PENDAHULUAN
1
2
2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi
Shannon dan Weaver mendefinisikan komunikasi sebagai kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan, informasi, ide, dari satu pihak ke pihak lain
dengan tujuan terjadi interaksi (saling mempengaruhi) dan tercapai kesamaan
persepsi. (Morrisan, 2013).
Umpan Balik
Gangguan
- Gangguan Fisik
- Gangguan Semantik
Bagan 1. Model Proses Komunikasi
- Perbedaan Tradisi (Ali et al., 2006)
5
6
f. Penerima (Komunikan)
Penerima pesan/receiver/komunikan adalah pihak yang menerima pesan.
Komunikan bisa terdiri dari satu individu, kelompok, lembaga, atau bahkan
kumpulan besar manusia.
g. Umpan balik
Umpan balik atau feedback adalah tanggapan atau respon komunikan terhadap
pesan baik verbal maupun nonverbal yang disampaikan oleh komunikator.
Umpan balik terdiri atas dua jenis, yaitu umpan balik positif dan umpan balik
negatif. Feedback membantu komunikator menilai apakah pesan yang
disampaikan kepada komunikan dapat dimengerti atau sebaliknya.
h. Gangguan (Noise)
Gangguan atau noise adalah segala sesuatu yang menghambat proses
pengiriman pesan. Gangguan terbagi dalam tiga jenis, yaitu: gangguan
7
bagi pasien konsultasi merupakan hal yang sangat penting dan seringkali sangat
menghawatirkan (Herqutanto et al, 2011).
Dalam proses konseling komunikasi dokter pasien dikenal langkah
GATHER yang dapat dijadikan panduan pendekatan dokter kepada pasien
(Soetjiningsih, 2008), yaitu:
1. Greet (Memberi Salam)
Memberi salam dengan ramah di awal pertemuan dapat menciptakan hubungan
yang baik.
2. Ask (Bertanya)
Bertanya dan menjadi pendengar aktif dapat membantu pasien menyatakan
keinginan, keluhan, dan mengekspresikan perasaan. Adapun teknik bertanya
efektif, yaitu:
a. Menggunakan nada suara ramah dan penuh perhatian.
b. Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti.
c. Setelah mengajukan pertanyaan, beri waktu untuk menjawab.
d. Hindari pertanyaan ‘mengapa’ karena memiliki kesan mencari kesalahan.
e. Gunakan pertanyaan terbuka.
3. Tell (Memberi Informasi)
Berikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti setelah pasien selesai
menyampaikan keluhan.
4. Help (Memberi Bantuan)
Dokter memberikan bantuan kepada pasien dalam memecahkan permasalahnya
dengan mudah.
5. Explain (Memberi Penjelasan)
Memberikan penjelasan lebih lanjut tentang keputusan yang telah dipilih.
6. Return (Kontrol)
Bila diperlukan, beri kesempatan pada pasien untuk datang kembali.
Keterampilan komunikasi efektif dokter pasien dapat ditingkatkan dengan
mengikuti tips praktis berikut (Travaline, Ruchinskas, and D’Alonzo, 2015):
1. Menilai pengetahuan pasien
Sebelum memberikan informasi, pastikan terlebih dahulu apakah pasien sudah
mengetahui kondisinya atau belum. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
perbedaan persepsi karena ketidaktahuan dan kebingungan pasien
2. Menilai keingintahuan pasien
Tidak semua pasien dengan diagnosis yang sama memiliki tingkat
keingintahuan yang sama mengenai penyakit dan pengobatanya.
3. Empati
Empati adalah kemampuan dasar yang harus dikembangkan untuk membantu
mengenali ekspresi emosi pasien sehingga dapat menjadi pendengar yang baik.
9
Dokter tetap fokus pada gejala yang nyata tanpa mengabaikan ekspresi dan
emosi perasaan pasien.
4. Slowing down (pelan-pelan)
Memberikan informasi dengan jelas dan pelan-pelan. Memberikan jeda kepada
pasien untuk menjawab pertanyaan, hindari menginterupsi pasien saat
berbicara.
5. Keep it simple
Berikan penjelasan dan informasi yang ringkas, jelas, mudah dipahami dan
hindari penggunaan bahasa kedokteran.
6. Tell the Truth
Penting bagi dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, tanpa mengurangi
atau melebih-lebihkan informasi yang disampaikan.
7. Mengungkapkan harapan
Penyampaian harapan dalam situasi tertentu tidak bisa diabaikan, misalnya
pada kematian pasien, sakit berat atau membahayakan. Harapan dapat
disampaikan kepada pasien maupun keluarga dengan meyakinkan mereka
bahwa terapi dapat berjalan dengan efektif untuk mengurangi rasa sakit dan
ketidaknyamanan.
8. Perhatikan gesture (body language and facial expressions) pasien
Gesture dapat dijadikan indikator kesedihan, khawatir, serta kecemasan pasien
sehingga dokter dapat memberikan respon dan informasi dengan tepat.
9. Mempersiapkan reaksi yang akan terjadi
Setelah menyampaikan diagnosis penyakit maupun berita buruk, setiap pasien
memiliki reaksi yang berbeda-beda, untuk itu seorang dokter harus bisa
mengantisipasi dan mengatasi reaksi tersebut.
Komunikasi efektif dalam hubungan dokter-pasien diharapkan dapat
mengatasi kendala dari kedua belah pihak. Apabila dokter dapat membangun
komunikasi efektif dengan pasien, banyak hal positif yang akan didapat
diantaranya adalah dokter dapat mengetahui kondisi pasien dan keluarganya,
pasien percaya penuh kepada dokter, pasien merasa tenang dan aman saat
ditangani dokter sehingga pasien patuh dalam menjalankan nasihat dokter.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada proses penyembuhan dan konsultasi
selanjutnya.
Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, melatih dan
mengembangkan komunikasi efektif dokter pasien belum menjadi prioritas. Untuk
itu dirasakan perlu memberikan pedoman (guidance) guna memudahkan
10
komunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Pemahaman tentang hal penting
dalam pengembangan komunikasi dokter pasien diharapkan terjadi perubahan
sikap dalam hubungan dokter-pasien (Ali et al, 2006).
Menurut Kurtz et al. (2003), ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan dalam dunia kedokteran:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication
style. Merupakan komunikasi yang berdasarkan kepentingan dokter dalam
upaya menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik
mengenai tanda dan gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Merupakan komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya. Termasuk pendapat pasien, kekhawatiran, harapan, serta apa yang
dipikirkan pasien.
Pendekatan patient centered communication style dengan kemampuan
dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien tidak
membutuhkan waktu lama dalam pengaplikasian dibanding doctor centered
communication style. Keberhasilan komunikasi dokter pasien pada umumnya
menimbulkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, serta
menciptakan empati terhadap pasien.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam Emphatic Communication in
Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa penting empati dalam
proses komunikasi. Empati disusun dalam batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician
cognitive capacity to understand patient’s needs).
2. Menunjukkan sensitivitas dokter terhadap perasaan pasien (a sensitivity to
patient’s feelings).
3. Kemampuan dokter dalam memperlihatkan empati kepada pasien (an ability to
convey empathy to patient).
Mengumpulkan Informasi
- Menggali permasalahan/keluhan pasien
untuk mendapatkan:
Data biomedis
Pandangan pasien
Latar belakang informasi
Pemeriksaan Fisik
Penjelasan dan Perencanaan Membangun
- Menyediakan informasi dengan hubungan:
jumlah dan jenis yang tepat
- Mengetahui sejauh mana pemahaman pasien Penggunaan
Menyediaka - Perencanaan dan pengambilan keputusan komunikas
n struktur: i nonverbal
- Menutup Wawancara dengan
Organisasi - Memastikan poin yang tepat untuk menutup tepat.
yang jelas wawancara
- Rencana selanjutnya Mengem-
Kunjungan
Bagan 2. Kerangka Konsep Calgary Cambridge Guide (Kurtz,bangkan
and Draper,
selanjutny hubungan
a 2005)
Melibatkan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dipika dengan judul “Penilaian
pasien
Komunikasi Dokter Pasien Residen di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang 2014 dengan Menggunakan Checklist Ringkas
Calgary Cambridge Guide” menghasilkan checklist ringkas dan gambaran
pelaksanaan komunikasi dokter residen di poliklinik penyakit dalam RSMH
Palembang. Checklist ringkas Calgary Cambridge Guide didapatkan dari tahapan
expert panel, kemudian dilakukan observasi untuk menilai keterampilan
komunikasi beberapa dokter residen penyakit dalam dan wawancara mendalam
12
2. Negoisiasi (negotiation).
3. Penentuan agenda (agenda setting).
a. Manfaat agenda setting:
- Mengurangi ketidakpastian antara dokter-pasien.
- Menggunakan waktu lebih efektif dan efisien.
- Memberikan kesempatan pasien lebih concern pada hal–hal yang paling
penting atau yang paling ingin dibahas.
- Mendorong negosiasi dan hubungan timbal balik positif.
b. Strategi agenda setting:
- Mendengarkan masalah yang pertama muncul dan membiarkan pasien
menceritakan.
- Meringkas masalah.
- Mengenali masalah.
- Menanyakan ada atau tidak masalah lain.
- Membuat prioritas masalah.
4. Pengarahan (signposting)
Pengarahan adalah pernyataan transisi yang digunakan dokter untuk
memberikan isyarat perubahan arah pembicaraan atau perpindahan dari tahap
wawancara satu ke tahap yang lain. Selain itu, signposting juga berisi
penjelasan mengenai tahap berikutnya.
a. Manfaat pengarahan (signposting):
- Pasien menjadi tahu dokter hendak ke arah mana.
- Dokter bisa berbagi pemikiran maupun rencana dengan pasien.
- Untuk meminta izin pasien dan membangun hubungan baik.
- Menjadikan konsultasi lebih terbuka.
- Meningkatkan kerjasama dokter-pasien.
- Landasan kerjasama dokter-pasien menjadi lebih baik.
b. Pengarahan (sign posting) dapat digunakan untuk:
- Berpindah dari tahap permulaan ke tahap pengambilan atau pengumpulan informasi.
- Mengganti pertanyaan terbuka menjadi pertanyaan tertutup.
- Mengawali pertanyaan yang membutuhkan jawaban spesifik.
- Berpindah ke tahap pemeriksaan fisik.
- Berpindah ke tahap penjelasan dan perencanaan.
5. Ringkasan (internal summary)
Ringkasan dalam proses wawancara dokter-pasien ada dua macam, yaitu:
a. Ringkasan akhir wawancara (end summary).
b. Ringkasan proses wawancara (internal summary).
Ringkasan dalam proses wawancara (internal summary) adalah proses dokter
mengatakan kembali topik utama yang telah disampaikan pasien sebelumnya.
Tujuan utama adalah memeriksa apakah dokter sudah sepenuhnya memahami
maksud pasien. Ringkasan atau ikhtisar yang baik seharusnya memenuhi
beberapa persyaratan berikut:
16
Feedback (+/-)
19
Noise (gangguan)
- Dokter (Keterampilan komunikasi
kurang, sikap/kepribadian, kelelahan
fisik)
- Pasien (Pengetahuan, psikologis, fisik)
- Lingkungan (tempat tidak nyaman,
waktu)
BAB III
METODE PENELITIAN
23
24
- Intensif care
- Rehabilitasi Medik
- Radiologi dan radioterapi
- Ilmu Kesehatan Jiwa
2. Dokter muda (co-ass) yang melaksanakan kepaniteraan di RSMH Palembang.
Pemilihan dokter spesialis sebagai informan berdasarkan pengalaman dalam
menghadapi pasien, sering terpapar dengan residen serta co-ass, dan atau sudah
pernah mengikuti pelatihan komunikasi dokter pasien. Pemilihan co-ass sebagai
informan dipilih berdasarkan pengalaman dan stase yang sudah dilewati. Co-ass
minimal sudah melewati tiga stase mayor dan memiliki pengalaman dalam
menghadapi dan menangani pasien baik di puskesmas maupun IGD.
yang akan memberikan tanggapan dan memilih poin-poin yang dianggap paling
efektif untuk diaplikasikan. Pada penelitian ini, informan diutamakan seorang
spesialis tiap bagian di RSMH Palembang yang telah mengikuti pelatihan
komunikasi efektif dokter-pasien. Informan wajib memilih poin dengan jumlah
antara 10-20 poin.
Poin rekomendasi dari semua informan dikumpulkan, dirangkum dan
dihitung berapa skor masing-masing poin. Setiap poin yang dipilih mempunyai
satu skor kemudian kalikan dengan banyaknya informan yang memilih,
selanjutnya dilakukan review dengan membandingkan dengan checklist penelitian
sebelumnya dan checklist FK Unpad, apabila poin yang dipilih informan terdapat
dalam checklist penelitian sebelumnya dan atau checklist FK Unpad maka poin
pilihan bertambah masing-masing satu skor. Setelah didapatkan total skor pada
setiap poin rekomendasi, selanjutnya dikategorikan menjadi high, middle, dan
low.
2. Student Panel dan Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion adalah suatu diskusi yang dilakukan secara
sistematis dan terarah terkait isu atau masalah tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006Student panel dan FGD akan dilakukan
pada dua kelompok dengan peserta berbeda, pelaksanaannya dilakukan sampai
data yang dihasilkan jenuh.
Diskusi akan dipimpin seorang moderator yang bertugas memimpin proses
FGD, seorang notulen, dan seorang teknisi yang bertugas mendokumentasikan
proses FGD dan menyiapkan keperluan FGD. Lokasi pelaksanaan FGD di
lingkungan FK Unsri, dengan menggunakan ruangan yang nyaman, tanpa
gangguan dari luar dan terdapat meja dan kursi dengan posisi yang sesuai dengan
apa yang diperlukan dalam proses FGD.
Student panel dilakukan dengan mengajukan poin rekomendasi yang
tergolong kategori middle kepada delapan mahasiswa yang sedang menjalani
kepaniteraan di RSMH yang sesuai dengan karakteristik informan tahap ini.
Informan diminta untuk mengajukan poin yang dirasa penting dan aplikatif
menurut dirinya sendiri secara tertulis. Setelah melakukan tahap student panel,
kemudian informan membentuk FGD yang dipimpin seorang moderator. Tahap
26
FGD mendiskusikan poin kategori middle yang didapatkan dari tahap sebelumnya
(expert panel), dengan rincian:
- Informan diminta memilih poin kategori middle yang penting serta efektif
diterapkan di FK Unsri dan RSMH, kemudian menyebutkan alasan.
- Meminta pendapat informan mengenai berapa lama waktu yang efektif untuk
pelaksanaan komunikasi dokter pasien di lapangan.
- Meminta pendapat informan apabila hasil penelitian berupa modifikasi checklist
Calgary Cambridge Guide telah selesai dan valid, apakah informan bersedia
menggunakan dan menerapkannya di lapangan. Apabila tidak bersedia, hal apa
yang harus dilakukan oleh peneliti agar informan bersedia.
3. Diskusi dengan Dosen Pakar Komunikasi
Pada tahap ini, poin rekomendasi yang tergolong kategori high pada tahap
expert panel dan kategori middle yang telah didiskusikan pada tahap student
panel dan focus group discussion akan dipresentasikan dalam bentuk transkrip dan
didiskusikan dengan dosen pakar komunikasi di bidang IKK-IKM yaitu Dr. dr. H.
Mohammad Zulkarnain M. Med Sc PKK sehingga dapat dihasilkan modifikasi
checklist Calgary Cambridge yang dapat diaplikasikan di FK Unsri.
4. Uji Coba
Dilakukan uji coba dengan menerapkan modifikasi checklist Calgary
Cambridge dalam role play komunikasi dokter dengan pasien yang dilakukan oleh
beberapa co-ass sehingga dapat dilihat kelayakan, nilai fungsimenjadi sebuah
panduan dalam pembelajaran dan penilaian komunikasi dokter-pasien
kelayakanievaluasi kelayakan, kekurangan, kelebihan dan kendala dari
penggunaan model modifikasi ini.
masuk kategori middle, 11-14 masuk kedalam kategori high. Poin kategori low
secara langsung tidak disertakan dalam tahap selanjutnya.
Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi untuk menguji validitas data.
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data dan triangulasi antar
peneliti. Triangulasi sumber data dengan metode member checking untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan sumber
data (kesamaan persepsi). Data dinyatakan kredibel/dipercaya apabila data yang
diperoleh telah disepakati pemberi/sumber data (Pujileksono, 2015). Pada
penelitian ini member checking dilakukan dengan menanyakan kembali kepada
informan apabila terdapat data yang dirasa membingungkan, belum cukup jelas
atau memiliki makna ganda, sehingga didapatkan suatu kesepakatan. Triangulasi
antar peneliti dilakukan dengan metode peer review. Peer review adalah suatu
proses pemeriksaan dan evaluasi oleh peneliti lain yang memiliki kemampuan dan
menguasai bidang yang diteliti untuk mengurangi bias. Peneliti memberikan
rekaman atau transkrip data sehingga didapatkan sudut pandang yang sama
mengenai data tersebut.
Uji Coba
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
28
29
rangkuman keluhan yang diceritakan pasien dan minta pasien untuk memperbaiki
apabila ada perbedaan dalam penafsiran atau memberikan informasi keluhan
tambahan” dan poin 19 “Membuat rangkuman diakhir setiap sesi pertanyaan dan
mengonfirmasi kepada pasien sebelum beralih ke sesi berikutnya” perlu
dihilangkan karena kedua poin tersebut bermakna serupa dan apabila dokter
melakukan kedua poin tersebut menunjukkan bahwa dokter tidak memperhatikan
apa yang disampaikan pasien dan terkesan menanyakan hal yang sama.
Informan B yang memilih 17 poin mengatakan bahwa semua poin penting,
terdapat perbedaan poin prioritas yang digunakan saat berkomunikasi dengan
pasien menyesuaikan dengan bagian atau divisinya, misalkan bagian bedah akan
lebih banyak melakukan pemeriksaan fisik, bagian penyakit dalam lebih banyak
melakukan anamnesis sehingga apabila banyak poin yang dihilangkan
dikhawatirkan akan mengurangi nilai apabila digunakan untuk penilaian OSCE.
Informan B juga mengatakan saat informan berkomunikasi dengan pasien, tidak
ada hal yang menghalangi antara dokter dengan pasien baik saat anamnesis
maupun pemeriksaan fisik. Saat anamnesis dokter dengan pasien dalam posisi dan
kondisi senyaman mungkin dan tidak terhalang meja, jadi meja hanya digunakan
saat proses menulis resep, dengan demikian diharapkan pasien merasa lebih
nyaman dan terbuka.
Berdasarkan hasil skoring, didapatkan 3 poin kategori high, 24 poin kategori
middle, dan 44 poin kategori low.
FGD 2
“Bisa dong harus malah.”
12 Menggunakan isyarat verbal FGD 1
1G:“Bisa dilakukan saat pasien
dan non-verbal (bahasa tubuh,
berbicara dan sesudahnya, dokter
ucapan, ekspresi wajah, emosi)
memperhatikan pasien berbicara
dengan tepat.
dan mengucapkan “emm begitu
ya bu” setelah pasien selesai
bercerita, jadi dokter terlihat
antusias dan memperhatikan
pasien.”
1H:“Saat pasien berbicara, dokter bisa
menunjukkan respon seperti
menganggukan kepala.”
FGD 2
“Bisa diterapkan.”
23 Memperagakan perilaku Student Panel
Setuju, tapi kalau lagi capek kadang
nonverbal yang tepat
· Kontak mata, ekspresi wajah lupa melakukan poin tersebut. Dokter
· Postur, posisi, gerakan
bukan robot yang harus pasang
· Isyarat vocal seperti
senyum terus.
kecepatan, volume, dan
FGD 1 & FGD 2
intonasi “Setuju, tetapi digabung dengan poin
yang serupa saja.”
1A:“Mirip gak sih sama poin 12?”
1D:“Kenapa gak dipake salah satu
saja atau digabungin?”
27 Menggunakan empati untuk FGD 1
Setuju, gabung dengan poin lain yang
memahami komunikasi dan
mirip.
mengapresiasi perasaan atau
1D:“Empati lewat pengertian dan
kondisi pasien.
ekspresi wajah.”
FGD 2
2A:“Boleh berempati tapi jangan
simpati sampai ikutan sedih.”
31 Melibatkan Pasien : Student Panel
Memberikan jawaban atau Saat pemeriksaan fisik sebaiknya
35
disebutkan.”
1H: “Gak masalah kalo gak berurutan,
yang penting ditanya semua dan
diakhir kita rangkum sendiri.”
1C: “Tapi kalau struktur wawancara
dari memulai sampai menutup
wawancara harus berurutan.”
FGD 2
2C: “Terlalu formal kalau harus
berurutan menanyakan
riwayatnya.”
2F: “Sesuai situasi dan kondisi aja lah,
mana yang diinget duluan, tapi
untuk urutan dari memperkenalkan
nama, tanya keluhan, pemeriksaan
fisik sampe review diakhir
bagusnya berurutan biar lebih
terarah.”
5 Dengarkan keluhan pasien Student Panel
Waktu tidak memungkinkan untuk
dengan penuh perhatian tanpa
mendengarkan semua keluhan pasien
melakukan interupsi atau
tanpa interupsi, kadang pasien bercerita
mengarahkan pasien.
panjang lebar diluar konteks, jika sudah
demikian ijin interupsi diperlukan agar
isi wawancara tidak melenceng.
FGD 1
1A:“Gak usah dipake, terlalu lama kalo
gak pake interupsi.”
1B:“Kalau pasien banyak gak efektif
waktunya untuk dengerin keluhan
pasien tanpa interupsi. Di poli aja
ada belom ditanya apa-apa
pasiennya sudah bercerita panjang
lebar.”
1C:“Jadi perlu diperhatiin waktunya,
40
FGD 2
2C:“Gak bisa, nanti curhat panjang
lebar pasiennya.”
2F:“Kalau sudah melenceng kemana-
mana harus diinterupsi.”
2A:“Kelamaan anamnesis dimarahin
kakak residennya.”
Dari hasil diskusi FGD kedua kelompok didapatkan estimasi waktu yang
efektif untuk pelaksanaan komunikasi dokter pasien adalah 5-15 menit dengan 15-
20 poin efektif. Menurut informan estimasi waktu tersebut bisa dikondisikan
apabila tidak terdapat kendala seperti perbedaan bahasa dan pemahaman dengan
pasien. Keluhan yang khas dan sering ditemui dapat memudahkan dokter dalam
mendiagnosis sehingga proses komunikasi dokter pasien dapat berjalan dengan
waktu yang tidak terlalu banyak namun tetap efektif. Apabila modifikasi checklist
Calgary Cambridge dari penelitian ini sudah selesai dan valid, informan berkenan
untuk menggunakannya sebagai panduan komunikasi dokter pasien asalkan
checklist tersebut dapat memudahkan dalam proses komunikasi dokter pasien dan
42
dilakukan oleh tiga orang co-ass. Role play dilakukan bergantian dan saling
bertukar peran menjadi dokter maupun pasien dan dilakukan pengukuran waktu
mulai dari awal sampai akhir proses konsultasi. Sebelum melakukan role play,
informan uji coba yang berperan menjadi dokter terlebih dahulu mempelajari
modifikasi checklist Calgary Cambridge selama kurang lebih lima belas menit.
Dari ketiga peserta yang berperan menjadi dokter didapatkan waktu konsultasi
masing-masing adalah:
1. Dokter A (kasus hipertensi gravidarum): waktu tercatat 5 menit 54 detik.
2. Dokter B (kasus arthritis): waktu tercatat 5 menit 59 detik.
3. Dokter C (kasus diare anak) : waktu tercatat 6 menit
Berdasarkan uji coba didapatkan waktu untuk konsultasi 5-6 menit tanpa
pemeriksaan fisik. Setelah selesai uji coba, ketiga informan berpendapat mengenai
modifikasi Calgary Cambridge yang digunakan untuk role play:
U1, U2, U3: “Kalau kaya gini sering dipake di puskesmas atau di RSMH.”
UI, U2, U3: “Poin yang mengatakan saya mengerti perasaan dan kekhawatiran ibu
jarang banget lah dilakuin, eh malah gak pernah kepikiran mau
ngelakuinnya”.
U3 : “Nah kalau mau nulis-nulis, aku pasti izin dan bilang ke pasiennya.”
U1, U2 : “Biasanya kalau pasiennya cerita panjang lebar, langsung trabas aja
gak pake minta izin interupsi.”
U3 : “Kalau aku permisi dulu lah misal mau interupsi pasien yang cerita
panjang lebar.”
4.2 Pembahasan
Keterampilan komunikasi efektif dokter pasien dapat membawa dampak
positif apabila diterapkan dengan baik diantaranya adalah dapat membangun rasa
percaya pasien kepada dokter, pasien merasa lebih aman dan tenang saat ditangani
oleh dokter sehingga pasien lebih leluasa dalam menyampaikan keluhan yang
dapat memudahkan dokter dalam penegakan diagnosis sampai tatalaksana.
Keterampilan komunikasi dokter pasien dapat dipelajari dan ditanamkan mulai
dari jenjang pendidikan kedokteran (mahasiswa preklinik dan klinik) sehingga
saat bertemu dengan pasien, dokter sudah terbiasa menerapkan komunikasi
efektifnya.
44
dengan pasien setelah terjadi sesuatu yang tidak diharapkan (National Quality
Forum, 2007). Seorang dokter yang ideal harus mampu menjadi komunikator
yang dapat melakukan persuasi kepada individu, keluarga, dan masyarakat untuk
menjalankan gaya hidup sehat. Banyak studi menyimpulkan bahwa pada penyakit
tidak menular dan penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular dan kanker erat
kaitannya dengan gaya hidup sehingga kemampuan penyampaian komunikasi,
pemberian informasi dan edukasi dalam bentuk preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif sangat dibutuhkan sejak ditingkat pelayanan kesehatan primer
(Beaglehole et al, 2008).
yang dapat membangun hubungan baik dengan pasien (KKI, 2006). Komunikasi
dokter pasien efektif ditandai dengan terjadinya interaksi penyampaian informasi
secara timbal balik antara dokter dengan pasien baik verbal maupun nonverbal
(Ali et al, 2006).
Kemampuan dalam berempati, menghormati, dan menghargai pasien
adalah sikap yang diharapkan dari dokter dalam berkomunikasi dengan pasien
serta bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis tanpa memandang status
sosial-ekonominya. Sikap dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dapat
dijadikan acuan yang akan mempengaruhi keputusan pasien. (KKI, 2006).
Menunjukkan rasa hormat, penuh perhatian, dan mengutamakan kenyamanan
pasien dimasukan sebagai salah satu panduan untuk menjalin hubungan dalam
komunikasi dokter pasien. Informan FGD berpendapat bahwa poin tersebut dapat
diterapkan dan penting dilakukan terutama di awal pertemuan yang bertujuan
untuk membangun kepercayaan pasien, selain itu pasien akan merasa nyaman dan
dihargai oleh dokter. Menggunakan empati untuk memahami komunikasi dan
mengapresiasi perasaan atau kondisi pasien penting untuk diterapkan, infoman
FGD berpendapat bahwa empati penting diterapkan asalkan dokter tidak sampai
terbawa suasana sampai menangis (simpati), empati ditunjukan dengan ekspresi
wajah yang sesuai dan kata-kata yang menunjukan bahwa dokter mengerti kondisi
pasien. Sikap empati yang ditunjukkan dokter kepada pasien akan menumbuhkan
rasa kepercayaan pasien terhadap dokternya yang akan mempengaruhi kepuasan
serta kepatuhan pasien pada pengobatan (Kim and Park, 2008).
Untuk menjalin sebuah relasi yang baik dengan pasien, dari hasil diskusi
FGD perlu dilakukan komunikasi secara dua arah dan fokus terhadap pasien tanpa
melakukan aktivitas lain seperti menggunakan komputer maupun mencatat,
namun apabila diperlukan lebih baik minta ijin terlebih dahulu kepada pasien.
Memberikan perhatian kepada pasien secara utuh, tidak menyibukkan diri dengan
hal lain dan apabila dianggap perlu untuk mencatat keterangan mengenai pasien,
katakana terlebih dahulu kepada pasien (Pamungkasari et al, 2012).
Saat berjalannya proses konsultasi, penting bagi dokter memberikan
kesempatan pasien untuk bertanya, menglarifikasi, menyampaikan keraguan
maupun pandangannya. Hasil diskusi FGD menyatakan bahwa salah satu bentuk
51
5.1 Kesimpulan
1. Didapatkan 8 poin utama dan 11 tips yang efektif untuk diterapkan di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan dijadikan sebagai modifikasi
Checklist Calgary Cambridge Guide.
Delapan poin utama;
- Menyapa dan menanyakan nama pasien, memperkenalkan diri dan menyebutkan
peran.
- Identifikasi permasalahan pasien dan alasan utama berkunjung.
- Meminta pasien untuk menceritakan keluhan (keluhan awal sampai berkunjung)
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
-.Melibatkan pasien dalam pemeriksaan fisik (jelaskan proses dan informed
consent).
- Menjelaskan dan mendiskusikan pilihan serta prosedur, pemeriksaan tambahan
obat atau bedah, pengobatan tanpa obat (fisioterapi, cairan, konseling, bantuan
berjalan), dan tindakan pencegahan.
-.Penjelasan mengenai tindakan, pengobatan, tujuan dan manfaat terapi yang
ditawarkan: nama/istilah, bagaimana kerjanya, keuntungan, dan kemungkinan
efek samping.
-.Jelaskan kemungkinan hasil yang tidak diharapkan atau tak terduga (apa yang
harus dilakukan jika terjadi, kapan dan bagaimana cara mencari bantuan).
-.Pengecekan terakhir untuk memastikan bahwa pasien mengerti, setuju dan
nyaman dengan rencana.
Sebelas tips:
-.Menunjukkan rasa hormat, penuh perhatian, dan mengutamakan kenyamanan
pasien.
-.Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian tanpa melakukan interupsi
atau mengarahkan pasien.
-.Menggunakan kalimat pertanyaan terbuka dan tertutup (lebih tepatnya dimulai
dari pertanyaan terbuka lalu tertutup) dengan bahasa dan kalimat yang ringkas,
mudah dimengerti dan hindari penggunaan istilah kedokteran.
-.Menggunakan isyarat verbal dan non-verbal dengan tepat.
-.Menentukan dan mengeksplorasi secara tepat gagasan/ide, kekhawatiran, dan
harapan pasien.
- Struktur wawancara dalam urutan yang logis.
53
54
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan maka penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu upaya dari berbagai pihak terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan komunikasi dokter pasien, terutama dokter spesialis sehingga
dapat dijadikan contoh komunikasi efektif dokter pasien bagi dokter umum
maupun co-ass. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
a. Mengadakan seminar komunikasi efektif dokter pasien secara berkala
b. Membuat kebijakan mengikuti pelatihan komunikasi
c..Bagi pihak rumah sakit perlu mengadakan survei mutu pelayanan rumah
sakit terutama pelayanan dokter dari segi komunikasinya dengan pasien.
Dengan terpantaunya pelayanan dokter kepada pasien, maka pihak rumah
sakit dapat membuat kebijakan yang sesuai.
2. Memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di poliklinik RSMH, salah satunya
dengan pelaksanaan tindakan (pembagian kerja) sesuai dengan kompetensi
55
Ali et al. 2006. Komunikasi Efektif Dokter Pasien. Konsil Kedokteran Indonesia,
Jakarta, hal. 1-27.
Arora, N.K. 2003. Interacting with cancer patients: the significance of physicians’
communication behavior. Social Science & Medicine 57(5): 791-806.
Asdawati, Sidin, A.I., dan Kapalawi, I. 2014. Gambaran Kepuasan Pasien dalam
Pelaksanaan Komunikasi Efektif Dokter di RSUD Kota Makassar. Bagian
Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, hal. 1-10.
Awinda, D. 2015. Penilaian Komunikasi Dokter Pasien Residen di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2014 dengan
Menggunakan Checklist Ringkas Calgary Cambridge Guide. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Dokter Unsri yang tidak dipublikasikan, hal. 40-67.
Baile et al. 2000. SPIKES-a six step protocol for delivering bad news: application
to the patient with cancer. The Oncologist 5(4): 302-311.
Beaglehole et al. 2008. Improving the revention and management of chronic
disease in low-income and middle income countries: a priority for primary
healthcare. Lancet 372 (9642): 940-949
Boediardja, S.A. 2009. Komunikasi dengan Empati, Informasi dan Edukasi: Citra
Profesionalisme Kedokteran. Majelis Kedokteran Indonesia 59 (4): 147-150.
Booher, D. 2011. Communicate with confidence. McGraw-Hill Education
Consumer Health Forum of Australia. 2013. Informed consent in healthcare: An
Issues Paper, March 2013, page 1-14.
Claramita et al. 2011. Doctor-patient communication in a Southeast Asian setting:
the conflict between ideal and reality. Adv in Health Sci Educ 16: 69-80
Cresswell, J.W. 2009. Research Design; Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. Sage Publications, Los Angeles.
Fong Ha, J., Hons, and Longnecker, N. 2010. Doctor-Patient Communication: A
Review. The Ochsner Journal 10 (1): 38-42.
Gallagher et al. 2007. Disclosing harmful medical errors to patients. The New
England Journal of Medicine 356: 2713-2719.
Guwandi. 2006. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
56
57
GATHERING INFORMATION
Exploration of patient’s problems
8. Encourages patient to tell story of the problem(s) from when first started to
the present in own words (clarifying reason for presenting now)
9. Uses open and close questioning techniques, appropriately moves from
open to closed
10. Listens attentively, allowing patient to complete statements without
interruption and leaving space for patient to think before answering or go on
after pausing.
59
60
BUILDING RELATIONSHIP
Using appropriate non-verbal behavior
23. Demonstrates appropriate non-verbal behavior
eye contact, facial expression
posture, position & movement
vocal cues e.g. rate, volume, intonation
24. If reads, writes notes or uses computer does in a manner that does not
interfere with dialogue or rapport
25. Demonstrates appropriate confidence
61
Developing rapport
26. Accepts legitimacy of patient's view and feelings; is not judgmental
27. Uses empathy to communicate understanding and appreciation of the
patient’s feelings or predicament, overtly acknowledges patient’s views and
feelings
28. Provides support; express concern, understanding, willingness to help;
acknowledges coping efforts and appropriate self care; offers partnership
29. Deals sensitively with embarrassing and disturbing topics and physical pain,
including when associated with physical examination