Anda di halaman 1dari 13

BAB II

HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK STATE

A. Definisi
Hiperosmolar hiperglikemia state adalah komplikasi metabolik akut
diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang lebih
tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600
mg/dL) yang tanpa disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat
menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera ditangani

B. Anatomi dan Fisiologi

Pankreas adalah suatu organ yang berbentuk pipih terletak di belakang


rongga abdomen dan di bawah lambung yang terdiri dari jaringan eksokrin
dan endokrin. Bagian eksokrin pankreas mengeluarkan larutan basa encer
dan enzim-enzim pencernaan melalui duktus pankreatikus kedalam lumen
saluran pencernaan tepatnya di ampula vateri. Diantara sel-sel eksokrin
pankreas tersebar kelompok-kelompok atau pulau-pulau sel endokrin yang
juga dikenal sebagai pulau-pulau langherhans (islets of langerhans). Jenis
sel endokrin pankreas yang paling banyak dijumpai adalah sel beta dimana
pada sel beta ini merupakan tempat sintesis dari hormon insulin. Selain itu
terdapat juga sel alfa yang menghasilkan glukagon dan sel delta adalah sel
untuk mensintesis somatostatin sedangkan sel endokrin yang paling jarang
yang ada pada pankreas adalah sel PP ,sel ini berfungsi untuk
mengeluarkan polipeptida pankreas. Hormon pankreas yang paling penting
untuk mengatur metabolisme tubuh adalah insulin dan glukagon.
Fungsi fisiologis hormon insulin adalah sebagai berikut :
1. Insulin menyediakan glukosa untuk sebagian besar sel tubuh, terutama
untuk otot dan adiposa, melalui peningkatan aliran glukosa yang
melewati membrane sel dalam mekanisme carier.
2. Insulin memperbesar simpanan lemak dan protein dalam tubuh pertama
dengan cara meningkatkan transport asam amino dan asam lemak dari
darah kedalam sel yang kedua meningkatkan sintesis protein dan
lemak, serta menurunkan katabolisme protein dan lemak.
3. Insulin meningkatkan penggunaaan karbohidrat untuk energy

C. Etiologi
1. Lansia dengan  riwayat DM tipe 2 (NIDDM)
2. Dehidrasi akibat hiperglikemia
3. Insulin tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia tetapi cukup untuk
mencegah ketoasidosis signifikan
4. Sakit berat atau stres fisiologis pada pasien usia lanjut

D. Patofisiologi
Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS) terjadi sebagai akibat dari
kombinasi penurunan fungsi insulin dan peningkatan kontra-regulatori
hormon, seperti glukagon, katecholamin, kortisol, dan growth hormon yang
ditandai dengan sindrom HHS yaitu dehidrasi, hiperglikemia, hiperosmolar
tanpa disertai adanya ketosis. Hal ini menyebabkan peningkatan
glukoneogenesis di hati dan produksi insulin di ginjal serta gangguan
penggunaan insulin pada jaringan perifer, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan hiperglikemi dan hiperosmolar pada ruang ekstraseluler tanpa
ketosis karena pada HHS insulin plasma tidak adekuat untuk memfasilitasi
penggunaan glukosa oleh jaringan akan tetapi sangat adekuat untuk
mencegah lipolisis dan ketogenesis lewat mekanisme yang belum diketahui.
HHS biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, penyakit penyerta, infeksi,
efek pengobatan, penyalahgunaan obat, dan noncompliance.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat
seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan
ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Temuan
laboratorium awal pada pasien dengan HHS adalah kadar glukosa darah
yang sangat tinggi ( >600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi
( >320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]) dengan Ph lebih besar dari 7,30
dan disertai ketonemia ringan. HHS menyebabkan tubuh banyak kehilangan
berbagai macam elektrolit.
Pathway
Defisiensi Insulin Peningkatan Hormon Defisiensi Insulin Relatif

Penurunan Peningkatan Ketogenesis


sintesis protein Proteolisis sedikit/ tidak ada

Peningkatan substrat glukoneogenik

Penurunan utilisasi glukosa Peningkatan glukoneogenesis Peningkatan glicogenolisis

Hiperglikemi

Glikosuria

Kehilangan air dan elektrolit Hiperosmolar

Gangguan fungsi ginjal

Status Hiperglikemi Hiperosmolar (HHS)

Defisiensi insulin Anabolisme Hiperglikemi Diuresis


protein menurun osmotik
Katabolisme
protein Fleksibilitas
Kekebalan darah merah Poliuria
meningkat tubuh menurun

Pelepasan O2 Dehidrasi Kekurangan


Merangsang volume cairan
Neuropati perifer
hipotalamus
Hipoksia Ketidakefektifan
Resiko cedera perifer pola nafas
Pusat lapar
& haus
Nyeri
Polidipsi &
polipagi

Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
E. Manifestasi Klinik
1. Hiperglikemia : glukosa serum 600 mg/dl atau lebih
2. Hiperosmolaritas : osmolalitas 320 mOsm/kg atau lebih
3. Dehidrasi berat
4. pH >7,3
5. Konsentrasi bikarbonat >15 mEq/L
6. Tanpa ketoasidosis bermakna, ketonuria sedikit, ketonemia rendah/tidak
ada
7. Pada pasien DM tipe 2
8. Poliuri, polidipsi, polifagi
9. BB turun drastis
10. Mual, muntah
11. Nyeri perut tidak tipikal
12. Dehidrasi
13. Badan lemas
14. Deficit neurology fokal/global: kejang, hemiparesis, deficit sensoris,
pandangan kabur
15. Gangguan kesadaran (apatis-koma)

F. Komplikasi
1. Koma
2. Gagal jantung
3. Gagal ginjal
4. Gangguan hati

G. Penatalaksanaan
1. Terapi cairan
Jika kadar gula darah mencapai 300 mg/dL pada HHS, penggantian
cairan harus mengandung glukosa 5-10% untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia karena pemberian insulin juga akan dilakukan untuk
koreksi keadaan ketonemia. Tujuan dari terapi ini adalah untuk
mengganti setengah defisit cairan selama 12 – 24 jam. Kegagalan
koreksi keadaan dehidrasi dapat mengakibatkan penundaan pada
koreksi elektrolit.
2. Terapi insulin
Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300
mg/dL pada SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05
U/kgBB/jam (3-5 U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa
5-10% secara intravena. Pemberian insulin tetap diberikan untuk
mempertahankan glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan
ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium yang dapat ditemukan:

Kriteria diagnostik dan klasifikasi HHS


Glukosa plasma(dalam mg/dL) > 600
pH arteri > 7,3
Bikarbonat serum(dalam mEq/L) > 15
Keton urin + ringan/-
Keton serum + ringan/-
Osmolalitas serum (dalam > 320
mOsm/kg)*
Anion Gap <>

* Osmolalitas darah = 2(Na serum) + Glukosa plasma/18.

Hasil laboratorium yang perlu dipantau pada HHS:

1. Natrium : Efek osmotik dari keadaan hiperglikemia membuat cairan


berpindah dari ekstravaskular ke intravaskular. Untuk setiap 100 mg/dL
glukosa (jika kadar glukosa > 100 mg/dL), kadar natrium serum dapat
menurun hingga 1,6 mEq/L. Ketika kadar glukosa turun, maka natrium
serum dapat meningkat.
2. Kalium : Kadar kalium dapat bervariasi. Kondisi asidosis pada pasien
dapat menyebabkan perpindahan kalium dari intraseluler ke
ekstraseluler sehingga akan terjadi hiperkalemia.1 Keadaan defisiensi
insulin yang lama pada pasien DM membuat pasien mengalami
hiperkalemia ringan yang kronik. Pada keadaan akut, pasien dapat
mengalami ekskresi kalium yang berlebih melalui ginjal ataupun
gastrointestinal karena kondisi diuresis osmotik, sehingga terjadi
masking effect yang dapat membuat kadar kalium dalam kisaran normal.
Oleh karena itu, pada penatalaksanaan keadaan akut pasien DM, baik
pada pemberian kalium maupun terapi insulin, kadar kalium harus selalu
dievaluasi dengan ketat agar tidak terjadi aritmia jantung.
Elektrokardiogram dapat digunakan sebagai sarana evaluasi keadaan
jantung.
3. Peningkatan kadar BUN, sebagai pengaruh dari keadaan dehidrasi
pasien. Kadarnya harus dipantau untuk melihat ada tidaknya
insufusiensi renal.
4. Urinalisis : Digunakan untuk menilai adanya glukosuria atau ketosis urin.
Selain itu, urinalisis juga dapat digunakan jika dicurigai terjadi infeksi
pada traktus urinarius.

I. Masalah Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian HHS pada KGD didasarkan pada prinsip – prinsip skala


prioritas : Airway (A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian
esensial yang lain.

1. Anamnesa
2. Keluhan utama
3. Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas,
luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan
sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati
atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.
4. Riwayat penyakit sekarang, Berapa berat keluhan yang dirasakan
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis. Penyakit
hipertensi dan pankreatitis kronik.
7. Riwayat penyakit keluarga, DM dan penyakit jantung pada anggota
keluarga.
8. Riwayat psikososial spiritual

a. Persepsi klien tentang penyakitnya


b. Apakah penyakit tersebut menggangu jiwanya

Pengkajian pola fungsional

1. Aktivitas / istirahat
a. lemah, lelah, kejang otot, gangguan istirahat tidur
b. Takhikardi, tachipneu saat istirahat / aktifitas, koma, penuruna
kekuatan otot.

2. Sirkulasi

a. Riwayt hipertensi, penyembuhan luka yang lambat


b. Takhikardi, hipertensi, penurunan nadi, disritmia, kulit kering

3. Eliminasi

a. Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare


b. Oliguri/ anuri, urin keruh, bising usus turun

4. Makanan/ cairan

a. Anoreksia, mual, muntah, haus


b. Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah

5. Respirasi

a. Batuk dengan atau tanpa sputum


b. Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton

6. Neurosensori

a. Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia, gangguna


penglihatan
b. Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan memori, kejang.

7. Keamanan

a. Kulit kering, ulserasi kulit


b. panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM
Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d dilatasi lambung ditandai dengan


asidosis metabolik.
2. Pola nafas tidak efektif b/d peningkatan respirasi ditandai dengan
pernafasan kusmaul
3. Ketidakseimbangan cairan b/d dehidrasi ditandai dengan poliuri
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asidosis
metabolik ditandai mual, muntah, anoreksia
5. Resiko cedera dengan faktor resiko suplai O2 ke otak turun ditandai
dengan kesadaran menurun

Intervensi

No Dx. NOC NIC


Keperawatan
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Pain Management
nyaman : nyeri keperawatan selama 3 × 15 1. Lakukan pengkajian
b/d dilatasi menit, diharapkan pasien nyeri yang
lambung ditandai menunjukkan pengendalian komperhensif meliputi
dengan asidosis nyeri, dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
metabolik. Pain Control awitan dan durasi,
1.Mengenali awitan nyeri frekuensi, kualitas,
2.Menggunakan tindakan intensitas atau
pencegahan keparahan nyeri, dan
3.Melaporkan nyeri dapat faktor presipitasinya.
dikendalikan 2. Observasi isyarat
4.Ekspresi wajah pasien nonverbal
rileks. ketidaknyamanan,
5.Mempertahankan tingkat khususnya pada
nyeri atau nyeri berkurang mereka yang tidak
6.Skala nyeri 0 mampu berkomunikasi
7.Tanda-tanda vital dalam efektif.
batas normal 3. Monitor tanda-tanda
8.Tekanan darah : 120/80 vital
mmHg 4. Lakukan perubahan
9.Nadi : 60-100 x/menit posisi, mesase
10. Pernapasan : 16-20 x/menit punggung, dan
11. Suhu : 36,5 – 37,5 °C relaksasi
5. Berikan posisi yang
nyaman
6. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri,
berapa lama akan
berlangsung, dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(misalnya relaksasi,
terapi music, distraksi,
kompres hangat atau
dingin dan mesase)
sebelum, setelah, dan,
jika memungkinkan,
selama aktifitas yang
menimbulkan nyeri.
8. Tingkatkan istirahat
pasien
9. Kolaborasikan untuk
pemberian analgesik
sesuai intruksi dokter.

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management


efektif b/d keperawatan selama 3 x 15 1. Buka jalan nafas,
peningkatan menitpola nafas pasien efektif guanakan teknik chin
respirasi ditandai dengan kriteria hasil: lift atau jaw thrust bila
dengan Respiratory status : Airway perlu
pernafasan patency 2. Posisikan pasien
kusmaul Kriteria Hasil : untuk
1. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan
efektif dan suara nafas ventilasi
yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien
sianosis dan dyspneu perlunya
(mampu mengeluarkan pemasangan alat
sputum, mampu bernafas jalan nafas buatan
dengan mudah, tidak ada 4. Pasang mayo bila
pursed lips) perlu
2. Menunjukkan jalan nafas 5. Lakukan fisioterapi
yang paten (klien tidak dada jika perlu
merasa tercekik, irama 6. Keluarkan sekret
nafas, frekuensi dengan batuk atau
pernafasan dalam rentang suction
normal, tidak ada suara 7. Auskultasi suara
nafas abnormal) nafas, catat adanya
3. Tanda Tanda vital dalam suara tambahan
rentang normal (tekanan 8. Lakukan suction pada
darah, nadi, pernafasan) mayo
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan
status O2
3. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan Fluid Management
an cairan b/d keperawatan selama 3 x 15 1. Kaji riwayat
dehidrasi menit kebutuhan cairan pasien pengeluaran
ditandai dengan seimbang dengan kriteria berlebih : poliuri,
poliuri hasil: muntah, diare
1. Tidak ada tanda-tanda 2. Pantau tanda vital
dehidrasi 3. Kaji nadi perifer,
2. Mempertahankan urine pengisian kapiler,
output sesuai dengan turgor kulit dan
intake cairan membrana mukosa
3. Tanda-tanda vital dalam 4. Ukur BB tiap hari
rentang normal 5. Pantau masukan
dan pengeluaran,
catat BJ Urine
6. Berikan cairan paling
sedikit 2500 cc/hr
7. Kolaborasi
8. Berikan NaCl, ½
NaCl, dengan atau
tanpa dekstrose
9. Pantau pemeriksaan
laboraorium : Ht,
BUN/Creatinin, Na,
K
10. Berikan Kalium atau
elektrolit IV/Oral
11. Berikan Bikarbonat
12. Pasang selang NG
dan lakukan
penghisapan

4. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


an nutrisi kurang keperawatan selama 3 x 24 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan jam ketidakseimbangan nutrisi makanan
tubuh b/d kurang dari kebutuhan tubuh 2. Kolaborasi dengan
asidosis teratasi dengan kriteria hasil: ahli gizi untuk
metabolik Nutritional Status : food and menentukan jumlah
ditandai mual, Fluid Intake kalori dan nutrisi yang
muntah, Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien.
anoreksia 1. Adanya peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan meningkatkan intake
tujuan Fe
2. Berat badan ideal sesuai 4. Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein
3. Mampu mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi
4. Tidak ada tanda tanda gula
malnutrisi 6. Yakinkan diet yang
5. Tidak terjadi penurunan dimakan mengandung
berat badan yang berarti tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan  dan
tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
5. Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Environment
dengan faktor keperawatan selama …x… Management
resiko suplai O2 masalah keperawatan teratasi 1. Sediakan lingkungan
ke otak turun dengan kriteria hasil: yang aman untuk
ditandai dengan Risk Control pasien
kesadaran 1. Pasien tidak mengalami 2. Identifikasi kebutuhan
menurun cedera keamanan pasien
2. Pasien mampu melakukan sesuai dengan
Teknik untuk mencegah kondisi fisik
cedera 3. Pasang side rail
Safety Status untuk mencegah
1. Pasien mampu cedera
menjelaskan kembali pada 4. Dekatkan barang-
perawat car mencegah barang agar dalam
cedera jangkauan pasien
2. Pasien dapat memodifikasi Fall Prevantion
gaya hidup untuk 1. Ajarkan pasien cara
mencegah cedera mobilisasi untuk
menghindari trauma
1. Gunakan
pengekangan fisik
untuk mengurangi
potensi gerakan tidak
aman

Anda mungkin juga menyukai