Anda di halaman 1dari 7

TUGAS REFLEKSI PRIBADI TENTANG PANGGILAN HIDUP

ETIKA PROFESI (H)

Oleh:
Deyla Viola Natalia Soegiono (B111770089)

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

SURABAYA
2019

Passion

Setiap orang tentu memiliki kesukaannya masing-masing, orang-orang sering


menyebutnya hobi atau passion. Ada yang memiliki ketertarikan hanya di satu bidang,
ada pula yang memiliki ketertarikan di banyak bidang. Saya pribadi adalah “penyuka”
cukup banyak bidang. Jika semua hal yang saya sukai tersebut digolongkan, maka akan
terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu seni dan implementasi logika. Tentu kedua hal
tersebut tidak begitu saja melekat pada kehidupan saya namun seluruh peran keluarga,
lingkungan, serta tuntutan tanggung jawab yang saya miliki menjadi faktor utama
pembentukan cara pandang dan kesukaan saya akan suatu hal. Hal-hal tersebut akan
saya jelaskan di bagian Konteks Hidup.

Jika diperhatikan lagi dari opening statement saya, maka sejauh ini yang saya sebut
sebagai passion saya secara resmi adalah seni dan implementasi logika. Namun semakin
lama, saya semakin mempertanyakan passion saya terutama ketika saya tahu apa
definisi passion yang sebenarnya (dari tugas refleksi diri saya yang sebelumnya).
Sayangnya saya sadar bahwa saya bukan tipikal multitasking person yang bisa fokus
dengan baik di banyak hal. Jadi di masa kuliah ini, saya akui saya sedang dalam tahapan
yang cukup sulit dalam menentukan passion mana yang benar-benar ingin saya
perjuangkan menjadi sebuah profesi.

Mari saya ceritakan satu per satu, dimulai dari seni yang menjadi passion pertama
saya. Saya sangat menyukai olah vokal atau bernyanyi. Rasanya ketika bernyanyi seluruh
perasaan dan pikiran saya bisa tersampaikan dengan cara yang begitu indah. Seperti
yang dikatakan oleh banyak orang: musik adalah bahasa universal. I couldn’t be more
agree with that quotes karena memang terbukti beberapa hal yang tidak bisa saya
ungkapkan dengan kata-kata, justru bisa dengan mudah disampaikan melalui sebuah
lagu. Bukan Deyla jika sehari saja tidak bernyanyi. Saya pun tidak sekadar bernyanyi,
saya sedang benar-benar menekuninya dalam tanggung jawab saya sebagai anggota
Paduan Suara Universitas Kristen Petra. Satu hal yang membuat saya yakin bahwa
bernyanyi adalah passion saya yaitu ketika saya menemukan tantangan atau kesulitan
dalam sebuah lagu, saya justru terpacu untuk menaklukkannya. Saya tidak pernah
mengeluh sesusah apapun tanggung jawab saya sebagai anggota paduan suara. Setiap
kali saya mau tampil bersama tim, rasa excitednya tidak pernah berubah walaupun
waktu libur saya harus berkurang. Kadang iri dengan banyak penyanyi yang terlihat
sangat menikmati penampilannya sendiri.

Selain itu, menjadi pembawa acara (Master of Ceremony) juga merupakan pekerjaan
yang sangat saya nikmati karena saya sangat suka dengan segala sesuatu yang bersifat
performance. Public speaking memang suatu hal yang bisa saya lakukan dengan baik.
Melihat dua hal tersebut (bernyanyi dan public speaking) sangat ideal rasanya jika saya
bisa bekerja sesuai dengan passion saya tersebut. Namun ada satu masalah besar untuk
passion ini yaitu saya tidak pernah ingin menjadikannya sebagai suatu profesi yang
serius karena saya pun mempertimbangkan berbagai resiko yang kemungkinan akan
saya tanggung jika saya terjun dalam dunia entertainment seperti itu. Jadi mari saya
lanjutkan ke passion saya yang berikutnya.

Implementasi logika sebenarnya termasuk passion yang sangat menantang. Butuh


latihan berulang kali untuk benar-benar bisa mengembangkan hal tersebut. Ketika saya
merenungkan tentang profesi apa yang mau saya jalani di masa depan, maka profesi
yang melibatkan intelektual-lah yang selalu muncul di pikiran saya. Hal ini bukan karena
saya menganggap bahwa profesi yang melibatkan intelektual merupakan profesi yang
lebih berkelas, melainkan karena saya sangat menyukai pola pikir yang runtut dan logis
dalam memecahkan sebuah kasus ataupun masalah. Permainan angka sudah seperti
makanan sehari-hari saya. Posisi saya sebagai mahasiswa Teknik Sipil pun semakin
memperjelas apa yang harus saya pelajari setiap hari. Rasanya puas ketika saya berhasil
menyelesaikan suatu soal yang sulit. Mempelajari hal yang memiliki jawaban benar dan
salah menurut saya sangat menyenangkan dibanding dengan hal yang memiliki sejuta
jawaban benar. Hal-hal yang berhubungan dengan eksak adalah satu-satunya hal yang
bisa sedikit lebih mudah saya pelajari. Namun masalahnya adalah semakin jauh saya
mempelajari bidang ini di Teknik Sipil, saya semakin insecure dengan kemampuan saya.
Bahkan saya tidak yakin bisa menggunakan passion ini untuk bekerja karena saya tidak
merasa cukup capable dalam bidang ini. Walaupun sebenarnya saya tidak punya pilihan
passion lain yang bisa saya geluti secara serius sebagai profesi saya nantinya.
Konteks Hidup

Untuk passion bernyanyi, saya mendapatkannya dalam keluarga. Papa saya suka
sekali memainkan gitar sehingga saya sering “dipaksa” untuk bernyanyi dengan iringan
gitar papa saya baik itu di rumah maupun menjadikannya pelayanan di gereja. Tapi
sebenarnya bakat bernyanyi saya sudah terlihat jauh sebelum saya sering bernyanyi di
gereja. Kata mama ketika saya masih sangat kecil, saya selalu melihat orang bernyanyi
tanpa berkedip. Saya juga sering ditemukan di dalam kamar sedang bernyanyi sambil
menari di depan kaca seolah-olah saya sedang melakukannya di depan banyak orang.
Ketika mendengar sebuah lagu, secara refleks saya akan langsung menari mengikuti
irama lagu tersebut. Jadi bisa dibilang passion ini sudah terbentuk sejak saya masih
kecil. Pelayanan di gereja yang akhirnya dulu adalah sebuah paksaan, sekarang malah
menjadi sesuatu hal yang sangat saya nikmati. Di SMA, saya juga tergabung dalam satu
tim paduan suara sekolah yang aktif mengikuti berbagai lomba. Begitupun juga saat
saya kuliah. Sehingga bernyanyi adalah suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan
saya.

Karena saya sering bernyanyi di depan banyak orang, maka passion public speaking
muncul dengan sendirinya. Hal itu juga didukung dengan peran kedua orang tua saya
yang juga sering memaksa saya untuk menyampaikan sesuatu di depan banyak orang.
Saya juga bertumbuh dalam gereja kecil yang SDM-nya sedikit sehingga mau tidak mau
peran apapun yang berhubungan dengan public speaking harus sering saya lakukan.
Ditambah lagi aktivitas saya ketika saya merantau di Surabaya juga menuntut saya
untuk aktif berbicara di depan orang banyak. Di gereja, saya melayani sebagai seorang
worship leader dimana saya harus berbicara dan bernyanyi di depan banyak orang
sekaligus. Ketika saya kuliah, saya aktif di berbagai kepanitiaan, lebih spesifiknya lagi
saya selalu bekerja sebagai divisi acara dimana menuntut saya untuk bisa memimpin
suatu acara layaknya MC dan memimpin briefing ataupun rapat layaknya PIC (Person in
Charge) Besar.

Untuk passion implementasi logika, saya mendapatkannya dari kedua orang tua
saya. Kedua orang tua saya adalah orang IPA dimana memiliki pola pikir yang runtut dan
jelas sehingga dari kecil saya sudah dididik dengan pola pikir seperti itu. Ketika saya
masih kecil, orangtua saya juga menanamkan bahwa anak yang jago matematika dan IPA
adalah anak yang pandai dan membanggakan. Orangtua saya menanamkan hal tersebut
dengan cara yang halus yaitu dengan bercerita ketika malam hari sebelum saya tidur
ataupun dengan menunjukkan berita-berita mengenai prestasi seseorang dalam
olimpiade matematika atau IPA. Oleh sebab itu, saya pun terpacu mendalami IPA ketika
di SMA. Saya pun juga lebih suka mengolah angka dibanding menghafal sesuatu. Ketika
saya harus memutuskan mengambil program studi di perkuliahan saya, saya juga
mempertimbangkan kesukaan saya dalam mengolah angka sehingga terlintaslah Teknik
Sipil sebagai pilihan utama. Sampai saat ini, saya bersyukur memilih jurusan tersebut
walaupun agak berdarah menjalaninya.

Kebutuhan & Urgensitas Profesi

Sejauh ini, saya masih mantap menjadikan Program Studi Teknik Sipil sebagai jalan
saya untuk mempersiapkan karier saya. Jadi untuk bagian ini, saya akan secara khusus
membahas kebutuhan & urgensitas profesi saya sebagai calon sarjana Teknik Sipil.
Sebenarnya ketika saya memilih Teknik Sipil sebagai program studi saya, saya memang
sudah memikirkan urgensitasnya untuk bangsa ini.

Indonesia adalah negara yang sangat besar dengan jumlah penduduk terbanyak
keempat di dunia. Potensi alam pun sangat luar biasa baik itu sumber daya alamnya
ataupun destinasi wisatanya. Berbicara mengenai negara sebesar itu rasanya tidak
imbang dengan infrastruktur yang masih jauh dari kata cukup. Ironinya, dalam
pelaksanaan pembangunannya pun sangat memprihatinkan. Tidak sedikit kasus
mengenai kontraktor yang corrupt ataupun bangunan yang malfungsi sebelum jangka
waktu yang direncanakan. Akibat jangka panjangnya adalah munculnya distrust di
tengah kalangan masyarakat terhadap pembangunan di negeri ini. Hal ini merupakan
masalah yang cukup berat karena pemerintah akan sangat kesusahan untuk mendapat
dukungan pembangunan dari masyarakat. Salah satu contoh konkretnya adalah
keengganan masyarakat untuk bayar pajak karena merasa tidak ada bentuk fisik secara
nyata dan berkualitas sebagai manifestasi pajak yang dibayarkan tersebut.

Karena pertimbangan semacam inilah akhirnya saya memutuskan untuk mendalami


Teknik Sipil. Saya ingin sekali mengambil bagian dalam pembangunan bangsa ini.
Indonesia butuh orang jujur lebih banyak lagi. Saya yang sadar dengan fakta ini mau
untuk terlibat lebih jauh apalagi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo
pembangunan infrastruktur sedang dipertajam. Tentu saja dengan menjadikan
pembangunan sebagai program utama pemerintah mengakibatkan kebutuhan akan
SDM yang capable juga semakin meningkat. Hal ini membuka peluang lebih untuk saya
dapat berkontribusi bagi negara ini. Saya sangat merindukan pembangunan di
Indonesia bisa lebih transparan, jujur, dan cepat agar distrust masyarakat bisa perlahan-
lahan diatasi sehingga program pembangunan apapun yang negara ini usahakan bisa
didudukung secara penuh oleh masyarakat.

Konten Diri

Dulu ketika saya mengikuti psikotest, 2 kemampuan saya yang paling tinggi adalah
mengolah angka dan seni. Cocok sekali dengan passion saya. Jadi di bagian ini saya akan
ceritakan apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan saya berkaitan dengan
passion saya tersebut.

Saya sering memperhatikan dengan seksama orang-orang yang sedang bernyanyi


ataupun yang sedang berbicara di depan publik agar saya bisa belajar hal-hal baru dari
orang-orang tersebut. Saya juga aktif bertanya kepada orang lain jika ada suatu hal yang
ingin saya kembangkan sendiri. Bisa dibilang saya termasuk orang yang positif karena
saya bisa meyakinkan diri saya untuk tetap percaya diri sekalipun saya sedang berada di
luar zona nyaman saya. Saya juga pandai berimprovisasi ketika ada hal yang tidak sesuai
rencana di lokasi. Kabar baiknya lagi, saya termasuk orang yang bisa dikritik atau diberi
saran dan masukan karena bagi saya baik kritik maupun saran bisa membangun dan
mendukung kemampuan saya agar lebih berkembang.

Sedangkan untuk passion saya di bidang implementasi logika, khususnya Teknik


Sipil, saya termasuk orang yang kemampuan mengolah angkanya tinggi. Hal itu bisa
dilihat dari nilai-nilai saya ketika masih SD, SMP, maupun SMA. Nilai rapot untuk
pelajaran matematika dan fisika saya tidak pernah kurang dari sembilan puluh. Itupun
saya dapat dengan effort yang jauh lebih sedikit dibanding teman-teman saya yang lain.
Ketika saya menemukan kesulitan dalam menjawab soal pun, saya tidak pernah putus
asa. Daya juang saya dalam bidang ini cukup tinggi. Jadi berbekal kemampuan saya
sampai di jenjang SMA, saya cukup yakin dengan kemampuan saya ini.

Namun di samping semua kelebihan itu, banyak juga kekurangan yang harus saya
atasi. Kekurangan yang sedang saya pelan-pelan atasi adalah saya tidak disiplin waktu.
Time manage saya masih sangat kurang dan butuh proses yang panjang. Saya sadar
secara penuh bahwa hal ini akan sangat berdampak untuk apapun profesi saya nanti
sehingga kedisiplinan waktu ini memang sedang saya perjuangkan.

Selanjutnya tantangan terberat saya dalam posisi saya sebagai mahasiswa Teknik
Sipil adalah semakin lama saya merasa gairah saya dalam mempelajari ilmu Teknik Sipil
semakin surut. Jujur saya tidak tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal
tersebut. Saya merasa sangat terseret-seret ketika mempelajarinya sehingga lama
kelamaan saya menjadi insecure dengan kemampuan saya. Saya jadi takut untuk
mengambil tantangan di bidang ini. Saya seolah selalu mencari zona nyaman saya.
Bahkan saya masih tidak punya bayangan tentang hidup saya ketika saya lulus sebagai
sarjana Teknik Sipil nanti. Maka dari itu saya sedang bergumul hebat dengan Tuhan
untuk panggilan hidup dan masa depan saya. Saya pun juga sedang berusaha untuk
mencari tahu apa yang benar-benar Tuhan inginkan dalam hidup saya.

Anda mungkin juga menyukai