Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
akhirnya kami dapat menyelesaikan Kasus pada Gangguan Penglihatan (Glaukoma)”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi


Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang senantiasa
taat dalam menjalankan syariatnya.

Kami mengucapkan terima kasih tiada tara kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Bila dalam penyampaian kasus ini ditemukan hal-hal tidak berkenan bagi pembaca,
dengan segala kerendahan kami, kami mohon maaf yang setulusnya.

Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai kita
semua menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.

Gorontalo, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
2. Tujuan ................................................................................................................... 1
1. Klarifikasi Istilah-istilah penting ....................................................................... 2
2. Kata Kunci ............................................................................................................ 4
3. Mind Map ............................................................................................................. 5
4. Pertanyaan-Pertanyaan Penting ......................................................................... 6
5. Jawaban pertanyaan penting .............................................................................. 6
6. Informasi Tambahan ........................................................................................... 8
7. Analisa dan Sintesa Informasi ............................................................................ 8
Konsep Medis ............................................................................................................. 13
KONSEP KEPERAWATAN .................................................................................... 18
3.1. Pengkajian ....................................................................................................... 18
3.2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................... 20
3.3. Intervensi Keperawatan ................................................................................. 23
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 27
4.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28

ii
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada
0,16 % penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan refraksi
24,72 %, pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut kornea 0,34
%, glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi dan penyebab
buta kedua mata adalah lensa 1,02 %, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %, kelainan
refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi total 1,47
%.
Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Di
antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hamper
70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu
kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma.

2. Tujuan
Untuk mengetahui diagnose dari penyakit pada kasus

1
KASUS 3

GANGGUAN PENGLIHATAN

Seorang pria berusia 60 tahun diantar ke poliklinik oleh anaknya, pasien


mengeluh matanya kabur. Hasil pengkajian: lemah, jantung berdebar, pasien
menggunakan kaca mata, TIO 22 mmHg, TD: 150/90 mmHg, nadi 110 x/menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu 36.8 C, GDS 210 mg/dl. Keadaan ini membuat klien
kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, anak pasien juga mengatakan beberapa hari
lalu ayahnya sempat jatuh saat berjalan di dalam rumah.

1. Klarifikasi Istilah-istilah penting


1. Mata Kabur
Hilangnya ketajaman penglihatan dan ketidakmampuan untuk melihat suatu
benda secara mendetail.
2. Lemah
Lemah adalah kondisi yang bersangkutan dengan kekuatan otot tubuh. (KBBI
2016)
3. Jantung berdebar
Kondisi ketika jantung berdenyut terlalu cepat dan tidak beraturan penderita
umumnya merasa jantung berdegup cepat dan kencang, sensasi tersebut dapat
dirasakan diarea tenggorokan dan leher
4. Kacamata
Kacamata adalah lensa tipis untuk mata guna menormalkan dan mempertajam
penglihatan (ada yang berangka da nada yang tidak)
5. TIO
TIO merupakan salah satu indicator untuk menilai penyakit glukoma. TIO yang
lebih dari 20 mmHg pada salah satu atau kedua mata tanpa disertai kerusakan
saraf optic dan hilangnya lapangan pandang disebut sebagai hipertensi okuler

2
keadaaan ini merupakan faktor resiko terjadinya penyakit glukoma (Vaughan
dan Asgury 2016)
6. Tekanan darah
Tekanan darah Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap
setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dlam satuan mililiter air
raksasa (mmhg). ( guyton, 2014). Berdasarkan seventh join national committee
( JNC VII) tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut
a) Normal : sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg.
b) pree hipertensi : sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg.
c) Hipertensi derajat I : sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg
d) Hipertensi derajat II : sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 100 mHg
7. Nadi
Nadi adalah jumlah denyut jantung, atau berapa kali jantung berdetak per menit.
Nadi normal untuk orang dewasa berkisar 60-100 denyut per menit (Siti Asfuah,
2012).
8. Pernapasan
Pernapasan : Pernafasan/Resporation rate (RR) Merupakan jumlah pernapasan
pada manusia setiap menit. Normalnya 14-20x/menit pada dewasa, dan sampai
44x/menit pada bayi. (willkins dan williams L, 2014).
9. Suhu
Suhu badan adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat.
Dapat pula dikatakan sebagai ukuran panas atau dinginnya suatu benda normal
36oC-37,5oC. (Liana, 2012)
10. GDS
GDS : glukosa darah sewaktu, nilai normal gula darah sewaktu : <140 mg/dL
11. mmHg
mmHg (millimeter raksa) adalah satuan tekanan resmi yang digunakana dalam
bidang fisika dan kimia

3
12. mg/dl adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan nilai gula darah sewaktu
(Gluscose Test 2017)

2. Kata Kunci
1. Mata Kabur
2. Jantung berdebar
3. Menggunakan Kacamata
4. TIO 22 mmHg
5. TD: 150/90 mmHg,
6. nadi 110 x/menit,
7. pernapasan 22 x/menit,
8. suhu 36.8 C,
9. GDS 210 mg/dl.
10. kesulitan dalam melakukan aktivitas harian
11. anak pasien juga mengatakan beberapa hari lalu ayahnya sempat jatuh saat
berjalan di dalam rumah.

4
Hipermetropi

Rabun dekat atau dikenal dengan


3. Mind Map hipermetropi merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata, yang mana pada
Glaukoma
Katarak keadaan ini sinar sejajar jauh tidak cukup
Definisi dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
Definisi belakang retina.
Glaukoma adalah kondisi mata yang Katarak adalah penurunan progresif
biasanya disebabkan oleh peningkatan kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh Etiologi
abnormal tekanan intraocular (sampai atau berwarna putih abu-abu, dan
lebih dari 20 mmHg). ketajaman penglihatan berkurang. 1. Sumbu utama bola mata yang terlalu
Katarak terjadi apabila protein pada pendek (Hipermetropi Axial)
Etiologi lensa yang secara normal transparan
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai terurai dan mengalami koagulasi pada
lensa. lemah (Hipermetropi Refraksi)
berikut : 3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak
Etiologi
1. Bertambahnya produksi cairan mata adekuat (hipermetropi kurvatura)
oleh badan ciliari katarak yang paling sering 4. Perubahan posisi lensa
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata ditemukan adalah proses degeneratif,
namun banyak faktor yang juga dapat Manifestasi Klinis
didaerah sudut bilik mata/dicela pupil
menyebabkan katarak, seperti kelainan
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah kongenital, faktor metabolik, trauma, 1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
toksin, radiasi, dan gelombang 2. Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak
Umur, Riwayat anggota keluarga yang elektromagnetik. tertentu untuk waktu yang lama.
terkena glaucoma, Tekanan bola mata,
Obat-obatan Manifestasi Klinis 3. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku
pada suatu level tertentu dari ketegangan.
Mata merasa dan sakit tanpa kotoran. 1) Penurunan ketajaman penglihatan 4. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua,
b. Kornea suram. secara progresif
pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang 2) Terjadi kekaburan penglihatan, silau,
dan hilangnya presepsi warna 5. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan
sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan,
berkurang cepat. atau penerangan yang kurang.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya. 6. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal
f. Udema kornea. dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat
g. Pupil lebar dan refleks berkurang jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi
sampai hilang. hari, cenderung terjadi setelah siang hari
h. Lensa keruh. 5
dan bisa membaik spontan kegiatan
melihat dekat dihentikan.
Manifestasi Klinis Glaukoma Katarak Hipermetropi

berusia 60   
pasien mengeluh   
matanya kabur
jantung berdebar
pasien   
menggunakan kaca
mata
TIO 22 mmHg  - -
TD: 150/90 mmHg   -
nadi 110 x/menit   -
GDS 210 mg/dl   

kesulitan dalam   
melakukan aktivitas
harian

4. Pertanyaan-Pertanyaan Penting
1. Apa hubungan umur pada klien dengan keluhan mata kabur?
2. Bagaimana hubungan kadar gula darah tinggi dengan gangguan penglihatan pada
klien?
3. Apa diagnosa utama yang didapatkan dari kasus yang diatas?
4. Apa hubungan TIO tinggi terhadap kasus diatas?

5. Jawaban pertanyaan penting


1. Usia Semakin tua maka resiko terserang glaukoma semakin besar, ini
berkaitan dengan semakin tinggi resiko memburuknya lapang pandang dan
terjadinya kebutaan yang diakibatkannya. Usia juga dikaitkan dengan faktor
penuaan jaringan, lamanya terpapar resiko lain dan durasi sakit (Ismandari, 2010)
Berdasarkan American Academy of Ophtalmology (2005) dalam Iriyanti (2012)
resiko glaukoma akan meningkat diatas usia 40 tahun, ini disebabkan seiring
bertambahnya usia terjadi peningkatan ketebalan lensa yang mendorong iris, maka

6
kedalaman bilik mata berkurang dan sudut iridokrnealis menjadi lebih sempit Usia
juga terkait dengan insufisiensi vaskular, karena dalam proses penuaan terjadi
penurunan perfusi cerebral dan perfusi okular (Agarwal et al, 2009). Berdasarkan
penelitian Iriyanti usia memiliki hubungan dengan kejadian glaukoma.
2. Penderita diabetes berisiko 40% lebih mungkin untuk terkena glaukoma
dibanding orang yang sehat. Ini karena tingginya kadar gula darah akibat diabetes
dapat menyebabkan kerusakan saraf di seluruh tubuh, termasuk pada saraf mata.
Selain itu, orang diabetes juga rentan mengalami retinopati diabetik, yaitu
kondisi pecahnya pembuluh darah di belakang mata (retina). Retinopati diabetik
meningkatkan risiko glaukoma karena pembuluh darah membengkak secara
abnormal dan menghalangi saluran drainase alami mata.
Penderita diabetes juga lebih mungkin mengidap jenis glaukoma yang lebih
spesifik, yang disebut neovascular glaukoma. Pembuluh darah baru yang tumbuh
akibat glaukoma muncul di iris, bagian berwarna dari mata. Pembuluh darah ini
menghalangi aliran cairan mata sehingga meningkatkan tekanan mata.
Semakin lama Anda mengidap diabetes, semakin besar risiko terkena
komplikasi mata ini terjadi. Risiko juga meningkat ketika Anda bertambah tua.
3. DX. Gangguan Persepsi Sensori (Penglihatan) Karna pada kasus diatas dilihat
dari manifestasi menunjukan mata kabur, Jantung berdebar, Menggunakan
Kacamata, TIO 22 mmHg, TD: 150/90 mmHg, nadi 110 x/menit, pernapasan 22
x/menit, GDS 210 mg/dl, kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, anak pasien
juga mengatakan beberapa hari lalu ayahnya sempat jatuh saat berjalan di dalam
rumah, sehingga masalah penglihatan kabur dapat datasi.
4. Tekanan Intra Okuli Normal Data-data dari penelitian epidemiologis pada mata
yang normal menunjukkan TIO sekitar 10-21 mmHg dengan rata-rata 16 mmHg.
Angka 21 mmHg digunakan sebagai batas untuk membedakan antara TIO normal
dan TI0 tinggi tetapi bukan berarti bahwa TIO < 21 mmHg adalah aman kenyataan
pada keadaan-keadaan tertentu, glaukoma dapat terjadi pada TIO < 21 mmHg
sehingga telah disepakati bahwa tidak ada garis batas tegas yang menyatakan berapa

7
TIO yang aman dan tidak aman karena ada mata dengan TIO sekitar 18 mmHg
bahkan pada sekitar 16 mmHg menunjukkan terjadinya kerusakan papil saraf optik
(glaukoma) dan sebaliknya ada mata dengan TIO sekitar 30 mmHg masih tanpa
kerusakan papil saraf optik Akan tetapi TIO yang tinggi tetap merupakan faktor
resiko penting untuk terjadinya glaukoma karena pada kenyataan makin tinggi TIO
makin besar resiko terjadinya glaukoma antara tingginya TIO dan beratnya
kerusakan adalah bervariasi antar individu bagi mata karena hubungan namun
hubungan antara tingginya TIO dan beratnya kerusakan adalah bervariasi antar
individu (Hodapp E. et al. 2015)

6. Informasi Tambahan

1. JURNAL 1 : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA


GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT
2. JURNAL 2 : PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TEKANAN
INTRAOKULER

7. Analisa dan Sintesa Informasi


1. Analisa jurnal 1 :

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia setelah


katarak. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada usia 55-64 tahun
sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%.1
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau
tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya
pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami
kebutaan akibat glaukoma.2
Pada penelitian ini, mayoritas dari responden yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi (26,3 %) memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai
penyakit glaukoma. Responden dengan tingkat pendidikan menengah (44,7%) rata-
8
rata memiliki tingkat pengetahuan sedang sampai baik. Responden dengan tingkat
pendidikan rendah (29%) rata-rata memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan
kurang.
Responden yang sebelumnya pernah memiliki pengalaman yang berhubungan
dengan penyakit mata (39,5%) memiliki tingkat pengetahuan sedang sampai baik.
Namun ada pula responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang,
meskipun sebelumnya pernah memiliki pengalaman yang berhubungan dengan
penyakit mata. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lain yang memengaruhi
tingkat pengetahuan selain pengalaman.
Responden yang berusia 56-65 tahun memiliki tingkat pengetahuan kurang
sampai baik. Mayoritas pada usia tersebut memiliki tingkat pengetahuan sedang.
Responden yang berusia 46-55 tahun memiliki tingkat pengetahuan kurang sampai
baik. Mayoritas pada usia tersebut memiliki tingkat pengetahuan baik. Responden
yang berusia 36-45 tahun memiliki tingkat pengetahuan sedang. Responden yang
berusia 26-35 tahun memiliki tingkat pengetahuan kurang sampai baik. Mayoritas
dari usia tersebut memiliki tingkat pengetahuan sedang.
Berdasarkan analisis kuantitatif didapatkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
secara statistik.7 Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang saling tumpang tindih
dalam memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan. Faktor-faktor yang
mendekati signifikan dalam memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan
secara statistik adalah tingkat pendidikan.
Mayoritas responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang sampai baik
(92,1%) cenderung memiliki kepatuhan yang baik (78,9%). Namun dari jumlah
responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang sampai baik ini, ada pula
responden yang memiliki tingkat kepatuhan sedang (11,4%). Di samping itu, dari
sekian banyak responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang sampai kurang
(57,9%), ada yang memiliki kepatuhan baik dalam menggunakan obat (36,8%).
Setelah dilakukan wawancara mendalam, didapatkan fakta bahwa selain

9
pengetahuan, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketaatan responden dalam
menggunakan obat. Responden yang sering tidak kontrol dan membeli obat karena
alasan finansial sebelum adanya BPJS (18,4%), responden yang sering lupa
menggunakan obat karena kesibukan (39,4%) serta responden yang tidak
menggunakan obat bila tidak diingatkan atau dibantu oleh keluarganya (13,1%)
sehingga terdapat penurunan pada tingkat kepatuhan responden dalam menggunakan
obat.
Pada saat wawancara, responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang
sampai kurang (57,9%), ada yang memiliki kepatuhan baik dalam menggunakan obat
(36,8%). Hal ini disebabkan oleh kecenderungan responden yang memiliki
kepercayaan sangat tinggi terhadap dokter dan petugas kesehatan yang menangani
serta rasa takut akan adanya kemungkinan kehilangan penglihatan, sehingga
walaupun responden tidak sepenuhnya mengerti akan penyakit yang diderita,
responden menyerahkan sepenuhnya segala keputusan pada dokter dan sangat
menaati instruksi yang diberikan oleh dokter dan petugas kesehatan.
2. Analisa Jurnal 2 :
Salah satu faktor risiko penting terjadinya glaukoma adalah tekanan intraokuler.
Peningkatan tekanan intraokuler dapat disebabkan oleh adanya gangguan aliran
humor aquous oleh karena kelainan sistem drainase sudut iridokornealis (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan aliran humor aqueous ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup). Apabila peningkatan tekanan intraokuler di atas ambang normal, yaitu
lebih dari 22 mmHg, dapat meningkatkan risiko terjadinya glaukoma.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara tekanan intraokuler
subjek yang telah melakukan latihan Hatha Yoga selama minimal 3 bulan dan tekanan
intraokuler subjek yang tidak pernah melakukan latihan Hatha Yoga, dimana tekanan
intraokuler subjek yang telah melakukan latihan Hatha Yoga lebih rendah.
Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa perbedaan tersebut bermakna (p=0,008).
Hasil tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: fokus pada latihan
Hatha Yoga adalah latihan pernapasan (pranayama) dan relaksasi, bukan hanya posisi

10
(asana). Pada latihan Hatha Yoga juga tidak terdapat posisi headstand yang bertumpu
pada kepala, melainkan hanya posisi dengan kepala lebih rendah daripada jantung
yang bertumpu pada tangan dan kaki.
Latihan posisi (asana) secara berkala dapat memberikan efek latihan fisik untuk
menurunkan tekanan darah dan membantu menangani masalah mental. Latihan
pernapasan (pranayama) dan relaksasi sangat berpengaruh terhadap penanganan
stress, penurunan tekanan darah, serta menurunkan tegangan psikis.12 Hal tersebut
yang dapat berefek terhadap tekanan intraokuler adalah penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah yang dapat terjadi dapat berpengaruh terhadap tekanan
vena episklera pada bola mata yang akan mengalami penurunan juga. Dimana
perubahan tekanan vena episklera sebesar 1 mmHg dapat memiliki efek sebanding
terhadap perubahan tekanan intraokuler sebesar 0,8 mmHg.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna tekanan intraokuler antara kelompok hatha yoga dan kelompok kontrol
sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan hatha yoga selama minilam 3 bulan dapat
membantu menurunkan tekanan intraokuler.

Sintesa Informasi

Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh Seorang pria berusia 60 tahun


dengan keluhan mata kabur dan hasil pengkajian didapatkan lemah, jantung berdebar,
pasien menggunakan kaca mata, TIO 22 mmHg, TD: 150/90 mmHg, nadi 110 x/menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu 36.8 C, GDS 210 mg/dl. Keadaan ini membuat klien
kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, anak pasien juga mengatakan beberapa hari
lalu ayahnya sempat jatuh saat berjalan di dalam rumah.

Dengan keadaan seperti ini, kami dapat membandingkan klien ini mengalami
beberapa masalah medis, atau telah mengidap penyakit serius pada mata. Dari beberapa
masalah yang mungkin diderita oleh klien diantaranya Glaukoma, Katarak, dan

11
Hipermetropi. Namun jika dilihat dari tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien.
Klien lebih cenderung mengalam Glaukoma.

Glaukoma adalah penyakit mata di mana terjadi kerusakan saraf optik yang
diikuti gangguan pada lapang pandangan yang khas. Kondisi ini utamanya diakibatkan
oleh tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan
pengeluaran cairan bola mata (humour aquous). Penyebab lain kerusakan saraf optik
antara lain gangguan suplai darah ke serat sarafoptik dan kelemahan/masalah saraf
optiknya sendiri. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma
sekunder dan glaukoma kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak
diketahui penyebabnya. Glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma)
biasanya merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma primer sudut tertutup
(primary angle closure glaucoma) bisa berupa glaukoma sudut tertutup akut atau kronis.
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit mata
lain, trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang berlebihan atau penyakit
sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak
dilahirkan, dan biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan di dalam mata
tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan pembesaran mata bayi. Di samping
itu glaukoma dengan kebutaan total disebutjuga sebagai glaukoma absolut.

Sebagian besar glaukoma merupakan glaukoma primer. Orang keturunan Asia


lebih sering menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan orang keturunan Afrika dan
Eropa lebih sering menderita glaukoma sudut terbuka. Faktor risiko utama adalah
meningkatnya usia dan faktor keturunan. Faktor risiko lain antara lain miopia tinggi,
diabetes melitus, hipertensi dan pengobatan dengan steroid lama

12
Konsep Medis
1. Definisi
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20 mmHg). Tekanan yang tinggi,
kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan konvresi saraf obtikus ketika
saraf tersebut keluar dari bola mata sehingga terjadi kematian serabut saraf.
(Patofisiologi,Ellizabeth J.Corwin)
Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan didalam bola mata disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi cairan dan pembuangan cairan dalam bola mata dan
tekanan yang tinggi dalam bola mata bisa merusak jaringan-jaringan saraf. Saraf halus
yang ada di retina dan dibelakang bola mata. (Sidarta Ilyas, 2010)
2. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliari
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata didaerah sudut bilik mata/dicela pupil
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah
a. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 %
daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah

13
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.
3. Manifestasi Klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis
vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara
perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak
menampakan kelainan selama stadium dini.
Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat
pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit
hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah : (Harnawartiaj, 2008)
a. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
b. Kornea suram.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya.
f. Udema kornea.
g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
h. Lensa keruh.
Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas,
2004)

a. Tekanan bola mata yang tidak normal

b. Rusaknya selaput jala

c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir
dengan kebutaan.

14
4. Klasifikasi

Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2003)

a. Glaukoma primer

1) Glaukoma sudut terbuka

Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua


mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem,
dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal
biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior
normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2) Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat
humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan
meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan
terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma .
Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab :
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea

3) Trauma

4) Bedah

15
c. Glaukoma kongenital

1) Primer atau infantil

2) Menyertai kelainan kongenital lainnya

d. Glaukoma absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi


kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta
ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit
berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah
tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2.5 Patofisiologi
Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus
ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueua humor
mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work
dan kanal schlem. Tekana intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmhg
tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH di bilik mata
depan.
Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga
dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya
menyebabkan kesrusakan jaringan yang dimula dari perifir menuju ke fovea sentralis.
Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan
sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2017).
6 Komplikasi

16
1. Kebutuhan dapat terjadi pada semua jenis glukoma. Glukoma penutupan sudut
akut adalah suatu kedaruratan medis.
2. Agens topical yang digunakan untuk mengobati gluokoma dapat memiliki efek
sistematik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa
perburukan kondisi jantung, pernafasan, atau neurologis.
7 Penatalaksanaan
1. Tetes mata digunakan untuk menurunkan tekanan intraocular. Obat-obatan yang
paling sering digunakan adalah penyekat beta untuk mengurangi produksi
aqueous humor atau obat parasimpatomimetik untuk menyebabkan kontriksi
pupil dan meningkatkan aliran aqueous humor keluar dari mata
2. Pada glukoma penutupan sudut akut, diuretic dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan intraocular, pembedahan dapat diperlukan. Tekanan
intraocular harus dipantai setiap tahun pada individu yang berusia lebih dari 40
tahun atau setiap individu yang mengalami peningkatan resiko gangguan ini.
3. Pembedahan yang meliputi iridektomi untuk glukoma penutupan sudut,
pembedahan dranaise, atau trabekuloplasti laser dapat digunakan untuk
memperbaiki aliran keluar aqueous humor.

17
KONSEP KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian

Kategori Subkategori Data subjektif Data objektif

Fisiologis Respirasi - Pernafasan 22 x/menit


-

Sirkulasi - -

Nutrisi dan Cairan - - Gds 210 mmHg

Eliminasi - -

Aktivitas dan
- -
Istirahat

Neurosensori - Pasien mengeluh


pandangan kabur.
- Anak pasien mengatakan
-
beberapa hari lalu ayhnya
sempat jatuh saat berjalan
didalam rumah
Reproduksi dan
- -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan


- -
Kenyamanan

Integritas Ego - Pasien mengeluh - Lemah

matanya kabur. - Jantung berdebar

- TIO 22 mmHg

18
- TD : 150/90 mmHg

- Nadi 110 x/menit

- Gds 210 mg/dl

Perilaku Pertumbuhan dan

Perkembangan - -

KebersihanDiri

Penyuluhan dan
- -
Pembelajaran

Relasional Interaksi Sosial -


-

Lingkungan Keamanan dan - Anak klien mengatakan

Proteksi beberapa hari lalu

ayahnya sempat jatuh saat

berjalan didalam rumah

a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

19
3.2. Diagnosa Keperawatan
No Data Subjektif Data Analisis Data Masalah Keperawatan
Objektif
1. Ds : Gangguan Persepsi
Usia (45 tahun keatas),
- Pasien mengeluh matanya Kronis (DM, Hipertensi,) Sensori B.d gangguan
Trauma mata
kabur penglihatan, usia lanjut
- Keadaan ini membuat Obstruksi jaringan d.d respon tidak sesuai
klien sulit melakukan trabikuler

aktivitas harian
Hambatan pengaliran cairan
humor aqueous
Do :
- Menggunakan Kaca
TIO meningkat
Mata
- TIO 22 mmHg
GLAUKOMA

Gangguan saraf optik

Terjadi tekanan pada saraf


optic dan retina

Pandangan Kabur

DX. Gangguan Persepsi


Sensori

2. Ds : Resiko Jatuh d.d


Usia (45 tahun keatas),
- Anak klien Kronis (DM, Hipertensi,) gangguan penglihatan
Trauma mata
mengatakan beberapa (mis. Glaukoma,

20
hari lalu ayahnya katarak,ablasio retina,
sempat jatuh saat neuritis optikus),
Obstruksi jaringan
berjalan didalm trabikuler perubahan kadar
rumah. glukosa darah
Hambatan pengaliran cairan
- Pasien mengeluh humor aqueous

matanya kabur
TIO meningkat
Do :
- TIO 22 mmHg
GLAUKOMA
- Gds 210 mmHg

Gangguan saraf optik

Terjadi tekanan pada saraf


optic dan retina

Pandangan Kabur

Kebutaan

DX. Resiko Jatuh

21
Usia (45 tahun keatas), Kronis
(DM, Hipertensi,) Trauma mata

Pathway
Obstruksi jaringan trabikuler

Hambatan pengaliran cairan


humor aqueous

TIO meningkat

GLAUKOMA

Gangguan saraf optik

Terjadi tekanan pada saraf optic


dan retina

DX. Gangguan Persepsi Pandangan Kabur


Sensori

Kebutaan

DX.22
Resiko Jatuh
3.3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI Rasional
1 Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensori Minimalisasi rangsangan Minimalisasi rangsangan
B.d gangguan penglihatan,
Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi :
usia lanjut d.d respon tidak
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. periksa status mental, 1. untuk mengetahui seberapa
sesuai (D.0085)
Kategori : psikologis maka gangguan persepsi sensori status sensori, dan tingkat besar tingkat kenyamanan pada

Subkategori : Integritas ego membaik dengan kriteria hasil : kenyamanan (mis. Nyeri, pasien dan status mental serta

Definisi : perubahan persepsi 1. Verbilisasi melihat kelelahan) status sensori pasien.

terhadap stimulus baik internal bayangan (4)


Terapeutik : Terapeutik :
maupun eksternal yang 2. Kosentrasi (4)
1. batasi stimulus 1. agar klien merasa lebih nyaan
disertai dengan respon yang
Keterangan : lingkungan (mis. Cahaya, dengan lingkungannya.
berkurang, berlebihan atau
1. Meningkat suara, aktivitas) 2. Untuk mengetahui tingkat
terdistori.
2. Cukup meningkat 2. diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
Penyebab :
3. Sedang toleransi terhadap beban sesnsori pada klien.
1. Gangguan penglihatan
4. Cukup menurun sensori (mis terlalu
Gejala dan tanda Mayor
5. menurun terang)
Edukasi :
Subjektif :-
Edukasi :

23
Objektif :- 1. ajarkan cara meminimalisir 1. Agar klien dapat mengatur

stimulus (mis. Mengatur stimulus yang akan dia alami.

pencahayaan ruang)

Kolaborasi : Kolaborasi :

1. kolaborasi pemberian obat 1. Agar klien dapat mengetahui


yang mempengaruhi jenis obat yang akan dia
persepsi stimulus. minum.
2 Resiko Jatuh d.d gangguan Tingkat jatuh Pencegahan jatuh Pencegahan jatuh
penglihatan (mis. Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi :
Glaukoma, katarak,ablasio 1. Identifikasi faktor resiko 1. Untuk mengetahu faktor yang
keperawatan selama 3 x 24 jam
retina, neuritis optikus), jatuh (mis. Gangguan menyebabkan jatuh
maka resiko jatuh menurun
perubahan kadar glukosa penglihatan) 2. Untuk mengetahui berapa kali
darah (D.0143) dengan kriteria hasil : 2. Hitung resiko jatuh pasien terjatuh
Kategori : Lingkungan menggunakan skala. Terapeutik :
1. Jatuh saat berjalan (2)
Subkategori : Keamanan Terapeutik : 1. Agar keluarga dan pasien
dan Proteksi Keterangan : 1. Orientasikan ruangan pada mengenal ruangan yang ada
Definisi : beresiko mengalami pasien dan keluarga. disekitarnya.
1. Meningkat
kerusakan fisik dan gangguan
kesehatan akibat terjatuh. 2. Cukup meningkat Edukasi : Edukasi :
Faktor Resiko : 3. Sedang

24
1. Gangguan penglihatan 4. Cukup menurun 1. Anjurkan memanggil 1. Agar jika klien ingin berjalan
(mis. Glaukoma, perawat jika membutuhkan dia bisa memanggil perawat
5. menurun
katarak,ablasio retina, bantuan untuk berpindah yang ada diruangan.
neuritis optikus),
Manajemen Keselamatan
2. perubahan kadar Manajemen Keselamatan
Lingkungan
glukosa Lingkungan.
Observasi :
Observasi :
1. Untuk mengetahui kebutuhan
1. Identifikasi kebutuhan
yang diperlukan untuk
keselamatan
keselamatan.
2. Monitor perubahan status
2. Untuk mengetahui perubahan
keselamatan lingkungan.
status keselamatan yang ada
dilingkungan sekitar.

Terapeutik : Terapeutik :
1. Hilangkan bahaya 1. Agar klien tetap aman dalam
keselamatan lingkungan melakukan aktivitas
(mis. Fisik, biologi, dan 2. Agar tidak terjadi lagi bahaya
kimia) jika memungkinkan dan resiko jatuh
2. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan resiko
Edukasi :
Edukasi :

25
1. Ajarkan individu, keluarga 1. Agar individu dan keluarga
dan kelompok resiko tinggi mengetahui kelompok resiko
bahaya lingkungan tinggi bahaya pada
lingkungan.

26
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20 mmHg). Tekanan yang tinggi,
kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan konvresi saraf obtikus ketika
saraf tersebut keluar dari bola mata sehingga terjadi kematian serabut saraf.
(Patofisiologi,Ellizabeth J.Corwin)

27
DAFTAR PUSTAKA

Qraxina Chaidir, Fifin Luthfia Rahmi, Trilaksana Nugroho. 2016. HUBUNGAN


TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN
KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT. Semarang. Diakses pada tanggal 2
September pada pukul 13.00. file:///C:/Users/Windows%2010/Downloads/15780-
32172-1-SM(1).pdf

Novalia Larissa Fandhira, Maharani, Riski Prihatningtias. 2017. PENGARUH


LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TEKANAN INTRAOKULER.
Semarang. Diakses pada tanggal 3 September pada pukul 16.00.
file:///C:/Users/Windows%2010/Downloads/18608-37670-1-PB.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan
pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan
pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai