BG (ed). 7th ed. Stamfort: Appleton

Ruttenberg AJ.1990. Etiology heroin, related death. Journal of Forensic Science, 35(4) Juli
1990; 890-900

Way EL.1998. Drugs of abuse in Basic and clinical pharmacology. Katzung BG (ed). 7th ed.
Stamfort: Appleton

Way WL.1998. Opioid analgosics and antagonists in Basic and clinical pharmacology.
Katzung BG (ed). 7th ed. Stamfort: Appleton

Anda mungkin juga menyukai