Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KASUS KLINIS PRAKTIK KLINIK

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. SIDOARJO

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA HYPERTENSIVE HEART

FAILURE (HHF)

Disusun Oleh :

Azzaria Ariffadila (P27226020164)

Farah Mubarok (P27226020172)

Hanan Fawaz Hibatullah (P27226020173)

M. Nabil Isbah (P27226020183)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2023
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam

sistem sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk

menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan

mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang menyumbang mortalitas tinggi di

dunia, baik di Negara berkembang maupun negara maju. Di Asia, diperkirakan hipertensi

dialami 10-20% dari seluruh populasi. Penyebab penyakit jantung hipertensi adalah

tekanan darah tinggi darah tinggi yang berlangsu yang berlangsung kronis, namun

penyebab tekanan darah tinggi dapat beragam. Esensial hipertensi menyumbang 90%

mbang 90% dari kasus hipertensi pada kasus hipertensi pada orang dewasa, orang

dewasa, hipertensi sekunder berjumlah tensi sekunder berjumlah 10% dari sisa kasus

kronis hipertensi (Diamond JA, 2005).

Hipertensi dan tak terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai

perubahan perubahan dalam struktur struktur miokard, miokard, pembuluh pembuluh

darah koroner, koroner, dan sistem konduksi konduksi jantung. jantung. Perubahan ini

pada gilirannya dapat menyebabkan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri (LVH),

penyakit arteri koroner (CAD), berbagai penyakit sistem konduksi, serta disfungsi sistolik

dan diastolik dari miokardium, yang bermanifestasi klinis sebagai angina atau infark

miokard, aritmia jantung ( terutama fibrilasi atrium), dan gagal jantung kongestif (CHF)

(Prawisanthi, 2018).
Heart failure atau gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler

yang menjadi masalah serius di Amerika, American Heart Association (AHA) tahun 2004

melaporkan 5,2 juta penduduk amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan

Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal

jantung (ACC / AHA 2005) dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung

setiap tahunnya di seluruh dunia.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri. sesak napas dan

rasa lelah, meningkatkan mobilitas sangkar thoraks dan kemampuan fungsional jantung

pada pasien old MI + HHF?

C. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan

fisioterapi dalam mengurangi nyeri. sesak napas dan rasa lelah, meningkatkan mobilitas

sangkar thoraks dan kemampuan fungsional jantung pada pasein old MI + HHF.

D. Tujuan penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat pada:

1. Bagi Penulis

a. Memperluas pengetahuan tentang kondisi HHF dan bagaimana proses

penatalaksanaan fisioterapinya.

b. Menambah informasi pada fisioterapis pada khususnya dan kepada tenaga

medis lainnya.

2. Bagi Rumah Sakit


Bermanfaat sebagai salah satu metode fisioterapi yang dapat diaplikasikan

pada pasien HHF yang dapat dipertimbangkan untuk pelayanan fisioterapi di

Instalasi Rehabilitasi Medis di RSUD Sidoarjo.

3. Bagi Pembaca

Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang HHF.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Anatomi Jantung

a. Jantung

Merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan berongga, terletak di

rongga toraks bagian mediastinum, diantara dua paru-paru. Bentuk jantung seperti

kerucut tumpul, pada bagian bawah disebut apeks, letaknya lebih ke kiri dari garis

medial, bagian tepinya pada ruang interkosta V kiri atau kira-kira 9cm dari kiri

linea medioclavikularis, sedangkan bagian atasnya disebut basis. Ukuran jantung

kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebalnya 6cm dengan berat sekitar

200-425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram, pada perempuan sekitar 225 gram.

b. Lapisan otot jantung

Terdapat tiga lapisan jantung, yaitu lapisan bagian luar disebut epikardium,

lapisan bagian tengah disebut miokardium yang tersusun atas otot lurik dan

mampu berkontraksi dengan kuat. Sedangkan lapisan bagian dalam disebut

endocardium yang terdiri dari jaringan endothelia yang juga melapisi ruang

jantung, katup-katup jantung.

c. Selaput Jantung

Jantung dilapisi oleh dua membrane untuk mennegah terjadinya trauma

juga infeksi, yaitu perinardium parietal yang tersusun atas jaringan fibrosa

dan perinardium visneral.

d. Ruang Jantung
Jantung terbagi atas dua belahan yang dipisahkan oleh otot pemisah

yang disebut septum. Dengan demikian jantung memiliki empat

ruangan, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel

kiri.

e. Katup jantung

Jantung memiliki dua jenis katup, yaitu katup atrioventrikuler dan katup

semilunar. Katup jantung tersusun atas endothelium yang dilapisi oleh

jaringan fibrosa, sehingga katup dapat membuka dan menutup karena

sifatnya yang fleksibel.

f. Siklus jantung

Merupakan periode dimanan jantung berkontraksi relaksasi. Satu kali

siklus jantung sama dengan satu periode systole (saat ventrikel

berkontraksi) satu periode diastole (saat ventrikel relaksasi). Normalnya

siklus jantung dimulai dengan depolarisasi spontan dari sel panemaker

dari SA Node berakhir dengan keadaan relaksasi ventrikel.

g. Frekuensi jantung

Jantung berdenyut dalam satu menit sekitar 60-100 kali atau rata-rata

75 kali per menit. Jika jantung berdenyut lebih dari 100 kali disebut

tanhynardia, jika kurang dari 60 kali disebut bradynardia. Frekuensi

denyut jantung dipengaruhi oleh keadaan aktivitas, umur, jenis kelamin,

endokrin, suhu, tekanan darah, kenemasan, stress dan nyeri


B. Definisi HHF

Penyakit jantung hipertensif merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan berkepanjangan

dan tidak terkendali terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan

sistem konduksi jantung. Perubahan- perubahan perubahan ini dapat mengakibatkan

mengakibatkan hipertrofi hipertrofi ventrikel ventrikel kiri, penyakit penyakit arteri

koroner, koroner, gangguan sistem konduksi sistem konduksi, disfungsi sistolik dan

diastolik yang nantinya bermanifesta yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina

(nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung

kongestif.

HHF bisa ditegakkan bila dapat dideteksi hipotrofi ventrikel kiri, peningkatan

bertahap pada pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Decompensasi cordis atau

heart failure adalah penururnan fungsi jantung untuk memompa kebutuhan darah ke

seluruh tubuh yang dapat menyebabkan respon sistemik (Prince, 2005)

C. Epidemiologi HHF

Prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan tercatat pada

tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensif sekitar 14,3% dan meningkat menjadi

sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia. Sebanyak

85- 90% hipertensi tidak diketahui penyababnya (hipertensi primer/hipertensi

idiopatik/hipertensi esensial) dan hanya sebagian kecil yang dapat ditetapkan

penyebabnya(hipertensi sekunder).Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi

sekunder dan sangat tergantung dimana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar

6% pasien hipertensi sekunder sedangkan dipusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%
Studi berbasis masyarakat telah menunjukkan bahwa hipertensi dapat

berkontribusi bagi perkembangan perkembangan gagal jantung jantung sebanyak

sebanyak 50-60% dari pasien. Pada pasien dengan hipertensi, risiko gagal jantung

meningkat sebesar 2kali lipat pada laki-laki dan 3 kali lipat pada wanita. 3 Meskipun

frekuensi tepat LVH tidak diketahui, berdasarkan temuan EKG adalah sekitar 2,9% pada

pria dan 1,5% pada perempuan. Tingkat LVH berdasarkan temuan echocardiography

adalah 15-20%. Dari data pasien tanpaLVH, 33% memiliki bukti disfungsi diastolik LV

tanpa gejala.

D. Patofisiologi HHF

Adapun patofisiologi hypertensive heart failure (HHF) yang dikemukakan oleh

PAPDI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik).

Rasio masa dan volume akhir diastolic ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan

yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri.

2. Stadium selanjutnya, karena penyakit terus belanjut, hipertrofi menjadi tidak

teratur, dan akibat terbatasnya aliran darah coroner menjadi eksentrik.

Berkurangnya rasio antara masa dan volume jantung mengakibatkan peningkatan

volume diastolic yang merupakan khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik.

3. Dilanjutkan dengan penurunan secara menyeluruh fungsi pompa yaitu penururnan

ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan

konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung.

4. Tekanan perfusi coroner meningkat, tahanan pembuluh coroner juga meningkat

sehingga cadangan aliran darah coroner berkurang. Perubahan hemodinamik


sirkulasi coroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipotrofi otot

jantung.

E. Etiologi HHF

Menurut Mansjoer (2001) dalam Kadavi (2017), terdapat 2 faktor

penyebab penyakit jantung hipertensi yaitu:

1. Peningkatan tekanan darah tidak terkontrol

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler

perunit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik

Klasifikasi

Klasifikasi fungsi gagal jantung menurut New York Heart Association

(NZHA) dalam PAPDI (2000):

Kelas I : Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak

Kelas II: Saat istirahat tidak ada keluhan, aktifitas sehari-hari

menimbulkan sesak nafas/kelelahan

Kelas III : Saat istirahat tak ada keluhan, aktifitas fisik yang kurang

ringan dan aktifitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak.

Kelas IV : Saat istirahat sudah timbul sesak

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi (EKG). Mengetahui gambaran aktivitas listrik jantung, mendeteksi

pembesaran ruang jantung, dan gangguan irama jantung.

2. Foto Rontgen dada. Dapat melihat pembesaran jantung dan melihat kondisi paru-paru.
3. EKG Treadmill. Berfungsi untuk melakukan pemantauan jantung mengukur terhadap

aktivitas fisik yang dijalani.

4. Ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan USG jantung yang memproduksi gambar

jantung menggunakan gelombang suara. Ekokardiografi dapat melihat pergerakkan

jantung, struktur jantung, katup jantung, dan aliran darah dalam jantung. Ekokardiografi,

layaknya pemeriksaan USG, dilakukan dengan menempelkan alat (probe) melalui

dinding luar dada, lalu akan menampilkan hasil gambar ke monitor. Selain melalui

dinding dada, probe dapat dimasukan melalui mulut ke dalam kerongkongan (esofagus)

dengan tujuan melihat jantung lebih dekat lagi, tes ini disebut transesophageal

echocardiogram (TEE).

5. Kateterisasi jantung. Dilakukan dengan menyuntikan zat warna (kontras) ke dalam

pembuluh darah koroner dan dilakukan foto Rontgen. Untuk menyuntikkan zat warna,

akan dimasukan selang kecil (kateter) melalui pembuluh darah arteri di lengan atau

tungkai. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pembuluh darah koroner secara rinci,

mengukur tekanan rongga jantung, dan evaluasi fungsi jantung.

6. MRI jantung. Pemeriksaan yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio

untuk melihat gambaran jantung dan katupnya secara rinci, untuk mengetahui tingkat

keparahan dari penyakit katup jantung.


BAB III

PELAKSANAAN STATUS KLINIS

A. KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : Ny. M

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Gang KH Abdurrahman 2 ,RT03/RW02, Kec. Buduran, Sidoarjo

No. RM : 1738853

B. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

(Diagnosa medis, catatan klinis, medika metosa, hasil lab, radiologi, dll)

 Diagnosa medis : Lesi nerve peroneus Sinistra

 Medika mentosa : HCD 100mg 1x1

Valsartan 80mg 2x1,

Insulin 1-0-1,

Allopurinol 300mg 2x1

 Hasil Lab :

Pemeriksaan Metode Hasil Nilai rujukan Satuan

Gula Darah Hexokinase 211 (45 - 140) mg/dL

Asam Urat Colorimetrik 9.0 (2.4 – 5.7) mg/dL

Kolesterol Enzymatic 138 (<= 200) mg/dL


Total

HDL Kolesterol Direct 42 (48 – 74) mg/dL

LDL Kolesterol Direct 68 ( <= 100) mg/dL

 Radiologi :

Tampak ada stent

C. SEGI FISIOTERAPI

1. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

 Keluhan Utama Dan Riwayat Penyakit Sekarang


(Termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, factor-2 yang

memperberat atau memperingan, iritabilitas dan derjad berat keluhan, sifat

keluhan dalam 24 jam, stadium dari kondisi)

Tanggal pemeriksaan :

Keluhan Utama : Px mengeluhkan napas tersengal saat melakukan aktivitas yang

sedikit berat disertai nyeri saat istirahat.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Delapan tahun yang lalu px mengalami pusing yang sangat hebat hingga px

merasa akan kehilangan kesadaran serta rasa sesak saat bernapas dan nyeri pada

dadanya. Px lalu mendatangi RS dan langsung diberi tindakan. Px didiagnosis

oleh dokter sp. JP mengalami MI (myocard infarct/PJK). Setelah mendapatkan

terapi farmako selama 1 tahun, px menjalani pemasangan stent pada arteri

koroner. Pada tahun 2021 pasien mulai mengeluhkan nyeri dan kaku bahu

kemudian menjalani perawatan sp. Orth dan dirujuk ke sp.JP. Setelah beberapa

pemeriksaan penunjang dilakukan px didiagnosis HHF (Hipertensive Heart

Failure). Pada bulan februari 2023 px dirujuk rawat jalan di poli rehab medik

untuk nyeri bahunya hingga saat ini.

2. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

( Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperature, tinggi badan, berat

badan )

 Tekanan darah : 125/63 mmHg


 Denyut nadi : 78x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,1⁰C
 Tinggi badan : 164 cm
 Berat badan : 85 kg
3. Inspeksi / Observasi

Inspeksi Statis

 pasien tidak menggunakan alat bantu apapun


 tidak nampak menahan nyeri,
 oedem(-)
 eritema(-)
 cyanosis(-)
 deformitas(-)

Inspeksi Dinamis

 cenderung menggunakan pernapasan dada


 irama napas cepat
 nampak ekspansi toraks tidak maksimal

4. Palpasi

 Spasme otot SCM. Scaleni, pectoralis, dan upper trapezius


 Tidak ada perbedaan suhu

5. Joint Test

a. Pemeriksaan Gerak Dasar ( Gerak aktif/pasif/isometric fisiologis)

Tidak dilakukan

6. Muscle Test

(kekuatan otot, control dada, panjang otot, isometric melawan


tahanan/provokasi nyeri, lingkar otot)

7. Neurological Test

(Pemeriksaan reflek, myotom test, dermatom test, Straight Leg Raising, dll)

Tidak dilakukan

8. Pemeriksaan Spesifik

a. Pemeriksaan nyeri menggunakan VAS

Pemeriksaan Nilai
Nyeri Diam 2

Nyeri Tekan 0

Nyeri Gerak 1

b. Borg scale

Pemeriksaan Nilai

SOB 5

RPE 14

D. UNDERLYING PROCCESS

(CLINIC REASONING)
E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Impairment

 Adanya nyeri pada dada sebelah kiri


 Adanya keterbatasan mobilitas sangkar thoraks pada saat respirasi dan inspirasi
 Adanya rasa sesak dan cepat lelah.
 Adanya keterbatasan fungsional

2. Functional Limitation

 Adanya nyeri pada dada sebelah kiri


 Adanya keterbatasan mobilitas sangkar thoraks pada saat respirasi dan inspirasi
 Adanya rasa sesak dan cepat lelah.
 Adanya keterbatasan fungsional

3. Participation Restriction

 Pasien tidak bisa mengikuti kegiatan sosial yang berat di lingkungan.

F. PROGRAM FISIOTERAPI

Tujuan Jangka Pendek

 Mengurangi nyeri
 Meningkatkan mobilitas sangkar thoraks
 Mengurangi sesak napas dan cepat lelah

Tujuan Jangka Panjang

 Meningkatkan kemampuan fungsional dengan peningkatan endurance jantung

G. TEKNOLOGI INTERVENSI

 Ultrasound
 Breathing Exercise
 Static Cycle Exercise
 Home program

H. RENCANA EVALUASI

1. Evaluasi nyeri dengan VAS


2. Evaluasi mobilitas sangkar thoraks dengan antropometri
3. Evaluasi kelelahan dengan RPE (Borg scale)
4. Evaluasi sesak napas dengan SOB (Borg scale)
5. Evaluasi kardiovaskuler dengann 6 MWT

I. PROGNOSIS

 Tindakan atau intervensi fisioterapi berfungsi untuk mengurangi gejala


keparahan atau mempertahankan serta meningkatkan kemampuan aktivitas
fungsional sesuai dengan kondisi pasien.
 Pasien dengan nama Ny. M dengan penyakit HHF memiliki prognosis yang
baik pada hidup, aktivitas fungsional, kosmetik, dan kesembuhan

J. PELAKSANAAN TERAPI

a. STATIC CYCLE EXERCISE

T1

Dosis : 60% HR MAX → 97x/mnt

Time : 10-15 menit

Beban : 25 watt

T2

Dosis : 65% HR MAX → 105x/mnt

Time : 10-15 menit

Beban : 25 watt

T2

Dosis : 70% HR MAX → 113x/mnt

Time : 10-15 menit

Beban : 25 watt

b. BREATHING EXERCISE

Breathing contol ketika sesak

Assisted thoracic expantion dengan frekuensi 15x repetisi


c. ULTRASOUND

Dosis :

Frekuensi : 1 mHZ

Intensitas : 1,6 w/cm2

Time : 5 menit

Area : Upper Trapezius

K. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Skala Borg

Pemeriksaan T1 T2 T3
SOB 5 4 3
RPE 14 12 11

6 MWT (Pre)

SaO2 (%) HR (x/menit) BP (mmHg) SOB RPE


Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
99 99 85 96 125/68 139/69 1 5 9 14
Jarak yang ditempuh 234 meter

6MWT (Post)

SaO2 (%) HR (x/menit) BP (mmHg) SOB RPE


Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
99 99 83 90 120/62 130/63 0,5 3 9 11
Jarak yang ditempuh 270 meter

VAS

Pemeriksaan T1 T2 T3
Nyeri Diam 2 2 1
Nyeri Tekan 0 0 0
Nyeri Gerak 1 0 0
Mobilitas Sangkar Thoraks

T1

Titik Pengukuran Inspirasi Ekspirasi Selilisih Normal


Upper (Axilla) 94 cm 95 cm 1 cm 2-3 cm
Middle (Papila Mamae) 97 cm 98 cm 1 cm 3-5 cm
Lower (Proc. 93 cm 96 cm 3 cm 5-7 cm
Xiphoideus)

T2

Titik Pengukuran Inspirasi Ekspirasi Selilisih Normal


Upper (Axilla) 93,9 cm 95,2 cm 1,3 cm 2-3 cm
Middle (Papila Mamae) 96,8 cm 98 cm 1,2 cm 3-5 cm
Lower (Proc. 92,8 cm 96 cm 3,2 cm 5-7 cm
Xiphoideus)

T3

Titik Pengukuran Inspirasi Ekspirasi Selilisih Normal


Upper (Axilla) 93,8 cm 95,3 cm 1,5 cm 2-3 cm
Middle (Papila Mamae) 96,6 cm 98,2 cm 1,6 cm 3-5 cm
Lower (Proc. 92,7 cm 96,2 cm 3,5 cm 5-7 cm
Xiphoideus)

Static Cycle Exercise

T1

Pemeriksaan 2 Menit Pre Exc 2 Menit Post Exc 5 Menit Post Exc
TD 130/67 140/60 126/64
SaO2 98 97 99
HR 86 95 92
SOB 1 5 3
RPE 9 14 11
T2

Pemeriksaan 2 Menit Pre Exc 2 Menit Post Exc 5 Menit Post Exc
TD 126/65 132/60 122/62

SaO2 99 98 98

HR 85 100 95

SOB 1 4 2

RPE 7 11 10

T3

Pemeriksaan 2 Menit Pre Exc 2 Menit Post Exc 5 Menit Post Exc
TD 126/65 135/65 120/65

SaO2 99 99 99

HR 75 115 105

SOB 0.5 3 2

RPE 6 11 10

L. EDUKASI

 Jika pasien mengalami sesak napas, bisa dilakukan latihan breathing exercise
– breathing control
 Jika pasien mengalami nyeri, bisa meminum obat nyeri
 Jika melatih endurance, bisa dilakukan latihan Static Cycle Exercise, hentikan
latihan jika sesak bertambah dan nyeri dada

M. HASIL TERAPI AKHIR

Setelah melakukan terapi sebanyak 3x pasien Ny. M dengan diagnosa HHF disertai
IM dengan modalitas fisioterapi berupa latihan aerobik menggunakan Static Cycle
Exercise dan breathing exercise, didapatkan hasil yang cukup baik dan sudah dapat
kembali menjalankan aktivitas fungsional kembali walaupun belum sepenuhnya
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien Ny. M usia 59 tahun dengan diagnose HHF , setelah mendapatkan penanganan

fisioterapi dengan latihan aerobic exercise berupa static cyle exercise dan breathing

exercise berupa breathing control. Hal ini diharapkan dapat membantu pasien untuk

melakukan kegiatan sehari-hari secara optimal.

B. Saran
1. Bagi pasien dengan kondisi HHF dianjurkan agar sering latihan seperti yang

sudah diajarkan oleh terapis di Rumah Sakit. Pasien dan keluarga pasien juga

harus tetap memperhatikan hal-hal yang dapat memperberat penyakit pasien.

2. Penulis menyarankan kepada pembaca apabila mendapatkan seseorang dengan

kondisi HHF agar segera diperiksa ke dokter atau tenaga medis untuk segera

mendapatkan pertolongan medis.

3. Bagi Institusi Rumah Sakit sebagai bahan acuan dalam pemberian tindakan terapi,

maka perlu adanya alat yang menunjang pelayanan secara optimal. Hal ini selain

bertujuan untuk kesembuhan pasien secara optimal juga berpengaruh pada

peningkatan kualitas dan kuantitas kita bersama.


DAFTAR PUSTAKA

Diamond JA, PhillipsRA. Hypertensive Heart Disease. Hypertens Res Vol. 28, No. 3

(2005). On international journal of obesity. Hypertension research available at

http://www.nature.com/hr/journal/v28/n3/abs/hr200525a.html

Prawisanthi GAR, Pratanu I, Hipertensi Gagal Jantung. Seri Buku Ilmiah Kardiologi

SMF Kardiologi da Kedokteran Vaskular Universitas Airlangga-RSUD

Soetomo. AHA. Heart disease and stroke statistics 2004 update. Dallas:

American Heart Association, 2004.

Price SA, Wilson LM. Prosedur diagnostik Penyakit Kardiovaskuler. In: Hartanto H,

Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. 2nd volume. Jakarta: EGC; 2005. p.552-3.

PAPDI. 2000. Nongestif Hearth Failure (New Zork Heart Assoniation (NZHA)).

Jakarta. Hal 195-197.

Anda mungkin juga menyukai