Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Fraktur Tibial Plateau

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di


SMF Orthopaedic RSUD Deli Serdang

Oleh:

Bagus Panji Nugraha

Khairunnisa

Elvira Miranda

Anisa Irfaningsih

Fauzan Azim

Pembimbing:

dr. Rico Alexander, Sp.OT

SMF ORTHOPAEDIC
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan referat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

di Rumah Sakit Umum Deli Serdang.

Referat ini bertujuan agar bagian SMF Orthopaedic dengan judul

“Fraktur Tibial Plateau” penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang

diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior dan mengaplikasikannya

untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada

dr. Rico Alexander, Sp.OT yang telah membimbing penulis dalam telaah jurnal

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari

semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah

jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, 1 Juli 2019

Penulis

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Anatomi Tibia .......................................................................................... 5

2.2 Definisi fraktur ......................................................................................... 8

2.3 Epidemiologi fraktur tibia plateau ........................................................... 8

2.4 Etiologi dan Patofisiologi ........................................................................ 8

2.5 Klasifikasi fraktur tibial plateau ............................................................... 9

2.6 Cara mendiagnosa fraktur tibial plateau ................................................. 11

2.7 Penatalaksanaan fraktur tibial plateau .................................................... 14

2.8 Komplikasi fraktur tibial plateau ............................................................ 15

2.9 Prognosis fraktur tibial plateau ............................................................... 16

BAB 3 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 17

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page iii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang (diskontinuitas) yang bersifat total

atau parsal. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana fraktur terjadi, penting diketahui keadaan

fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

terjadi karena kegagalan tulang menahan suatu tekanan yang besar.

Terdapat jenis fraktur yang secara klinis dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.

Fraktur tertutup adalah keadaan fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar,

sedangkan fraktur terbuka adalah keadaan fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak baik dari dalam (from within) atau dari luar (from

without).

Fraktur tibia plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan 8% kasus terjadi pada pasien

berusia lanjut. Fraktur yag terjadi pada pasien tua merupakan hasil dari trauma dengan energi rendah.

Fraktur pada medial plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau, sedangkan fraktur lateral plateau

terjadi pada 70% kasus, dan kombinasi antara keduanya terjadi pada 31% kasus.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 4


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Anatomi Tibia1,2

Tibia terdiri dari : akhir proksimal disebut sebagai plateau (terbagi menjadi medial yang

berbentuk konkaf dan lateral yang berbentuk konvex), tubercle, eminence (medial dan lateral),

batang/shaft, dan akhir distal disebut sebagai pilon (sendi dan medial maleolus)3. Tibial plateau

merupakan penopang massa tubuh bagian proksimal dari tibia dan melakukan artikulasi dengan

condylus femoralis untuk membentuk sendi lutut.

Sebuah os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung distal, berada di sisi medial

dan anterior dari crus. Pada posisi berdiri, tibia meneruskan gaya berat badan menuju ke pedis. Ujung

proximal lebar, mengadakan persendian dengan os femur membentuk articulatio genu, membentuk

condylus medialis dan condylus lateralis tibiae, facies proximalis membentuk facies articularis

superior, bentuk besar, oval, permukaan licin.

Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior, oleh fossa

intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa intercondyloidea posterior. Fossa

intercondyloidea anterior mempunyai bentuk yang lebih besar daripada fossa intercondyloidea

posterior. Tepi eminentia intercondyloidea membentuk tuberculum intercondylare mediale dan

tuberculum intercondylare laterale. Eminentia epicondylaris bervariasi dalam bentuk dan sering juga

absen.

Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies articularis condylus

lateralis hampir bundar. Condylus lateralis lebih menonjol daripada condylus medialis. Pada facies

inferior dari permukaan dorsalnya terdapat facies articularis, berbentuk lingkaran, dinamakan facies

articularis fibularis, mengadakan persendian dengan capitulum fibulae. Di sebelah inferior dari

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 5


condylus tibiae terdapat tonjolan ke arah anterior, disebut tuberositas tibiae. Di bagian distalnya

melekat ligamentum patellae.

Corpus tibiae mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies medialis, (2) facies lateralis

dan (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu (1) margo anterior, (2) margo medialis dan

(3) margo interosseus. Fossa medialis datar, agak konveks, ditutupi langsung kulit dan dapat

dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis konkaf, ditempati oleh banyak otot. Bagian distalnya

menjadi konveks, berputar ke arah ventral, melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia.

Facies posterior berada di antara margo medialis dan margo interosseus. Pada sepertiga bagian

proximal terdapat linea poplitea, suatu garis yang oblique dari facies articularis menuju ke margo

medialis.

Margo anterior disebut crista anterior, sangat menonjol, di bagian proximal mulai dari tepi

lateral tuberositas tibiae, dan di bagian distal menjadi tepi anterior dari malleolus medialis. Margo

medialis, mulai dari bagian dorsal condylus medialis sampai ke bagian posterior malleolus medialis.

Margo interosseus mempunyai bentuk yang lebih tegas daripada margo medialis, tempat melekat

membrana interossea. Di bagian proximal mulai pada condylus lateralis sampai di apex incisura

fibularis tibiae membentuk bifurcatio.

Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis mempunyai facies

superior, anterior, posterior, medial, lateral dan inferior. Pada facies posterior terdapat sulcus

malleolaris, dilalui oleh tendo m.tibialis posterior dan m.flexor digitorum longus. Pada permukaan

lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk persendian dengan ujung distal fibula. Facies

articularis inferior pada ujung distal tibia membentuk persendian dengan facies anterior corpus tali.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 6


Gambar 1. Anatomi Tibia

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 7


2.2 Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang

bersifat total maupun parsial.3

Fraktur tibia plateau merupakan fraktur akibat kompresi bagian atas tibia terhadap femur,

sehingga terjadi kerusakan pada satu sisi. Fraktur tibia plateau terjadi karena condylus lateralis

femoris terdorong kearah tibia, dan ligamenta cruciatum dan medialis sering kali robek.4

2.3 Epidemiologi

Fraktur tibia plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan 8% kasus terjadi pada pasien

berusia lanjut. Fraktur yag terjadi pada pasien tua merupakan hasil dari trauma dengan energi rendah.

Fraktur pada medial plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau, sedangkan fraktur lateral

plateau terjadi pada 70% kasus, dan kombinasi antara keduanya terjadi pada 31% kasus.5

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus

mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memutar

(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan

membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma bisa bersifat :

 Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan

jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

 Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke

daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 8


menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

utuh.

Mekanisme yang paling umum menyebabkan fraktur tibial plateau adalah kekuatan valgus

dengan pembebanan aksial. Trauma bisa langsung atau terkait dengan jatuh dari ketinggian,

kecelakaan industri maupun cedera olahraga.

Proksimal tibia lebih sering terkena kekuatan valgus karena lutut mempunya nilai normal 5

sampai 7 derajat valgus dan juga karena lebih sering terkena dari arah lateral. Kekuatan valgus

mengakibatkan kerusakan lateral tibial plateau dari benturan dengan lateral femoral condyle.

Kombinasi dari kompresi valgus dan axial menghasilkan depresi pada sisi lateral, split depression,

atau yang jarang, lateral split atau total fraktur dari lateral condyle.

Pada pasien usia muda yang mempunyai kondisi tulang yang bagus biasanya mengalami split

fractures dengan sedikit depresi dan pada pasien usia tua dengan tulang yang osteoporosis

mempunyai komponen kompresi yang lebih besar dengan sedikit fragmen terbelah dan menonjol.

Biasanya pada konfigurasi fraktur lateral, paling tidak ada komponen kecil dari split fracture dan

depresi pada batas luar dari fraktur. Hal yang juga terjadi tapi jarang, cedera dengan kekuatan varus

dapat membuat kerusakan pada sisi medial dari tibial plateau.6,7,8

2.5 Klasifikasi fraktur tibial plateau9

Menurut Schatzker fraktur tibia plateau dibagi menjadi :

1. Tipe 1 : Split atau cleavage fracture – fraktur terpisah murni mempunyai satu garis

fraktur yang membuat fraktur marginal melewati lateral plateau. Fraktur ini sangat

jarang dari pada tipe 2 karena jenis ini biasanya diikuti dengan beberapa tingkat dari

marginal depression sejalan dengan garis terpisah pada fraktur. Tipe ini biasanya

timbul pada pasien usia muda.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 9


2. Tipe 2 : Split atau cleavage depression – tipe ini adalah tipe yang paling sering pada

fraktur lateral tibial plateau. Telah diketahui bahwa fraktur tipe 3 lebih banyak

daripada tipe 2 dan Hohl menemukan bahwa insidensi hampir sama dengan tipe 2.

Ukuran dari fragmen yang terpisah relatif dan banyaknya depresi bervariasi dari

fraktur yang sedikit bergeser, sampai fraktur keseluruhan seluruh sisi lateral dari sendi

diikuti dengan fraktur dari fibular head.

3. Tipe 3 :Local Compression atau pure central depression–fraktur kompresi lokal pada

sisi lateral. Walaupun diimplikasikan bahwa tipe fraktur ini tidak mempunyai fragmen

yang terpisah, hanya depresi lokal, biasanya ada fragmen kecil yang terpisah melalui

korteks lateral. Tetapi fragmen ini cukup kecil dan hanya sedikit bergeser ,tidak

memberikan celah yang mudah untuk bisa mengakses depresi fragmen yang ada.

Biasanya fraktur ini mengenai pasien dengan usia yang lebih tua.

4. Tipe 4 : Medial condyle fracture – seluruh condyle terpisah sebagai satu fragmen atau

bisa juga mempunyai komponen depresi dari sendi yang kominusi. Garis fraktur

biasanya melalui daerah intercondylar tetapi bisa juga melalui sisi lateral condyle

yang berlawanan. Beberapa bagian dari lateral condyle tidak fraktur. Tipe cedera ini

mempunyai resiko untuk mempunyai cedera lain yang bersamaan seperti

compartment syndrome, peroneal nerve palsy, cedera vaskular dan dislokasi dari pada

sendi lutut.

5. Tipe 5 :bicondylar fracture – tipe ini pertama kali dideskripsikan oleh Schatzker

sebagai fraktur dimana kedua sisi medial dan lateral dari tibial plateau terdapat

fraktur. Ciri yang membedakan adalah daerah metaphysis dan diaphysis tetap utuh

dan tidak fraktur.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 10


6. Tipe 6 : shaft yang terpisah dengan metaphysis – pada kebanyakan tipe klasik dari

bicondylar, shaft terpisah dari condyle ( tidak ada permukaan artikular yang utuh atau

berhubungan dengan shaft dibawahnya ). Definisi karakteristik dari Schatzker tipe 6

adalah terpisahnya diaphyseal dan metaphyseal dengan adanya kominusi dari 24

permukaan sendi. Berdasarkan definisi ini ekstensi distal dari tipe fraktur ini lebih

distal daripada tipe 5.

Klasifikasi Fraktur Tibial Plateau Berdasarkan Schatzker

2.6 Cara mendiagnosa fraktur tibial plateau5,10

 Anamnesis

Anamnesis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan

fraktur. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri, bengkak, ataupun deformitas. Keluhan

lain yang dipaparkan oleh pasien adalah tidak mampu untuk menggerakkan lutut secara seluruhan

ataupun sebagian. Anmnesis penting untuk mengetahui apakah pasien mengalami trauma dengan

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 11


energy besar atau tidak. Kecelakan motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan ditabrak

dengan kendaraan sementara berjalan merupakan contoh mekanisme trauma dengan energi tinggi.

Anamnesis lainnya yang pertu ditanyakan adalah factor-faktor komorbid dari pasien yang

akan berpengaruh pada terapi ataupun prognosis. Pasien dengan penyakit penyerta seperti penyakit

arteri koroner, emfisema, perokok, ataupun diabetes tidak terkontrol memiliki resiko besar untuk

timbulnya komplikasi dari cedera yang terjadi.

 Pemeriksaan Fisis

1. Look (Inspeksi)

 Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,

perpendekan atau perpanjangan).

 Bengkak atau kebiruan.

 Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)

2. Feel (Palpasi)

- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

- Krepitasi.

- Nyeri sumbu.

3. Move (Gerakan)

- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

4. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius

dan pelvis.

5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang

berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler

(Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur tibial plateau, perlu

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 12


dilakukan pemeriksaan terhadap arteri popliteal yaitu diantara proksimal dari

adductor hiatus dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus peroneal.

6. Pada fraktur tibial plateau, hemarthrosis sering terjadi yaitu berupa edem, nyeri pada

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto Xray dengan posisi anteroposterior

(AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan untuk mengidentifikasi garis fraktur dan

pergeseran yang terjadi tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran mungkin tidak terlihat jelas.

Foto tekanan (dibawah anestesi) kadang-kadang bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan

sendi. Bila kondilus lateral remuk, ligamen medial sering utuh, tetapi bila kondilus medial remuk,

ligament lateral biasanya robek2.

Gambar 2. Ini adalah X-Ray dari fraktur tibial plateau. Pasien adalah wanita usia 55 tahun yang

jatuh dengan lutut terlebih dahulu ketika berkebun. Pasien dibawa ke UGD dengan nyeri dan

edem di sekitar lutut.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 13


CT-scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari fraktur tibial plateau.

CT-scan potongan sagital meningkatkan akurasi diagnosis dari fraktur tibial plateau dan

diindikasikan pada kasus dengan depresi artikular. Magnetic resonance imaging (MRI)

digunakan untuk mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternative dari CT-scan atau

arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen jaringan lunak dari lokasi trauma.

Namun, tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan MRI pada fraktur tibial plateau.

Gambar 3. CT-scan Posisi AP, sagital, serta arthtroscopy menunjukkan fraktur kompres

lateral.

2.7 Penatalaksanaan fraktur tibial plateau

 Non-operatif
- Pembebanan berat badan dengan menggunakan hinge fracture brace
- Fisioterapi ( static contraction, relax passive movement, free active movement, resisted
active movement, assisted active movement )11
Indikasi terapi non-operatif
- Nondisplaced atau minimally displaced fracture
- Depressed fracture
- Fraktur pada orang tua
- Osteoporosis
 Operatif
- Fiksasi Internal
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 14
- Fiksasi eksternal ( Ilizarov fixator, Hybrid fixator)
Indikasi terapi operatif :
1. Indikasi absolut
- Fraktur tibial plateau terbuka
- Fraktur dengan sindrom kompartemen
- Fraktur dengan cedera vascular
2. Indikasi relatif :
- Displaced bicondylar fracture
- Displaced medial condylar fracture
- Fraktur lateral tibia plateau dengan sendi yang tidak stabil12

2.8 Komplikasi fraktur tibial plateau

Komplikasi pada fraktur tibial plateau dapat dibagi menjadi dua yaitu dini dan lanjut.

Komplikasi dini

 Sindroma kompartemen. Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan

dan resiko munculnya sindrom kompartemen. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa

secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia.

 Kerusakan dari nervus peroneal. Hal ini umum terjadi pada trauma di aspek lateral

dimana nervus peroneal berjalan dari proksimal ke bagian atas dari fibula dan lateral

dari tibial plateau

 Laserasi arteri popliteal

Komplikasi lanjut

 Kekakuan sendi. Pada fraktur komunitif berat dan setelah operasi yang kompleks,

terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan (1)

menghindari imobilisasi gips yang lama dan (2) mendorong dilakukannya gerakan

secepat mungkin.

 Deformitas. Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering ditemukan baik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 15
karena reduksi fraktur tak sempurna ataupun karena meskipun telah direduksi dengan

memadai, fraktur mengalami pergeseran ulang selama terapi. Untungnya, deformitas

yang moderat dapat member fungsi yang baik, meskipun pembebanan berlebihan pada

satu kompartemen secara terus menerus dapat menyebabkan predisposisi untuk

osteoarthritis di kemudian hari.

 Osteoartritis. Bertentangan dengan kepercayaan umum, osteoarthritis bukanlah akibat

jangka panjang yang lazim dari terapi konservatif. Lansinger, dkk (1986) dalam tindak

lanjut pada serangkaian kasus besar yang dipantau selama 20 tahun, melaporkan hasil yang

sangat baik atau baik apda 90% pasien bila tidak ada ketidakstabilan ligamentum atau depresi

nyata. Sekalipun penampilan sinar-X menunjukkan osteoarthritis, lutut mungkin tidak terasa

nyeri. Tetapi, jika timbul osteoarthritis yang nyeri dan kondilus lateral terdepresi, operasi

rekonstruktif dapat dipertimbangkan.

 Malunion atau non-union. Hal in sering terjadi pada Schatzker VI dimana terjadi fraktur

diantara metafisis-diafisis, kominusi, fiksasi tidak stabil, kegagalan implant, atau

infeksi.8

2.9 Prognosis fraktur tibial plateau

Prognosis pada fraktur tibial plateau adalah :

 Fraktur tibial plateau dapat menyebabkan kerusakan yang parah

 Insidensi arthritis post trauma dihubungkan dengan usia pasien, lokasi dari pergeseran, dan

reduksi.

 Fraktur karena energy tinggi yang diterapi dengan fiksasi eksternal hanya memiliki insidensi

sebesar 5% mengenai masalah luka5

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 16


BAB 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders

Elseiver.

2. Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.

3. Apley, A. Graham (1995). Dalam; Buku Ajar Orthopedic dan fraktur sistem apley.

Ed. Edi Nugroho Widya Medica, Jakarta.

4. Price, Sylvia. & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. (Edisi 6). Buku II. Jakarta:EGC.

5. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopedic Consult 2nd edition. Lippuncolt

William & Wilkins. 2007

6. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar.

7. Karunakar MA, Egol KA, Peindl R, et al. Split depression tibial plateau fractures: a

biomechanical study. J Orthop Trauma. 2002;16(3):172–177.

8. Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 3rd edition. Lippincolt William &

Wilkins. 2006

9. Schatzker J, McBroom R, Bruce D. The tibial plateau fracture. The Toronto

experience 1968-1975.

10. Dirchsl Douglas, dkk. Staged Management of Tibial Plateau. American Journal of

Orthopaedic. 2007

11. Egol KA, Kenneth JK, dan Joseph DZ. Handbook of fracture. 5th edition. Wolters

Kluwer Health. 2015

12. Vidyadhara S, MBBS, et.al. Tibial Plateau Fractures. Medscape. 2018 July.
https://emedicine.medscape.com/article/1249872-treatment )

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 17

Anda mungkin juga menyukai