Anda di halaman 1dari 23

Semesta

Terkembang
Jadi Buku
S o l o E x h i b i t i o n b y A i d i Yu p r i

Saturday, January 12, 2013

Art Space:1 - Art:1


Jl. Rajawali Selatan Raya No. 3 Jakarta 10720
Ph. (021) 64700168 (hunting), Fax: (021) 64712243
info@mondecor.com I www.mondecor.com
twitter: Art: 1 Museum Jakarta
facebook: Mon Decor
Selamat tahun Baru! Kami dengan bangga membuka tahun 2013 dengan
This catalogue was published to accompany sebuah pameran tunggal Aidi Yupri melalui tema "Semesta Terkembang
the solo exhibition by Aidi Yupri
Jadi Buku" yang akhirnya bisa terealisasikan setelah direncanakan lebih dari
Semesta Terkembang Jadi Buku setahun yang lalu, setelah pamerannya yang terakhir diadakan di Mon
Decor Gallery.
12 - 26 January 2013
Sebuah kombinasi dari teknik yang sangat detail dan bahasa yang puitis
Venue dalam berkarya, Aidi Yupri masih konsisten dengan inspirasi alam.
Art Space:1 Karyanya terlihat kontemplatif, disajikan di atas kanvas tebal yang
berbentuk buku. Gagasan Aidi atas alam sekitarnya, berkembang karena
Curator
Suwarno Wisetrotomo keberadaan pohon yang tumbuh di sekelilingnya. Bagi Aidi, pohon bukan
sekedar bahan baku kertas, namun juga memiliki makna untuk mengingat
Colophon English Translation Pengantar Art:1 bahwa manusia sudah sepantasnya menjadi penjaga untuk kehidupan dari
Henny Rolan alam semesta; dan ketika mereka mengerti tujuan ini maka manusia bisa
mencapai hidup yang lebih religius dan spiritual.
Photographer
Art:1
Kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman Art:1, seniman, kolektor
Published by dan pecinta seni atas dukungan nya di Art:1. Kami mengucapkan selamat
Art:1 berpameran kepada Aidi Yupri dan kami haturkan terima kasih kepada
Jl. Rajawali Selatan Raya No. 3 Jakarta 10720, Indonesia Bapak Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran. Terima kasih kepada
Ph (021) 64700168 (hunting) Fax: (021) 64712243 Indonesia Tatler yang telah bekerja sama sebagai media partner serta PT
info@mondecor.com
David Roy Indonesia sebagai beverage sponsor. Akhir kata, kami ucapkan
www.mondecor.com
twitter: Art: 1 Museum Jakarta selamat menikmati karya-karya yang di pamerkan, dipilih khusus oleh team
facebook: Mon Decor Art:1. Semoga karya-karya tersebut membawa inspirasi dan membawa
semangat baru di dunia seni Indonesia di tahun 2013.

in association with: Salam hangat,

Monica Gunawan
media partner: Art:1

tea and coffee in partnership with:

02 03
Pertanyaan tentang untuk apa seni/karya seni, rupanya tak pernah usang.
Setidaknya pertanyaan itu menjadi semacam 'gangguan kecil' (bisa juga
'gangguan besar') bagi setiap seniman, ketika berada dalam proses kreatif
berkesenian. Sang seniman tak akan terganggu apabila sejak semula ia
hanya asyik sendiri dalam dunianya sendiri; apabila sang seniman –
dengan sadar atau tak sadar – menciptakan jarak dengan lingkungan
Happy New Year! We're excited to kick off the year with a solo exhibition by sosial-masyarakatnya. Berkarya seni hanya menjadi pemuas hasrat-hasrat
Aidi Yupri, titled "Universe Blooms Into A Book" - the exhibition which is personalnya, tanpa memikirkan tautan dengan lingkungan sekitarnya.
finally realized after being planned for over than a year, following Aidi Yupri's Seniman dengan tipe semacam ini cenderung akan merasa menjadi
last successful exhibition with us. makhluk istimewa yang menuntut siapapun untuk mengerti dan memahami
dirinya; menuntut siapapun mendatangi dirinya.
Combined with his reputable technique in details and his poetic language to
deliver his art, Aidi Yupri is still consistent with his nature-inspired paintings. Sebaliknya, seniman yang terus merasa terganggu dengan pertanyaan-
His recent artworks looks almost contemplative and spiritual, using pertanyaan mendasar terhadap aktivitas keseniannya, akan terus berupaya

Semesta
canvases that embody the form of a book. His inspiration comes from his mengerti dan memahami lingkungan sosial-masyarakatnya. Ia akan
perpetual awareness to the life of trees not only as raw materials for the menyempatkan diri mendatangi penontonnya, mendatangi masyarakat,
pages in the book but as reminder that humans should place themselves as atau siapapun, untuk menyerap pengalaman (bahkan pengetahuan) dan
Foreword Art:1
the guardians of the universe; and once they come to terms of this purpose,
thus making them more religious and spiritual. Terkembang kemudian berbagi atau memperbincangkannya. Karya seni hanya sebagai
medium, sebagai bahasa untuk membicarakan atau untuk menyatakan
pandangan dan pendapat tentang “sesuatu” yang membuat kecewa,

Jadi Buku
We would like to give thanks to our friends of Art:1, artists, collectors, art
bahagia, marah, benci, kritis, dan lain-lainnya.
aficionados, for their love and support in the past. We would like to
congratulate Aidi Yupri for his solo exhibition and extend our thanks to Mr. Perbedaan yang kontras semacam itu akan berakibat pada karya-karya
Suwarno Wisetrotomo for his curatorial and guide during the preparation on yang digubah, setidaknya dalam hal kekuatan karya, tujuan, dan dampak
this exhibition. Our gratitude towards Tatler Magazine as our media partner yang ditimbulkannya. Karya-karya para seniman yang hanya asyik sendiri,
and PT David Roy Indonesia as a beverage sponsor. Lastly, we hope you Catatan: Suwarno Wisetrotomo yang hanya menuntut untuk dipahami, tidak memiliki daya ganggu bagi
will enjoy this exhibition especially selected and curated by Art:1. We hope penontonnya. Karyanya berhenti sebagai benda-benda yang bisu, dan
these artworks may continue to bring inspiration and a great start to akan segera dilupakan. Sebaliknya karya seniman yang terus merasa
Indonesian art scene in 2013. 'terganggu' dengan sejumlah pertanyaan, seniman yang terus berusaha
mengerti dan memahami pihak lain, akan memiliki daya ganggu dan daya
With warm regards
gugat, yang menggelisahkan penontonnya. Ada gelombang yang mudah
Monica Gunawan ditularkan pada orang lain. Karena pada dasarnya, karya-karya yang
Art:1 demikian itu bermula dari kepungan dan tekanan situasi krisis, dan sang
seniman ingin mengatasi serta berupaya keluar dari krisis tersebut.
Terdapat passion yang getarannya terasa oleh penonton.

04 05
Kali ini kita menyaksikan karya-karya seorang perupa yang puitis, sekaligus sementara pohon jenis lainnya tumbuh daunnya. Ada pohon yang demikian
memiliki daya gugat dan daya gugah yang kuat. Karya-karya dalam kuat menahan angin karena akar tunjangnya, dan sebaliknya ada yang
pameran ini memiliki karakter visual yang lembut, tetapi menyimpan mudah rebah karena terpaan angin. Kaktus dengan karakternya yang unik;
provokasi yang mengganggu kesadaran kita. Menikmati karya-karya ini berbatang lunak, berduri, tetapi justru demikian kuat hidup di tanah tandus,
menemukan suasana hati (juga nalar) yang hampir sama ketika membaca padang gurun. Aidi melihat setiap gejala semacam itu.
kumpulan puisi; menemukan serangkaian kata, susunan kalimat, baris-baris
kalimat, atau paragraf, yang ingin mengungkapkan 'sesuatu' (kenyataan) Aidi tak hanya melihat dan mempelajari pohon dari jauh, tetapi mendekati
dengan cara 'menyembunyikan' di balik serangkaian kata-kata itu. Sama dan menjamah langsung sang pohon. Karena, mengerti dan memahami
ketika kita melihat dan memahami semesta yang demikian nyata, tetapi pohon, sama dengan mengerti dan memahami alam semesta. Bumi tanpa
sekaligus mengajarkan berbagai makna di baliknya. Demikianlah, bahwa pohon adalah ancaman bagi kehidupan. Karena itu, Aidi tergabung dalam
semesta adalah “ayat-ayat atau kitab” gubahan Sang Maha Pencipta. organisasi pencinta alam, yang aktivitasnya melakukan penanaman pohon
Tugas manusia – sebagai khalifatullah di bumi – untuk merawat, membaca, di daerah-daerah kritis, misalnya lereng dan desa-desa di sekitar Gunung
memaknai, dan kemudian mengabarkan kepada siapapun dengan Merapi pasca erupsi. Lereng dan tanah pedesaan itu pohon-pohon
berbagai cara serta bahasa yang dianggap paling sesuai dengan setiap meranggas karena disapu awan dan lahar panas, termasuk tumbang oleh
orang. banjir lahar dingin. Aidi terpanggil untuk bergabung dalam proyek sosial
tersebut.

Semesta, Aidi Yupri, dan “Buku” Keterlibatannya itu mendekatkan dan meningkatkan kesadaran dirinya
terhadap semesta. Bagaimana sebaiknya manusia menempatkan dirinya
M. Aidi Yupri (kelahiran Magelang, 24 Desember 1981, lulusan Fakultas Seni sebagai sang pemelihara semesta, bukan sebagai penghisap yang
Rupa ISI Yogyakarta) adalah seniman yang menggubah karya-karyanya semena-mena. Bagaimana pula sebaiknya manusia menyadari
karena terdorong oleh 'ayat-ayat Tuhan' berupa kehidupan di sekitarnya; eksistensinya di tengah semesta, yang membuat dirinya menjadi lebih
terutama ia belajar dari pohon. Baginya, sebatang pohon sungguh religious-spiritual.
merupakan sumber tumbuhnya pertanyaan sekaligus kesadaran dalam
menjalankan kehidupannya. Ia belajar dari pohon dengan renungan Bermula dari pohon, memang, Aidi lebih terdorong untuk menyelami dunia
sederhana; pohon tumbuh, hidup, dan memberikan manfaat bagi pihak spiritualitas, keyakinan dan pemahaman terhadap Yang Maha Kuasa
lain. Hampir setiap pohon, pada setiap bagiannya memiliki manfaat bagi terhadap semesta. Pohon merupakan bagian dari ayat-ayat Tuhan yang
kehidupan pihak lain. Kehidupan pohon berada dalam proses yang runtut terbentang di hamparan semesta. Pohon dengan akar, ranting dan
dan wajar (perupa Tisna Sanjaya pernah mengatakan, “pohon tidak tumbuh cabangnya, dapat digunakan untuk melihat diri sendiri. Apakah batang
tergesa-gesa”). Sebatang pohon akan dengan lentur (adaptif) terhadap pohon itu sudah cukup kokoh untuk menopang dahan, ranting, daun, dan
lingkungannya, akan mencari ruang tumbuhnya masing-masing. Akan buah, serta apakah mampu menjaga keseimbangan kehidupan dan
memiliki kehidupan sesuai dengan kondisi tanah di mana ia tumbuh; pertumbuhannya. Maka Aidi segera menatap dirinya, sembari bertanya,
apakah cukup subur tanahnya, apakah cukup suplai pupuknya, apakah “apakah aku sudah hidup sewajar dan berguna bagi banyak orang seperti
cukup airnya, dan sebagainya. dia (pohon)?” Pertanyaan reflektif itu terus muncul dari dirinya, sambil
menyaksikan ironi-ironi yang menimpa banyak pohon yang menimbulkan
Setiap jenis pohon, memiliki wataknya yang khas sesuai dengan lingkungan ketidakseimbangan alam semesta.
di mana ia tumbuh. Terdapat pohon yang meranggas di waktu kemarau,

06 07
Renungan semacam itu mendorong Aidi untuk melakukan eksplorasi menghadirkan 'ketebalan' sebuah buku). Kesemua ikhtiar itu, yang harus
bentuk pada karya-karyanya. Sampai akhirnya mengerucut pada bentuk diingat adalah peran “kekuasaan” Tuhan dan manusia (lihat karya “Berbagi
“buku”. Pohon, semesta, dan buku? Bagaimana hal itu bertautan? Ruang”; antara tangan, huruf, dan pohon saling bertautan, saling
mendukung, tetapi bisa juga menjadi saling mengancam; atau karya
Meskipun Aidi menghadirkan bentuk “buku”, tetapi bentuk itu sebuah lukisan “Batang Penyangga”; bentuk-bentuk tangan yang pada seluruh
isyarat (metafora) belaka. Atau setidaknya menyorongkan makna ganda. ujung jarinya tumbuh menjadi pohon, ranting, daun). Bukankah nasib
Pertama, buku-buku memang dibuat dari bahan baku kayu, sebagai bahan pohon-pohon itu sesungguhnya berada pada “tangan-tangan” para
dasar kertas. Kedua, bentuk “buku” sebagai isyarat untuk menantang penyangganya? Saya anggap karya itu berhasil menghadirkan 'puisi' yang
kesediaan kita semua agar mampu “membaca” semua ayat-ayat Tuhan kuat dan menyentuh perenungan dan pemahaman kita.
yang terhampar di sekitar kita. Saya menjadi teringat salah satu ayat dalam
Al-Qur'an, ayat pertama dari Surat Al-'Alaq, yang berbunyi Iqra' bismi Di samping bentuk buku, Aidi juga menggunakan metafora bentuk jendela
rabbikal-ladzi khalaq (Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang dan pintu; yang juga mengisyaratkan makna berlapis. Lukisan bertajuk
menciptakan). Sangat jelas perintah Tuhan ini, yakni “bacalah”; tentu saja “Dalam yang Terluar, Luar yang Terdalam”, sangat impresif; sebuah buku
agar membaca seluruh ayat Tuhan – dalam berbagai bentuk, tanda, dibentangkan, dua halaman tersambung, di sana terdapat gambar-gambar
lambang – yang ada di dalam semesta ini. Kegagalan untuk memiliki jendela bersusun, terbuka dengan kelebaran tidak penuh. Aidi sangat
kemampuan 'membaca' ayat-ayat Tuhan, saya kira adalah kegagalan menarik dalam memainkan “dimensi” yang berlapis. Karya yang hampir
manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi. sama dapat dilihat pada “Labirin Akal”; dua halaman buku yang
tersambung, buku itu dijilid dengan kawat spiral, dan di halaman itu hanya
Aidi memilih bentuk yang sederhana, “buku”. Tetapi dengan bahasa itu, Aidi dilukiskan panorama langit biru, dengan awan tipis bergulung. Sungguh,
sekaligus menunjukkan kepiawaiannya memainkan metafora. Aidi lincah yang tampak tak terbatas (akal manusia) sesungguhnya terbatas pula
memainkan “dimensi” yang berlapis-lapis, baik dari aspek bentuk maupun adanya. Yang tak terbatas adalah kekuasaan-Nya (karya “instalasi” dari
makna. Ia menghadirkan bentuk buku, baik secara ilusif, maupun melalui bentuk jendela dan pintu, juga dihasratkan dapat memancing pemahaman
kanvas yang dibentuk sedemikian rupa menjadi menyerupai bentuk buku. antara keluasan dan keterbatasan semacam itu).
Hampir semua gubahan lukisan-lukisannya menghadirkan bentuk buku
dalam posisi terbuka. Bentuk ini menegaskan isyarat iqra' (bacalah); Saya juga terkesan dengan karya bertajuk “Sari Pati”; kertas-kertas
membaca kitab, membaca ayat-ayat kehidupan. berlembar-lembar agak tebal, dalam bentuk seperti diperas, yang membuat
huruf-huruf di dalamnya rontok, namun tertampung di atas bentuk daun.
Apa yang terjadi pada alam, bagi Aidi adalah sebuah “suratan” Tuhan yang Aidi seperti mengingatkan kita, bahwa kesemuanya akan kembali ke asal.
harus terjadi; bagai pena raksasa yang menorehkan garis, bentuk, warna, Dunia “buku”, sungguh menyimpan makna multidimensional.
dan peristiwa pada semesta (lihat karya “Pesan di Balik Awan”). Kemudian
dalam upaya “membaca”, tentu terjadi tegangan, kegagalan, juga
optimisme (lihat karya “Terus Bergerak”: bentuk tangan tengah membuka Puisi Rupa, Puisi Bentuk
buku tebal, huruf-huruf rontok, tetapi di halaman berikut tampak langit biru
Pameran ini menunjukkan pergulatan seorang seniman dalam mencari dan
dengan awan tipis). Meski demikian, setiap langkah, setiap upaya harus
menemukan ide-idenya yang kuat, yang memiliki daya gugat maupun daya
dilakukan dengan cermat dan dikalkulasi dengan teliti (karya “Renungan
kontemplasi baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Karya-karya Aidi
Langkah”; sebuah karya dengan perspektif unik, yang mampu

08 09
We will never tire of asking the question about the purpose of art(works). At the
very least, questions like that can become a 'small disturbance' (or a 'large
disturbance', even) to an artist, especially when he or she is ensconced within
an artistic, creative process. The artist will not be 'disturbed' if he is left alone
happily pottering about in his own world; when the artist—consciously or
otherwise—has created a distance between himself and his social-
community. It seems that for them, creating art should have been a fulfillment
of personal desires, without having to think about relationships and
connections with their surroundings. Such an artist tends to feel as though he
Yupri berhasil memprovokasi kesadaran orang lain, meski dengan cara
is a special person, who demands everyone to know and understand him.
yang lembut dan metaforik.
Such an artist demands everyone to come to him.
Bagi saya, karya-karya Aidi Yupri menghadirkan suasana puitis; karena
On the other hand, an artist who is always disturbed by fundamental
karya-karya itu (bagi saya) memang dapat dilihat dan dipahami sebagai
questions regarding his artistic activities will always try to know and
“puisi”. Bentuk-bentuk yang mudah dikenali, tetapi tidak serta merta dapat
understand his social-community. He will make time to meet his audience,
segera kita mengerti makna dan tujuannya. Persis seperti ketika diri kita
tengah larut dalam baris-baris puisi. Kata-kata, sebagai rangkaian
keseluruhan, tak lagi bisa kita kenali dengan segera makna dan tujuannya. The Universe to meet with society or whoever, to absorb experiences (even knowledge),
to share and to discuss what he has learned. Artwork is not merely a
medium. It is not just a language to talk about or to make statements about
Ia menjelma menjadi 'mantra', menjadi lambang, menjadi 'menyembunyikan'
sesuatu di baliknya. Demikian pula karya-karya Aidi Yupri, bentuk-bentuk
yang mudah kita kenali itu (pohon, tangan, huruf-huruf) ketika menjadi
Blooms views and opinions on “something” that upsets, gladdens, angers, hates,
criticizes, etc.

Into a Book
kesatuan konstruksi yang utuh, menjelma pula menjadi lambang-lambang, Such contrasting outlooks lead to differences in the way artworks are
simbol-simbol, atau sanepo (kiasan) yang menyembunyikan maksud yang composed, at least concerning their strengths, aims, and effects. Works by
berlapis. Pameran ini mengajak kita untuk bertualang, menelusuri puisi rupa a self-indulgent artist, who only demands other people's understanding,
dan puisi bentuk yang – mungkin saja menyembunyikan, mungkin pula rarely touch or disturb the audience. On the contrary, an artist who
mengatakan apa adanya – maksud-maksud (ide-ide) senimannya. unerringly tries to 'disturb', to know and to understand other people, will
Notes by: Suwarno Wisetrotomo
create works with the potent capacity to disturb and to indict, to create
Semesta terus terkembang dengan segala kompleksitasnya, demikian pula
anxiety amongst his audiences. His work will become like infectious waves
“buku-buku” terus hadir di sekitar kita. Iqra'. Bacalah!
that reach out and touch others in a profound way. Essentially, the latter kind
of works rises up from the pressures and sieges in times of crisis, from
situations that the artist wishes to escape from. His passion reaches his
audience.

Today, we shall witness the works of a poetic artist, who is strongly


evocative and critical. Works at this exhibition show gentle visual
characteristics, yet retaining the sort of provocation that can disturb our
consciousness. To enjoy his works is to discover an inner atmosphere
(perhaps a kind of rationality, too) often found when reading a handful of

10 11
poetry. In a poem, we may discover a chain of words, a structure of slopes and villages; as he did around Merapi post-eruption, for instance.
sentences, and rows of paragraphs wishing to disclose 'something' (some The trees on these valleys and in these villages had lost their leaves to hot
reality) yet 'hiding' them behind intricate strings of words. We get a similar lava and scalding clouds; some were even swept away by cold lava flow.
encounter when we look at and try to understand our real universe, while still Aidi heeded their calls and participated in this social project earnestly.
wondering and even teaching about the meanings hidden behind them.
Thus, the universe acts as “scripture verses”, composed by the His involvement drew him closer to and nurtured his consciousness of the
Omnipotent. The task entrusted to us humans then—as shepherds on universe. He began to learn how people must place themselves as
earth—is the task of nurturing, reading, contemplating, and proclaiming to guardians of the universe, rather than as ungrateful leeches. He learned
everyone about these holy verses, using ways and words that may vary how people must come to understand their existence in the midst of the
according to each particular need. universe, making them more religious and spiritual.

It began with trees, certainly. Aidi is now even more motivated to explore the
The Universe, Aidi Yupri, and “Books” world of spirituality, faith, belief and to seek a deeper understanding of God
through the universe. Trees are seen as part of a holy scripture, laid open in
M. Aidi Yupri (born in Magelang, 24 December 1981, graduated from the the vastness of the universe. Trees and their roots, branches, limbs and
Faculty of Art, ISI Yogyakarta) is an artist who composes his works twigs. He uses them to look at himself. Is the branch strong enough to
motivated by “holy verses” manifested in the things found around him, support every bough and every limb, each little leaf and fruit? Is it strong
especially trees. For him, trees are the root of questions and consciousness enough to maintain the balance of its life and growth? Thus, Aidi will look at
in leading his life. He learns from the trees using a simple contemplation: himself, asking, “Have I lived realistically? Am I useful to other people as the
trees grow, live, and provide for others. The life of trees follows an ordered trees do?” These reflections flow out of himself, as he continues to witness a
and coherent process (Tisna Sanjaya, the artist, once remarked how “trees flow of ironies assaulting these trees, tipping the balance of nature and the
do not grow hastily”). A tree always adapts to its environment [flexibly], universe.
seeking its own space to grow. It will live according to the condition in which
it lives. Is the soil healthy enough? Is it well-fertilized? Does it have enough Such contemplation has drawn Aidi to conduct an exploration of forms in
water? And so on. his works. Until finally they culminate in a “book”. Tree, universe, book? How
are they connected, really?
Each type of tree has its own unique characteristics, according to the
environment to which it belongs. There are trees that shed their leaves Although he presents the form of a “book”, it is merely a sign (metaphor),
during the summer, while others grow them in abundance. There are trees something that offers a dual meaning, at least. First, books are made from
that can withstand high winds thanks to prop roots, but there are also trees wood (as the main ingredient for paper pulp). Secondly, the form of a
that bend in the wind. The cactus, for instance, is unique: soft-stemmed and “book” serves as a sign that challenges our readiness in reading God's holy
prickly, it endures arid deserts. Aidi absorbs all these indications. verses that are strewn around us. I am reminded of a verse in Al-Quran, the
first verse in Al-Alaq: Iqra' bismi rabbikal-ladzi khalaq (Read, in the name of
Aidi does not look at and learn about these trees from afar. Instead, he your Lord who created). God's will is clear in this verse: “read”. Certainly, it
approaches each tree and touches them. For him, to know and understand tells us to read all of God's words—in all forms, signs, and symbols—found
the tree is to know and understand the universe. An earth without trees is a throughout this universe. I think that the failure to nurture the ability to “read”
threat to our existence. This was what urged Aidi to join a nature-lover's God's words is man's failure to make good of his role as God's caliph on
group. With them, he began to plant trees in critical lands, on mountain earth.

12 13
Aidi has chosen the simple form of a “book”. However, through this “installation” in the form of windows and doors is intended to draw out an
language, Aidi is also demonstrating his skill in playing with metaphors. Aidi understanding between vastness and limitations).
deftly plays amongst layered “dimensions”—in both form and meaning. He
presents the “book” either illusively or through canvases made to look like a I am also impressed with his work, “Sari Pati” [lit. Essence]: a sheaf of thick-
book. Almost all of his paintings are in the form of an open book. They ish paper, presented as though wringing out the words inside, falling
emphasize the iqra' (Read!): a call to read the scriptures, to read the verses alphabets caught in the form of leaves. It seems that Aidi wishes to remind
of life. us that all things return to their origins. The world of “books” contains a
multidimensional meaning.
For Aidi, occurrences in nature are like divine destinies (suratan, what is
written); as though a great pen has drawn lines, forms, colors, and events
A Poetry of Shapes and Forms
into the fabric of the universe (see “Pesan di Balik Awan” [lit. Message from
Behind the Cloud]). In our attempts to “read”, we will encounter tension, This exhibition shows an artist's struggles in search of, and then finding,
failure, and even optimism (see “Terus Bergerak” [lit. Always Moving]; a strong ideas. It shows an artist who has the capacity to indict and
hand turning a page of a thick book, tumbling words, crumbling alphabets, contemplate issues of himself and of others. Aidi Yupri's works have
and thin clouds on blue skies as we turn to the next page). Even so, each managed to provoke the audience's consciousness, through a gentle and
step and every attempt must be performed carefully and calculated metaphoric manner.
precisely (see “Renungan Langkah” [lit. Contemplation of the Steps];
displaying a unique perspective that is somehow able to present the Personally, Aidi Yupri's works provide a poetic atmosphere, because his
'thickness' of a book). Through this entire endeavor, we must remember the works (for me) can actually be seen and understood as “poetry”. The forms
role of God's might and the people within its sphere (see “Berbagi Ruang” are easily recognizable, yet we don't immediately know their meaning and
[lit. Sharing Space]; the intertwining of hands, words, and trees, supporting purpose. Just like how we can lose ourselves in lines of poetry where words,
one another, but also threatening one another. Also “Batang Penyangga” [lit. as a whole, can no longer be immediately recognizable for their meaning
Supporting Branches]; hands whose fingers have turned into trees, and purpose. They have turned into spells and chants, into symbols,
branches, twigs, and leaves). Does the fate of trees not lie in the “hands” “hiding” something behind them. Such is with Aidi Yupri's works: these
supporting them? I feel that these works present a kind of 'poetry', easily recognizable forms (trees, hands, words and alphabets) are
simultaneously strong and touching, inspiring our contemplation and transformed into symbols and idioms (sanepo) that hide layers upon layers
understanding. of meaning. This exhibition invites us to explore, to trace the poetry of forms
and shapes that may hide, or even outrightly declare, the artist's ideas and
In addition to “book” forms, Aidi also uses windows and doors as message.
metaphors for layered meaning. “Dalam yang Terluar, Luar yang Terdalam”
[lit. In the Outmost, Out of the Inmost] is quite impressive indeed: a book is The universe continues to bloom and grow in all its complexity. So does the
laid open with two pages joined, on which windows upon windows are “books” that continue to present themselves around us. Iqra'! Read!
drawn, not quite fully open. Aidi plays with layered “dimensions”. An almost
similar work can be seen in “Labirin Akal” [lit. Mind's Labyrinth]: two joined
pages of spiral-bound book, and on these pages is a blue-skied panorama,
with soft clouds rolling along. Indeed, what seems limitless (the human
mind) is actually limited. The only limitless thing is God's Might (Aidi's

14 15
16 M.e.m.o.k.o.t.a, acrylic on canvas, 200 x 195 cm, 2011 17
Batang Penyangga
acrylic on canvas
99 x 110 cm (2 panel)
2012

18 19
20 Membaca Melalui Bayang, acrylic on canvas, 160 x 130 cm, 2010 Renungan Langkah, acrylic on canvas, 180 x 140 cm, 2012 21
22 Gerak Kata Refleksi Diri, acrylic on canvas, 140 x 140 cm, 2012 Dalam yang Terluar, Luar yang Terdalam, acrylic on canvas, 120 x 200 cm, 2012 23
Bingkai Pandang
acrylic on canvas
90 x 110 cm (2 panel)
2012

24 25
26 Bayang Perspektif Ilmu, acrylic on canvas, 140 x 160 cm, 2012 Labirin Akal, acrylic on canvas, 120 x 200 cm, 2012 27
Pesan Dibalik Awan
acrylic on canvas
120 x 150 cm (2 panel)
2012

28 29
30 Untuk Lebih Membumi, acrylic on canvas, 160 x 140 cm, 2011 Membunyikan Kata, acrylic on canvas, 180 x 180 cm, 2011 31
Terus Bergerak!
acrylic on canvas
90 x 100 cm (2 panel)
2011

32 33
34 Sari Pati, acrylic on canvas, 140 x 200 cm, 2012 Segmen Vertikal, acrylic on canvas, 130 x 200 cm, 2011 35
Membaca Diri, oil on resin, 78 x 135 x 22 cm, 2012

36 37
38 Berbagi Ruang, acrylic on canvas, 160 x 140 cm, 2011 Celah Tanpa Batas, wood, installation, variable dimension (10 windows panel), 2012 39
CURRICULUM VITAE ADVERTORIAL

Dilmah is a fully integrated company, caring for tea from the tea nursery right to your
teacup. Dilmah was the first producer owned tea brand, and offered tea picked,
Born in Magelang, 24 December 1981 perfected and packed' at origin -Single Origin Tea. Unlike the multi-origin blends that
Bachelor of Fine Art, Indonesia Institut of Fine Art, Yogyakarta monopolized supermarket shelves, Dilmah offers tea that is freshly packed at source
and therefore rich in flavor and natural goodness.
Solo Exhibitions
2013 Dilmah is the only vertically integrated tea company with ownership of some of Sri
Semesta Terkembang Jadi Buku, Art Space:1, Art:1, Jakarta
Lanka's finest tea gardens, state of the art tea factories, printing and packaging
2010 facilities and investments in every segment of the industry. Dilmah Tea is packed in Sri
Alam Menggugat, Mon Décor Gallery, Jakarta Art District, Jakarta Lanka, in a facility that is recognized as one of the best in the world with state of thee
art production facilities operating the most technologically advanced packing
Selected Group Exhibitions
machines. Our manufacturing excellence has earned us ISO 9001:2000 quality system
2011
certification and the hygiene of our products has secured the most advanced food
Bandung Contemporary Art Award, Lawangwangi, Bandung
Sin City, E(art)H Project, National Gallery, Jakarta Once you taste safety certifications in the world -ISO 22000 and HACCP.
Nation of Landscape, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta
UOB Painting of the Year, UOB, Jakarta
Homo Ludens#2, Emmitan CA Gallery, Surabaya
DILMAH, Merrill J. Fernando is joined in his passion for tea by his sons, Malik and Dilhan.
Together they pursue Merrill's vision of bringing quality back to tea, with tradition, ethics,
Flight for Light: Indonesian Art and Religiosity, Art:1, Jakarta
you'll never go back and all the health benefits in fresh tea. Merrill J. Fernando, his sons and the Dilmah
team are committed to offering tea aficionados around the world a truly different
2010
3G [3 GENERATION], Semarang Contemporary Art Gallery to ordinary tea experience in tea.
Action'01, Taman Budaya Yogyakarta
Korea International Art Fair, booth Mon Décor Gallery, Korea Tea was fashionable in the early 1900s, bur then became a commodity as the small
Jogja Art Share, Jogja National Museum, Yogyakarta family businesses that popularized the enjoyment of tea through their commitment to
M. AIDI YUPRI

quality, were taken over. Today,


2009
Dilmah is unique in driving innovation
DISTANCE, Tonyraka Art Gallery, Ubud, Bali
Subjects Expose(s), Pure Art Space, Jakarta in the tea category, and in fulfilling a
Up & Hope, D'Peak Art Space, Jakarta commitment to consumers to bring
Paramitra, Mon Décor Gallery, Jakarta quality back to tea.

2008 Declaring their commitment to


Celebrating The Differences, Elegance Art Space Jakarta
authenticity Dilmah pioneered the
The Ironi of Signs Mon Décor Gallery, Jakarta
Most Wanted, Galeri Biasa Yogyakarta concept of Single Origin Tea in 1988.
Dilmah evolved the concept of Single
2007 Origin with the introduction of Wane
Hitam Putih, Hotel Melia Purosani Yogyakarta Single Region Tea, which gives tea
Banaran Café, Jogja Gallery Yogyakarta
Open Art Project, BOK Art Hause Semarang
drinkers a glimpse into tea from the
1001 Misteri Borobudur, Borobudur Magelang four premier tea growing regions of
Shout Out, Festival Kesenian Yogyakarta, Taman Budaya Yogyakarta Ceylon. In 2006 Dilmah presented the ultimate indulgence -Wane Single Estate Tea -tea
Pameran Seni Rupa Nusantara,”Demi Mas(s)a”, National Gallery, Jakarta from four of Ceylon's finest tea gardens which present the rare and distinctive taste of
Belok Kanan Jalan Terus, Sangkring Art Space Yogyakarta
the best of the four premier tea growing regions of Ceylon.
Bumi, Mon Décor Gallery, Jakarta

The Founder, his sons and their team of tasters taste over 6,000 cups of tea each week
Awards
2011 Finalist of Bandung Contemporary Art Award, Bandung to select only the finest for Dilmah. An unmatched selection of teas are each tasted and
2010 The best Painting Competition '60 Tahun Suara Merdeka, Semarang selected with the benefit of decades of experience in tea, and most importantly with a
passion for quality. Dilmah offers a selection of teas that offer authenticity, variety,
tradition and genuine innovation.

40 41
PHOTO DOCUMENTATION

42 43
Art:1 New Museum Art Space:1

Opening hours:
Tuesday - Saturday: 10 am - 6 pm, Sunday: 10 am - 4 pm
Closed on Monday and national holiday

Jl. Rajawali Selatan Raya No. 3 Jakarta 10720


Ph (021) 64700168 (hunting), Fax: (021) 64712243
info@mondecor.com | www.mondecor.com
twitter: Art: 1 Museum Jakarta
facebook: Mon Decor

44

Anda mungkin juga menyukai