Anda di halaman 1dari 4

Kajian Tentang Pengertian Malu dalam Islam dan Sifat

Malu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam – Kitab Ahsanul


Bayan
Pada kesempatan yang lalu, kita baca satu hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
dihukumi oleh ulama dengan hadits hasan li ghairihi. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ِ َ‫َّللاِ َح هق ْال َحي‬


‫اء‬ ‫ا ْستَحْ يُوا ِم ْن ه‬

“Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.” Kemudian para sahabat
berkata, “Wahai Nabi Allah, kita semua malu dan segala puji milik Allah.” Kemudian Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

‫ َو َم ْن‬، ‫ َو ْلتَذْ ُك ْر ْال َم ْوتَ َو ْالبِلَى‬،‫طنَ َو َما َح َوى‬ ْ َ‫ َو ْالب‬،‫س َو َما َو َعى‬ َ ْ‫الرأ‬‫ظ ه‬ ِ َ‫َّللاِ َح هق ْال َحي‬
َ َ‫اء أ َ ْن تَحْ ف‬ ‫ْس ذَاكَ َولَ ِك هن ِاِل ْستِحْ يَا َء ِم ْن ه‬
َ ‫لَي‬
ِ ‫َّللاِ َح هق ْال َح َي‬
‫اء‬ ‫ فَ َم ْن فَ َع َل ذَلِكَ فَقَدْ ا ْستَحْ َيا ِم ْن ه‬،‫أ َ َرادَ ْاْل ِخ َرة َ ت ََركَ ِزينَةَ الدُّ ْن َيا‬

Baca Juga:
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 143 - 144

“Bukan itu yang dimaksud, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu yang
pertama kamu menjaga kepalamu dan apa yang ada di sekitar kepalamu, dan kau jaga
perutmu dan apa yang masuk ke dalam perutmu, kau mengingat kematian serta kebinasaan,
barangsiapa yang menginginkan akhirat hendaknya dia meninggalkan perhiasan dunia,
barangsiapa yang sanggup melakukan hal itu maka dia telah malu kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan sebenar-benar malu.” (HR. Tirmidzi)

Para pertemuan yang lalu kita telah membahas tentang makna dari menjaga kepala dan apa
yang ada di sekitar kepala. Ini adalah malu yang pertama menurut Rasul Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, malu kepada Allah.

2. Menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya

“Menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya” atau bisa juga diartikan “kau jaga perut
dan apa yang ada di sekitar perut.”

Syaikh Rahimahullah berkata, “jaga perutmu dari yang haram.” Beliau juga berkata bahwa
orang yang memakan riba, maka dia belum malu kepada Allah. Orang yang menyogok dan
disogok terlaknat dalam hal apapun. Sebab dari kehancuran adalah menyogok dan
disogok. Orang yang memenuhi perutnya dengan memakan hasil sogokan, dia belum malu
kepada Allah.

Orang yang menipu ketika melakukan jual beli, dia makan dan anak-anaknya juga diberi
nafkah dengan hasil tipuan, dia belum malu kepada Allah.Dan perlu diingat bahwa Rasul
yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Sallam bersabda:
Baca Juga:
Beriman kepada Nama dan Sifat Allah - Kitab Mausu'ah Fiqh Al-Qulub (Ustadz Badrusalam,
Lc.)

‫ار أَ ْولَى بِ ِه‬ ٍ ْ‫ُك ُّل لَحْ ٍم نَبَتَ ِم ْن سُح‬


ُ ‫ت فَالنه‬

“Setiap daging yang tumbuh karena barang yang haram maka lebih pantas untuk dibakar
dengan api.” (HR. Thabrani)

Kata Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

ْ ‫َو ْال َب‬


‫طنَ َو َما َح َوى‬

“Kau jaga perut dan yang ada di sekitar perut.” Masuk kedalamnya adalah kemaluan. Yakni
menjaga perut dan menjaga kemaluan di dalam hadits yang shahih dikeluarkan oleh Al-
Bukhari Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ْ َ‫ض َم ْن ِلي َما بَيْنَ لَحْ يَ ْي ِه َو َما َبيْنَ ِرجْ لَ ْي ِه أ‬


َ‫ض َم ْن لَهُ ال َجنهة‬ ْ َ‫َم ْن ي‬

“Siapa yang menjamin kepadaku apa yang ada di antara kumis dan jenggotnya, dan diantara
dua kakinya, maka aku jamin untuknya surga.” (HR. Bukhari)

Maka kalau seseorang sudah bisa menjaga perut dan apa yang ada disekitar perut, maka
orang ini adalah orang yang bisa dikatakan malu kepada. Dan ini perintah dari Rasul:

ِ َ‫َّللاِ َح هق ْال َحي‬


‫اء‬ ‫ا ْستَحْ يَا ِم ْن ه‬

“Malulah kepada Allah sebenar-benar malu.”

Dan beliau juga berkata bahwa wajib bagi wanita untuk menjaga badannya dari tabarruj dan
dari berpakaian tapi telanjang.

3. Mengingat Kematian adalah Jenis malu kepada Allah

Diantara jenis malu kepada Allah adalah mengingat kematian. Diantara bentuk kurangnya
rasa malu yaitu lupa dengan kematian. Jadi kalau misalkan seseorang lupa dengan kematian,
maka jauh dari rasa malu kepada Allah. Oleh karena itu dianjurkan bagi kita semua untuk
mengingat kematian. Diantaranya bentuk memingat kematian adalah ziarah kubur. Kata
Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ziarah kubur itu mengingat akhirat.

Baca Juga:
Beribadah dengan Nama dan Sifat Allah - Bagian 5 - Kitab Mausu'ah Fiqh Al-Qulub (Ustadz
Badrusalam, Lc.)

Siapapun kita, kita akan menjadi seperti mereka. Kalau kita masuk ke kuburan, di sana ada
raja atau ada presiden atau ada jenderal atau ada orang kaya atau ada artis atau ada pedagang
atau ada siapapun. Kita semua menuju pada satu muara yang namanya kematian. Dan kita
akan sendiri menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sifat Malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam
Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada kita barangsiapa yang
menginginkan akhirat, maka hendaknya dia meninggalkan perhiasan dunia. Karena akhirat
adalah tempat yang hakiki. Dalilnya dari surat Al-Ankabut ayat 64, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

ُ‫ي ْال َحيَ َوان‬


َ ‫هار ْاْل ِخ َرة َ لَ ِه‬
َ ‫َوإِ هن الد‬

“Sesungguhnya negeri akhirat itu adalah negeri yang hakiki.” (QS. Al-Ankabut[29]: 64)

Rasul kita yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Sallam dan sahabatnya adalah contoh yang bisa
kita ambil tentang sifat malu. Di dalam surat Al-Ahzab ayat yang ke-53, Allah kabarkan
tentang sifat malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

َ ‫َاظ ِرينَ إِنَاهُ َولَ ٰـ ِك ْن إِذَا دُ ِعيت ُ ْم فَادْ ُخلُوا فَإِذَا‬


‫ط ِع ْمت ُ ْم‬ َ ‫ي إِ هِل أَن يُؤْ ذَنَ لَ ُك ْم إِلَ ٰى‬
ِ ‫طعَ ٍام َغي َْر ن‬ ِِّ ِ‫يَا أَيُّ َها الهذِينَ آ َمنُوا َِل تَدْ ُخلُوا بُيُوتَ النهب‬
‫ث‬ ْ
ٍ ‫ۚ فَانتَش ُِروا َو َِل ُم ْست َأنِسِينَ ِل َحدِي‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi sebelum
mendapatkan izin untuk makan di situ dengan tanpa menunggu masaknya makanan tersebut.
Akan tetapi apabila kalian diundang untuk masuk ke rumah Nabi, masuklah. Apabila kau
sudah makan, keluarlah. Jangan berlama-lama.”

Baca Juga:
Apakah Kebaikan Sebelum Masuk Islam Tetap Dicatat Oleh Allah?

Kenapa demikian? Dijelaskan oleh Allah di sini:

‫ي فَ َي ْستَحْ ِيي ِمن ُك ْم‬ ٰ


‫ِإ هن ذَ ِل ُك ْم َكانَ يُؤْ ذِي النه ِب ه‬

“Karena hal itu mengganggu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi malu untuk
menyuruh kalian keluar di rumah.”

Lihatlah sifat malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi malu untuk
menyuruh keluar dari rumah. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Allah tidak
malu untuk menjelaskan kebenaran. Allah kabarkan dalam ayat yang mulia ini tentang sifat
Nabi yang kita cintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu malu.

Kemudian Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu dalam hadits yang dikeluarkan oleh
Bukhari Muslim menjelaskan kepada kita tentang sifat malunya Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam:

‫ش ْيئًا َع َر ْفنَاهُ فِي َوجْ ِه ِه‬ ِ ‫شده َحيَا ًء ِمنَ ْالعَذْ َر‬
َ َ‫ َو َكانَ إِذَا ك َِره‬, ‫اء فِي ِخد ِْرهَا‬ َ َ ‫سله َم أ‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ َكانَ َر‬.
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki sifat pemalu dan lebih malu daripada gadis
pingitan. Dan apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salalm tidak menyukai sesuatu, kami
ketahui dari wajahnya.” (HR. Bukhari)

Kemudian penulis menurunkan sifat malunya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam, malunya Utsman bin Affan dan para malaikat. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dia
berkata:

، ُ‫ فَا ْست َأْذَنَ أَبُو بَ ْك ٍر َفأَذِنَ لَه‬، ‫ساقَ ْي ِه‬ َ ‫ أ َ ْو‬، ‫ كَا ِشفًا َع ْن فَ ِخذَ ْي ِه‬، ‫ط ِجعًا فِي بَ ْيتِي‬ َ ‫ض‬ ْ ‫سله َم ُم‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫َكانَ َر‬
‫سو ُل ِه‬
‫َّللا‬ ُ ‫س َر‬ َ
َ َ ‫ل‬ ‫ج‬َ ‫ف‬ ، ُ‫ان‬ ‫م‬
َ ْ ‫ث‬‫ع‬ُ َ‫ن‬ َ ‫ذ‬ ْ ‫َأ‬ ‫ت‬‫س‬ ْ ‫ا‬ ‫م‬
‫ه‬ ُ ‫ث‬ ، َ
‫هث‬ ‫د‬ ‫ح‬
َ َ ‫ت‬ َ ‫ف‬ ، َ‫ِك‬ ‫ل‬َ ‫ذ‬ ‫ك‬َ ‫ُو‬‫ه‬
َ َ ‫و‬ ، ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ َ‫ِن‬ ‫ذ‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ ، ‫ر‬ُ َ‫م‬ ‫ع‬
ُ َ‫ن‬ َ ‫ذ‬ ْ ‫َأ‬ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫ا‬ ‫م‬‫ه‬ ُ ‫ث‬ ، َ
‫هث‬ ‫د‬ ‫ح‬
َ َ ‫ت‬َ ‫ف‬ ، ‫ل‬
ِ َ‫ا‬ ‫ح‬ ْ
‫ال‬ َ‫ك‬ ‫َوه َُو َعلَى تِ ْل‬
: ‫شة‬ُ َ ِ‫ت َعائ‬ َ َ
ْ ‫ فَل هما خ ََر َج قَال‬، ‫هث‬ َ ‫اح ٍد – فَدَ َخ َل فَتَ َحد‬ َ ُ َ
ِ ‫ َو َِل أقو ُل ذلِكَ فِي يَ ْو ٍم َو‬: ٌ‫س هوى ثِيَا َبهُ – قَا َل ُم َح همد‬ َ ‫ َو‬، ‫سل َم‬ ‫ه‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬ َ
‫ أَ َِل‬: ‫س هويْتَ ِث َيا َبكَ فَقَا َل‬ َ َ ‫و‬ ‫س‬
َ‫ْت‬ َ ‫ل‬ ‫ج‬
َ َ ‫ف‬ ُ‫ان‬ ‫م‬
َ ْ ‫ث‬‫ع‬ُ ‫ل‬
َ ‫خ‬َ َ ‫د‬ ‫م‬
‫ه‬ ُ ‫ث‬ ، ‫ه‬
ِ ‫ل‬
ِ ‫ا‬ ‫ب‬ُ ‫ت‬
َ ْ َ ‫م‬ َ ‫ل‬ ‫و‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫َش‬
‫ْ ْ ه‬ ‫ت‬ ‫ه‬َ ‫ت‬ ‫م‬ َ ‫ل‬َ ‫ف‬ ‫ر‬ُ ‫م‬َ ‫ع‬
ُ ‫ل‬
َ ‫خ‬َ َ ‫د‬ ‫م‬
‫ه‬ ُ ‫ث‬ ، ‫ه‬
ِ ‫ل‬
ِ ‫ا‬ ‫ب‬ ُ ‫ت‬
َ ْ َ ‫م‬ َ ‫ل‬ ‫و‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫َش‬ ‫ت‬‫ه‬
‫َ ٍ ْ ْ ه‬َ ‫ت‬ ‫م‬ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ ‫ر‬ ْ
‫ك‬ ‫ب‬ ‫ُو‬ ‫ب‬َ ‫أ‬ ‫ل‬ َ ‫دَ َخ‬
ُ‫أ َ ْست َِحي ِم ْن َر ُج ٍل تَ ْست َِحي ِم ْنهُ ْال َم ََلئِ َكة‬

Baca Juga:
Masa Depan Dunia Ada di Tangan Islam - Aqidah Prioritas Utama (Ustadz Arman Amri, Lc.)

Pada suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berbaring di rumah saya
dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu
Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah
pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus
berbincang-bincang (tentang suatu hal). Lalu Umar bin Khaththab datang dan meminta izin
kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun
mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-
bincang (tentang suatu hal). Kemudian Utsman bin Affan datang dan meminta izin kepada
beliau untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk
masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. Nabi Muhammad
berkata; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama. Lalu Utsman masuk dan
langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah Utsman keluar dari
rumah, Aisyah bertanva; “Ya Rasulullah, tadi ketika Abu Bakar masuk ke rumah engkau
tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya. Kemudian ketika Umar datang dan masuk,
engkaupun menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika Utsman bin Affan
datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung
mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan
hal ini semua ya Rasulullah’?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Hai
Aisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang para malaikat
saja merasa malu kepadanya?.”. (HR. Muslim)

Anda mungkin juga menyukai