Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi dalam bidang kedokteran merupakan salah satu keterampilan
klinis dasar yang membentuk kompetensi klinis seorang dokter seiring dengan
pengetahuan klinis, kemampuan menyelesaikan masalah, dan pemeriksaan fisik
(Herqutanto et al., 2011). Sebagai dokter yang baik dan berkualitas, kemampuan
komunikasi penting dikembangkan (Kurtz et al., 2003), mengingat hal ini
termasuk salah satu area kompetensi yang telah disahkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia (Ali et al., 2006). Kemampuan mendengar, berempati, dan
menggunakan kalimat terbuka merupakan contoh keterampilan komunikasi dokter
(Fong Ha, Hons, and Longnecker, 2010).
Komunikasi dokter pasien terbukti berpengaruh pada kepatuhan
pengobatan, peningkatan kepuasan pasien, dan proses penyembuhan (Thorne et
al., 2008). Perubahan paradigma doctor-centered menjadi patient centered,
menyadarkan bahwa selama ini sebagian besar dokter kurang memberikan
perhatian terhadap pasien. Konsultasi dianggap sebagai rutinitas, disisi lain pasien
menganggap konsultasi merupakan hal penting dan mengkhawatirkan (Herqutanto
et al., 2011). Pasien mengharapkan komunikasi yang baik sehingga dapat
menceritakan keluhan-keluhan dan mendapat respon dari dokter (Mochtar, 2009).
Sebagian dokter di Indonesia merasa tidak memiliki cukup waktu sehingga
hanya bertanya seperlunya dan sebagian besar pasien merasa berada pada posisi
yang lebih rendah sehingga takut untuk bertanya maupun menceritakan
keluhannya (Ali et al., 2006).
Jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat. Data
menyebutkan bahwa setiap tahun sekitar dua perlima dari 300.000 pasien
internasional yang datang ke Singapura berasal dari Indonesia. Menurut Chooi
Yee Choong, direktur regional ASEAN (Islands) International Operations, pada
tahun 2005, sebanyak 49.000 pasien dari luar Singapura dirawat di RS Tan Tock,
44% dari jumlah tersebut berasal dari Indonesia. Data lain menyebutkan jumlah
pasien Indonesia yang berobat di RS Lam Wah Es Malaysia mencapai 12.000
pasien pertahun atau sekitar 32 pasien perhari. Di RS Adventist Malaysia jumlah

1
2

kunjungan berobat pasien Indonesia mencapai 14.000 pertahun atau sekitar 38


pasien perhari. Setiap bulan tidak kurang seribu orang warga Sumatera Utara dan
sekitarnya berobat ke Penang, Malaysia (Herqutanto, 2009).
Dari segi klinis, keterampilan dokter Indonesia tidak kalah dibandingkan
dengan dokter luar negeri, namun dalam hal keterampilan komunikasi dokter
pasien, dokter luar negeri lebih unggul. Berdasarkan penuturan beberapa pasien,
berobat di Singapura sangat memuaskan karena dapat berkonsultasi dengan dokter
hingga satu jam. Di Indonesia, seorang pasien dapat berkonsultasi selama 15
menit merupakan hal langka. Selain itu, komunikasi dokter pasien yang terjalin di
Indonesia bersifat satu arah (Herqutanto, 2009). Komunikasi efektif terbukti
membutuhkan lebih sedikit waktu karena dokter terampil memahami kebutuhan
pasien. Besarnya tuntutan komunikasi dalam proses penyembuhan, membuktikan
bahwa komunikasi memiliki andil besar dalam dunia kedokteran (Booher, 2011).
Untuk meningkatkan dan melatih kemampuan komunikasi efektif baik
untuk dokter maupun mahasiswa kedokteran, dapat digunakan Calgary
Cambridge Guide. Calgary Cambridge Guide merupakan pedoman komunikasi
berbasis bukti yang menggambarkan dan mendefinisikan proses konsultasi
menjadi beberapa tahapan secara sistematis dan komprehensif yang berisi 71 poin
keterampilan klinik dasar yang perlu digunakan dalam komunikasi dokter pasien.
Panduan ini telah digunakan secara luas di berbagai negara sebagai sumber utama
pembelajaran, penilaian, maupun penelitian keterampilan komunikasi dokter
pasien (Kurtz et al, 2003). Calgary Cambridge Guide telah banyak diadaptasi
untuk menilai pelaksanaan ujian akhir seperti OSCE (Simmenroth et al., 2014).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Awinda untuk menilai
komunikasi dokter pasien pada residen poliklinik penyakit dalam tahun 2014 di
RSMH Palembang dengan menggunakan checklist ringkas Calgary Cambridge
Guide menunjukkan keterampilan komunikasi residen tidak sesuai checklist
ringkas yang digunakan karena terdapat beberapa poin yang tidak dilakukan oleh
residen. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi residen adalah banyaknya
pasien di poliklinik penyakit dalam, keterbatasan waktu, dan keletihan yang
dialami residen.
3

Dengan banyaknya jumlah poin Calgary Cambridge Guide, dirasa kurang


efektif digunakan dalam praktik sehari-hari sehingga perlu dibuat panduan yang
lebih sederhana dan aplikatif disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi Calgary Cambridge
Guide. Pada penelitian sebelumnya, pengumpulan data dilakukan dengan metode
expert panel, observasi serta wawancara mendalam pada residen penyakit dalam
di RSMH Palembang yang menghasilkan penilaian serta gambaran pelaksanaan
komunikasi dokter pasien di poliklinik penyakit dalam RSMH. Pengumpulan data
pada penelitian ini tidak hanya menggunakan metode expert panel, tetapi juga
mereview checklist pembelajaran UNPAD dan checklist penelitian sebelumnya,
student panel, FGD, diskusi dengan pakar komunikasi, dan uji coba. Selain itu,
tahap expert panel dilakukan langsung pada konsulen tiap bagian di RSMH
Palembang sehingga dapat mewakili penggunaan checklist Calgary Cambridge
Guide di RSMH yang akan dilanjutkan dengan tahap student panel dan FGD yang
meninjau sudut pandang co-ass dalam penggunaan checklist Calgary Cambridge
Guide dan disahkan oleh pakar komunikasi FK Unsri sebagai modifikasi checklist
Calgary Cambridge Guide yang selanjutnya diujicobakan sehingga dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran serta penilaian komunikasi dokter pasien di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana modifikasi checklist Calgary Cambridge Guide yang efektif dan
dapat diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang guna
menghasilkan komunikasi efektif dokter pasien?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Memodifikasi checklist Calgary Cambridge Guide sebagai panduan dalam
komunikasi dokter pasien di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi poin Calgary Cambridge Guide yang efektif diterapkan
di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
4

2. Mendeskripsikan penggunaan Calgary Cambridge Guide menurut


perwakilan dosen klinis (dokter spesialis RSMH) dari 12 bagian di FK
Unsri dan dokter muda (co-ass).

1.4 Manfaat Penelitian


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan alternatif
komunikasi dokter pasien sehingga tercipta komunikasi efektif dokter
pasien di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2. Dapat dijadikan checklist penilaian OSCE komunikasi dokter pasien di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
3. Bahan masukan kepada co-ass dan mahasiswa kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya sehingga dapat mengoptimalkan
kemampuan komunikasi efektif dokter pasien.
4. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya untuk mengoptimalkan pembelajaran komunikasi
efektif dokter pasien dan dapat dijadikan materi yang perlu
diprioritaskan.
5. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh co-ass maupun
mahasiswa kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
dalam proses komunikasi dokter pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi
Shannon dan Weaver mendefinisikan komunikasi sebagai kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan, informasi, ide, dari satu pihak ke pihak lain
dengan tujuan terjadi interaksi (saling mempengaruhi) dan tercapai kesamaan
persepsi. (Morrisan, 2013).

2.1.2 Model Proses Komunikasi


Komunikasi berjalan efektif apabila pesan yang dimaksud pengirim dapat
diterima dan dimengerti penerima pesan sehingga pesan ditindaklanjuti sebagai
perbuatan dan perilaku (Hardjana, 2003). Model proses komunikasi digambarkan
Schermerhorn, Hunt dan Osborn yang didalamnya terdapat elemen penentu
efektivitas proses komunikasi, sebagai berikut:

Sumber Kirim Pesan Terima Sumber


Makna/pesan Makna/pesan
yang Saluran yang
Enkoding Dekoding
dimaksud diterima

Umpan Balik

Gangguan

- Gangguan Fisik
- Gangguan Semantik
Bagan 1. Model Proses Komunikasi
- Perbedaan Tradisi (Ali et al., 2006)

2.1.3 Elemen-elemen dalam Komunikasi


Menurut Joseph Dominick (2002) terdapat delapan elemen yang
mempengaruhi jalannya komunikasi, meliputi: sumber, enkoding, pesan, saluran,
dekoding, penerima, umpan balik, dan gangguan.
a. Sumber/Source/Komunikator
Proses komunikasi berawal dari sumber atau pengirim pesan yang memberi
gagasan, ide, dan pikiran yang akan disampaikan kepada penerima. Sumber
berupa individu, kelompok, atau organisasi.

5
6

Sumber yang dapat dipercaya (credible), dapat diandalkan, dan memiliki


keahlian tertentu dapat memperkuat nilai informasi yang disampaikan serta
mempengaruhi penerima pesan dalam proses penerimaan awal suatu pesan
(Marison, 2013).
b. Enkoding
Proses menerjemahkan gagasan, ide, dan pikiran oleh pengirim pesan menjadi
suatu pesan atau informasi yang mudah diterima oleh penerima pesan dikenal
dengan istilah enkoding. Setiap orang memiliki kemampuan enkoding yang
berbeda. Kemampuan enkoding yang baik menghasilkan pesan atau informasi
yang bagus, mengesankan, dan mudah dimengerti penerima pesan.
c. Pesan
Pesan adalah hasil dari proses enkoding yang memiliki wujud (physical) yang
dapat dirasakan atau diterima oleh indera penerima pesan.
d. Saluran (Channel)
Saluran adalah jalan atau media untuk menyampaikan pesan dari
sumber/komunikator kepada penerima pesan/komunikan. Saluran dalam
komunikasi dapat berupa tatap muka, telepon, dan surat.
e. Dekoding
Dekoding dilakukan oleh penerima pesan. Penerima pesan menginterpretasikan
pesan yang disampaikan komunikator sehingga pesan memiliki makna bagi
penerima.

f. Penerima (Komunikan)
Penerima pesan/receiver/komunikan adalah pihak yang menerima pesan.
Komunikan bisa terdiri dari satu individu, kelompok, lembaga, atau bahkan
kumpulan besar manusia.
g. Umpan balik
Umpan balik atau feedback adalah tanggapan atau respon komunikan terhadap
pesan baik verbal maupun nonverbal yang disampaikan oleh komunikator.
Umpan balik terdiri atas dua jenis, yaitu umpan balik positif dan umpan balik
negatif. Feedback membantu komunikator menilai apakah pesan yang
disampaikan kepada komunikan dapat dimengerti atau sebaliknya.
h. Gangguan (Noise)
Gangguan atau noise adalah segala sesuatu yang menghambat proses
pengiriman pesan. Gangguan terbagi dalam tiga jenis, yaitu: gangguan
7

semantik (perbedaan makna antara sumber dan penerima pesan), gangguan


mekanik (alat yang digunakan), dan gangguan lingkungan (berasal dari luar
maupun dari elemen komunikasi itu sendiri). Semakin besar gangguan, maka
informasi yang disampaikan semakin tidak jelas dan kurang bermakna. Efek
gangguan dapat dikurangi dengan adanya umpan balik. Semakin cepat umpan
balik, semakin cepat pula gangguan dapat diatasi (Morissan, 2013).

2.2 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien


Komunikasi efektif adalah salah satu dari tujuh area kompetensi utama
bidang kedokteran yang harus dimiliki oleh dokter dalam menjalankan profesinya.
Komunikasi yang dilandasi empati lebih menjamin pesan tersampaikan dan
mudah dimengerti sehingga proses penetapan diagnosis dan pengobatan lebih
tepat, efektif, dan efisien (Boediardja, 2009). Komunikasi efektif dapat
memberikan kepuasan kepada pasien, meningkatkan angka kepatuhan, dan
menjalin hubungan baik antara dokter dengan pasiennya (Warnecke, 2014).
Berbagai survei memperlihatkan bahwa dokter secara umum berperilaku
egois saat berkomunikasi dengan pasien. Mereka selalu menganggap telah
memuaskan pasien meski hal ini tidak sepenuhnya terjadi. Survei menunjukkan
93% dokter merasa telah memuaskan pasien, tetapi hanya 58% pasien yang
menyetujui. Sekitar 97% dokter telah mengerti dan memahami keluhan pasien,
tetapi hanya sekitar 65% pasien yang merasa dokter telah memahami keluhan.
Survei ini menunjukkan bahwa kebanyakan dokter menginterupsi pasien hanya
dalam waktu 18 detik setelah pasien berbicara dan menceritakan keluhan. Survei
lain memperlihatkan bahwa hanya 23% pasien yang sempat menyelesaikan
kalimat pertama keluhannya kepada dokter dan sisanya telah diinterupsi oleh
dokter sebelum menyelesaikan kalimat (Herqutanto et al, 2011).
Dokter adalah playmaker dan penentu komunikasi yang baik dengan pasien.
Dokter dapat mengatur waktu pembicaraan, mengarahkan pembicaraan dan
membangun sense pembicaraan yang memuaskan, efektif, dan efisien. Akan
tetapi, tidak semua dokter dapat berperan demikian, sebagian besar hal ini
disebabkan oleh faktor keterbatasan waktu dan kemampuan berkomunikasi
(Mochtar, 2009). Bagi dokter, konsultasi merupakan rutinitas sehari-hari, namun
8

bagi pasien konsultasi merupakan hal yang sangat penting dan seringkali sangat
menghawatirkan (Herqutanto et al, 2011).
Dalam proses konseling komunikasi dokter pasien dikenal langkah
GATHER yang dapat dijadikan panduan pendekatan dokter kepada pasien
(Soetjiningsih, 2008), yaitu:
1. Greet (Memberi Salam)
Memberi salam dengan ramah di awal pertemuan dapat menciptakan hubungan
yang baik.
2. Ask (Bertanya)
Bertanya dan menjadi pendengar aktif dapat membantu pasien menyatakan
keinginan, keluhan, dan mengekspresikan perasaan. Adapun teknik bertanya
efektif, yaitu:
a. Menggunakan nada suara ramah dan penuh perhatian.
b. Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti.
c. Setelah mengajukan pertanyaan, beri waktu untuk menjawab.
d. Hindari pertanyaan ‘mengapa’ karena memiliki kesan mencari kesalahan.
e. Gunakan pertanyaan terbuka.
3. Tell (Memberi Informasi)
Berikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti setelah pasien selesai
menyampaikan keluhan.
4. Help (Memberi Bantuan)
Dokter memberikan bantuan kepada pasien dalam memecahkan permasalahnya
dengan mudah.
5. Explain (Memberi Penjelasan)
Memberikan penjelasan lebih lanjut tentang keputusan yang telah dipilih.
6. Return (Kontrol)
Bila diperlukan, beri kesempatan pada pasien untuk datang kembali.
Keterampilan komunikasi efektif dokter pasien dapat ditingkatkan dengan
mengikuti tips praktis berikut (Travaline, Ruchinskas, and D’Alonzo, 2015):
1. Menilai pengetahuan pasien
Sebelum memberikan informasi, pastikan terlebih dahulu apakah pasien sudah
mengetahui kondisinya atau belum. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
perbedaan persepsi karena ketidaktahuan dan kebingungan pasien
2. Menilai keingintahuan pasien
Tidak semua pasien dengan diagnosis yang sama memiliki tingkat
keingintahuan yang sama mengenai penyakit dan pengobatanya.
3. Empati
Empati adalah kemampuan dasar yang harus dikembangkan untuk membantu
mengenali ekspresi emosi pasien sehingga dapat menjadi pendengar yang baik.
9

Dokter tetap fokus pada gejala yang nyata tanpa mengabaikan ekspresi dan
emosi perasaan pasien.
4. Slowing down (pelan-pelan)
Memberikan informasi dengan jelas dan pelan-pelan. Memberikan jeda kepada
pasien untuk menjawab pertanyaan, hindari menginterupsi pasien saat
berbicara.
5. Keep it simple
Berikan penjelasan dan informasi yang ringkas, jelas, mudah dipahami dan
hindari penggunaan bahasa kedokteran.
6. Tell the Truth
Penting bagi dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, tanpa mengurangi
atau melebih-lebihkan informasi yang disampaikan.
7. Mengungkapkan harapan
Penyampaian harapan dalam situasi tertentu tidak bisa diabaikan, misalnya
pada kematian pasien, sakit berat atau membahayakan. Harapan dapat
disampaikan kepada pasien maupun keluarga dengan meyakinkan mereka
bahwa terapi dapat berjalan dengan efektif untuk mengurangi rasa sakit dan
ketidaknyamanan.
8. Perhatikan gesture (body language and facial expressions) pasien
Gesture dapat dijadikan indikator kesedihan, khawatir, serta kecemasan pasien
sehingga dokter dapat memberikan respon dan informasi dengan tepat.
9. Mempersiapkan reaksi yang akan terjadi
Setelah menyampaikan diagnosis penyakit maupun berita buruk, setiap pasien
memiliki reaksi yang berbeda-beda, untuk itu seorang dokter harus bisa
mengantisipasi dan mengatasi reaksi tersebut.
Komunikasi efektif dalam hubungan dokter-pasien diharapkan dapat
mengatasi kendala dari kedua belah pihak. Apabila dokter dapat membangun
komunikasi efektif dengan pasien, banyak hal positif yang akan didapat
diantaranya adalah dokter dapat mengetahui kondisi pasien dan keluarganya,
pasien percaya penuh kepada dokter, pasien merasa tenang dan aman saat
ditangani dokter sehingga pasien patuh dalam menjalankan nasihat dokter.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada proses penyembuhan dan konsultasi
selanjutnya.
Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, melatih dan
mengembangkan komunikasi efektif dokter pasien belum menjadi prioritas. Untuk
itu dirasakan perlu memberikan pedoman (guidance) guna memudahkan
10

komunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Pemahaman tentang hal penting
dalam pengembangan komunikasi dokter pasien diharapkan terjadi perubahan
sikap dalam hubungan dokter-pasien (Ali et al, 2006).
Menurut Kurtz et al. (2003), ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan dalam dunia kedokteran:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication
style. Merupakan komunikasi yang berdasarkan kepentingan dokter dalam
upaya menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik
mengenai tanda dan gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Merupakan komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya. Termasuk pendapat pasien, kekhawatiran, harapan, serta apa yang
dipikirkan pasien.
Pendekatan patient centered communication style dengan kemampuan
dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien tidak
membutuhkan waktu lama dalam pengaplikasian dibanding doctor centered
communication style. Keberhasilan komunikasi dokter pasien pada umumnya
menimbulkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, serta
menciptakan empati terhadap pasien.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam Emphatic Communication in
Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa penting empati dalam
proses komunikasi. Empati disusun dalam batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician
cognitive capacity to understand patient’s needs).
2. Menunjukkan sensitivitas dokter terhadap perasaan pasien (a sensitivity to
patient’s feelings).
3. Kemampuan dokter dalam memperlihatkan empati kepada pasien (an ability to
convey empathy to patient).

2.3 Calgary Cambridge Guide


11

Calgary Cambridge Guide merupakan pedoman komunikasi berbasis bukti


yang dikembangkan oleh tim dari Calgary University di Kanada dan Cambridge
University di Inggris yang menggambarkan dan mendefinisikan 71 keterampilan
klinik dasar yang penting digunakan dalam komunikasi dokter pasien agar dokter
mampu memberikan pelayanan konsultasi dengan baik. Poin keterampilan
komunikasi menjadi beberapa tahap yang tersusun secara sistematis dan
komprehensif yang ditunjukkan dalam bagan kerangka konsep berikut:
Memulai Wawancara
- Persiapan
- Membangun Hubungan Awal
- Mengidentifikasi Alasan Kunjungan

Mengumpulkan Informasi
- Menggali permasalahan/keluhan pasien
untuk mendapatkan:
 Data biomedis
 Pandangan pasien
 Latar belakang informasi

Pemeriksaan Fisik
Penjelasan dan Perencanaan Membangun
- Menyediakan informasi dengan hubungan:
jumlah dan jenis yang tepat
- Mengetahui sejauh mana pemahaman pasien Penggunaan
Menyediaka - Perencanaan dan pengambilan keputusan komunikas
n struktur: i nonverbal
- Menutup Wawancara dengan
Organisasi - Memastikan poin yang tepat untuk menutup tepat.
yang jelas wawancara
- Rencana selanjutnya Mengem-
Kunjungan
Bagan 2. Kerangka Konsep Calgary Cambridge Guide (Kurtz,bangkan
and Draper,
selanjutny hubungan
a 2005)
Melibatkan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dipika dengan judul “Penilaian
pasien
Komunikasi Dokter Pasien Residen di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang 2014 dengan Menggunakan Checklist Ringkas
Calgary Cambridge Guide” menghasilkan checklist ringkas dan gambaran
pelaksanaan komunikasi dokter residen di poliklinik penyakit dalam RSMH
Palembang. Checklist ringkas Calgary Cambridge Guide didapatkan dari tahapan
expert panel, kemudian dilakukan observasi untuk menilai keterampilan
komunikasi beberapa dokter residen penyakit dalam dan wawancara mendalam
12

untuk mendapatkan informasi berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi


dokter pasien oleh residen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan
komunikasi yang dilakukan oleh residen penyakit dalam di RSMH tidak sesuai
dengan checklist ringkas Calgary Cambridge Guide karena ada beberapa poin
yang tidak dilakukan. Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi residen adalah
banyaknya pasien di poliklinik penyakit dalam, adanya tekanan waktu
(keterbatasan waktu), dan keletihan yang dialami residen.
Efektivitas penggunaan checklist Calgary Cambridge Guide menurut
residen sudah cukup efektif, namun poin menyapa dan menanyakan nama pasien
tidak dilakukan karena menurut residen sudah tertera pada status pasien. Pada
poin memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari anamnesis, tidak
dilakukan karena menurut residen tidak penting dan mengakibatkan suasana
menjadi kaku, poin informed consent dan menjelaskan apa yang akan dilakukan
selama proses pemeriksaan fisik tidak perlu dilakukan karena pemeriksaan yang
dilakukan berupa pemeriksaan tanda vital (Awinda, 2015)

2.3.1 Memulai Wawancara (Initiating the Session)


Ada 5 tujuan pada tahap ini, yaitu:
a. Membentuk lingkungan yang mendukung.
b. Membangun kesadaran mengenai status emosional pasien.
c. Membuat persetujuan terhadap agenda atau rencana konsultasi.
d. Membuat pasien terlibat dalam proses kolaboratif.

Keterampilan yang dibutuhkan pada tahap memulai wawancara, yaitu:


1. Persiapan
- Mengesampingkan perasaan dan emosi pribadi.
- Membuat diri merasa nyaman.
- Membaca informasi dan bahan yang relevan terlebih dahulu.
- Membangun hubungan baik dengan pasien.
- Menyapa pasien saat pertama bertemu.
- Mempersilakan pasien duduk.
- Memberikan perhatian penuh pada pasien.
- Mengklarifikasi identitas pasien.
- Memperkenalkan diri dan peran.
2. Mengidentifikasi alasan kunjungan
- Menggunakan pertanyaan terbuka.
- Mendengarkan keluhan pasien dengan aktif.
- Menggunakan bahasa tubuh seperti anggukan dan senyuman.
- Merangkum cerita atau informasi dan mengkonfirmasi.
13

3. Menyusun agenda konsultasi


- Menjelaskan tahap pemeriksaan yang akan dilakukan.
- Menegosiasikan waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan, rencana
pemeriksaan, dll.

2.3.2 Mengumpulkan Informasi (Gathering Information)


Tahap ini sering disebut tahap anamnesis. Terdapat empat tujuan utama,
yaitu:
1. Mendapatkan data biofisik atau riwayat penyakit yang lengkap dan akurat.
2. Mengeksplorasi dan memahami perspektif pasien
3. Menyusun wawancara antara dokter dengan pasien sehingga mendukung proses
diagnostic reasoning yang efisien dan efektif.
4. Melibatkan partisipasi pasien dalam proses interaktif.
Terdapat dua konsep yang membantu dalam proses wawancara, yaitu:
1. The basic foundamental four atau empat pokok pikiran, yaitu:
- Present illness (riwayat penyakit sekarang)
- Past health history (riwayat penyakit dahulu)
- Family health history (riwayat kesehatan keluarga)
- Personal/social history (riwayat sosial dan ekonomi)
2. The Sacred Seven atau 7 dimensi yang harus dilakukan saat menganalisis
keluhan utama, yaitu:
- Lokasi keluhan dan penyebaran
- Onset/awitan dan kronologis
- Kuantitas dan berat keluhan
- Kualitas keluhan
- Faktor yang memperberat
- Faktor yang memperingan
- Keluhan penyerta

2.3.3 Penjelasan dan Perencanaan (Explanation and Planning)


Pada tahap ini terdapat 3 hal penting, yaitu:
a. Memberikan informasi dalam jumlah serta jenis yang tepat.
b. Mencapai pemahaman bersama antara dokter dan pasien
c. Membuat keputusan bersama antara dokter dan pasien.
Tujuan tahap ini, adalah:
1. Memberikan informasi tepat dan menyeluruh.
2. Menyediakan penjelasan yang berkaitan dengan perspektif pasien.
3. Menemukan perasaan dan pemikiran pasien sehubungan dengan informasi
yang diberikan.
4. Mendorong interaksi atau hubungan timbal balik dan membuat pasien
memahami proses pengambilan keputusan.
5. Melibatkan pasien dalam mengambil keputusan
6. Meningkatkan komitmen pasien terhadap rencana yang disepakati.
14

2.3.4 Menutup Wawancara (Closing the Session)


Tujuan menutup wawancara, antara lain:
a. Mengkonfirmasi rencana perawatan.
b. Mengklarifikasi langkah selanjutnya yang akan ditempuh.
c. Menetapkan rencana bila ada situasi darurat.
d. Memaksimalkan kepatuhan pasien dan outcome perawatan.
e. Penggunaan waktu konsultasi yang efisien.
f. Menjaga agar pasien tetap merasa sebagai bagian dari proses kolaboratif, serta
membangun hubungan dokter-pasien yang baik untuk selanjutnya.
Keterampilan yang diperlukan pada tahap ini adalah:
1. Membuat ringkasan (summarising)
Membuat ringkasan dari sesi wawancara yang telah dilakukan dan rencana
perawatan atau tindakan lanjutan.
2. Membuat kesepakatan (contracting)
Tahap ini meliputi persetujuan mengenai langkah yang akan ditempuh, juga
mengenai tanggung jawab kedua belah pihak.
3. Pengamanan terhadap hal yang tidak diinginkan (safety netting)
Tahap ini merupakan tahap memberitahu pasien apabila terjadi peristiwa atau
perkembangan yang tidak diharapkan serta cara mengatasinya.
Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien adalah:
a. Jelaskan ulang apa saja yang diharapkan akan terjadi.
b. Bagaimana cara mengenali hal-hal yang tidak dikehendaki.
c. Bagaimana cara mencari bantuan bila muncul hal-hal yang
tidak diharapkan.
d. Perubahan yang mungkin terjadi terhadap rencana yang telah disepakati
bersama, atau perubahan hasil diagnosis.
4. Pengecekan terakhir (final checking)
Pengecekan berupa meninjau ulang apakah pasien mengerti dan merasa senang
dengan rencana yang dibuat, prosedur yang harus diikuti, maupun segala hal
yang harus dilakukan bila muncul hal-hal yang tidak diharapkan.

2.3.5 Menstruktur Wawancara


Kemampuan menstruktur wawancara dibutuhkan untuk mengendalikan agar
konsultasi atau wawancara berlangsung terarah dengan tujuan pasti. Ada beberapa
keterampilan pokok dalam menstruktur wawancara, yaitu:
1. Penyaringan (screening)
Suatu cara untuk memeriksa kembali apakah ada gejala, tanda, dan persepsi
lain yang belum disebutkan pasien.
15

2. Negoisiasi (negotiation).
3. Penentuan agenda (agenda setting).
a. Manfaat agenda setting:
- Mengurangi ketidakpastian antara dokter-pasien.
- Menggunakan waktu lebih efektif dan efisien.
- Memberikan kesempatan pasien lebih concern pada hal–hal yang paling
penting atau yang paling ingin dibahas.
- Mendorong negosiasi dan hubungan timbal balik positif.
b. Strategi agenda setting:
- Mendengarkan masalah yang pertama muncul dan membiarkan pasien
menceritakan.
- Meringkas masalah.
- Mengenali masalah.
- Menanyakan ada atau tidak masalah lain.
- Membuat prioritas masalah.
4. Pengarahan (signposting)
Pengarahan adalah pernyataan transisi yang digunakan dokter untuk
memberikan isyarat perubahan arah pembicaraan atau perpindahan dari tahap
wawancara satu ke tahap yang lain. Selain itu, signposting juga berisi
penjelasan mengenai tahap berikutnya.
a. Manfaat pengarahan (signposting):
- Pasien menjadi tahu dokter hendak ke arah mana.
- Dokter bisa berbagi pemikiran maupun rencana dengan pasien.
- Untuk meminta izin pasien dan membangun hubungan baik.
- Menjadikan konsultasi lebih terbuka.
- Meningkatkan kerjasama dokter-pasien.
- Landasan kerjasama dokter-pasien menjadi lebih baik.
b. Pengarahan (sign posting) dapat digunakan untuk:
- Berpindah dari tahap permulaan ke tahap pengambilan atau pengumpulan informasi.
- Mengganti pertanyaan terbuka menjadi pertanyaan tertutup.
- Mengawali pertanyaan yang membutuhkan jawaban spesifik.
- Berpindah ke tahap pemeriksaan fisik.
- Berpindah ke tahap penjelasan dan perencanaan.
5. Ringkasan (internal summary)
Ringkasan dalam proses wawancara dokter-pasien ada dua macam, yaitu:
a. Ringkasan akhir wawancara (end summary).
b. Ringkasan proses wawancara (internal summary).
Ringkasan dalam proses wawancara (internal summary) adalah proses dokter
mengatakan kembali topik utama yang telah disampaikan pasien sebelumnya.
Tujuan utama adalah memeriksa apakah dokter sudah sepenuhnya memahami
maksud pasien. Ringkasan atau ikhtisar yang baik seharusnya memenuhi
beberapa persyaratan berikut:
16

- Mencerminkan isi pembicaraan pasien.


- Ringkas.
- Menggunakan kata-kata dokter sendiri.
- Mengkonfirmasi kesimpulan dokter pada pasien.
6. Urutan (sequencing)
Dokter harus bisa membawa wawancara dalam suatu urutan atau tahap-tahap
logis, yaitu: eksplorasi maksud kedatangan pasien, penggalian informasi,
pemeriksaan fisik, penjelasan diagnosis dan perencanaan tindak lanjut.

2.3.6 Relasi (building the relationship)


1. Menggunakan komunikasi nonverbal yang tepat:
- Postur: duduk, berdiri, duduk tegak, relaksasi.
- Pendekatan: memperhatikan jarak komunikasi.
- Sentuhan: jabat tangan, tepukan, kontak fisik selama pemeriksaan fisik.
- Pergerakan tubuh: sikap tangan dan lengan, mengangguk setuju.
- Ekspresi wajah: alis yang naik, mengerutkan dahi, senyum.
- Sikap mata: kontak mata, tatapan.
- Isyarat vokal: nada, kecepatan, volume, ritme, hening, berhenti sejenak,
intonasi.
- Tampilan fisik: suku, jenis kelamin, bentuk tubuh, pakaian.
- Isyarat lingkungan: lokasi, penempatan perabotan, pencahayaan, suhu, warna.
2. Membangun rapport:
Menerima pandangan dan perasaan pasien tanpa menghakimi.
3. Empati
- Dukungan: ekspresi memperhatikan, mengerti, keinginan untuk menolong.
- Sensitivitas: berhubungan secara peka dengan topik yang mengganggu, hal
tabu, nyeri, termasuk ketika berhubungan dengan pemeriksaan fisik.
4. Melibatkan pasien:
- Bertukar pikiran: membagikan pemikiran pada pasien untuk mendorong
keterlibatan pasien.
- Memberikan jawaban rasional atas pertanyaan pasien atau saat melakukan
pemeriksaan fisik.
5. Pemeriksaan: informed consent dan menjelaskan proses pemeriksaan fisik yang
akan dilakukan.

2.4 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya adalah institusi pendidikan yang
terlibat dalam proses pendidikan pelaku medis yang beralamat di kompleks
17

Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Mohammad Hoesin Palembang, Sumatera Selatan.


Penyelenggaraan pendidikan, pengembangan, dan pembinaan pendidikan dokter
di FK Unsri berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan
orientasi masyarakat.
1. Orientasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
FK Unsri mengikuti informasi maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran. Melalui kurikulum pendidikan, peserta didik diarahkan
mengikuti dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta
perkembangannya.
2. Orientasi Masyarakat
Pendidikan kedokteran mengacu kepada tuntutan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat serta pembangunan di masa yang akan datang.
Pendidikan dokter dibagi atas dua tahap yang dilaksanakan secara
terintegrasi, yaitu:
1. Program Akademik
Tahap program akademik diselenggarakan dalam tujuh semester dengan masa
studi maksimum empat belas semester. Setelah selesai, mahasiswa berhak
mendapat gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) dan melanjutkan pendidikan
program profesi.
2. Program Profesi
Tahap ini diselenggarakan dalam empat semester. Mahasiswa menjalani
kepaniteraan klinik di lima belas bagian/departemen yang merupakan suatu
proses belajar berkesinambungan.
Sejak tahun 2006, FK Unsri menggunakan sistem KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi), sebelumnya FK Unsri menggunakan sistem konvensional.
Pelaksanaan KBK di masing-masing fakultas kedokteran di Indonesia memiliki
perbedaan. Sistem KBK FK Unsri telah mengalami penyempurnaan sejak rapat
kerja UPK (Unit Pendidikan Kedokteran) pada Juli 2011. Sistem KBK mencakup
SPICES, yaitu: Student Centered, Problem Based, Community Oriented, Early
Clinical Exposure, dan Systematic.

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah kurikulum pembelajaran dengan


tiga wilayah yang terintegrasi, yaitu:
1. Kognitif
18

Berhubungan dengan ilmu pengetahuan, cara memahami teori pembelajaran


dewasa (adult learning).
2. Psikomotor
Berhubungan dengan kemampuan mengelola proses belajar mandiri.
3. Afektif
Berhubungan dengan behaviour dan attitude. Tidak hanya memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi tetapi juga memiliki tingkah laku, sikap, dan moral yang
sesuai dengan norma yang ada. Diharapkan setelah lulus akan menjadi klinisi
dengan Five Star Doctor+2, yaitu: care provider, decision maker,
communicator, community leader, manager, researcher, iman dan takwa.

2.5 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang


Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang (RSMH)
adalah rumah sakit negeri tipe A yang didirikan pada tahun 1953 dan diprakarsai
oleh Dr. Mohammad Ali. RSMH mulai beroperasi pada 3 Januari 1957 dengan
nama Rumah Sakit Umum Pusat Palembang. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan
RI No: 1297/Menkes/SK/XI/1997 RSUP Palembang resmi berganti nama menjadi
RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang.
Pelayanan yang tersedia diantaranya rawat inap, rawat jalan, unit gawat
darurat, graha spesialis dan sarana penunjang medis (laboratorium, apotek,
radiologi). Rumah sakit ini memberikan pelayanan kedokteran spesialis maupun
subspesialis sebagai rujukan tertinggi. RSMH melayani masyarakat sumatera
bagian selatan yang meliputi provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Lampung,
Bengkulu, dan Bangka Belitung.
RSMH terus mengembangkan sarana dan prasarana berupa perbaikan dan
pembangunan fasilitas untuk meningkatkan pelayan kepada masyarakat. Rumah
sakit ini juga berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
Palembang.
2.6 Kerangka Teori

Checklist Calgary Cambridge


Guide
Sends Message Receiver
(Dokter/Pasien) (Dokter/Pasien)

Feedback (+/-)
19

Noise (gangguan)
- Dokter (Keterampilan komunikasi
kurang, sikap/kepribadian, kelelahan
fisik)
- Pasien (Pengetahuan, psikologis, fisik)
- Lingkungan (tempat tidak nyaman,
waktu)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif digunakan dalam penelitian
modifikasi checklist Calgary Cambridge Guide sebagai panduan komunikasi
dokter pasien di FK Unsri. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
menggambarkan data dari suatu fenomena, masalah sosial atau kemanusiaan
secara sistematis dan menyajikan data yang didapat dengan kalimat-kalimat
penjelasan secara kualitatif (Creswell, 2009).
Penelitian ini diajukan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan poin-
poin mana yang paling efektif untuk diterapkan, faktor-faktor serta permasalahan
yang mempengaruhi penggunaan checklist Calgary Cambridge Guide dalam
pelaksanaan dan pembelajaran komunikasi dokter pasien sehingga dapat
dihasilkan modifikasi cheklist Calgary Cambridge sebagai panduan komunikasi di
FK Unsri. Pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan melaui empat
tahap, yaitu: expert panel serta review checklist penilaian universitas lain dan hasil
penelitian sebelumnya, student panel dan focus group discussion (FGD), diskusi
dengan pakar komunikasi, dan uji coba.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November hingga Desember
2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini sampel sebagai sumber data (informan) dipilih secara
purposive sampling. Informan dipilih oleh penulis secara sengaja menurut ciri-ciri
spesifik dan karakteristik tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang
diperlukan dalam penelitian.

Informan penelitian ini antara lain:


1. Dokter spesialis RSMH (dosen klinis) dari 12 divisi di FK Unsri :
- Bedah (Ilmu Bedah, THT-KL, Mata)
- Non Bedah (Ilmu Penyakit Dalam, Neurologi, Dermatologi)
- Ilmu Kesehatan Anak
- Kebidanan dan Kandungan

23
24

- Intensif care
- Rehabilitasi Medik
- Radiologi dan radioterapi
- Ilmu Kesehatan Jiwa
2. Dokter muda (co-ass) yang melaksanakan kepaniteraan di RSMH Palembang.
Pemilihan dokter spesialis sebagai informan berdasarkan pengalaman dalam
menghadapi pasien, sering terpapar dengan residen serta co-ass, dan atau sudah
pernah mengikuti pelatihan komunikasi dokter pasien. Pemilihan co-ass sebagai
informan dipilih berdasarkan pengalaman dan stase yang sudah dilewati. Co-ass
minimal sudah melewati tiga stase mayor dan memiliki pengalaman dalam
menghadapi dan menangani pasien baik di puskesmas maupun IGD.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian kualitatif ini adalah checklist Calgary Cambridge
Guide versi asli.

3.5 Definisi Operasional


Komunikasi Dokter Pasien
Komunikasi dokter pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter
dengan pasien selama proses pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan yang
terjadi di tempat perawatan seperti di rumah sakit, dan tempat praktik dalam
rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien dan menegakkan
diagnosis pasien. Komunikasi dokter pasien dilandasi dengan empati agar tercipta
hubungan yang baik antar dokter dengan pasien. Kemampuan komunikasi dokter
pasien dapat dilatih dan dikembangkan dengan menggunakan panduan checklist
Calgary Cambridge Guide. Penelitian ini bertujuan memodifikasi checklist
Calgary Cambridge Guide agar lebih efektif dan mudah diaplikasikan di FK
Unsri.

3.6 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
1. Expert Panel dan Review Checklist Komunikasi Dokter Pasien Universitas
Lain, dan Penelitian Sebelumnya
Expert panel dilakukan guna mengetahui poin-poin penting dari 71 poin
yang tercantum pada checklist Calgary Cambridge Guide sehingga diperoleh poin
pilihan yang dapat digunakan dalam pengambilan data pada tahap lebih lanjut.
Informan pada tahapan expert panel adalah dokter spesialis di tiap divisi RSMH
25

yang akan memberikan tanggapan dan memilih poin-poin yang dianggap paling
efektif untuk diaplikasikan. Pada penelitian ini, informan diutamakan seorang
spesialis tiap bagian di RSMH Palembang yang telah mengikuti pelatihan
komunikasi efektif dokter-pasien. Informan wajib memilih poin dengan jumlah
antara 10-20 poin.
Poin rekomendasi dari semua informan dikumpulkan, dirangkum dan
dihitung berapa skor masing-masing poin. Setiap poin yang dipilih mempunyai
satu skor kemudian kalikan dengan banyaknya informan yang memilih,
selanjutnya dilakukan review dengan membandingkan dengan checklist penelitian
sebelumnya dan checklist FK Unpad, apabila poin yang dipilih informan terdapat
dalam checklist penelitian sebelumnya dan atau checklist FK Unpad maka poin
pilihan bertambah masing-masing satu skor. Setelah didapatkan total skor pada
setiap poin rekomendasi, selanjutnya dikategorikan menjadi high, middle, dan
low.
2. Student Panel dan Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion adalah suatu diskusi yang dilakukan secara
sistematis dan terarah terkait isu atau masalah tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006Student panel dan FGD akan dilakukan
pada dua kelompok dengan peserta berbeda, pelaksanaannya dilakukan sampai
data yang dihasilkan jenuh.
Diskusi akan dipimpin seorang moderator yang bertugas memimpin proses
FGD, seorang notulen, dan seorang teknisi yang bertugas mendokumentasikan
proses FGD dan menyiapkan keperluan FGD. Lokasi pelaksanaan FGD di
lingkungan FK Unsri, dengan menggunakan ruangan yang nyaman, tanpa
gangguan dari luar dan terdapat meja dan kursi dengan posisi yang sesuai dengan
apa yang diperlukan dalam proses FGD.
Student panel dilakukan dengan mengajukan poin rekomendasi yang
tergolong kategori middle kepada delapan mahasiswa yang sedang menjalani
kepaniteraan di RSMH yang sesuai dengan karakteristik informan tahap ini.
Informan diminta untuk mengajukan poin yang dirasa penting dan aplikatif
menurut dirinya sendiri secara tertulis. Setelah melakukan tahap student panel,
kemudian informan membentuk FGD yang dipimpin seorang moderator. Tahap
26

FGD mendiskusikan poin kategori middle yang didapatkan dari tahap sebelumnya
(expert panel), dengan rincian:
- Informan diminta memilih poin kategori middle yang penting serta efektif
diterapkan di FK Unsri dan RSMH, kemudian menyebutkan alasan.
- Meminta pendapat informan mengenai berapa lama waktu yang efektif untuk
pelaksanaan komunikasi dokter pasien di lapangan.
- Meminta pendapat informan apabila hasil penelitian berupa modifikasi checklist
Calgary Cambridge Guide telah selesai dan valid, apakah informan bersedia
menggunakan dan menerapkannya di lapangan. Apabila tidak bersedia, hal apa
yang harus dilakukan oleh peneliti agar informan bersedia.
3. Diskusi dengan Dosen Pakar Komunikasi
Pada tahap ini, poin rekomendasi yang tergolong kategori high pada tahap
expert panel dan kategori middle yang telah didiskusikan pada tahap student
panel dan focus group discussion akan dipresentasikan dalam bentuk transkrip dan
didiskusikan dengan dosen pakar komunikasi di bidang IKK-IKM yaitu Dr. dr. H.
Mohammad Zulkarnain M. Med Sc PKK sehingga dapat dihasilkan modifikasi
checklist Calgary Cambridge yang dapat diaplikasikan di FK Unsri.
4. Uji Coba
Dilakukan uji coba dengan menerapkan modifikasi checklist Calgary
Cambridge dalam role play komunikasi dokter dengan pasien yang dilakukan oleh
beberapa co-ass sehingga dapat dilihat kelayakan, nilai fungsimenjadi sebuah
panduan dalam pembelajaran dan penilaian komunikasi dokter-pasien
kelayakanievaluasi kelayakan, kekurangan, kelebihan dan kendala dari
penggunaan model modifikasi ini.

3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data


Pada penelitian ini, data didapat melalui proses expert panel, student panel,
dan focus group discussion. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan
berdasarkan sistem skoring pada tiap tahapan. Setiap poin Calgary Cambridge
Guide, checklist komunikasi dokter pasien FK Unpad, dan checklist versi
penelitian sebelumnya memiliki skor satu. Untuk menentukan poin pilihan
menjadi kategori high, middle, dan low, peneliti membagi menjadi tiga rentang
nilai dari total skor maksimal. Total skor maksimal adalah 14, jadi petiap poin
pilihan yang memiliki total skor dalam rentang 0-5 masuk kategori low, 6-10
27

masuk kategori middle, 11-14 masuk kedalam kategori high. Poin kategori low
secara langsung tidak disertakan dalam tahap selanjutnya.
Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi untuk menguji validitas data.
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data dan triangulasi antar
peneliti. Triangulasi sumber data dengan metode member checking untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan sumber
data (kesamaan persepsi). Data dinyatakan kredibel/dipercaya apabila data yang
diperoleh telah disepakati pemberi/sumber data (Pujileksono, 2015). Pada
penelitian ini member checking dilakukan dengan menanyakan kembali kepada
informan apabila terdapat data yang dirasa membingungkan, belum cukup jelas
atau memiliki makna ganda, sehingga didapatkan suatu kesepakatan. Triangulasi
antar peneliti dilakukan dengan metode peer review. Peer review adalah suatu
proses pemeriksaan dan evaluasi oleh peneliti lain yang memiliki kemampuan dan
menguasai bidang yang diteliti untuk mengurangi bias. Peneliti memberikan
rekaman atau transkrip data sehingga didapatkan sudut pandang yang sama
mengenai data tersebut.

3.8 Kerangka Operasional

Ringkasan checklist Calgary Cambrigde dari perwakilan


dokter spesialis masing-masing bagian di RSMH
(Expert Panel) dan review contoh checklist komunikasi
dokter pasien yang digunakan di Fakultas Kedokteran
UNPAD dan checklist versi penelitian sebelumnya
FGD (Focus Group Discussion) dengan
(Dipika)
Mahasiswa Co-ass membahas kesesuaian
dan rasionalitas penggunaan di lapangan

Konsultasi dengan pakar komunikasi


di bidang IKK IKM

Uji Coba
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian
dengan cara memaparkan data dan fakta yang didapat dari obyek penelitian dalam
bentuk kalimat penjelasan kualitatif. Cara mendeskripsikan data yang telah
dikumpulkan adalah dengan berfokus pada fakta dan fenomena yang didapatkan
kemudian dikaitkan dengan teori atau pendapat yang telah ada. Data yang
terkumpul pada penelitian ini diperoleh melalui empat tahap yaitu expert panel,
FGD, konsultasi dengan pakar komunikasi dokter pasien, dan uji coba. Setelah
melewati tiga tahapan awal, akan dihasilkan modifikasi checklist calgary
Cambridge yang kemudian diuji cobakan. Agar hasil penelitian lebih valid dan
akurat, peneliti melakukan triangulasi sumber data dengan menanyakan kembali
kepada informan apabila ada data yang kurang jelas dan memiliki makna ambigu,
selain itu dilakukan triangulasi antar peneliti yaitu dengan cara evaluasi dan
pemeriksaan ulang oleh peneliti lain yang menguasai bidang yang sedang diteliti.
Pada bab ini dibagi menjadi tiga bagian agar lebih sistematis dan terarah yaitu
hasil penelitian, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan.

4.1.1 Expert Panel


Tahap expert panel dilakukan dengan informan yang merupakan perwakilan
dokter spesialis dari 12 bagian di RSMH. Peneliti meminta informan untuk
memilih sebanyak 10-20 poin dari 71 poin yang ada dalam checklist Calgary
Cambridge yang menurut informan paling penting dan efektif untuk diterapkan.
Tidak semua informan memilih poin dengan jumlah yang telah ditentukan.
Beberapa informan memilih lebih dari dua puluh poin dan tidak banyak informan
expert panel yang memberikan pendapat mengenai alasan pemilihan poin penting
Calgary Cambridge.

Informan A yang memilih 63 poin mengatakan bahwa sangat sulit untuk


memilih karena semuanya penting dan akan terasa kaku apabila banyak poin
dihilangkan. Informan A mengatakan bahwa poin 14 yaitu “Menyampaikan

28
29

rangkuman keluhan yang diceritakan pasien dan minta pasien untuk memperbaiki
apabila ada perbedaan dalam penafsiran atau memberikan informasi keluhan
tambahan” dan poin 19 “Membuat rangkuman diakhir setiap sesi pertanyaan dan
mengonfirmasi kepada pasien sebelum beralih ke sesi berikutnya” perlu
dihilangkan karena kedua poin tersebut bermakna serupa dan apabila dokter
melakukan kedua poin tersebut menunjukkan bahwa dokter tidak memperhatikan
apa yang disampaikan pasien dan terkesan menanyakan hal yang sama.
Informan B yang memilih 17 poin mengatakan bahwa semua poin penting,
terdapat perbedaan poin prioritas yang digunakan saat berkomunikasi dengan
pasien menyesuaikan dengan bagian atau divisinya, misalkan bagian bedah akan
lebih banyak melakukan pemeriksaan fisik, bagian penyakit dalam lebih banyak
melakukan anamnesis sehingga apabila banyak poin yang dihilangkan
dikhawatirkan akan mengurangi nilai apabila digunakan untuk penilaian OSCE.
Informan B juga mengatakan saat informan berkomunikasi dengan pasien, tidak
ada hal yang menghalangi antara dokter dengan pasien baik saat anamnesis
maupun pemeriksaan fisik. Saat anamnesis dokter dengan pasien dalam posisi dan
kondisi senyaman mungkin dan tidak terhalang meja, jadi meja hanya digunakan
saat proses menulis resep, dengan demikian diharapkan pasien merasa lebih
nyaman dan terbuka.
Berdasarkan hasil skoring, didapatkan 3 poin kategori high, 24 poin kategori
middle, dan 44 poin kategori low.

4.1.2 Student Panel dan FGD (Focus Group Discussion)


Kategori middle berjumlah 24 poin, dari kategori middle tersebut terdapat
17 poin yang dipilih dan disetujui kedua kelompok FGD, lima poin dipilih satu
kelompok, dan dua poin tidak dipilih sama sekali. Dalam pelaksanaan FGD,
beberapa informan dari masing-masing kelompok mengemukakan pendapatnya.
Untuk memudahkan dalam mendeskripsikan hasil, berikut adalah kode informan
FGD:
30

FGD 1: 1A, 1B, 1C, 1D, 1E, 1F, 1G, 1H


FGD 2: 2A, 2B, 2C, 2D, 2E, 2F, 2G, 2H

Tabel 1. Poin yang disetujui kedua kelompok


Poin Konten Keterangan Informan

3 Menunjukkan rasa hormat, FGD 1


“Perlu dilakukan agar pasien merasa
penuh perhatian, dan
nyaman dan dihargai oleh dokter.”
mengutamakan kenyamanan
FGD 2
pasien. “Penting dilakukan selama bertemu
pasien, terutama di awal untuk
membangun kepercayaan pasien.”
54 Pengamanan terhadap hal yang FGD 1
“Setuju, perlu sekali dijelaskan.”
tidak diharapkan, menjelaskan
FGD 2
kemungkinan hasil tak terduga. “Pasien harus selalu dibekali KIE
(Komunikasi, Informasi, dan
Apa yang harus dilakukan jika
Edukasi).
rencana tidak berjalan lancar,
kapan dan bagaimana cara
mencari bantuan.
62 Memberikan informasi FGD 1
“Harus dijelaskan.”
mengenai tindakan atau
FGD 2
pengobatan yang ditawarkan : 2F:“Yang biasa dijelaskan adalah
nama/istilah tahap terkait, nama obat, cara kerja dan efek
bagaimana kerjanya, manfaat samping.”
2G:“Bisa diterapkan, biasanya di poli
dan keuntungan, kemungkinan
ada ceklis penolakan dan
efek samping
persetujuan
69 Memberikan informasi yang FGD 2
“Bisa diterapkan, harus. Gabungkan
jelas mengenai prosedur.
saja dengan poin memberikan
informasi tindakan atau pengobatan.”
8 Meminta pasien untuk FGD 2
2B:“Bisa…bisa.”
menceritakan keluhan mulai
2D:“Tapi poin ini mirip dengan poin
dari awal keluhan tersebut
mendengarkan pasien tanpa
dirasa sampai berkunjung
31

dengan menggunakan kata-kata interupsi.”


2G:“Beda lah dengan poin
sendiri.
mendengarkan tanpa interupsi,
tapi kedua poin tersebut bisa
digabungkan si.”
MD:“Jadi poin ini gimana?
Bisa dipakai kah?”
Semua Infroman: “Iyaaa bisa, tapi
kalau ceritanya mulai melenceng
interupsi pasien dengan sopan.”
32 Melibatkan pasien : FGD 1
Selama pemeriksaan fisik, “Jelaskan proses sekaligus informed
jelaskan prosesnya dan minta consent sebelum dilakukan
persetujuan (informed consent). pemeriksaan fisik.
FGD 2
2C: “Harus meminta persetujuan.”
2D:“Jelaskan prosesnya secara garis
besar, misalnya nanti perutnya
diperiksa ya bu, ditekan-tekan
sedikit.”
48 Melibatkan pasien : Student Panel
- Memberikan saran dan Apabila pasien terlalu lama, bingung
pilihan daripada arahan dan ragu untuk keputusan yang
- Menganjurkan pasien untuk
sifatnya mendesak dan darurat, arahan
menyumbangkan
dokter lebih diperlukan dibanding
gagasan dan saran
saran dan pilihan.
FGD 1
1D:“Langsung saja berikan pasien
arahan, soalnya pasien biasanya
bingung.”
1F:“Tetapi pasien punya hak untuk
memilih, jadi dijelaskan dulu
pilihannya apa saja.”
1A:“Setuju sesuai poin, dokter
memberikan saran dan pilihan,
tetapi dokter menjelaskan pilihan
32

mana yang paling tepat tetapi


pilihan tetap pada pasien, kalau
arahan terkesan memaksa pasien
harus mengikuti saran dokter.”
FGD 2
2E:“Bisa diterapkan pada kasus yang
membutuhkan persetujuan.”
2A:“Contohnya pada pemilihan pil
KB, tindakan anastesi, operasi.”
2B:“Untuk keputusan yang penting,
darurat, atau saat pasien ragu
maupun bingung dalam
menentukkan pilihan, arahan
yang cenderung mengharuskan
lebih diperlukan dibanding
saran.”
15 Menggunakan pertanyaan dan FGD 1
1D:“Kalau bertanya harusnya ringkas,
komentar yang ringkas dan
tapi kalau menjelaskan terlalu
mudah dimengerti, hindari
ringkas nanti pasien takutnya gak
penggunaan bahasa kedokteran.
ngerti.”
1B:“Tapi kalau menjelaskan terlalu
banyak nanti menghabiskan
waktu, paling kalau nanti
berhubungan dengan resiko baru
dijelaskan.”
1H:“Jadi bagusnya waktu bertanya
pakai bahasa awam dan ringkas
saja, tetapi waktu menjelaskan
boleh menggunakan bahasa
kedokteran asalkan dijelaskan
kembali menggunakan bahasa
pasien.”
FGD 2 :
33

“Hindari bahasa kedokteran, nanti


pasiennya bingung.”
40 Menggunakan bahasa dan Student Panel
Diperlukan sedikit bahasa kedokteran
kalimat yang ringkas dan
(misal nama penyakitnya), tapi
mudah dipahami, hindari
kemudian dijelaskan maksudnya.
penggunaan bahasa kedokteran.

FGD 1 & FGD 2


“Poin ini memiliki makna yang sama
dengan poin 15, sehingga bisa
digunakan salah satu poin saja atau
kedua poin tersebut digabungkan
menjadi satu poin.”
56 Pengecekan terakhir untuk FGD 1
“Harus dilakukan, menanyakan
memastikan bahwa pasien
kembali apakah ada yang masih
mengerti, setuju dan nyaman
belum jelas atau ada yang akan pasien
dengan rencana serta tanyakan
sampaikan dan jadwalkan konsultasi
apakah ada koreksi, pertanyaan
selanjutnya.”
atau hal lain yang belum jelas.
FGD 2
“Bisa, harus malah. Kalau perlu di
review lagi rencana yang akan
dilakukan dan hal penting lainnya biar
pasien gak lupa.”
9 Menggunakan kalimat FGD 1
“Perlu pertanyaan terbuka agar
pertanyaan terbuka dan
wawancara tidak kaku, kalau
tertutup. Lebih tepatnya
pertanyaan tertutup terlalu banyak
dimulai dari pertanyaan terbuka
seolah-olah pasien tidak diberi
lalu tertutup.
kesempatan menceritakan dan
mengemukakan pendapatnya, pasien
jadi tidak terbuka dan dokter
mendapat informasi yang terbatas
untuk mendiagnosis.”
34

FGD 2
“Bisa dong harus malah.”
12 Menggunakan isyarat verbal FGD 1
1G:“Bisa dilakukan saat pasien
dan non-verbal (bahasa tubuh,
berbicara dan sesudahnya, dokter
ucapan, ekspresi wajah, emosi)
memperhatikan pasien berbicara
dengan tepat.
dan mengucapkan “emm begitu
ya bu” setelah pasien selesai
bercerita, jadi dokter terlihat
antusias dan memperhatikan
pasien.”
1H:“Saat pasien berbicara, dokter bisa
menunjukkan respon seperti
menganggukan kepala.”
FGD 2
“Bisa diterapkan.”
23 Memperagakan perilaku Student Panel
Setuju, tapi kalau lagi capek kadang
nonverbal yang tepat
· Kontak mata, ekspresi wajah lupa melakukan poin tersebut. Dokter
· Postur, posisi, gerakan
bukan robot yang harus pasang
· Isyarat vocal seperti
senyum terus.
kecepatan, volume, dan
FGD 1 & FGD 2
intonasi “Setuju, tetapi digabung dengan poin
yang serupa saja.”
1A:“Mirip gak sih sama poin 12?”
1D:“Kenapa gak dipake salah satu
saja atau digabungin?”
27 Menggunakan empati untuk FGD 1
Setuju, gabung dengan poin lain yang
memahami komunikasi dan
mirip.
mengapresiasi perasaan atau
1D:“Empati lewat pengertian dan
kondisi pasien.
ekspresi wajah.”
FGD 2
2A:“Boleh berempati tapi jangan
simpati sampai ikutan sedih.”
31 Melibatkan Pasien : Student Panel
Memberikan jawaban atau Saat pemeriksaan fisik sebaiknya
35

alasan yang rasional atas tanpa interupsi, menjelaskan hasil


pertanyaan pasien atau bagian setelah selesai pemeriksaan fisik saja.
FGD1
dari pemeriksaan fisik.
“Setuju, lebih baik dokter
memberikan penjelasan sebelum atau
sesudah pemeriksaan fisik.
FGD 2
“Sebelum pemeriksaan fisik, dokter
menjelaskan proses pemeriksaan fisik
yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien ( gabung dengan
poin 32)”
61 Mendiskusikan pilihan ada atau FGD 1
“Sama dengan merundingkan
tidaknya tindakan,
rencana. Harus dilakukan agar pasien
pemeriksaan, obat atau bedah,
tahu lebih jelas mengenai tindakan
pengobatan tanpa obat
dan penatalaksanaan yang akan
(fisioterapi, cairan, konseling,
diberikan.”
bantuan berjalan), tindakan
FGD 2
pencegahan “Setuju, perlu didiskusikan dan
dijelaskan meskipun tidak ada
tindakan.”
44 Memberikan kesempatan FGD 1 & 2
“Setuju”
kepada pasien untuk
“Dilakukan diakhir penjelasan saja
berkontribusi: bertanya,
atau ketika pasien terlihat bingung,
menglarifikasi atau
dengan menanyakan “Ibu sudah jelas
mengungkapkan keraguan.
belum? Ada yang ingin ditanyakan
atau disampaikan tidak?”

Tabel 2. Poin yang disetujui satu kelompok


Poin Konten Keterangan Informan

17 Menentukan dan FGD 1


Setuju
mengeksplorasi secara tepat :
1E:“Perlu, asalkan ringkas dan tidak
· Gagasan/ide pasien
· Kekhawatiran pasien buang-buang waktu.”
36

mengenai setiap FGD 2


Tidak setuju
masalah/keluhan
2E:“Ini maksudnya harus menangkap
· Harapan pasien
· Bagaimana setiap kekhawatiran pasien ya?”
2H:“Misalnya gini, saya mengerti
masalah/keluhan
kekhawatiran Ibu.”
mempengaruhi
Semua Informan: “Duh gak bisa ini,
kehidupan pasien
terlalu lama. Jarang juga dilakuin, tapi
kalo poin ini cukup digambarkan
dengan ucapan saya mengerti perasaan
ibu, gapapa dilakuin.”
Contoh pernyataan poin ini menurut
FGD2: “Saya paham maksud
Ibu……….”
“Saya tahu Ibu khawatir...............”
71 Mendiskusikan kemungkinan FGD 1
“Digabungkan saja dengan penjelasan
hasil yang tidak diinginkan dari
efek samping.”
rencana pengobatan dan
tindakan lanjutan,
menjelaskannya apabila
memungkinkan
24 Apabila membaca, mencatat Student Panel
- Membaca, mencatat atau
atau menggunakan komputer
menggunakan komputer lebih baik
tetap lakukan tanpa
dilakukan sesudah percakapan, apabila
mengganggu percakapan.
dilakukan selama percakapan terlihat
seperti tidak menghargai pasien, tidak
profesional, dan membuat pasien
merasa kurang nyaman, serta sulit
dilakukan karena perhatian/fokus
terbagi.
- Komunikasi yang baik dilakukan
secara dua arah, sebaiknya fokus
terlebih dahulu pada pasien tanpa
37

melakukan aktivitas lain seperti


mencatat atau menggunakan komputer
FGD 1 Tidak setuju
1F:“Di RSMH gak pernah anamnesis
sambil menggunakan komputer,
kalau sambil mencatat sering.”
1A:“Didengarkan dulu dong sampai
selesai baru mencatat, nanti
takutnya gak konsen dan nanyain
hal yang sama ke pasien”
1C:“Iya kesannya gak memperhatikan
pasien kalau sambil mencatat.”
FGD 2
“Bisalah asal tidak dalam kondisi gawat
darurat, takut lupa juga kalo gak
mencatat, minta ijin dulu ke pasiennya.”
26 Menerima pandangan dan Student Panel
- Tidak semua pandangan dan pendapat
perasaan pasien, jangan
pasien benar, perlu dikoreksi agar
menghakimi.
persepsi sama.
- Untuk pasien dengan tipe tertentu
(bandel) harus diedukasi dengan
sedikit menghakimi/menegaskan agar
tidak mengulang kesalahan.
FGD 1
Tidak setuju, perlu diperbaiki susunan
katanya.
1A:“Jangan menghakimi artinya tidak
boleh disalahkan ya?”
1F:“Tapi biasanya di RSMH kalau
pasien yang bandel mesti
dihakimi.”
1A:“Mungkin perlu diedukasi saja,
tanpa menyalahkan dan
menghakimi.”
Semua informan: “Tidak semua
38

pandangan dan pendapat pasien bisa


diterima, jadi didengarkan dulu apa
pendapatnya, kalau pendapat pasien
salah dibenarkan dan dijelaskan baik-
baik.”
FGD 2
2C:“Gak boleh dong dihakimi, dikasih
saran dan edukasi aja.”
2A:“Tetapi pasien Indonesia harus
dihakimi biar nurut, tambahin aja
boleh menghakimi untuk pasien
yang tidak patuh.”
2H:“Pandangan pasien yang salah
misalnya tradisi atau kebiasaan
tertentu jangan diterima,
didengarkan dulu baru dikoreksi.”
70 Menjelaskan manfaat, nilai Student Panel
Poin ini penting diterapkan karena
serta tujuan berkaitan dengan
pasien terkadang lupa hal apa saja yang
prosedur rencana pengobatan
sudah diberitahukan apabila tidak
dijelaskan lebih dalam dan berulang.

Tabel 3. Poin yang tidak disetujui kedua kelompok


21 Struktur wawancara dalam Student Panel
Mendapatkan kesimpulan wawancara
urutan yang logis.
tidak harus dengan menanyakan
riwayat berurutan, apa yang diingat
dulu saja.
FGD 1
Semua informan : “Gak perlu”
1C: “Untuk riwayat gak harus
berurutan, apa yang diinget aja.”
1D: “Kadang ditengah konsultasi
pasien tiba-tiba menyampaikan
keluhannya yang belum
39

disebutkan.”
1H: “Gak masalah kalo gak berurutan,
yang penting ditanya semua dan
diakhir kita rangkum sendiri.”
1C: “Tapi kalau struktur wawancara
dari memulai sampai menutup
wawancara harus berurutan.”
FGD 2
2C: “Terlalu formal kalau harus
berurutan menanyakan
riwayatnya.”
2F: “Sesuai situasi dan kondisi aja lah,
mana yang diinget duluan, tapi
untuk urutan dari memperkenalkan
nama, tanya keluhan, pemeriksaan
fisik sampe review diakhir
bagusnya berurutan biar lebih
terarah.”
5 Dengarkan keluhan pasien Student Panel
Waktu tidak memungkinkan untuk
dengan penuh perhatian tanpa
mendengarkan semua keluhan pasien
melakukan interupsi atau
tanpa interupsi, kadang pasien bercerita
mengarahkan pasien.
panjang lebar diluar konteks, jika sudah
demikian ijin interupsi diperlukan agar
isi wawancara tidak melenceng.
FGD 1
1A:“Gak usah dipake, terlalu lama kalo
gak pake interupsi.”
1B:“Kalau pasien banyak gak efektif
waktunya untuk dengerin keluhan
pasien tanpa interupsi. Di poli aja
ada belom ditanya apa-apa
pasiennya sudah bercerita panjang
lebar.”
1C:“Jadi perlu diperhatiin waktunya,
40

diinterupsi dan diarahkan ya.”

FGD 2
2C:“Gak bisa, nanti curhat panjang
lebar pasiennya.”
2F:“Kalau sudah melenceng kemana-
mana harus diinterupsi.”
2A:“Kelamaan anamnesis dimarahin
kakak residennya.”

Selain membahas poin kategori middle, FGD kedua kelompok juga


membahas poin kategori high, karena dua poin dalam kategori high tidak
dilakukan dan tidak disetujui oleh informan pada penelitian sebelumnya (Awinda,
2015).

Tabel 4. Hasil diskusi kategori high

Poin Konten Keterangan Informan

1 Menyapa dan menanyakan nama - Penting menanyakan nama pasien


pasien. salah satunya untuk menghindari
kesalahan identitas dan status pasien.
- Menyapa dan menanyakan nama
pasien penting untuk mambangun
hubungan dan kenyamanan.
- Walaupun sekedar menyapa tetapi
pasien merasa senang karena hal
tersebut menunjukkan keramahan dan
kepedulian dokter terhadap pasien.
2 Memperkenalkan diri, - Memperkenalkan diri perlu sekali
menyebutkan peran, dan sifat karena dapat membangun
wawancara, meminta rapport/hubungan dan komunikasi
persetujuan. yang baik di awal dengan pasien.
- Saat penilaian JCI di bangsal maupun
IGD pasien wajib tahu nama dokter
sampai ke perawat yang menangani
41

pasien, maka dari itu


memperkenalkan diri sangat penting
bahkan wajib.
- Menyebutkan peran juga penting
sebagai bentuk pertanggungjawaban
dokter terhadap pasiennya.
- Memberi tahu tujuan anamnesis dan
meminta persetujuan cukup dalam
bentuk tersirat dan tidak wajib
dilakukan karena secara tidak
langsung pasien atau keluarganya
menyetujui dan bersedia untuk
dianamnesis tanpa menjelaskan tujuan
anamnesis dan meminta persetujuan.
4 Mengidentifikasi permasalahan - Apabila poin ini sama maknanya
pasien, alasan utama dengan mencari keluhan utama maka
berkunjung, serta harapan yang sangat perlu untuk dilakukan. Dokter
ingin didapatkan dari konsultasi dapat bertanya lebih lanjut guna
dengan menggunakan menegakkan diagnosis.
pertanyaan terbuka. - Harapan konsultasi tidak perlu karena
sudah jelas pasien datang untuk
berobat dan ingin sembuh.

Dari hasil diskusi FGD kedua kelompok didapatkan estimasi waktu yang
efektif untuk pelaksanaan komunikasi dokter pasien adalah 5-15 menit dengan 15-
20 poin efektif. Menurut informan estimasi waktu tersebut bisa dikondisikan
apabila tidak terdapat kendala seperti perbedaan bahasa dan pemahaman dengan
pasien. Keluhan yang khas dan sering ditemui dapat memudahkan dokter dalam
mendiagnosis sehingga proses komunikasi dokter pasien dapat berjalan dengan
waktu yang tidak terlalu banyak namun tetap efektif. Apabila modifikasi checklist
Calgary Cambridge dari penelitian ini sudah selesai dan valid, informan berkenan
untuk menggunakannya sebagai panduan komunikasi dokter pasien asalkan
checklist tersebut dapat memudahkan dalam proses komunikasi dokter pasien dan
42

dalam penerapannya informan sebisa mungkin menyesuaikan dengan kondisi


yang ada namun tetap menerapkan modifikasi tersebut dengan caranya sendiri
dengan catatan semua poin yang ada dapat tercapai.

4.1.3 Diskusi dengan Dosen Pakar Komunikasi


Poin rekomendasi dari tahap expert panel yang tergolong kategori high dan
middle, hasil diskusi pilihan poin middle, estimasi waktu dan jumlah poin efektif
dari tahap student panel dan FGD dipresentasikan dalam bentuk transkrip dan
didiskusikan dengan dosen pakar komunikasi di bidang IKK-IKM yaitu Dr. dr. H.
Mohammad Zulkarnain M. Med Sc PKK dengan tujuan memvalidasi dan
mendapat persetujuan perihal modifikasi checklist Calgary Cambridge. Informan
berpendapat bahwa poin memperkenalkan diri, menyebutkan peran dan sifat
wawancara, dan meminta persetujuan penting dilakukan untuk membangun rasa
saling percaya (trust), selain itu informan juga menyetujui transkrip data yang
berisi 27 poin yang terdiri dari 3 poin kategori high dan 24 poin kategori middle.
Terdapat beberapa poin yang memiliki makna yang sama sehingga dapat
digabungkan atau hanya dipakai salah satu saja. Poin-poin disusun berdasarkan
urutan struktur wawancara mulai dari awal sampai akhir proses komunikasi dokter
pasien. Dari keseluruhan poin tersebut dapat dikelompokan menjadi dua bagian.
Bagian pertama merupakan poin-poin yang dijadikan tahapan penting yang perlu
dilakukan dari awal sampai akhir proses konsultasi dengan pasien dan bagian
kedua yang merupakan tips-tips penting untuk diterapkan saat melakukan poin-
poin di bagian pertama. Kedua bagian tersebut dapat digabungkan dan
ditambahkan beberapa tips yang didapat dari tahap expert panel dan FGD
sehingga menjadi suatu modifikasi checklist Calgary Cambridge

4.1.4 Uji Coba


Setelah dihasilkan modifikasi checklist Calgary Cambridge Guide yang
valid, kemudian dilakukan uji coba modifikasi tersebut dengan cara role play yang
43

dilakukan oleh tiga orang co-ass. Role play dilakukan bergantian dan saling
bertukar peran menjadi dokter maupun pasien dan dilakukan pengukuran waktu
mulai dari awal sampai akhir proses konsultasi. Sebelum melakukan role play,
informan uji coba yang berperan menjadi dokter terlebih dahulu mempelajari
modifikasi checklist Calgary Cambridge selama kurang lebih lima belas menit.
Dari ketiga peserta yang berperan menjadi dokter didapatkan waktu konsultasi
masing-masing adalah:
1. Dokter A (kasus hipertensi gravidarum): waktu tercatat 5 menit 54 detik.
2. Dokter B (kasus arthritis): waktu tercatat 5 menit 59 detik.
3. Dokter C (kasus diare anak) : waktu tercatat 6 menit
Berdasarkan uji coba didapatkan waktu untuk konsultasi 5-6 menit tanpa
pemeriksaan fisik. Setelah selesai uji coba, ketiga informan berpendapat mengenai
modifikasi Calgary Cambridge yang digunakan untuk role play:
U1, U2, U3: “Kalau kaya gini sering dipake di puskesmas atau di RSMH.”
UI, U2, U3: “Poin yang mengatakan saya mengerti perasaan dan kekhawatiran ibu
jarang banget lah dilakuin, eh malah gak pernah kepikiran mau
ngelakuinnya”.
U3 : “Nah kalau mau nulis-nulis, aku pasti izin dan bilang ke pasiennya.”
U1, U2 : “Biasanya kalau pasiennya cerita panjang lebar, langsung trabas aja
gak pake minta izin interupsi.”
U3 : “Kalau aku permisi dulu lah misal mau interupsi pasien yang cerita
panjang lebar.”

4.2 Pembahasan
Keterampilan komunikasi efektif dokter pasien dapat membawa dampak
positif apabila diterapkan dengan baik diantaranya adalah dapat membangun rasa
percaya pasien kepada dokter, pasien merasa lebih aman dan tenang saat ditangani
oleh dokter sehingga pasien lebih leluasa dalam menyampaikan keluhan yang
dapat memudahkan dokter dalam penegakan diagnosis sampai tatalaksana.
Keterampilan komunikasi dokter pasien dapat dipelajari dan ditanamkan mulai
dari jenjang pendidikan kedokteran (mahasiswa preklinik dan klinik) sehingga
saat bertemu dengan pasien, dokter sudah terbiasa menerapkan komunikasi
efektifnya.
44

Untuk memudahkan mahasiswa kedokteran maupun dokter dalam


mempelajari dan menerapkan komunikasi efektif dokter pasien, peneliti
memodifikasi checklist Calgary Cambridge guide menjadi lebih ringkas yang
terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari delapan poin yang terbagi
dalam 5 tahap yaitu; memulai wawancara (Initiating the Session), mengumpulkan
informasi (Gathering Information), pemeriksaan fisik (Physical Examination),
penjelasan dan perencanaan (Explanation and Planning), dan menutup wawancara
(Closing the Session). Bagian kedua terdiri dari tips penting untuk dilakukan
selama proses komunikasi dokter pasien. Pada saat melaksanakan tahap-tahap
tersebut, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: kemampuan menjalin
hubungan/sambung rasa dengan pasien (building the relationship) serta
kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation).

4.2.1 Memulai wawancara (Initiating the Session)


Tahap memulai wawancara memiliki beberapa tujuan, yaitu membentuk
lingkungan yang mendukung, membangun kesadaran mengenai status emosional
pasien, membuat persetujuan terhadap agenda atau rencana konsultasi, dan
membuat pasien terlibat dalam proses kolaboratif. Dokter sebagai pembuka
komunikasi yang pertama tidak hanya berperan sebagai professional medis saja,
namun harus berperan sebagai komunikator maupun komunikan yang baik. Wajib
bagi seorang dokter untuk membangun komunikasi yang nyaman sehingga pasien
dapat leluasa dalam mengungkapkan apa yang dialami.
Poin menyapa dan menanyakan nama pasien; memperkenalkan diri,
menyebutkan peran, dan sifat wawancara, meminta persetujuan; mengidentifikasi
permasalahan pasien, alasan utama berkunjung, serta harapan yang ingin
didapatkan dari konsultasi dengan menggunakan pertanyaan terbuka masuk dalam
kategori high dengan skor masing-masing dalam tahap expert panel adalah 14, 12,
12, dan ketiga poin tersebut disetujui kedua kelompok FGD. Dari hasil FGD
didapatkan bahwa penting menanyakan nama pasien untuk menghindari kesalahan
identitas dan status pasien, membangun hubungan (rapport) dan kenyamanan
serta memunculkan perasaan senang pada pasien karena dokter menunjukan
keramahan serta kepeduliannya kepada pasien dengan menyapa dan menanyakan
45

nama pasien. Memperkenalkan diri sama pentingnya dengan poin sebelumnya.


Berdasarkan sudut pandang informan FGD, penting bagi dokter memperkenalkan
diri kepada pasien karena dapat membangun hubungan awal dan komunikasi yang
baik dengan pasien, selain itu adanya penilaian JCI di RSMH mengharuskan
pasien mengetahui nama dokter yang merawatnya sehingga dokter harus
memperkenalkan diri kepada pasien. Peran dokter juga perlu disebutkan dan
diberitahu kepada pasien sebagai bentuk pertanggungjawaban dokter. Memberi
tahu tujuan anamnesis, meminta persetujuan, dan mengidentifikasi harapan cukup
dalam bentuk tersirat dan tidak wajib dilakukan karena secara tidak langsung
pasien atau keluarganya menyetujui dan bersedia untuk dianamnesis tanpa
menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta persetujuan, sedangkan harapan
pasien datang pasti menginginkan kesembuhan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Awinda untuk
menilai komunikasi dokter pasien pada residen poliklinik penyakit dalam tahun
2014 di RSMH Palembang dengan menggunakan checklist ringkas Calgary
Cambridge Guide, didapatkan hasil yang berlawanan. Observasi yang dilakukan
pada residen penyakit dalam menunjukkan bahwa residen tidak menanyakan nama
dikarenakan menurut residen sudah tertera pada status pasien. Memperkenalkan
diri dan menjelaskan tujuan dari anamnesis juga tidak dilakukan karena menurut
residen tidak penting dan mengakibatkan suasana terlalu kaku.
Kesan pertama pasien merupakan hal penting dalam keefektifan proses
komunikasi dokter pasien. Pasien dapat merasa nyaman dengan dokter bukan
karena apa yang dokter katakan, tetapi bagaimana dokter menyampaikan apa yang
dikatakan dan bagaimana interaksi dokter dengan pasien. Perilaku dokter yang
dapat memberikan kesan pertama seperti yang diharapkan pasien adalah dengan
menanyakan dan menyebutkan nama pasien, memperkenalkan diri, memberitahu
apa saja yang akan dilakukan saat konsultasi serta menunjukkan ekspresi, kontak
mata, dan gestur yang sesuai (Haftel, 2008).

4.2.2 Mengumpulkan Informasi (Gathering Information)


Dalam komunikasi dokter pasien, terdapat dua sesi yang penting, yaitu sesi
pengumpulan informasi yang didalamnya berisi proses anamnesis, dan
penyampaian informasi. Tahap ini sering disebut tahap anamnesis yang bertujuan
46

untuk mendapatkan data biofisik atau riwayat penyakit (riwayat penyakit


sekarang, dahulu, kesehatan keluarga, sosial dan ekonomi) yang lengkap dan
akurat, mengeksplorasi dan memahami perspektif pasien. Melalui anamnesis yang
lengkap, sekitar 78.6 % dapat mendukung diagnosis (Roshan and Rao, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian ini, poin meminta pasien untuk menceritakan
keluhan mulai dari awal keluhan tersebut dirasa sampai berkunjung dengan
menggunakan kata-kata sendiri dimasukan sebagai tahapan mengumpulkan
informasi dalam modifikasi checklist CCG karena poin tersebut masuk dalam
kategori middle dengan mendapat delapan skor dari tahap expert panel dan
disetujui kedua kelompok FGD. Menurut kelompok FGD poin tersebut penting
dilakukan, namun apabila pasien bercerita panjang lebar dan tidak terarah maka
dokter boleh menyela dan mengarahkan fokus pembicaraan secara sopan dan
halus. Hal tersebut didukung oleh Hillen (2012) yang menyatakan bahwa untuk
keluhan yang khas dan sering ditemui, dokter dapat memberikan pertanyaan yang
spesifik dan mengerucut agar lebih terarah dan dapat menghemat waktu. Pada
penelitian yang dilakukan Awinda (2015), tahap mengumpulkan informasi,
merespon pasien secara verbal dan nonverbal serta menanyakan keluhan dengan
pertanyaan spesifik dilakukan dengan baik dan terstruktur oleh residen penyakit
dalam di RSMH.
Dalam proses pengumpulan informasi ada hal yang perlu diperhatikan saat
menanyakan keluhan dan kondisi pasien. Informan FGD berpendapat bahwa
penggunaan kalimat pertanyaan terbuka terlebih dahulu kemudian pertanyaan
tertutup harus bisa dilakukan, karena apabila terlalu sering menggunakan
pertanyaan tertutup menimbulkan kesan pasien sulit untuk menceritakan dan
mengemukakan pendapatnya, sehingga informasi yang didapat terbatas dan pasien
kurang terbuka. Kemampuan mendengarkan, empati, dan penggunaan pertanyaan
terbuka merupakan beberapa contoh kemampuan komunikasi yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien dan meningkatkan outcome pelayanan kesehatan
(Arora, 2003).

4.2.3 Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)


Tahap ini memiliki andil 8.2 % dalam menentukan diagnosis penyakit
pasien. Poin dokter melibatkan pasien selama pemeriksaan fisik, menjelaskan
47

prosesnya dan minta persetujuan (informed consent) mendapatkan skor delapan


dari tahap expert panel dan disetujui kedua kelompok FGD. Menurut diskusi
FGD, sebelum dilakukan pemeriksaan fisik dokter harus menjelaskan secara garis
besar apa saja yang akan dilakukan dan meminta persetujuan (informed consent)
kepada pasien. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Awinda (2015),
meminta persetujuan sebelum pemeriksaan fisik sering tidak dilakukan di
poliklinik penyakit dalam karena residen tidak terbiasa dan menganggap tindakan
pemeriksaan yang dilakukan tidak membuat pasien tidak nyaman.
Menurut Victorian Charter of Human Right States, memberikan persetujuan
dilakukan pada pasien yang sadar, dengan menjelaskan kondisi pasien saat ini,
pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, manfaat serta resikonya. Semua bagian
pelayanan kesehatan harus meminta persetujuan pasien baik memeriksa pasien
atau sekedar memberikan pelayanan kesehatan (Consumers Health Forum of
Australia, 2013). Dijelaskan juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290
tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran harus diberikan secara
lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain dengan tujuan
mempermudah pemahaman. Apabila pemahaman telah tercapai, kedua belah
pihak tidak akan ada yang merasa dirugikan.
Sangat mungkin terjadi informasi yang diberikan dokter belum sepenuhnya
dimengerti atau dipahami pasien. Dalam keadaan ini, pasien belum informed dan
informed consent dalam arti sebenarnya belum terwujud (Guwandi, 2006).

4.2.4 Penjelasan dan Perencanaan (Explanation and Planning)


Tahap ini bertujuan untuk memberikan informasi tepat dan menyeluruh,
menyediakan penjelasan yang berkaitan dengan perspektif pasien, menemukan
perasaan dan pemikiran pasien sehubungan dengan informasi yang diberikan,
mendorong interaksi atau hubungan timbal balik dan membuat pasien memahami
proses pengambilan keputusan, serta meningkatkan komitmen pasien terhadap
rencana yang disepakati. Dalam modifikasi CCG, tahapan ini terdiri dari tiga poin
terpilih.
Menjelaskan dan mendiskusikan pilihan serta prosedur (ada atau tidak
adanya tindakan), pemeriksaan tambahan (apabila ada, jelaskan bagaimana
prosedurnya sampai pasien mengetahui hasilnya), obat atau bedah, pengobatan
48

tanpa obat (fisioterapi, cairan, konseling, bantuan berjalan) dan tindakan


pencegahan disetujui enam dari dua belas informan expert panel dan kedua
kelompok FGD. Ada atau tidaknya tindakan yang akan diberikan, dokter perlu
menjelaskan dan mendiskusikannya dengan pasien agar pasien lebih mengerti dan
jelas mengenai penatalaaksanaan dan prosedurnya.
Memberikan informasi dan menjelaskan mengenai tindakan, pengobatan,
tujuan dan manfaat terapi yang ditawarkan: nama/istilah tahap terkait, bagaimana
kerjanya, manfaat dan keuntungan, kemungkinan efek samping disetujui sembilan
dari dua belas informan expert panel dan kedua kelompok FGD. Poin ini harus
dilakukan saat komunikasi dokter pasien agar pasien lebih mengerti dan tidak lupa
mengenai terapi maupun pengobatan. Apabila pasien tidak menyetujui terapi atau
tindakan yang ditawarkan dokter maka pasien boleh menolak dengan mengisi
lembar penolakan yang biasanya disediakan di fasilitas kesehatan (poli RSMH).
Yang paling sering dijelaskan adalah nama obat, cara kerja dan efek sampingnya.
Menurut Fong Ha (2010), dengan penjelasan dokter yang lengkap mengenai
diagnosis, pilihan terapi, dan prognosis, pasien cenderung lebih puas dan patuh
terhadap terapi yang diberikan sehingga meningkatkan angka kesembuhan pasien.
Proses diskusi dokter dengan pasien merupakan interaksi yang kompleks sehingga
diperlukan komunikasi yang baik untuk menghindari perbedaan persepsi yang
dapat mempengaruhi pasien dalam menentukan pilihan terapi yang diberikan
(Baile et al, 2000).
Pengamanan terhadap hal yang tidak diharapkan, menjelaskan kemungkinan
hasil tak terduga, apa yang harus dilakukan jika rencana tidak berjalan lancar,
kapan dan bagaimana cara mencari bantuan mendapatkan sembilan skor dari 14
skor pada tahap expert panel dan disetujui kedua kelompok FGD. Informan FGD
berpendapat bahwa poin ini biasa disebut dengan KIE (Komunikasi, Inofmasi, dan
Edukasi) dan sebelum selesai konsultasi, dokter harus menjelaskan dan
membekali pasien dengan KIE.
Pasien mengharapkan informasi lebih awal mengenai kemungkinan
terjadinya hal yang tidak diharapkan (Mazor et al, 2004). Pentingnya
penyampaian informasi mengenai hal yang tidak diharapkan mendorong
dibuatnya kebijakan dan program di Amerika mengenai transparansi komunikasi
49

dengan pasien setelah terjadi sesuatu yang tidak diharapkan (National Quality
Forum, 2007). Seorang dokter yang ideal harus mampu menjadi komunikator
yang dapat melakukan persuasi kepada individu, keluarga, dan masyarakat untuk
menjalankan gaya hidup sehat. Banyak studi menyimpulkan bahwa pada penyakit
tidak menular dan penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular dan kanker erat
kaitannya dengan gaya hidup sehingga kemampuan penyampaian komunikasi,
pemberian informasi dan edukasi dalam bentuk preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif sangat dibutuhkan sejak ditingkat pelayanan kesehatan primer
(Beaglehole et al, 2008).

4.2.5 Menutup wawancara (Closing the Session)


Tujuan tahap menutup wawancara adalah untuk mengonfirmasi rencana
perawatan, mengklarifikasi langkah selanjutnya yang akan ditempuh,
memaksimalkan kepatuhan pasien dan outcome perawatan, menjaga agar pasien
tetap merasa sebagai bagian dari proses kolaboratif, serta membangun hubungan
dokter-pasien yang baik untuk selanjutnya.
Pengecekan terakhir untuk memastikan bahwa pasien mengerti, setuju dan
nyaman dengan rencana serta tanyakan apakah ada koreksi, pertanyaan atau hal
lain yang belum jelas merupakan poin yang disetujui oleh tujuh informan expert
panel dan kedua kelompok FGD. Hasil FGD menyatakan bahwa poin tersebut
harus dilakukan dengan menanyakan kembali apakah ada yang masih belum jelas
atau ada yang akan pasien sampaikan, melakukan review rencana yang akan
dilakukan dan hal penting lainnya agar pasien tidak lupa serta mengingatkan
jadwal konsultasi selanjutnya (apabila diperlukan).
Pada akhir wawancara penting bagi dokter untuk membangun pemahaman
pasien mengenai kondisinya, apa yang terjadi dan rencana yang akan dilakukan
(Haftel, 2008).

4.2.6 Menjalin Hubungan (Building the Relationship)


Dokter perlu memahami bahwa komunikasi tidak hanya sekedar komunikasi
verbal melalui percakapan, namun mencakup komunikasi secara menyeluruh
dalam menggali atau bertukar informasi baik secara verbal maupun nonverbal
50

yang dapat membangun hubungan baik dengan pasien (KKI, 2006). Komunikasi
dokter pasien efektif ditandai dengan terjadinya interaksi penyampaian informasi
secara timbal balik antara dokter dengan pasien baik verbal maupun nonverbal
(Ali et al, 2006).
Kemampuan dalam berempati, menghormati, dan menghargai pasien
adalah sikap yang diharapkan dari dokter dalam berkomunikasi dengan pasien
serta bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis tanpa memandang status
sosial-ekonominya. Sikap dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dapat
dijadikan acuan yang akan mempengaruhi keputusan pasien. (KKI, 2006).
Menunjukkan rasa hormat, penuh perhatian, dan mengutamakan kenyamanan
pasien dimasukan sebagai salah satu panduan untuk menjalin hubungan dalam
komunikasi dokter pasien. Informan FGD berpendapat bahwa poin tersebut dapat
diterapkan dan penting dilakukan terutama di awal pertemuan yang bertujuan
untuk membangun kepercayaan pasien, selain itu pasien akan merasa nyaman dan
dihargai oleh dokter. Menggunakan empati untuk memahami komunikasi dan
mengapresiasi perasaan atau kondisi pasien penting untuk diterapkan, infoman
FGD berpendapat bahwa empati penting diterapkan asalkan dokter tidak sampai
terbawa suasana sampai menangis (simpati), empati ditunjukan dengan ekspresi
wajah yang sesuai dan kata-kata yang menunjukan bahwa dokter mengerti kondisi
pasien. Sikap empati yang ditunjukkan dokter kepada pasien akan menumbuhkan
rasa kepercayaan pasien terhadap dokternya yang akan mempengaruhi kepuasan
serta kepatuhan pasien pada pengobatan (Kim and Park, 2008).
Untuk menjalin sebuah relasi yang baik dengan pasien, dari hasil diskusi
FGD perlu dilakukan komunikasi secara dua arah dan fokus terhadap pasien tanpa
melakukan aktivitas lain seperti menggunakan komputer maupun mencatat,
namun apabila diperlukan lebih baik minta ijin terlebih dahulu kepada pasien.
Memberikan perhatian kepada pasien secara utuh, tidak menyibukkan diri dengan
hal lain dan apabila dianggap perlu untuk mencatat keterangan mengenai pasien,
katakana terlebih dahulu kepada pasien (Pamungkasari et al, 2012).
Saat berjalannya proses konsultasi, penting bagi dokter memberikan
kesempatan pasien untuk bertanya, menglarifikasi, menyampaikan keraguan
maupun pandangannya. Hasil diskusi FGD menyatakan bahwa salah satu bentuk
51

tindakan dokter dalam memberikan kesempatan bertanya maupun menyampaikan


pandangan adalah mengatakan di awal pertemuan kepada pasien untuk bertanya
dan mengungkapkan pendapatnya saat konsultasi, akhir proses konsultasi atau
saat pasien menunjukkan tanda nonverbal seperti kebingungan, tanyakan kepada
pasien apakah masih ada yang belum jelas atau ingin disampaikan. Sebuah
penelitian di Korea menyimpulkan bahwa pasien akan berpandangan negatif
terhadap dokter yang memiliki gaya komunikasi dominan terhadap pasien dan
tidak memberi kesempatan bagi pasien untuk mengungkapkan pandangannya
(Kim and Park, 2008). Pola komunikasi dokter pasien secara paternalistik terbiasa
diterapkan di Asia tenggara karena faktor keterbatasan waktu, banyaknya pasien,
dan tingkat pendidikan yang rendah (Claramitha et al, 2010).

4.2.7 Menstruktur Wawancara


Kemampuan menstruktur wawancara bertujuan agar proses konsultasi dapat
berlangsung terarah dengan tujuan pasti. Struktur wawancara dalam urutan yang
logis menurut kedua kelompok FGD perlu diterapkan apabila yang dimaksud
adalah berurutan mulai dari memulai waawancara sampai menutup wawancara,
namun untuk menanyakan berbagai riwayat yang sesuai keluhan pasien tidak
harus berurutan, menyesuaikan dengan kondisi saja asalkan diakhir konsultasi
dokter bisa merangkum dan menyimpulkan kondisi pasien. Wawancara secara
berurutan dan terstruktur dengan tidak melompat dari satu topik ke topik lainnya
dapat membuat pasien mengerti tujuan dari pertanyaan yang diajukan dokter serta
memudahkan dokter dalam mendiagnosis serta merangkum keseluruhan proses
konsultasi (Haftel, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam struktur wawancara tidak disertakan
membuat rangkuman di akhir setiap sesi pertanyaan dan mengonfirmasi kepada
pasien sebelum beralih ke sesi berikutnya atau biasa disebut dengan refleksi isi,
namun cukup dirangkum di akhir konsultasi saja. Menurut informan expert panel,
poin tersebut menunjukkan bahwa dokter kurang memperhatikan dan
mendengarkan pasien sehingga tidak perlu dilakukan. Berdasarkan student panel,
poin tersebut dilakukan dan dirangkum di akhir konsultasi saja, karena apabila
pada setiap akhir sesi dilakukan mengonfirmasi berulang, pasien cenderung bosan
52

dan pasien meragukan kemampuan dokter. Komunikasi efektif dapat ditandai


dengan adanya timbal balik, pendengar yang baik, penggunaan pertanyaan
terbuka, refleksi, dan merangkum kondisi pasien (Klaber, 2012).

4.2.8 Waktu Konsultasi


Hasil diskusi FGD menyatakan bahwa waktu konsultasi yang efektif
dilakukan di RSMH berkisar antara 5-15 menit, setelah diuji coba dengan metode
roleplay menggunakan modifikasi CCG, didapatkan waktu konsultasi antara 5-6
menit tanpa pemeriksaan fisik, sejalan dengan hal tersebut berdasarkan penelitian
yang dilakukan di RSUD Makassar mengenai kepuasan pasien dalam
pelaksanaan komunikasi efektif dokter pasien, sebagian besar responden
menghabiskan waktu selama 6-10 menit untuk berkonsultasi dan pengobatan
karena jumlah pasien yang relatif banyak dengan hanya satu dokter yang
melayani di setiap poli. Selain itu, dokter yang melayani sering datang terlambat
sehingga mengurangi ketersediaan waktu melayani pasien (Asdawati, Sidin, dan
Kapalawi, 2014).
Berdasarkan penelitian di Jepang mengenai waktu konsultasi dan variabel
yang mempengaruhi, didapatkan waktu konsultasi rata-rata keseluruhan sebanyak
6 menit 12 detik, 11 % sampel didapatkan waktu rata-rata 3 menit atau kurang
(Wooldridge et al, 2010). Sebagian besar dokter umum di London berpendapat
bahwa waktu konsultasi yang ideal berkisar 10 menit, namun 10 menit tidak
cukup untuk kasus kronik, kondisi yang kompleks, pasien geriatri dan target
promosi kesehatan. Dr. Burnett mengatakan bahwa kualitas konsultasi lebih
penting dibanding kuantitas waktu yang dihabiskan (Oxtoby, 2010).

4.3 Keterbatasan Penelitian


Dari keseluruhan tahapan pada penelitian ini, tidak banyak informan yang
menyampaikan pendapatnya, sehingga informasi yang didapatkan peneliti tidak
banyak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Didapatkan 8 poin utama dan 11 tips yang efektif untuk diterapkan di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan dijadikan sebagai modifikasi
Checklist Calgary Cambridge Guide.
Delapan poin utama;
- Menyapa dan menanyakan nama pasien, memperkenalkan diri dan menyebutkan
peran.
- Identifikasi permasalahan pasien dan alasan utama berkunjung.
- Meminta pasien untuk menceritakan keluhan (keluhan awal sampai berkunjung)
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
-.Melibatkan pasien dalam pemeriksaan fisik (jelaskan proses dan informed
consent).
- Menjelaskan dan mendiskusikan pilihan serta prosedur, pemeriksaan tambahan
obat atau bedah, pengobatan tanpa obat (fisioterapi, cairan, konseling, bantuan
berjalan), dan tindakan pencegahan.
-.Penjelasan mengenai tindakan, pengobatan, tujuan dan manfaat terapi yang
ditawarkan: nama/istilah, bagaimana kerjanya, keuntungan, dan kemungkinan
efek samping.
-.Jelaskan kemungkinan hasil yang tidak diharapkan atau tak terduga (apa yang
harus dilakukan jika terjadi, kapan dan bagaimana cara mencari bantuan).
-.Pengecekan terakhir untuk memastikan bahwa pasien mengerti, setuju dan
nyaman dengan rencana.
Sebelas tips:
-.Menunjukkan rasa hormat, penuh perhatian, dan mengutamakan kenyamanan
pasien.
-.Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian tanpa melakukan interupsi
atau mengarahkan pasien.
-.Menggunakan kalimat pertanyaan terbuka dan tertutup (lebih tepatnya dimulai
dari pertanyaan terbuka lalu tertutup) dengan bahasa dan kalimat yang ringkas,
mudah dimengerti dan hindari penggunaan istilah kedokteran.
-.Menggunakan isyarat verbal dan non-verbal dengan tepat.
-.Menentukan dan mengeksplorasi secara tepat gagasan/ide, kekhawatiran, dan
harapan pasien.
- Struktur wawancara dalam urutan yang logis.

53
54

-.Apabila membaca, mencatat atau menggunakan komputer tetap lakukan tanpa


mengganggu percakapan.
- Menggunakan empati untuk memahami komunikasi dan mengapresiasi perasaan
atau kondisi pasien.
- Memberikan jawaban yang rasional atas petanyaan pasien dan hasil pemeriksaan
fisik.
-.Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berkontribusi: bertanya,
menglarifikasi atau mengungkapkan keraguan.
-.Melibatkan pasien: memberikan saran dan pilihan daripada arahan,
menganjurkan pasien untuk menyumbangkan gagasan dan saran.
2. Calgary Cambridge Guide sudah diterapkan oleh perwakilan dokter
spesialis dari 12 bagian di RSMH dan co-ass namun belum maksimal.
Mengonfirmasi keluhan pasien di setiap akhir sesi Calgary Cambridge Guide
tidak biasa diterapkan karena kekhawatiran akan adanya tanggapan bahwa dokter
berada pada posisi/status lebih rendah dibanding pasien dan pasien menjadi bosan
apabila dikonfirmasi berulang.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan maka penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu upaya dari berbagai pihak terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan komunikasi dokter pasien, terutama dokter spesialis sehingga
dapat dijadikan contoh komunikasi efektif dokter pasien bagi dokter umum
maupun co-ass. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
a. Mengadakan seminar komunikasi efektif dokter pasien secara berkala
b. Membuat kebijakan mengikuti pelatihan komunikasi
c..Bagi pihak rumah sakit perlu mengadakan survei mutu pelayanan rumah
sakit terutama pelayanan dokter dari segi komunikasinya dengan pasien.
Dengan terpantaunya pelayanan dokter kepada pasien, maka pihak rumah
sakit dapat membuat kebijakan yang sesuai.
2. Memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di poliklinik RSMH, salah satunya
dengan pelaksanaan tindakan (pembagian kerja) sesuai dengan kompetensi
55

serta kewajibannya, sehingga pelayanan kesehatan serta komunikasi efektif


dokter pasien dapat berjalan dengan maksimal.
3...Proses komunikasi dokter pasien disesuaikan dengan kondisi sosial
(pengetahuan, pendidikan) dan budaya (kebiasaan, dan bahasa) yang ada.
4. Selain dapat digunakan mahasiswa FK Unsri, modifikasi Calgary Cambridge
Guide ini dapat digunakan oleh co-ass, dokter umum maupun dokter spesialis
di RSMH.
5. Perlu menekankan pentingnya poin safety netting kepada dokter spesialis dan
co-ass melaui pelatihan maupun seminar komunikasi dokter pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ali et al. 2006. Komunikasi Efektif Dokter Pasien. Konsil Kedokteran Indonesia,
Jakarta, hal. 1-27.
Arora, N.K. 2003. Interacting with cancer patients: the significance of physicians’
communication behavior. Social Science & Medicine 57(5): 791-806.
Asdawati, Sidin, A.I., dan Kapalawi, I. 2014. Gambaran Kepuasan Pasien dalam
Pelaksanaan Komunikasi Efektif Dokter di RSUD Kota Makassar. Bagian
Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, hal. 1-10.
Awinda, D. 2015. Penilaian Komunikasi Dokter Pasien Residen di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2014 dengan
Menggunakan Checklist Ringkas Calgary Cambridge Guide. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Dokter Unsri yang tidak dipublikasikan, hal. 40-67.
Baile et al. 2000. SPIKES-a six step protocol for delivering bad news: application
to the patient with cancer. The Oncologist 5(4): 302-311.
Beaglehole et al. 2008. Improving the revention and management of chronic
disease in low-income and middle income countries: a priority for primary
healthcare. Lancet 372 (9642): 940-949
Boediardja, S.A. 2009. Komunikasi dengan Empati, Informasi dan Edukasi: Citra
Profesionalisme Kedokteran. Majelis Kedokteran Indonesia 59 (4): 147-150.
Booher, D. 2011. Communicate with confidence. McGraw-Hill Education
Consumer Health Forum of Australia. 2013. Informed consent in healthcare: An
Issues Paper, March 2013, page 1-14.
Claramita et al. 2011. Doctor-patient communication in a Southeast Asian setting:
the conflict between ideal and reality. Adv in Health Sci Educ 16: 69-80
Cresswell, J.W. 2009. Research Design; Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. Sage Publications, Los Angeles.
Fong Ha, J., Hons, and Longnecker, N. 2010. Doctor-Patient Communication: A
Review. The Ochsner Journal 10 (1): 38-42.
Gallagher et al. 2007. Disclosing harmful medical errors to patients. The New
England Journal of Medicine 356: 2713-2719.
Guwandi. 2006. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

56
57

Haftel, L. 2008. Patient-doctor communication: The fundamental skill of medical


practice. Medical School University of Michigan.
Hardjana, A.M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Jakarta:
Kanisius.
Herqutanto et al. 2011. Pengetahuan dan Keterampilan Komunikasi Dokter Pasien
dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya. J Indon Med Assoc 61 (5): 196-
199.
Herqutanto. 2009. Wahai Dokter Berkomunikasilah. Majelis Kedokteran
Indonesia 59 (2): 35-37
Hillen, H.C.B. 2012. The IT anamnesis? Diagnosing software requiremnets.
Radboud University Nijmegen.
Irwanto. 2006. Focused Group Discussion (FGD) Sebuah Pengantar Praktis.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kim and Park. 2008. Patient-perceived communication styles of physicians in
rehabilitation: The effect on patient satisfaction and compliance in Korea.
Am J Phys Med Rehabil; 87 (12): 998-1005.
Klaber, B. 2012. Effective feedback: an essential skill. Postgrad Med J. 88: 187-
188.
Kurtz, S.M., et al. 2003. Marrying Content and Process in Clinical Method
Teaching and Enhancing the Calgary Cambridge Guides. Academic
Medicine 78 (8): 802-808.
Mazor, K.M., et al. 2004. Health plan members views about disclosure of medical
errors. Web of Science | Medline Ann intern Med 140: 409-418.
Mochtar. 2009. Dokter Juga Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Morissan. 2013. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Kencana
Prenadamedia Group.
National Quality Forum. 2007. Safe Practices for better healthcare. Washingtom,
DC: National Quality Forum.
Oxtoby. 2010. Consultation times. BMJ Careers.
(http://careers.bmj.co,/careers/advice/view-article/html?id=20001044,
diakses 22 Desember 2015).
58

Pamungkasari et al. 2012. Keterampilan Komunikasi 1 Sambung Rasa. Bagian


IKM, Biokimia, dan Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Permenkes No. 290/Menkes/Per III/2008 pasal 9 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
Pujileksono. 2015. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: Intrans
Publishing.
Roshan, R. and Rao, Ap. 2000. A study of relative contributions of the history,
Physical examination and investigations in making medical diagnosis. J
Assoc Physicians India 48 (8): 771.
Silverman, J.D., Kurtz, S.M., and Draper, J. 2005. Skills for Communicating with
Patients 2nd edition. Oxon, Radcliffe Medical Press.
Simmenroth et al. 2014. Physchometric properties of the Calgary Cambridge
guides to assess communication skills of undergraduate medical students.
Int J Med Educ 5: 212-218.
Soetjiningsih. 2008. Modul Komunikasi Pasien-Dokter. Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2013. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung:
Alfabeta.
Suprapto. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Thorne et al. 2008. Cancer care communication: the power to harm and the power
to heal? Patient Educ Couns; 71(1): 34-40.
Travaline, J.M., Ruchinskas,R., and D’Alonzo, G.E. 2015. Patient-Physician
Communication: Why and How. JAOA 105(1): 13-17.
Warnecke, E. 2014. The Art of Communication. Australian Family Physician
43(3): 156-158.
Wiryanto. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Wooldridge, A.N. et al. 2010. Truth or fallacy? Three hour wait for three minutes
with the doctor: Findings from a private clinic in rural japan. Asia Pac Fam
Med 9(1): 1-11.
LAMPIRAN 1
Checklist Calgary Cambridge Guide

INITIATING THE SESSION


Establishing initial rapport
1. Greets patient and obtains patient's name
2. Introduces self, role and nature interview; obtains consent in necessary
3. Demonstrates respect and interest, attends to patient’s physical comfort
Identifying the reason(s) for the consultation
4. Identifies the patient's problem or the issues that the patient wishes to
address with appropriate opening question (e.g. “what problems brought you
to the hospital?” or what would you like to discuss today?” or what questions
did you hope to get answered today?”)
5. Listens attentively to the patient’s opening statement, without interrupting or
directing patient’s response
6. Confirms list and screens for further problems (e.g. “so that’s headaches and
tiredness, anything else?”)
7. Negotiates agenda taking both patient's and doctor's perspective into account

GATHERING INFORMATION
Exploration of patient’s problems
8. Encourages patient to tell story of the problem(s) from when first started to
the present in own words (clarifying reason for presenting now)
9. Uses open and close questioning techniques, appropriately moves from
open to closed
10. Listens attentively, allowing patient to complete statements without
interruption and leaving space for patient to think before answering or go on
after pausing.

59
60

11. Facilitates patient's responses verbally and non-verbally e.g. use of


encouragement, silence, repetition, paraphrasing, interpretation
12. Picks up verbal and non- verbal cues (body language, speech, facial
expression, affect); checks out and acknowledges as appropriate
13. Clarifies patient’s statements that are unclear or need amplification (e.g.
“Could you explain what you mean by light headed”)
14. Periodically summaries to verify own understanding of what patient has said;
invites patient to correct interpretation or provide further information.
15. Uses concise, easily understood questions and comments, avoids or
adequately explains jargon
16. Establishes dates and sequence of events
Additional skills for understanding the patient’s perspective
17. Actively determines and appropriately explores:
 patient’s ideas (i.e. beliefs re cause)
 patient’s concerns (i.e. worries) regarding each problem
 patient’s expectations: (i.e. goals, what help the patient had expected for
each problem)
 effects: how each problem affects the patient’s life
18. Encourages patient to express feelings

PROVIDING STRUCTURE TO THE CONSULTATION


Making organization overt
19. Summarizes at the end of specific line of inquiry to confirm understanding
before moving on to the next section
20. Progresses from one section to another using signposting, transitional
statements; includes rational for next section
Attending to flow
21. Structures interview in logical sequence
22. Attends to timing and keeping interview on task

BUILDING RELATIONSHIP
Using appropriate non-verbal behavior
23. Demonstrates appropriate non-verbal behavior
 eye contact, facial expression
 posture, position & movement
 vocal cues e.g. rate, volume, intonation
24. If reads, writes notes or uses computer does in a manner that does not
interfere with dialogue or rapport
25. Demonstrates appropriate confidence
61

Developing rapport
26. Accepts legitimacy of patient's view and feelings; is not judgmental
27. Uses empathy to communicate understanding and appreciation of the
patient’s feelings or predicament, overtly acknowledges patient’s views and
feelings
28. Provides support; express concern, understanding, willingness to help;
acknowledges coping efforts and appropriate self care; offers partnership
29. Deals sensitively with embarrassing and disturbing topics and physical pain,
including when associated with physical examination

Involving the patient


30. Shares thinking with patient when appropriate to encourage patient's
involvement (e.g. ‘What I’m thinking now is….”)
31. Explains rationale for questions or parts of physical examination that could
appear to be non-sequiturs
32. During physical examination, explain process, asks permission

EXPLANATION AND PLANNING


Providing the correct amount and type of information
Aims: to give comprehensive and appropriate information
to assess each individual patient’s information needs
to neither restrict or overload
33. Chunks and checks: gives information in assimilatable chunks for
understanding, uses patient’s response as a guide to how to proceed
34. Assesses patient’s starting point: asks for patient’s prior knowledge early on
when giving information, discovers extent of patient’s wish for information.
35. Asks patients what other information would be helpful e.g. aetiology,
prognosis
36. Gives explanations at appropriate times: avoids giving advice, information
or reassurance prematurely
Aiding accurate recall and understanding
Aims: to make information easier for the patient to remember and understand
37. Organizes explanation: divides into discrete sections, develops a logical
sequence
38. Uses explicit categorisation or signposting (e.g. “There are three important
things that I would like to discuss. 1st…” “Now, shall we move on to..”
39. Uses repetition and summarising to reinforce information.
40. Uses concise, easily understood language, avoids or explains jargon
62

41. Uses visual methods or conveying information: diagrams, models, written


information and instructions
42. Checks patient’s understanding of information given (or plans made):e.g.
by asking patient to restate in own words; clarifies as necessary
Achieving a shared understanding: incorporating the patient’s perspective
Aims: to provide explanations and plans that relate to the patient’s perspective
to discover the patient’s thoughts and feelings about information given
to encourage an interaction rather than one-way transmission
43. Relates explanations to patient’s perspective: to previously elicited ideas,
concerns and expectations
44. Provides opportunities and encourages patient to contribute: to ask
questions, seek clarification or express doubts; responds appropriately
45. Picks up and responds to verbal and non-verbal cues e.g. patients need to
contribute information or ask questions, information overload distress
46. Elicits patient’s beliefs reactions and feelings re information given, terms
used; acknowledges and addresses where necessary
Planning: shared decision making
Aims: to allow patients to understand the decision making process
to involve patients in decision making to the level they wish
to increase patients commitment to plans made
47. Shares own thinking as appropriate: ideas, thought process and dilemmas
48. Involves patient:
- offers suggestions and choices rather than directives
- encourages patient to contribute their own ideas, suggestions
49. Explores management options
50. Ascertains level of involvement patient wishes in making the decision at
hand
51. Negotiates a mutually acceptable plan
- signpost own position of equipoise or preference regarding available
options.
- determines patient’s preferences

52. Checks with patient


- If accepts plans
- If concerns have been addressed

CLOSING THE SESSION


Forward planning
53. Contracts with patient re next steps for patient and physician
54. Safety nets, explaining possible unexpected outcomes. What to do if plan is
not working, when and how to seek help
63

Ensuring appropriate point of closure


55. Summaries session briefly and clarifies plan of care
56. Final check that patient agrees and is comfortable with plan and asks if any
corrections, question or other issues

OPTIONS IN EXPLANATION AND PLANNING (Includes content and


process skills)
IF discussing opinion and significance of problem
57. Offers opinion of what is going on and names if possible
58. Reveals rationale for opinion
59. Explains causation, seriousness, expected outcome, short and long term
consequences
60. Elicits patient’s beliefs, reactions, concern re opinion
IF negotiating mutual plan of action
61. Discuss option e.g., no action, investigation, medication or surgery, non-drug
treatments (physiotherapy, walking aides, fluids, counseling), preventive
measures
62. Provides information on action or treatment offered: name steps involved,
how it works, benefits and advantages, possible side effects
63. Obtains patient’s view of need for action, perceived benefits, barriers,
motivation
64. Accepts patient’s views, advocates alternative viewpoint as necessary
65. Elicits patient’s reactions and concerns about plans and treatments including
acceptability
66. Takes patient’s lifestyle, beliefs, cultural background and abilities into
consideration
67. Encourages patient to be involved in implementing plans, to take
responsibility and be self- reliant
68. Asks about patient support systems, discusses other support available
IF discussing investigations and procedures
69. Provides clear information on procedures, e.g., what patient experience, how
patient will be informed of results
70. Relates procedures to treatment plan: value, purpose
71. Encourages questions about and discussion of potential anxieties or negative
outcome
64

Anda mungkin juga menyukai