Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

FRAKTUR SHAFT FEMUR

Disusun oleh :

Arie Milandayani
2020434570

Pembimbing :

dr. Rangga Ardianto Prasetyo, Sp.OT.B.Med, Sc

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


KSM ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Fraktur Shaft Femur”.

Penulis menyusun laporan kasus ini sebagai sarana untuk memahami bagaimana

permasalahan yang berkaitan dengan fraktur shaft femur agar dapat melakukan

penanganan yang tepat pada kasus ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Rangga

Ardianto Prasetyo, Sp.OT.B.Med, Sc selaku pembimbing di KSM Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Riau serta pihak yang telah membantu penulis

dalam mengumpulkan bahan sumber tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, dan

masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu saran dan kritik yang

membangun sangat diharapkan penulis dari dokter pembimbing serta rekan-rekan

dokter muda demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini

membawa manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Desember 2020

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan

yang umumnya disebabkan oleh trauma seperti kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari

ketinggian. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung

maupun tidak langsung. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,

kekuatan,dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat

dapat menyebabkan fraktur dengan luka terbuka yang disebut fraktur terbuka. Fraktur

dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan fraktur disertai luksasi sendi

yang disebut fraktur dislokasi.1

Setiap tahun terdapat 1,24 juta orang yang meninggal disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas, sedangkan 20 – 50 juta orang lainnya mengalami disabilitas

akibat kecelakaan lalu lintas.2,3 Dalam bedah ortopedi, kasus fraktur tulang panjang

yang sering ditemukan adalah fraktur femur. Menurut data World Health

Organization (WHO) yang menyatakan bahwa fraktur tulang panjang yang paling

banyak adalah fraktur femur yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur

tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan

lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelekaan mobil, motor, atau kendaraan

rekreasi (62,6%) dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria

(63,8%).4,5

3
Fraktur shaft atau diafisis femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi.

Pada fraktur diafisis femur biasanya terjadi perdarahan yang cukup banyak sehingga

dapat menimbulkan syok yaitu kehilangan sekitar 1000-1500 ml perdarahan

sedangkan fraktur humerus sekitar 500-1000 ml perdarahan. Fraktur diafisis femur

sering terjadi akibat trauma berenergi tinggi, maka seorang klinisi harus memikirkan

kemungkinan komplikasi atau cedera organ tubuh lainnya. 1,6 Oleh karena itu insidensi

fraktur femur harus segera ditangani sebagai suatu kegawatdaruratan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Femur

Secara struktur anatomi femur merupakan salah satu tulang terbesar,

terpanjang, terberat dan terkuat ditubuh manusia. Femur dapat dibagi menjadi daerah

yang terdiri dari caput, collum, trochanter major, trochanter minor, corpus,

supracondylar, dan condylar. Bagian caput merupakan bagian femur paling atas

(proximal) membentuk dua pertiga dari bulatan dan berartikulasi dengan acetabulum

dari tulang coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan

kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput

(ligamentum teres). Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang

ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.7

Bagian collum, yang menghubungkan caput dan corpus femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut dengan diafisis femur (neck shaft

angle) sekitar 125 – 135° pada panggul yang normal, pada wanita sedikit lebih kecil

dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini dapat berubah karena

adanya penyakit. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas

collum dan corpus femur. Yang menghubungkan dua trochanter ini yaitu linea

intertrochanterica di bagian anterior dan crista intertrochanterica di bagian

posterior, dan terdapat tuberculum quadratum.7

5
Bagian corpus femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan. Berbentuk

licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian belakangnya terdapat linea

aspera, tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke

bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada

condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris

lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat

tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian

batang melebar kearah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada

permnukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memilki

condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura

intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi

untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulation genu. Di atas condylus

terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan

langsung dengan epicondylus medialis.7

6
Gambar 2.1 Anatomi Femur

Vaskularisasi femur berasal dari arteriiliaka komunis kanan dan kiri. Saat

arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap

arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris, rami

arteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia femoris

lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria perforantes.

Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah

genu dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung

dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan kiri.7

7
Gambar 2.2. Vaskularisasi Femur

2.2 Fraktur Diafisis Femur

2.2.1 Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.8

Fraktur diafisis femur adalah terputusnya kontinuitas femoral shaft atau tulang

diafisis femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh

dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada

8
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, dan dapat

mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.6

2.2.2 Etiologi

Fraktur diafisis femur biasanya merupakan akibat dari trauma hebat seperti

kecelakaan lalu lintas atau trauma lain seperti jatuh dari ketinggian. 8 Femur dapat

pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas atau akibat

osteoporosis.9 Fraktur spiral dapat terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat

erat pada dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang

bersifat transversal atau oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.8

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur diafisis femur dibagi menjadi:

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar:8

- Fraktur tertutup

Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

- Fraktur terbuka

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada

kulit dan jaringan lunak.

9
Menurut Gustilo, derajat fraktur terbuka adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Derajat fraktur terbuka 8


Deraja
Luka Kerusakan Jaringan Fraktur
t
I Luka akibat Sedikit kerusakan Fraktur simpel,

tusukan fragmen jaringan, tidak terdapat transversal, oblik

tulang, bersih, tanda trauma yang hebat pendek atau sedikit

ukuran < 1 cm kominutif


II Luka > 1 cm, Kerusakan jaringan Dislokasi fragmen

sedikit sedang, tidak ada avulsi tulang jelas

terkontaminasi kulit
III Luka lebar, rusak Kerusakan jaringan hebat Kominutif,

hebat, kontaminasi termasuk otot, kulit, dan segmental, fragmen

hebat struktur neurovaskuler tulang ada yang

hilang
IIIa Luka lebar dan Jaringan lunak cukup Kominutif atau

rusak hebat menutup tulang yang segmental yang

patah hebat
IIIb Luka lebar dan Kerusakan hebat dan Kominutif yang

rusak hebat, kehilangan jaringan, hebat

kontaminasi hebat terdapat pendorongan

periosteum, tulang

terbuka

Lanjutan tabel 2.1 Derajat fraktur terbuka 8


Deraja
Luka Kerusakan Jaringan Fraktur
t
IIIc Luka lebar dan Kerusakan arteri yang Kuminutif yang

10
rusak hebat, memerlukan perbaikan hebat

kontaminasi hebat tanpa memperhatikan

tingkat kerusakan

jaringan lunak

- Fraktur dengan komplikasi

Fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union,

nonunion dan infeksi tulang.

2. Berdasarkan garis fraktur

- Komplit

Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks

tulang

- Inkomplit

Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang:

● Hairline fracture

● Buckle fracture atau torus fracture

● Greenstick fracture

3. Menurut lokasinya:10

- 1/3 proksimal

- 1/3 tengah

- 1/3 distal

4. Hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

a. Shifted sideways

11
b. Angulated

c. Rotated

d. Distracted

e. Overriding

Gambar 2.3. Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Hubungan Antara Fragmen Dengan


Fragmen Lainnya

5. Klasifikasi Orthopedic Trauma Associaton (OTA):10

A type: simple fracture, with 2 fragments

A1: spirale,

A2: oblique,

A3: transverse.

B type: more than 2 fracture fragments, but the main

parts are still in contact

B1: spirale,

B2: oblique,

B3: transverse.

C type: complex fracture type, the fracture fragments

12
are not in contact to each other

C1: 1 or 2 spirale wedges,

C2: oblique or transverse, multi étagère,

C3: complex, comminuted, with segmental bone defect.

Gambar 2.5 Klasifikasi OTA

2.2.4 Diagnosis

a. Anamnesis

13
Anamnesis yang lengkap merupakan hal yang sangat penting sebagai

evaluasi awal pada pasien trauma dan hal tersebut dapat diperoleh dari pasien,

keluarga pasien, petugas emergency dan lain-lain. Dari anamnesis dapat

diperoleh penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur) diikuti

dengan ketidakmampuan menggunakan anggota gerak. Informasi adanya

riwayat trauma, atau adanya riwayat patologis tulang.

Perlu ditanyakan mekanisme trauma, waktu kejadian hingga sampai ke

rumah sakit, lokasi trauma, dan ada tidaknya cedera lain. Mekanisme trauma

seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi

pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja

oleh karena mesin atau kareta trauma olahraga. Waktu kejadian dapat

memberikan informasi yang berharga untuk memperkirakan kehilangan darah

di daerah paha, kondisi pasien, dan kemungkinan terjadinya crush injury (luka

yang hancur pada ekstremitas) pada otot-otot paha setelah mendapat fiksasi

yang lama. Keluhan pasien berupa nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi

anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-

gejala lain. Selain itu, identifikasi adanya faktor pemberat juga penting untuk

diketahui. Walaupun informasi tersebut tidak banyak mempengaruhi diagnosis

fraktur femur, tetapi dapat mempengaruhi waktu operasi, tipe fiksasi yang akan

dipakai dan evaluasi khusus yang perlu dilakukan.

b. Pemeriksaan fisik

14
1) Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia

atau perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti

pada fraktur patologis.

2) Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni inspeksi/look,

palpasi/feel, dan pergerakan/move. Pada look dinilai adanya deformitas

berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan, pembengkakan

(swelling), luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup atau terbuka. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada feel adalah

adanya nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur,

krepitasi dan temperatur setempat yang meningkat. Pada feel juga perlu

dinilai keadaan neurovaskuler pada daerah distal trauma berupa pulsasi

arteri, warna kulit, waktu pengisian kapiler dan sensasi. Fraktur femur

dapat mempengaruhi hemodinamik pasien karena potential blood loss

(kehilangan darah) ke soft tissue (jaringan lunak) sekitar sangat besar.

Sedangkan pemeriksaan neurologis dapat dilakukan pada pasien yang

sadar dan kooperatif. Pemeriksaan gerakan (movement) Pergerakan dinilai

dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif

sendi proksimal dan distal dari daerah trauma. Kemudian dinilai adanya

keterbatasan pada pergerakan sendi tersebut.12.

c. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk

menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis

15
dilakukan dengan prinsip rule of two: dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak,

dua trauma, dua kali dilakukan foto.8

2.2.5 Penatalaksanaan

Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan

pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian

ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan balut

tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita dengan

fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan resusitasi cairan

dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.12

Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu

jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan

prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti

menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan

terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal,

mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam

memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara

individual.12

Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:12

a. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,

pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan

lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk

pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.

16
b. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah

alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal

50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.

c. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction

merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter

umum.

d. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.

1. Konservatif8

Penanganan fraktur diafisis femur secara konservatif dapat berupa:

a. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakuakan terapi

definitif untuk mengurangi spasme otot

b. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi

traksi terutama fraktur yang bersifat kominutif dan segmental.

2. Operatif

Intramedullary nailing adalah operasi yang paling utama untuk fraktur diafisis

femur. Selain itu dapat juga menggunakan plate dan screw. 13

2.2.6 Proses Penyembuhan Fraktur

1. Fase kerusakan jaringan dan hematom14

Pada fase ini pembuluh darah robek dan terbentuk hematom disekitar fraktur.

Karena kerusakan pembuluh darah tadi maka fragmen fraktur yang tidak

mendapatkan suplai darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.

17
2. Fase inflamasi dan proliferasi seluler

Delapan jam setelah fraktur, terjadi reaksi inflamasi akut yang di ikuti dengan

proliferasi sel di bawah periosteum menuju canalis medularis. Akibat pecahnya

pembuluh darah maka terjadi kontak antara jaringan di luar pembuluh darah

dengan darah menyebabkan terjadinya pembekuan darah dan ini dikenal

sebagai hematom. Bekuan darah hematom ini menyebabkan trombosit

mengeluarkan mediator-mediator untuk terjadinya proses inflamasi. Sebagai

hasil proses inflamasi maka akan terbentuk jaringan granulasi yang mempunyai

pembuluh darah. Dengan adanya pembuluh darah maka nutrisi dan oksigen

pada daerah inflamasi tercukupi dan hal ini penting untuk penyusunan jaringan

tulang.

3. Fase pembentukan kalus

Sel proliferasi memiliki potensial osteogenik maupun kondrogenik dalam

kondisi yang sesuai. Sel-sel ini akan berkembang menjadi tulang dan atau

menjadi tulang rawan pada keadaan tertentu . Massa selluler yang tebal yang

merupakan tulang dan tulang rawan imatur akan membentuk kalus pada

permukaan periosteal dan endosteal. Tulang imatur atau woven bone ini

selanjutnya akan mengalami pemadatan sehingga daerah fraktur akan terfiksasi

dari pergerakan.

4. Fase konsolidasi

Pada fase ini, woven bone akan berubah menjadi lamellar bone sebagai akibat

dari aktivitas osteoblas dan osteoklas. Tulang menjadi cukup rigid. Osteoblas

akan melanjutkan tugasnya untuk mengisi sisa-sisa gap diantara fragmen

18
fraktur dengan membentuk tulang baru. Sementara osteoklas akan

mengabsorbsi debris-debris. Proses ini berlangsung lambat hingga beberapa

bulan sebelum tulang dapat menahan berat badan.

5. Fase Remodelling

Pada fase ini fraktur telah di satukan oleh jembatan tulang solid yang

mengintari daerah fraktur. Selama berbulan-bulan bahkan hingga tahunan

proses penulangan yang pada awalnya kasar akan mengalami formasi dan

reasorbsi tulang secara terus menerus. Pada bagian yang bertekanan tinggi akan

di bentuk lamela yang lebih tebal.

Gambar 2.6 Tahapan fraktur healing

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi ialah:9,13

1. Kompartemen sindrom

Suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertitial di dalam ruangan

yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofacia yang tertutup.

19
2. Infeksi

3. Malunion

Penyembuhan di posisi yang salah, dapat dikompensasi sebagian dengan

remodelling tulang (kecuali untuk malunion rotasi).

4. Delayed union

Penyembuhan fraktur membutuhkan waktu sekitar dua kali lebih panjang dari

perkiraan untuk lokasi tertentu.

5. Nonunion

Penyembuhan fraktur tidak terjadi dalam 6-9 bulan.

6. Refracturing

Bahan fiksasi harus dihapus dalam waktu sekitar 18 bulan setelah konsolidasi

fraktur.

20
BAB III

LAPORAN KASUS KSM ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

I. Identitas Pasien
Nama : An. AG

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Belimbing, Marpoyan Damai, Pekanbaru

Pekerjaan : Pelajar

MRS : 07 Desember 2020

II. Primary Survey

Airway and cervical control

a. Objective
- Pasien dapat berbicara dengan baik saat ditanya, tidak ada suara napas
tambahan (gurgling, snoring, stridor)
b. Assesment
- Airway clear
c. Action
- Oxygen 10 L/m dengan NRM
- Pasang pulse oxymetri
d. Evaluasi: -

21
Breathing and ventilaton

a. Objective
- Look : Jejas di dada (-), pergerakan dinding dada simetris, distensi

vena jugularis (-), retraksi interkostal (-), deviasi trakea (-)

- Listen : Suara napas (+/+), RR 20x/menit

- Feel : Krepitasi (-)

b. Assesment : Ventilasi dan pengembangan paru baik

c. Action : Lanjutkan pemberian oksigen

d. Evaluasi : (-)

Circulation and hemorrhagic control


a. Objective

- Nadi 105 x/m, regular

- Tekanan darah: 106/88 mmHg

- Akral hangat, CRT <2 detik

- Pulsasi arteri tibalis posterior (+/+)

b. Assesment

- Circulation clear

c. Action

- Pasang IVFD RL 20 tpm

- Pasang kateter urin

d. Evaluasi: -

22
Disability and neurologic state

a. Objective

- Glasglow Coma Scale (GCS) : 15

- Pupil isokor (+/+) dan Reflex cahaya (+/+)

- Lateralisasi : (-)

b. Assessment

- Hasil pemeriksaan mini neurologis baik

Exposure and environment

a. Objective

- Membuka pakaian pasien

- Tampak bengkak dan asimetris pada paha kanan. Tampak luka yang

sudah dijahit pada paha kanan dengan benang berwarna hitam

sebanyak 2 simpul.

- Log roll : tidak ada jejas

- Suhu aksila : 36,8ºC

b. Assessment : Exposure clear

c. Action : Selimuti pasien dan re-evelaluasi

23
III. Secondary Survey :

● Keluhan Utama:

Nyeri pada tungkai kanan sejak 5 jam SMRS.

● AMPLE :

Alergi : Alergi obat (-)

Medication : Pasien tidak sedang mengkosumsi obat-obatan ataupun

alkohol

Past Ilnes : Riwayat trauma sebelumnya (-)

Last meal : 6 jam SMRS

Event : Mekanisme trauma

● Mekanisme Trauma:

5 jam SMRS pasien terjatuh dari pohon rambutan setinggi lebih kurang 3

meter ketika sedang mengambil layang-layang. Pasien terjatuh karena menginjak

ranting pohon rambutan yang lapuk. Pasien terjatuh dengan posisi kaki sebelah kanan

yang terjatuh terlebih dahulu mengenai batu.

Pasien dalam keadaaan sadarkan diri dan merasakan nyeri pada paha kanan

serta tungkai bawah kanan tidak dapat digerakkan dan segera ibu korban membawa

pasien ke rumah dan setelah 4 jam pasien dibawa ke IGD RSUD Arifin Ahmad.

Muntah (-), perdarahan dari hidung dan telinga (-), kejang (-). Setelah dilakukan

24
tatalaksana dengan pemasangan via infus, antinyeri, dan pemasangan bidai pada kaki

kanan pasien, dan pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah ortopedi.

● Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.


- Riwayat alergi obat / makanan disangkal.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Komposmentis
GCS : 15
Vital Sign :
● Pernafasan : 20x/menit
● Nadi : 105x/menit
● Tekanan Darah : 106/88 mmHg
● Suhu : 36,8ºC
● VAS : 6-7
Status gizi :
● BB : 50 kg
● TB : 150 cm
● IMT : 22,22 (normowight)

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Thorax  : Dalam batas normal

25
Abdomen :Dalam batas normal

Ekstremitas :

● Atas : Dalam batas normal

● Bawah : Status lokalis

Status lokalis : Extremitas inferior dextra

● Look

- Asimetris (+), bengak (+), deformitas (+) angulasi lateral dan rotasi eksterna

● Feel

- Teraba hangat (+), krepitasi (-), nyeri tekan (+), CRT < 2 derik, pulsasi a.
tibialis posterior, a.poplitea dan a.dorsalis pedis +/+,

● Move

- Aktif : Sulit dinilai terbatas karena nyeri

- Pasif: ROM terbatas karena nyeri, nyeri saat dorsofleksi kaki (-)

- Kekuatan motorik :

o Tungkai atas : 5/5

o Tungkai bawah : sulit dinilai/5

26
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur terbuka os femur dextra

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium:
- Darah lengkap
- Koagulasi
- Kimia darah
- HBSAg kualitatif
- HIV kualitatif
- Skrining Covid-19
Pemeriksaan radiologis:
- Rontgen toraks
- Rontgen femur sinistra AP dan Lateral
- Rontgen pelvis

27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (12 Desember 2020)
Darah Rutin
⮚ Hb : 12,6 gr/dl
⮚ Ht : 37,9%
⮚ Trombosit : 324 x 10^3/µl
⮚ Leukosit : 14,81 x 10^/µl
⮚ Eritrosit : 4,62 x 10^6/µl
Koagulasi
⮚ PT : 16,0 detik
⮚ APTT : 29,2 detik
⮚ INR : 1,14 %
Kimia darah
⮚ GDS : 122 mg/dL
HBSAg kualitatif
⮚ Non reaktif
HIV Kualitatif
⮚ Non reaktif
Anti SARS-CoV-2 IgG dan IgM
⮚ Non reaktif

28
Pemeriksaan Radiologi
Rongten toraks

Kesan: Jantung dan paru dalam batas normal

Rontgen femur dextra AP

29
Kesan : Tampak diskontinuitas pada diafisis os femur dextra 1/3 tengah oblique
displaced shortening.

Rontgen pelvis

Kesan: pelvis dalam batas normal

DIAGNOSIS AKHIR

Fraktur terbuka os femur dextra 1/3 tengah simple displaced shortening


Klasifikasi OTA: Tipe A2

PENATALAKSANAAN
⮚ Non medikamentosa
● IVFD RL 20 tpm
● Pasang skin traksi

30
⮚ Medikamentosa
● Inj Ketorolac 30 mg 3x1
● Inj omeprazol 40 mg 1x1
● Inj Ceftriaxon 1 x1 gr

⮚ Operatif : Rujuk ke Spesialis Bedah Ortopedi untuk dilakukan ORIF dengan Plat
and Screw

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis fraktur terbuka os femur dextra 1/3 tengah simple

displaced shortening dengan klasifikasi OTA: Tipe A1 berdasarkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis pasien, pasien anak dengan jenis kelamin laki-laki

umur 14 tahun, mengalami terjatuh dari pohon rambutan setinggi lebih kurang 3

meter. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riswanda Noorisa dkk di RSUD

Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2013 - 31 Desember 2016 yang berkunjung

ke poli orthopedi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2013 – 2016

didapatkan bahwa gambaran distribusi jumlah fraktur berdasarkan jenis kelamin

didapatkan hasil bahwa laki- laki merupakan mayoritas pasien dengan insiden fraktur

femur dengan jumlah 81 pasien (72%), dominasi oleh kelompok usia 15 – 24 tahun.

Pada wanita dengan jumlah 31 kasus (28%).15

Berdasarkan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis pasien dengan dicurigai

fraktur diperlukan pemeriksaan fisik yang baik, pemeriksaan status lokalis dapat

membantu untuk menegakkan diagnosis, cara memeriksa status lokalis pada pasien

ortopedi dimulai dari look, feel dan move. Untuk look yang perlu diperhatikan

apakah ada swelling, apakah ada deformitas, lihat warna kulit bagian distal lokasi

fraktur, dapat menentukan apakah fraktur terbuka atau tertutup. Untuk feel dapat

dinilai apakah ada nyeri tekan, krepitasi, bagaimana pulsasi arteri di distal lokasi

32
fraktur, suhu di distal okasi fraktur. Untuk move dapat menilai gerakan aktif, pasif,

dan Range Of Motion (ROM).

Pada pasien ini mengalami fraktur terbuka os femur yang didapatkan dari

pemeriksaan fisik yaitu, look tampak perdarahan, asimetris, swelling, dan

deformitas di femur dextra. Dari feel didapatkan teraba hangat (+), nyeri tekan (+),

CRT 1 detik, pulsasi a. tibialis posterior dan a. dorsalis pedis (+/+) dan untuk move

gerakan aktif dan pasif terbatas. Saat kaki didorsofleksikan pasien tidak mengeluhkan

nyeri. Berdasarkan pemeriksaan penunjang foto rontgen dapat menilai langsung

struktur tulang, lokasi fraktur dan jenis fraktur. Hasil pemeriksaan rontgen

didapatkan tampak adanya diskontinuitas pada diafisis os femur dextra 1/3 tengah

oblique displaced shortening.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riswanda Noorisa dkk di RSUD

Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2013 - 31 Desember 2016, berdasarkan

gambaran distribusi jumlah fraktur berdasarkan jenis luka fraktur, didapatkan hasil

bahwa luka open (terbuka) sebanyak 32 kasus (29%). Dan jenis luka close (tertutup)

dengan prevalensi 80 kasus (71%).

Selanjutnya berdasarkan lokasi fraktur yang paling sering terjadi adalah pada

bagian shaft dengan prevalensi 52 kasus (46%). Bagian shaft pada femur

menyumbang proporsi anatomis terbesar dari tulang femur, sehingga prevalensi

terjadinya fraktur pada shaft femur lebih tinggi dari bagian tulang femur lainnya. 15

33
Hasil ini sejalan dengan data dari Depkes RI (2011). Dari sekian banyak

kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan

memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 45.987

(46,2%). Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat

kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur.

34

Anda mungkin juga menyukai