BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang merupakan satu kesatuan bukan
hanya terbebas dari penyakit maupun cacat. Sedangkan menurut undang-
undang nomor 36 tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Transisi epidemologi yang paralel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola
penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made disease yang merupakan faktor utama
mordibitas dan mortalitas. Terjadinya transisi epidemologi ini di sebabkan
terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur
penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya
merokok, kurang aktifitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta
konsumsi alkohol dan stres juga merupakan faktor resiko PTM.
Masa abad ke 21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan
prevelensi PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah
kesehatan di masa yang akan datang. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan
60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan
dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Maj Kedokt Indon,
2009).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius
saat ini adalah hipertensi yang di sebut sebagai the silent killer. Di Amerika,
diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini
tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa
penelitian di laporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat
1
2
menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkenan stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestive hearth failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan
jantung. Menurut WHO dan The International Society Of Hypertension (ISH),
saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunya. Tujuh dari 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat (Maj Kedokt Indon, 2009).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sekitar sedikitnya 90 mmHg ( Sylvia price,2005
dalam Reny, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari riset kesehatan dasar (riskesdas)
tahun 2013 menunjukkan bahwa 25,8% penduduk Indonesia mengidap
penyakit hipertensi. Kemudian pada tahun 2016 diperkirakan meningkat
menjadi 32,4%. Angka ini meningkat di sebabkan mulai dari merokok,
konsumsi garam, hingga minimnya makan buah dan sayur (Detik health,
2017).
Tabel 1.1
tekanan darah turun maka dapat terjadi juga penurunan curah jantung. Curah
jantung dapat meningkat apabila stres, melakukan kerja otot, setelah makan
yang berlebihan, peningkatan suhu lingkungan (Reny Yuli Aspiani,2014).
Berdasarkan konsep keperawatan, penurunan curah jantung pada
hipertensi dapat menggunakan penatalaksanaan dengan penerapan non
farmakologi, salah satunya teknik nafas dalam. Bernafas dengan cara dan
berpengendalian yang baik mampu memberikan relaksasi serta mengurangi
stres serta mampu meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen
darah. Mekanisme relaksasi nafas dalam pada sistem penafasan berupa suatu
keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan 6-10
kali permenit sehingga terjadi peningkatan peregangan kardiopulmonari (Try
Mardhani, 2016 naskah publikasi).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengangkat kasus “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan Penerapan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengatasi Penurunan Curah Jantung Di
Rsud Raden Mattaher Jambi Tahun 2018”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk merumuskan masalah
yaitu: “Bagaimana Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengatasi
Penurunan Curah Jantung Pada Pasien Hipertensi Di RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
3. Pembuluh darah
Pembuluh darah manusia terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Pembuluh nadi (arteri) ialah pembuluh darah yang mengedarkan
darah dari jantung ke seluruh tubuh. Arteri mempunyai diameter
antara 0,2mm sampai 20mm yang letaknya agak ke dalam dari
permukaan tubuh. Pembuluh ini di bagi menjadi tiga macam.
1) Aorta (pembuluh nadi besar)
Berfungsi mengangkut darah kaya oksigen dari bilik kiri ke
seluruh tubuh. Sedangkan pembuluh darah yang mengedarkan
darah kotor yang banyak mengandung karbondioksida dari bilik
kanan menuju paru-paru di sebut arteri pulmonales.
2) Arteri
Berasal dari bilik kanan yang bertugas membawa darah yang
mengandung karbondioksida dari tubuh menuju paru-paru.
3) Arteriola (pembuluh nadi terkecil)
Merupakan cabang arteri yang berhubungan dengan kapiler
yang menjadi tempat untuk pergantian gas. Dari kapiler darah
akan di angkut kembali ke jantung melalui venula yang
selanjutnya akan di angkut ke pembuluh balik (vena).
Secara umum, pembuluh nadi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Elastis dan tebal sehingga dapat menahan tekanan darah
dari jantung.
b) Denyutnya terasa pada bagian tubuh tertentu, yaitu di
pergelangan tubuh atau leher.
c) Pembuluh ini mempunyai sebuah katub yang letaknya
dekat dengan jantung yang di sebut valvula semilunaris.
Pembuluh ini berfungsi untuk menjaga darah agar tidak
mengalir kembali ke bilik jantung.
8
4. Curah Jantung
Menurut (Reny Yuli Aspiani,2014) Curah jantung merupakan volume
darah yang di pompakan selama satu menit, curah jantung di tentukan
oleh jumlah denyut jantung permenit.
Isi sekuncup di tentukan oleh :
a. Beban awal (pre-load)
1) Pre-load adalah keadaan ketika serat otit ventrikel kiri jantung
memanjang atau meregang sampai akhir diastole. Pre-load
adalah jumlah darah yang berada dalam ventrikel pada akhir
diastole.
2) Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini
tergantung pada pengambilan darah dari pembuluh vena dan
pengambilan darah dari pembuluh vena ini juga tergantung
pada jumlah darah yang beredar serta tonus otot.
3) Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut
miokardium.
4) Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel
miokardium) akan teregang 2,0 um dan bila isi ventrikel makin
banyak maka peregangan ini makin panjang.
b. Daya kontraksi
1) Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap
curah jantung, makin kuat kontraksi otot jantung makin banyak
pula volume darah yang di keluarkan. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan tekanan ventrikel.
Kekuatan kontraksi yang terjadi tanpa tergantung dari panjang
serabut miokardium.
2) Daya kontraksi di pengaruhi oleh keadaan miokardium,
keseimbangan elektrolit terutama kalium, natrium, kalsium,
dan keadaan konduksi jantung. Pada keadaan hipoksemia dan
asidosis metabolik akan menurunkan kontraktilitas otot jantung
dan menurunkan stroke volume. Peningkatan kadar kalium dan
penurunan kadar kalsium di ekstrasel akan menyebabkan otot
jantung kurang peka terhadap rangsang sehingga kontraksi
9
B. Etiologi
Menurut (Corwin,2000) dalam (Andra,2014) hipertensi
tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total
Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat
terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.
Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering
menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut
jantung biasanya di kompensasi oleh penurunan volume sekuncup
sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat
terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan,
akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi
garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron
maupun menurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air
dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume
sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan
dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan TPR yang berlangsung
lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada
arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat
dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini di
11
C. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak di jumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula di temukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang di vaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
12
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah
kekorda spinalis dan keluar dari kolumnamedula spinalis keganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion
kepembuluh darah, di mana dengan di lepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstraksi. Medula
13
E. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak di obati dan di tanggulangi,
maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam
tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut:
1. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja
jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, yang di sebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak
mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau
oedema dan kondisi ini di sebut gagal jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke, apabila
tidak di obati risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
3. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di
dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
14
zat-zat yang tidak di butuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
4. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati
hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan (Yahya,2005) dalam
(Andra 2013).
F. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Penurunan stres
Stres memang tidak menyebabkan hipertensi secara menetap
namun jika episode stres sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah tinggi. Menghindari stres dapat dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita
hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti
teknik relaksasi nafas dalam yang dapat mengontrol sistem saraf
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan
tekanan darah sangat berhubungan erat dengan penurunan curah
jantung, sebab penurunan curah jantung juga dapat di lakukan
dengan pencegahan stres.
b. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR
dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis.
c. Pengaturan diet
Beberapa diet yang di anjurkan:
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi
garam dapat mengurangi stimulus systemrenin-angiotensin
sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah
intake sodium yang di anjurkan 50-100 mmol atau setara
dengan 3-6 gram garam perhari.
2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian potasium secara
15
G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan paremkin ginjal.
b. Kreatinin serum BUN meningkat pada hipertensi karena paremkin
ginjal dengan gagal ginjal akut.
c. Darah perifer.
d. Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa).
2. EKG
a. Hipertropi ventrikel kiri.
b. Iskemia/infark miokard.
c. Peninggian gelombang P.
d. Gangguan konduksi.
3. Rontgen foto
a. Bentuk dan besar jantung nothing dari iga pada kuartasio dari
aorta.
b. Pembendungan lebarnya paru.
c. Hipertrofi paremkim ginjal.
b. Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi.
3) Murmur stenosis valvular.
4) Distensi vena jugularis.
5) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
6) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda.
3. Integritas ego
a. Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan perkerjaan).
b. Tanda: Letupan suasana hati,gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
a. Gejala :Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5. Makanan / cairan
a. Gejala :
1) Makanan yang di sukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolestrol.
2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun).
b. Tanda :
1) Berat badan normal atau obesitas.
2) Adanya edema.
3) Glikosuria.
6. Neurosensori
a. Gejala :
1) Keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam).
2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistakis).
19
b. Tanda :
1) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/ isi
bicara, efek proses pikir.
2) Penurunan kekuatan genggaman tangan.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
a. Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung),
sakit kepala.
8. Pernafasan
a. Gejala :
1) Dipsnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea,
nortopnea, dipsnea.
2) Batuk dengan atau pembentukan sputum.
3) Riwayat merokok.
b. Tanda :
1) Distres pernafasan / penggunaan otot aksesoris pernafasan.
2) Bunyi nafas tambahan,
3) Sianosis.
9. Keamanan
a. Gejala : Gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi postural.
10. Pembelajaran / penyuluhan
a. Gejala :
Faktor risiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes melitus, penyakit ginjal, faktor risiko etnik, penggunaan
pil kb atau hormon.
B. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi, ventricular.
b. Nyeri akutb.d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
c. Kelebihan volume cairan.
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseinambungan suplai dan
kebutuhan oksigen.
20
C. Intervensi
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi, ventricular.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan tekanan
darah menurun, afterload tidak meningkat, tidak terjadi
vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
respirasi).
2) Tekanan darah dalam batas normal 120-140 mmHg.
3) Tidak terjadi stres yang berlebih.
4) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
5) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
6) Tidak ada penurunan kesadaran.
Intervensi keperawatan :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
D. Indikasi
1. Pasien dengan sesak nafas.
2. Pasien dengan kecemasan.
24
BAB III
METODE STUDI KASUS
Bab ini menjelaskan tentang metode studi kasus. Bab ini berisi tentang
jenis studi kasus, subyek studi kasus, fokus studi kasus, defenisi operasional
fokus studi, instrument studi kasus, metode pengumpulan data, lokasi dan
waktu studi kasus, analisis data dan penyajian data, etika studi kasus.
26
27
hidung dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan skekitar 5-10 detik, lalu
mintalah pasien untuk menghembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan
merasakan betapa nyaman tubuh setelah di lakukan relaksasi nafas
dalam sesuai prosedur tindakan.
3. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang di
pompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
maka akan dapat merubah tekanan darah (Resti dan Ratna,2018)
dalam jurnal Indonesian Journal Medical Science.
Adapun prinsip etik yang digunakan pada studi kasus ini adalah:
1. Autonomi, yaitu klien mempunyai hak untuk memutuskan sesuatu
dalam pengambilan tindakan terhadapnya, perawattidak boleh
memaksa suatu tindakan pengobatan kepada klien.
2. Beneficence, yaitu semua tindakan dan pengobatan harus
bermamfaat bagi klien.
3. Non Maleficence, yaitu setiap tindakan tidak boleh membahayakan
kesehatan klien.
4. Veracity, yitu perawat harus mengatakan dengan jujur tentang apa
yang di alami klien.
5. Confidentiality, yaitu perawat harus mampu menjaga privasi klien
meskipun klien telah meninggal dunia.
6. Justice, yaitu seorang perawat harus mampu berlaku adil terhadap
klien meskipun berbeda status sosial, fisik, budaya, dan lain
sebagainya.