Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang merupakan satu kesatuan bukan
hanya terbebas dari penyakit maupun cacat. Sedangkan menurut undang-
undang nomor 36 tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Transisi epidemologi yang paralel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola
penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made disease yang merupakan faktor utama
mordibitas dan mortalitas. Terjadinya transisi epidemologi ini di sebabkan
terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur
penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya
merokok, kurang aktifitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta
konsumsi alkohol dan stres juga merupakan faktor resiko PTM.
Masa abad ke 21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan
prevelensi PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah
kesehatan di masa yang akan datang. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan
60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan
dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Maj Kedokt Indon,
2009).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius
saat ini adalah hipertensi yang di sebut sebagai the silent killer. Di Amerika,
diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini
tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa
penelitian di laporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat

1
2

menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkenan stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestive hearth failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan
jantung. Menurut WHO dan The International Society Of Hypertension (ISH),
saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunya. Tujuh dari 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat (Maj Kedokt Indon, 2009).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sekitar sedikitnya 90 mmHg ( Sylvia price,2005
dalam Reny, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari riset kesehatan dasar (riskesdas)
tahun 2013 menunjukkan bahwa 25,8% penduduk Indonesia mengidap
penyakit hipertensi. Kemudian pada tahun 2016 diperkirakan meningkat
menjadi 32,4%. Angka ini meningkat di sebabkan mulai dari merokok,
konsumsi garam, hingga minimnya makan buah dan sayur (Detik health,
2017).
Tabel 1.1

Jumlah Penderita Hipertensi di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016-2017

Tahun Jumlah Penderita hipertensi Laki-laki perempuan


2016 119 orang 79 orang 40 orang
2017 193 orang 120 orang 73 orang
Sumber : RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2016-2017

Berdasarkan data yang di dapat dari RSUD Raden Mattaher Jambi


tahun 2016-2017 bahwa adanya peningkatan yang drastis pada penderita
hipertensi setiap tahunnya.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang di lakukan di ruang


jantung RSUD Raden Mattaher Jambi sebanyak 3 dari 8 pasien diberikan terapi
teknik relaksasi nafas dalam. Namun hal itu tidak di lakukan secara optimal
adapun terapi lainnya yang diberikan yaitu dengan terapi obat-obatan seperti .
Curah jantung merupakan bagian integral dari tekanan darah, hal ini di
karenakan tekanan darah terbentuk dari curah jantung. Efek dari relaksasi nafas
dalam dapat menurunan tekanan darah serta dapat mengurangi stres, apabila
3

tekanan darah turun maka dapat terjadi juga penurunan curah jantung. Curah
jantung dapat meningkat apabila stres, melakukan kerja otot, setelah makan
yang berlebihan, peningkatan suhu lingkungan (Reny Yuli Aspiani,2014).
Berdasarkan konsep keperawatan, penurunan curah jantung pada
hipertensi dapat menggunakan penatalaksanaan dengan penerapan non
farmakologi, salah satunya teknik nafas dalam. Bernafas dengan cara dan
berpengendalian yang baik mampu memberikan relaksasi serta mengurangi
stres serta mampu meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen
darah. Mekanisme relaksasi nafas dalam pada sistem penafasan berupa suatu
keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan 6-10
kali permenit sehingga terjadi peningkatan peregangan kardiopulmonari (Try
Mardhani, 2016 naskah publikasi).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengangkat kasus “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan Penerapan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengatasi Penurunan Curah Jantung Di
Rsud Raden Mattaher Jambi Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk merumuskan masalah
yaitu: “Bagaimana Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengatasi
Penurunan Curah Jantung Pada Pasien Hipertensi Di RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 ?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran asuhan keperawatan dan dapat melakukan
penerapan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi dengan
penurunan curah jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2018.
2. Tujuan khusus
Mengetahui gambaran tentang pengkajian sampai dengan evaluasi dalam
penerapan prosedur teknik relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi
dengan penurunan curah jantung RSUD Raden Mattaher Jambi tahun
2018.
4

D. Manfaat Penulisan kasus


1. Bagi masyarakat
Mendapatkan informasi tentang teknik relaksasi nafas dalam pada pasien
hipertensi dengan penurunan curah jantung.
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam penerapan teknik nafas dalam pada pasien hipertensi dengan
penurunan curah jantung.
3. Bagi penulis
Menambah ilmu dan memperoleh pengalaman dalam menerapkan konsep
“Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Hipertensi Dengan
Penurunan Curah Jantung Di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2018”.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN TEORITIS ANATOMI


A. Anatomi fisiologi
Menurut Sarwadi and Ervanto Linangkung (2014) anatomi jantung sebagai
berikut:
1. Jantung
Jantung letaknya di dalam rongga dada yang di lindugi oleh
rongga mediastinum. Berat jantung berkisar 225 laki-laki, dan 340
untuk perempuan. Fungsi utama jantung ialah menyebarkan darah ke
seluruh tubuh. Jantung manusia memiliki empat ruang yang terdiri dari
2 serambi yaitu serambi kanan dan serambi kiri dan dua bilik
(ventrikel), yaitu serambi bilik kanan dan bilik kiri.
Fungsi serambi merupakan tempat masuknya darah dari
pembuluh balik vena katub yang menghubungkan antara serambi kanan
dan serambi kiri di sebut pulpula bikuspidalis yang terletak pada vetus.
Fungsi bilik ialah untuk memompa darah dari jantung. Katub yang
menghubungkan bilik kanan dan bilik kiri di sebut Valvula
trikuspidalis. Katub-katub tersebut diperkuat oleh korda tendinae.
Fungsi katub-katub tersebut ialah untuk menjaga agar darah dari bilik
tidak kembali ke serambi. Katub yang terdapat pada pangkal aorta dan
pangkal arteri pulmonalis (pembuluh nadi paru-paru) di sebut Valvuva
semilunaris yang berbentuk bulan sabit. Katub ini berfungsi untuk
menjaga agar darah tidak kembali ke jantung.
Detak jantung manusia berdetak sekitar 100.000 kali/hari, dan di
atur oleh peacemaker. Peacemaker/pacu jantung terletak pada serambi
kanan, dan bertugas mengirimkan informasi elektronik ke otot jantung
untuk berkontraksi. Selain memberikan informasi ke jantung,
peacemaker menerima informasi dari otak.

5
6

Tiga lapisan yang menyusun jantung ialah sebagai berikut :


a. Perikardium ialah lapisan terluar jantung yang merupakan
membran yang membungkus jantung. Di dalamnya berisi cairan
perikardian. Cairan ini berfungsi untuk mengurangi gesekan saat
berdenyut.
b. Miokardium ialah lapisan otot jantung yang berfungsi untuk
berkontraksi sehingga jantung berdetak selamanya.
c. Endocardium ialah lapisan dalam yang berupa selaput yang
membatasi ruang jantung.

Sistem saraf yang mengendalikan sistem kerja jantung di atur oleh


sistem saraf tidak sadar yang terletak di dalam miokardium. Ada 3 jenis
sistem saraf yang mengendalikan sisten kerja jantung yaitu:

a. Simpul yang terdapat pada dinding serambi di antara vena masuk


ke serambi kanan di sebut sistem keit-flack (nodus sinuaurikularis).
b. Simpul yang berada pada sekat serambi dengan bilik di sebut
simpul tawara (nodus atrioventrikularis).
c. Saraf yang berada di sekat antara bilik jantung di sebut berkas his.

2. Cara Kerja Jantung

Setiap ruang jantung akan mengembur ketika jantung


berdenyut. Akibatnya ruangan jantung akan terisi darah (diatole), darah
akan di pompa keluar ketika jantung berkontraksi (sistol).

Serambi kanan dan serambi kiri akan relaksasi dan berkontraksi


secara bersamaan. Bilik kanan dan bilik kiri juga akan berkontraksi dan
relaksasi secara bersamaan. Darah dari paru-paru yang masuk ke
jantung malalui pembuluh balik paru-paru (pulmonal) yang kaya
oksigen masuk ke serambi kiri. Darah akan masuk kedalam bilik kiri
melalui katub mitral ketika serambi kiri ini berkontraksi. Katub mitral
ini akan menutup jika bilik kiri berkontraksi dan katub aorta terbuka.
Selanjutnya darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh.
7

3. Pembuluh darah
Pembuluh darah manusia terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Pembuluh nadi (arteri) ialah pembuluh darah yang mengedarkan
darah dari jantung ke seluruh tubuh. Arteri mempunyai diameter
antara 0,2mm sampai 20mm yang letaknya agak ke dalam dari
permukaan tubuh. Pembuluh ini di bagi menjadi tiga macam.
1) Aorta (pembuluh nadi besar)
Berfungsi mengangkut darah kaya oksigen dari bilik kiri ke
seluruh tubuh. Sedangkan pembuluh darah yang mengedarkan
darah kotor yang banyak mengandung karbondioksida dari bilik
kanan menuju paru-paru di sebut arteri pulmonales.
2) Arteri
Berasal dari bilik kanan yang bertugas membawa darah yang
mengandung karbondioksida dari tubuh menuju paru-paru.
3) Arteriola (pembuluh nadi terkecil)
Merupakan cabang arteri yang berhubungan dengan kapiler
yang menjadi tempat untuk pergantian gas. Dari kapiler darah
akan di angkut kembali ke jantung melalui venula yang
selanjutnya akan di angkut ke pembuluh balik (vena).
Secara umum, pembuluh nadi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Elastis dan tebal sehingga dapat menahan tekanan darah
dari jantung.
b) Denyutnya terasa pada bagian tubuh tertentu, yaitu di
pergelangan tubuh atau leher.
c) Pembuluh ini mempunyai sebuah katub yang letaknya
dekat dengan jantung yang di sebut valvula semilunaris.
Pembuluh ini berfungsi untuk menjaga darah agar tidak
mengalir kembali ke bilik jantung.
8

4. Curah Jantung
Menurut (Reny Yuli Aspiani,2014) Curah jantung merupakan volume
darah yang di pompakan selama satu menit, curah jantung di tentukan
oleh jumlah denyut jantung permenit.
Isi sekuncup di tentukan oleh :
a. Beban awal (pre-load)
1) Pre-load adalah keadaan ketika serat otit ventrikel kiri jantung
memanjang atau meregang sampai akhir diastole. Pre-load
adalah jumlah darah yang berada dalam ventrikel pada akhir
diastole.
2) Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini
tergantung pada pengambilan darah dari pembuluh vena dan
pengambilan darah dari pembuluh vena ini juga tergantung
pada jumlah darah yang beredar serta tonus otot.
3) Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut
miokardium.
4) Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel
miokardium) akan teregang 2,0 um dan bila isi ventrikel makin
banyak maka peregangan ini makin panjang.
b. Daya kontraksi
1) Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap
curah jantung, makin kuat kontraksi otot jantung makin banyak
pula volume darah yang di keluarkan. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan tekanan ventrikel.
Kekuatan kontraksi yang terjadi tanpa tergantung dari panjang
serabut miokardium.
2) Daya kontraksi di pengaruhi oleh keadaan miokardium,
keseimbangan elektrolit terutama kalium, natrium, kalsium,
dan keadaan konduksi jantung. Pada keadaan hipoksemia dan
asidosis metabolik akan menurunkan kontraktilitas otot jantung
dan menurunkan stroke volume. Peningkatan kadar kalium dan
penurunan kadar kalsium di ekstrasel akan menyebabkan otot
jantung kurang peka terhadap rangsang sehingga kontraksi
9

jantung lemah dan berhenti dalam keadaan diastole. Penurunan


kadar kalium dan peningkatan kadar kalsium di ekstrasel
menyebabkan otot jantung sangat peka terhadap rangsangan
sehingga tidak dapat relaksasi dan kemungkinan berhenti pada
keadaan sistole.
c. Beban akhir (afterload)
1) Afterload adalah jumlah tegangan yang harus di keluarkan
ventrikel selama kontraksi untuk mengeluarkan darah dari
ventrikel melalui katup semilunar aorta. Afterload secara
langsung di pengaruhi oleh tekanan darah arteri.
2) Hal ini terutama di tentukan oleh tahanan pembuluh darah
perifer dan ukuran pembuluh darah.
3) Kondisi yang menyebabkan beban akhir meningkat akan
mengakibatkan penurunan isi sekuncup.
4) Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah kurang
lebih 70 ml sehingga curah jantung di perkirakan kurang lebih
5 liter.
5) Curah jantung dapat meningkat apabila dalam keadaan stres,
kerja terlalu berat. Sedangkan, saat beristirahat curah jantung
akan menurun.

II. Konsep Hipertensi


A. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat di definisikan tekanan darah tinggi persinten di
mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di
atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner and
Suddarth,2005 dalam Andra 2013).
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (Morbiditas) dan angka kematian
(Mortalitas) (Kushariyadi,2008 dalam Reny 2014).
10

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah baik diastolik


maupun sistolik secara hilang timbul atau menetap ( Reny,2014).
Menurut JNC (2003) dalam Andra (2013) hipertensi adalah suatu
keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan
terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang di
sebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal.

B. Etiologi
Menurut (Corwin,2000) dalam (Andra,2014) hipertensi
tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total
Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat
terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.
Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering
menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut
jantung biasanya di kompensasi oleh penurunan volume sekuncup
sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat
terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan,
akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi
garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron
maupun menurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air
dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume
sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan
dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan TPR yang berlangsung
lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada
arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat
dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini di
11

sebabkan peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan


dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami
hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan
oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada
hipertrofi, sarat-sarat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang
normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
volume sekuncup.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di
pompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer.

C. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak di jumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula di temukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang di vaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
12

sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan


tajam penglihatan (Brunner and Suddarth,2005).

Menurut (Corwin,2000) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul:


1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang di sertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intracranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
6. Penurunan curah jantung.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah
kekorda spinalis dan keluar dari kolumnamedula spinalis keganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion
kepembuluh darah, di mana dengan di lepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstraksi. Medula
13

adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstraksi. Korteks


adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan
renin.
Renin yang di lepaskan merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang
padaakhirnya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cendrung mencetuskan hipertensi (Brunner and Suddarth,2002).

E. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak di obati dan di tanggulangi,
maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam
tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut:
1. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja
jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, yang di sebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak
mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau
oedema dan kondisi ini di sebut gagal jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke, apabila
tidak di obati risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
3. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di
dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
14

zat-zat yang tidak di butuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
4. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati
hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan (Yahya,2005) dalam
(Andra 2013).

F. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Penurunan stres
Stres memang tidak menyebabkan hipertensi secara menetap
namun jika episode stres sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah tinggi. Menghindari stres dapat dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita
hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti
teknik relaksasi nafas dalam yang dapat mengontrol sistem saraf
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan
tekanan darah sangat berhubungan erat dengan penurunan curah
jantung, sebab penurunan curah jantung juga dapat di lakukan
dengan pencegahan stres.
b. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR
dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis.
c. Pengaturan diet
Beberapa diet yang di anjurkan:
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi
garam dapat mengurangi stimulus systemrenin-angiotensin
sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah
intake sodium yang di anjurkan 50-100 mmol atau setara
dengan 3-6 gram garam perhari.
2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian potasium secara
15

intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang di percayai


di mediasi oleh nitricoxide pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan
dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup
juga berkurang.
e. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermamfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
keadaan jantung.
Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu
minggu sangat di anjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipetensi.
f. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting
untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok di ketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan
dapat meningkatkan kerja jantung.

2. Penatalaksanaan medis hipertensi


a. Terapi oksigen.
b. Pemantauan hemodinamika.
c. Pemantauan jantung.
d. Obat-obatan:
1) Diuretik: chlorthalidon, hydromox, lasix, aldactone,
dyrenium diuretic berkerja melalui berbagai mekanisme
untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
meningkatkan ekskresi garam dan airnya.
16

2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos


jantung atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium
bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot
jantung, sebagian yang lebih spesifik untuk saluran lambat
kalsium otot jantung, sebagian yang lebih spesifik untuk
saluran kalsium otot polos vascular. Dengan demikian,
berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup, dan TPR.
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibitor
ACE berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan
menghambat enzim yang di perlukan untuk mengubah
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Kondisi ini menurunkan
darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara
tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosterone, yang
akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urin
kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung.
4) Antagonis (penyekat) respetor beta (B-blocker), terutama
penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk
menurunkan kecepatan dan curah jantung.
5) Antagonis reseptor alfa (B-blocker) menghambat reseptor
alfa di otot polos vascular yang secara normal berespon
terhadap rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi.
Hal ini akan menurunkan TPR.
6) Vasodilator arterior langsung dapat di gunakan untuk
menurunkan TPR, misalnya; natrium, nitroprusida,
nikardipin, hidralazin, nitrogliserin (Brunner and
Suddarth,2002) dalam (Reny 2014).
17

G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan paremkin ginjal.
b. Kreatinin serum BUN meningkat pada hipertensi karena paremkin
ginjal dengan gagal ginjal akut.
c. Darah perifer.
d. Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa).

2. EKG
a. Hipertropi ventrikel kiri.
b. Iskemia/infark miokard.
c. Peninggian gelombang P.
d. Gangguan konduksi.

3. Rontgen foto
a. Bentuk dan besar jantung nothing dari iga pada kuartasio dari
aorta.
b. Pembendungan lebarnya paru.
c. Hipertrofi paremkim ginjal.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut ( Aplikasi Nanda Nic-Noc,2015)
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
a. Gejala :Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b. Tanda:Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
takipnea.
2. Sirkulasi
a. Gejala :
1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler.
2) Episode palpitas.
18

b. Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi.
3) Murmur stenosis valvular.
4) Distensi vena jugularis.
5) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
6) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda.
3. Integritas ego
a. Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan perkerjaan).
b. Tanda: Letupan suasana hati,gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
a. Gejala :Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5. Makanan / cairan
a. Gejala :
1) Makanan yang di sukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolestrol.
2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun).
b. Tanda :
1) Berat badan normal atau obesitas.
2) Adanya edema.
3) Glikosuria.
6. Neurosensori
a. Gejala :
1) Keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam).
2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistakis).
19

b. Tanda :
1) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/ isi
bicara, efek proses pikir.
2) Penurunan kekuatan genggaman tangan.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
a. Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung),
sakit kepala.
8. Pernafasan
a. Gejala :
1) Dipsnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea,
nortopnea, dipsnea.
2) Batuk dengan atau pembentukan sputum.
3) Riwayat merokok.
b. Tanda :
1) Distres pernafasan / penggunaan otot aksesoris pernafasan.
2) Bunyi nafas tambahan,
3) Sianosis.
9. Keamanan
a. Gejala : Gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi postural.
10. Pembelajaran / penyuluhan
a. Gejala :
Faktor risiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes melitus, penyakit ginjal, faktor risiko etnik, penggunaan
pil kb atau hormon.

B. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi, ventricular.
b. Nyeri akutb.d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
c. Kelebihan volume cairan.
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseinambungan suplai dan
kebutuhan oksigen.
20

C. Intervensi
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi, ventricular.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan tekanan
darah menurun, afterload tidak meningkat, tidak terjadi
vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
respirasi).
2) Tekanan darah dalam batas normal 120-140 mmHg.
3) Tidak terjadi stres yang berlebih.
4) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
5) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
6) Tidak ada penurunan kesadaran.

Intervensi keperawatan :

1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.


2) Pantau tekanan darah
3) Catat adanya fluktuasi, tekanan darah.
4) Monitor tekanan darah sebelum melatih teknik relaksasi nafas
dalam
5) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam berupaya menurunkan
tekanan darah.
6) Monitor adanya perubahan tekanan darah.
7) Monitor balance cairan.
8) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.
9) Anjurkan untuk mampu melakukan penurunan stres.
21

b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral, peningkatan


tekanan darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri
berkurang.
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, durasi, frekuensi,


kualitas, faktor presipitas.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri
pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
5) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
6) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
7) Ajarkan analgetik untuk mengurangi nyeri.
8) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.

c. Kelebihan volume cairan.


Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan volume
cairan adekuat.
Kriteria hasil :
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara.
22

2) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu.


3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular.
4) Memelihara tekanan vena sentral, jantung dan vital sign dalam
batas normal.
5) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan.
6) Menjelaskan indikator kelebihan cairan.

Intervensi :

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.


2) Monitor hasil hb yang sesuai dengan retensi cairan.
3) Monitor vital sign.
4) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori.
5) Monitor status nutrisi.

d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseinambungan suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan
intoleransi aktivitas tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di sertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan pernafasan.
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
3) Tanda-tanda vital normal.
4) Pernafasan status baik.
5) Status respirasi : pertukaran gan dan ventilasi adekuat.

Intervensi :

1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu di


lakukan.
2) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik.
3) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang di sukai.
23

4) Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan


dalam beraktivitas.
5) Berikan motivasi kepada pasien.

IV. Konsep Teknik Relaksasi Nafas Dalam


A. Definisi Nafas Dalam
Relaksasi nafas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan
frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan nyaman dengan cara
memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini ialah distraksi
atau pengalihan perhatian (Setyoadi,2011).
Relaksasi nafas dalam merupakan suatu teknik untuk melakukan
nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Teknik relaksasi nafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen
darah (Try Mardhani,2016 naskah publikasi).

B. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam


Berupaya menurunkan tekanan darah serta penurunan curah
jantung, membuat tubuh menjadi lebih tenang dan harmonis, serta mampu
mengurangi stres.

C. Mamfaat Relaksasi Nafas Dalam


1. Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah.
2. Bernafas dengan cara dan berpengendalian yang baik mampu
memberikan relaksasi serta mengurangi stres.
3. Terapi relaksasi nafas dalam mampu membuat tubuh lebih tenang dan
harmonis.
4. Terapi relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigen darah.

D. Indikasi
1. Pasien dengan sesak nafas.
2. Pasien dengan kecemasan.
24

3. Pasien dengan peningkatan tekanan darah.


4. Penurunan curah jantung

E. Prosedur Tindakan Relaksasi Nafas Dalam


(Triharjo,2003) menyatakan bahwa adapun langkah-langkah teknik nafas
dalam sebagai berikut ;
1. Atur posisi yang nyaman dan usahan lingkungan yang tenang.
2. Usahakan rileks dan tenang.
3. Menarik nafas dari hidung dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan
sekekitar 5-10 detik.
4. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan sambil
membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal
tersebut.

F. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Curah


Jantung
Teknik relaksasi nafas dalam dapat berpengaruh dalam penurunan
tekanan darah baik pada tekanan darah sistolik maupun diastolik. Hal ini di
buktikan tekanan darah sistolik sebelum di berikan terapi relaksasi nafas
dalam yaitu 146,46 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik setelah di
berikan terapi relaksasi nafas dalam yaitu 138 mmHg, mengalami
penurunan sebanyak 18,46 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik
setelah di berikan terapi relaksasi nafas dalam yaitu 86,46 mmHg telah
terjadi penurunan tekanan darah diastolik sebesar 6,54 mmHg (Muttaqin
2009 dalam jurnal).
Sehingga terapi relaksasi nafas dalam dapat di jadikan sebagai
alternatif tindakan keperawatan non farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi.
Tekanan darah merupakan tekanan yang di hasilkan oleh darah
terhadap pembuluh darah. Tekanan darah di pengaruhi volume cairan yang
mengisi pembuluh darah, besarnya di tandai dengan curah jantung dan
tahanan pembuluh darah tepi terhadap aliran darah yang mengalir.
Sehingga bila terjadi peningkatan volume darah akan menyebabkan
25

peningkatan tekanan darah. Sebaliknya, bila terjadi penurunan volume


darah akam menurukan tekanan darah.
Curah jantung merupakan bagian integral dari tekanan darah, hal
ini di karenakan tekanan darah terbentuk dari curah jantung BP = CO x
TPR Keterangan :
1. BP : Blood prissure (mmHg).
2. CO : Cardiac output (ml/permenit).
3. TPR : Total peripheral resistence.
Sehingga dengan terjadinya penurunan tekanan darah maka akan
menyebabkan penurunan curah jantung.

G. Ciri-Ciri Penderita Hipertensi Dengan Penurunan Curah Jantung


Menurut (Resti and Ratna,2018 Journal On Medical Science)
1. Peningkatan tekanan darah.
2. Nyeri tengkuk.
3. Dipsnea.
4. Kulit lembab.
5. Oliguria.
6. Peningkatan PVR.
7. Peningkatan SVR.
8. Penurunan perifer.
9. Penurunan sesistansi vaskular sistemik.
10. Perubahan warna kulit.
11. Pengisian kapiler memanjang.
12. Bunyi nafas tambahan.
13. Dipsnea paroksimal nokturnal.
14. Penurunan traksi ejeksi.
15. Penurunan indeks jantung.
26

BAB III
METODE STUDI KASUS

Bab ini menjelaskan tentang metode studi kasus. Bab ini berisi tentang
jenis studi kasus, subyek studi kasus, fokus studi kasus, defenisi operasional
fokus studi, instrument studi kasus, metode pengumpulan data, lokasi dan
waktu studi kasus, analisis data dan penyajian data, etika studi kasus.

A. Jenis Studi Kasus


Studi kasus yang di gunakan adalah jenis studi kasus kualitatif
yaitu studi kasus yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang tertentu dan perilaku yang di amati.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek studi kasus ini di ambil dari 1 orang klien dengan
diagnosa medis hipertensi yang di rawat di ruang perawatan jantung
RSUD Raden Mattaher Jambi.

C. Fokus Studi Kasus


Fokus studi kasus pada karya tulis ilmiah ini adalah penerapan
teknik relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi dengan penurunan
curah jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2018.

D. Defenisi Operasional Fokus Studi


1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi persinten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
2. Teknik relaksasi nafas dalam adalah salah satu bentuk tindakan yang
mampu membuat tubuh menjadi lebih tenang, dengan memberikan
posisi yang nyaman kepada pasien, meminta pasien untuk rileks dan
dalam keadaan tenang, anjurkan pasien untuk menarik nafas dari

26
27

hidung dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan skekitar 5-10 detik, lalu
mintalah pasien untuk menghembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan
merasakan betapa nyaman tubuh setelah di lakukan relaksasi nafas
dalam sesuai prosedur tindakan.
3. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang di
pompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
maka akan dapat merubah tekanan darah (Resti dan Ratna,2018)
dalam jurnal Indonesian Journal Medical Science.

E. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
di butuhkan dalam rangka mencapai tujuan studi kasus dengan cara
wawancara, pengkajian sampai dengan evaluasi serta observasi penerapan
prosedur teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan selama 3 hari
berturut-turut.

F. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan di ruang jantung RSUD Raden Mattaher
Jambi, mulai dari tanggal 4 juni 2018 s/d 6 juni 2018.

G. Analisis Data Dan Penyajian Data


Data yang di sajikan secara narasi yang terdiri dari data fokus,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan
dan evaluasi keperawatan yang meliputi data verbal dan non verbal dari
subjek studi kasus yang di jadikan sebagai data pendukung.

H. Etika Studi Kasus


Studi kasus ini di awali dengan meminta izin terlebih dahulu
terhadap pihat terkait dengan membawa surat rekomendasi dari institusi
Poltekkes Kemenkes Jambi dengan segala pertimbangannya. Kemudian
menjelaskan kepada responden tentang studi kasus ini agar responden
bersedia menjadi objek dari studi kasus tersebut.
28

Adapun prinsip etik yang digunakan pada studi kasus ini adalah:
1. Autonomi, yaitu klien mempunyai hak untuk memutuskan sesuatu
dalam pengambilan tindakan terhadapnya, perawattidak boleh
memaksa suatu tindakan pengobatan kepada klien.
2. Beneficence, yaitu semua tindakan dan pengobatan harus
bermamfaat bagi klien.
3. Non Maleficence, yaitu setiap tindakan tidak boleh membahayakan
kesehatan klien.
4. Veracity, yitu perawat harus mengatakan dengan jujur tentang apa
yang di alami klien.
5. Confidentiality, yaitu perawat harus mampu menjaga privasi klien
meskipun klien telah meninggal dunia.
6. Justice, yaitu seorang perawat harus mampu berlaku adil terhadap
klien meskipun berbeda status sosial, fisik, budaya, dan lain
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai