Anda di halaman 1dari 26

ASKEP HHNK

A.PENGERTIAN
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah
suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada
penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)
Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah
sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara
relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM.
Secara klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat
yang mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi, tidak
ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah
keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes
melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula
darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi
hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum,
biasa terjadi pada DM tipe II.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah
suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat,
hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai
penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma
hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang
ditandai dengan :
1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi.
B.ETIOLOGI
a.Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
b.Increase exogenous glukose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
c. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid,
thiroid)
d. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
e. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits
dan gangguan kardiovaskular.
f. Pembedahan/operasi.
g. Pemberian cairan hipertonik.
h. Luka bakar.
Faktor risiko:
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27
(kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250
mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu)
(http://endokrinologi.freeservers.com)
C.MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK
adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan
muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing,
pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah
(www.tabloid-nakita.com).
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi,
hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400
mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala
gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan
pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal
(disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.

D.PATOFISIOLOGI
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan
hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan
hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga
terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat
meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke
dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi
haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan
melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat
mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan
( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan
kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya
potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat
diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk
gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini
akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan
merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal
menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat
lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan
menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel
kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak
dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis
akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis
osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem
saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan
cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah
dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah,
tromboemboli, infark cerebral, jantung.

E.KOMPLIKASI
a. Koma.
b. Gagal jantung.
c. Gagal ginjal.
d. Gangguan hati.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan
1.Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan
mengunkan cairan
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau
hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan
perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangan dan diberikan
dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil
harus mendapatkan pertimbangan untuk
pasien dengan kegagalan jantung, penyakit
ginjal atau hipernatremia.
Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar
glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2.Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa
pasien hipersemolar hiperglikemik non
ketotik sensitif terhadap insulin dan
diketahui pula bahwa pengobatan dengan
insulin dosis rendah pada ketoasidosis
diabetik sangat bermanfaat. Karena itu
pelaksanaan pengobatan dapat
menggunakan skema mirip proprotokol
ketoasidosis diabetik
3.Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik.
Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus
segera diberikan
4.Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan
infus set, kateter
G.PATHWAY

< hormon insulin > hormon glukagon

akumulasi glukosa di plasma glikogenesis

transport
kadar glukosa plasma 
glukosa
ke sel 
hiperglikemia hemokonsentrasi

makanan
sel < glikosuria viskositas darah 
tromboemboli

poliphagia diuresis osmotik >> gang. transport O 2


hipertrofi ventrikel

poliuria iskemia jaringan Gagal


Jantung

kehilangan cairan >> nekrosis


otak

G3 perfusi jaringan potasium, sodium,


Koma
phospat 

imbalance elektrolit metabolisme anaerob


kesadaran 
merangsang dehidrasi asam laktat 
pusat haus
Jalan napas ≠
efektif
hiperosmolar fatigue
polidipsi

Intoleransi aktivitas
hipovolume

Vol. cairan < dari kebutuhan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Primery Survey
a. Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena
adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari
gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi.
Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang
berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga
akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability
2. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil,
perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to
toe.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis
sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun
disertai tanda kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir
dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari
pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
a. Pemeriksaan fisik
1) Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek
normal,menurun atau tidak ada.
2) Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau
acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
3) Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural,
Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ),
Capilary refill > 3 detik.
4) Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ),
Nocturia, inkontinensia
5) Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering,
Turgor kulit tidak elastis, Mata lembek, Mempunyai
infeksi kulit, luka sulit sembuh.
6) Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising
usus)

3. Tersier Survey
1. Riwayat Keperawatan
a. Persepsi-managemen kesehatan
 Riwayat DM tipe II
 Riwayat keluarga DM
 Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b. Nutrisi – metabolik
 Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa
haus.
 Anorexia
 Berat badan turun.
c. Eliminasi
 Poliuria, nocturia.
 Diarhe atau konstipasi.
d. Aktivitas – exercise
 lelah, lemah.
e. Kognitif
 Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
 Penglihatan kabur.
 Gangguan sensorik.
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
2. Gas darah arteri: biasanya normal.
3. Elektrolit  biasanya rendah karena diuresis.
4. BUN dan creatinin serum  meningkat karena
dehidrasi atau ada gangguan renal.
5. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
6. pH > 7,3.
7. Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
8. Sel darah putih  meningkat pada keadaan infeksi.
9. Hemoglobin dan hematokrit  meningkat karena
dehidrasi.
10. EKG  mungkin aritmia karena penurunan
potasium serum.
11. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
B. Prioritas Masalah.
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Jalan napas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas
5.
6.

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi.


1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan deuresis osmotik
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan
lamanya atau intensitas dari gejala seperti pengeluaran
urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya.
b. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat
dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari
10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau
berdiri.
c. Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan
yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris
terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat
dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot
bantu napas, dan adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola
dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal,
pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan mungkin
pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan
kompensasi pada asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal
umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari
dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau
setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau
melalui oral sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah
hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan
cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium yang
tinggi mencerminkan kehilangan cairan atau dehidrasi berat
atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi
aldosteron.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya


gangguan transport O2
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan
pantau tanda vital sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi
adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan
tindakan medis dengan segera.
b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia)
dan disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti
masase punggung, lingkungan yang tenang, suara yang
halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang
belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti
refleks menelan, batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada
tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat
berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya
kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya
refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla.
Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma
sepanjang jalur pyramidal pada otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai
toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada
posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi
pemasukan cairan dan berikan larutan hipertonik atau
elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
Restriksi cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi
cairan tubuh total dan selanjutnya akan menurnkan edema
serebral terutama saat munculnya SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan
TIK.
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan
atau kronisnya proses penyakit.

b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane


mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan.
Rasional:
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara
atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels basah
menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau
dekompensasi jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya
perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung.
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial
atau masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi
menurun depresi anestesi atau nyeri, juga selama periode
kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional
alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat
kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat
menunjukkan kebutuhan untuk dukungan ventilasi.
Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan
penurunan kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan
identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga,
kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena
proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium
dan kalium.
b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat
jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin
sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang
cukup atau tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah
sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi,
berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom
berkaitan dengan kekurangan insulin secara relative, paling
sering terjadi pada panderita NIDDM.
2. Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada
diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan
usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.
3. Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan
hormon glukagon.
4. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan
glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di
plasma.
5. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis
yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.
6. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar.
7. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler
ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi
VI, volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi 4.. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-
bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
Asman. 1996. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
balai penerbit FKUI.

ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN
HIPERGLIKEMIA HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat I
Pengampu: Priyanto S.Kep, Ns.

Disusun oleh :
Nori sulistyawati 010401072
Nursalim 0104010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO
UNGARAN
2007

Anda mungkin juga menyukai