Anda di halaman 1dari 46

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU

Indikator Mutu di Sarana Pelayanan Kesehatan

Dosen Pengampu :
drg. Nining Handayani, Sp.Pros, M.M., CIQnR., CIQaR.

Disusun oleh:
Kelompok III- Kelas 9C
dr. Arif Rahmat – NPM 71220083
drg. Felicia Hardinata – NPM 71220100
dr. Karunia Meilani Nurftika – NPM 71220119
dr. Ni Made Ratih Purnama Dewi – NPM 71220143
dr. Venda Happy Pinesa – NPM 71220165

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


KONSENTRASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ADHIRAJASA
RESWARA SANJAYA (ARS UNIVERSITY)
BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
sekaligus juga menjadi tempat yang memiliki risiko infeksi atau penyebaran penyakit bagi
tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, pengunjung maupun masyarakat. Oleh karena itu,
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap
sumber daya manusia di fasilitas pelayanan kesehatan, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan dari berbagai potensi bahaya tersebut. Dalam rangka
mengatasi berbagai permasalahan pelayanan kesehatan diperlukan suatu upaya evaluasi,
perbaikan, dan peningkatan terhadap mutu pelayanan kesehatan yang salah satunya dilakukan
melalui pengukuran indikator mutu.

1.2 Tujuan
Pengukuran indikator mutu bertujuan untuk menilai apakah upaya yang telah
dilakukan benar-benar dapat meningkatkan mutu layanan secara berkesinambungan, juga
untuk memberikan umpan balik, transparansi publik, dan dapat digunakan sebagai
pembanding (benchmark) dalam mengidentifikasi best practice untuk pembelajaran. Selain
itu pengukuran indikator mutu digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi, dan kementerian kesehatan dalam
melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan.

1.3 Sasaran
Pengaturan Indikator Mutu digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas,
Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD dalam pelaksanaan pengukuran dan
evaluasi mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan indikator mutu yang ditetapkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mutu


Pengaturan Indikator Mutu digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas,
Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD dalam pelaksanaan pengukuran dan
evaluasi mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan Indikator Mutu yang ditetapkan. Sampai
dengan saat ini terdapat beragam definisi mengenai mutu pelayanan kesehatan. Salah satu
definisi yang digunakan, mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan untuk
individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal, diberikan
sesuai dengan standar pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk
memenuhi hak dan kewajiban pasien.

2.2 Dimensi Mutu


WHO mengembangkan kerangka kerja mutu pelayanan kesehatan melalui
pendekatan dimensi mutu pelayanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan yang efektif, efisien,
mudah diakses, dapat diterima/fokus kepada pasien, adil serta aman. Dimensi mutu pelayanan
kesehatan di Indonesia disepakati mengacu pada tujuh dimensi yang digunakan oleh WHO
dan lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut:
1. Efektif (effective): menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis bukti kepada
masyarakat.
2. Keselamatan (safe): meminimalkan terjadinya kerugian (harm), termasuk cedera dan
kesalahan medis yang dapat dicegah, pada pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
3. Berorientasi pada pasien/pengguna layanan (people-centred): menyediakan pelayanan
yang sesuai dengan preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai individu.
4. Tepat waktu (timely): mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian pelayanan
kesehatan.
5. Efisien (efficient): mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan
mencegah pemborosan termasuk alat kesehatan, obat, energi dan ide.
6. Adil (equitable): menyediakan pelayanan yang seragam tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, etnik, tempat tinggal, agama, dan status sosial ekonomi.
7. Terintegrasi (integrated): menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas fasilitas
pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan.
2.3 Penetapan Indikator Mutu
Dalam menetapkan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan, proses yang
dilakukan meliputi:
1. Brainstorming dengan melibatkan pakar dan praktisi mutu untuk menetapkan kandidat
indikator
2. Melakukan pemilihan indikator berdasarkan kriteria dan masukan-masukan pakar
3. Melakukan uji coba indikator yang ditetapkan
4. Menetapkan indikator yang akan digunakan untuk pengukuran.
Donabedian membagi indikator menjadi 3 yaitu indikator struktur atau input, proses, dan
outcome (Donabedian, 2005). Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan
melalui pendekatan sistem di mana hasil pelayanan kesehatan merupakan keluaran (outcome)
dari struktur (input) yang dikelola melalui sebuah proses. Berbagai metode perbaikan dan
intervensi mutu perlu memperhatikan tiga parameter pendekatan tersebut, yaitu:
1. Struktur (input) adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang dimiliki oleh
penyedia fasilitas pelayanan kesehatan, meliputi antara lain perlengkapan, sumber daya
dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja.
2. Proses pada dasarnya adalah berbagai aktifitas/proses yang merupakan interaksi antara
penyedia fasilitas pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan kesehatan. Kegiatan
ini antara lain meliputi asesmen, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penatalaksanaan, dan follow up.
3. Keluaran (outcome) merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan yang
didapatkan oleh penerima pelayanan (pasien) setelah terakses dan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan. Komponen outcome tersebut antara lain meliputi morbiditas,
mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.
A performance assessment framework for hospitals the WHO regional office for Europe
PATH project oleh J. Veillard (2005) dan Wollersheim et.al., 2007 menyebutkan bahwa
proses penyusunan indikator dilakukan melalui 3 tahap yaitu:
1. Memilih calon indikator, dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu sebagai berikut:
a) Teknik Delphi adalah proses mengumpulkan informasi menggunakan kuisioner
ataupun diskusi kelompok (focus group discussion). Teknik Delphi dapat dilakukan
dengan cara berikut ini:
(1) identifikasi isu
(2) menyusun kuisioner dan menentukan kelompok ahli yang akan mengisi
kuisioner. Kelompok ahli dikelompokkan berdasarkan lingkup ilmu. Misalnya
perawat, dokter, dan pasien
(3) mengirim kuisioner ke peserta melalui surat ataupun memanfaatkan internet
(4) menganalisa hasil jawaban kuisioner yang telah dikirimkan oleh peserta
(5) mengirimkan hasil analisa ke peserta
(6) meminta peserta menetapkan skala prioritas
(7) melakukan hal yang sama sampai pembuat keputusan menemukan solusi dari
sebuah isu yang akan diselesaikan
(8) jika telah ditemukan solusi, maka dianjurkan untuk ada pertemuan secara fisik
(Rym Boulkedid et.al.,2011).
b) Konsensus
Penyusunan indikator berdasarkan bukti ilmiah jarang ditemukan sehingga
diperlukan metode lain untuk mengembangkan indikator seperti konsensus. Metode
konsensus dapat dilakukan dengan teknik Delphi ataupun RAND. Teknik ini
menggabungkan pendapat ahli, bukti ilmiah dan pedoman klinis.
c) Literatur
Pencarian literatur untuk mencari indikator atau berdasarkan evidence-based
guideline menggunakan pendekatan translational research. Menurut Khoury MJ
(2010) dikutip dalam Bhisma Murti bahwa research phase dimulai dengan, T1
berupa menciptakan atau mengembangkan metode baru melalui riset, T2 berupa
riset untuk mengevaluasi manfaat metode baru, T3 berupa implementasi, dan T4
berupa evaluasi intervensi.
d) Metode sistematis dan metode non sistematis
Indikator dapat dikembangkan secara sistematis dan non sistematis. Metode non
sistematis merupakan metode yang tidak memerlukan bukti ilmiah sedangkan
metode sistematis merupakan metode yang memerlukan bukti ilmiah. Selain itu,
metode pengembangan indikator dapat dilakukan melalui metode kombinasi, yakni
campuran metode sistematis, pendapat ahli dan bukti ilmiah. (Campbell et.al.,2016)

2.4 Kriteria Indikator Mutu


Untuk mengukur upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan telah ditetapkan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan.
Pemilihan indikator dilakukan berdasarkan hasil konsensus dengan memperhatikan beberapa
kriteria berdasarkan Handbook for National Quality Policy and Strategy (2018) sebagai
berikut:
1) Sejalan dengan program prioritas nasional indikator untuk mengukur program prioritas
nasional tertentu.
2) Besaran dampak ruang lingkup dampak dari indikator yang diukur.
3) Berbasis bukti adanya bukti yang kredibel dari indikator yang dipilih.
4) Defensibility indikator yang terpilih dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan
juga merupakan indikator yang penting bagi pemerintah.
5) Feasibilitas indikator yang terpilih dapat diakses oleh seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan.
6) Akurasi data yang dikumpulkan dengan menggunakan indikator tersebut harus akurat.
7) Actionability perubahan perilaku maupun sistem dapat memperbaiki pencapaian
indikator.
8) Dapat diperbandingkan indikator harus dapat diperbandingkan dengan standar atau antar
wilayah.
9) Kredibel indikator harus kredibel bagi pemangku kebijakan maupun bagi fasilitas yang
melakukan pengukuran.
10) Kejelasan indikator indikator harus jelas dan mudah dipahami.

Menurut Wollershiem (2007), ada 4 kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya:


1) Relevancy: aspek yang penting dari dimensi mutu layanan kesehatan. Misal, aspek
efektif, efisien dan keselamatan.
2) Validity: memiliki hubungan yang kuat dengan mutu pelayanan kesehatan saat ini dan
dapat dilakukan berdasarkan bukti ilmiah terbaik serta berdasarkan pada pengalaman.
3) Reliability: variasi yang timbul antar dan inter observer rendah, sumber data tersedia dan
dapat dipercaya, dan metode statistik yang digunakan dapat dipercaya.
4) Feasibility: data tersedia dengan mudah, dapat digunakan untuk meningkatkan mutu,
sadar terhadap adanya perbaikan, dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan,
dan dapat diterapkan kepada penggguna atau orang yang terlibat.

Mengukur (uji coba) indikator dan menetapkan indikator berdasarkan hasil uji coba.
Pengukuran indikator dilakukan untuk mengetahui cara kerja sistem (understanding) dan
bagaimana cara meningkatkannya (improved), monitoring kinerja sistem (performance
system), dan tranparansi (accountability) (Pencheon, 2008). Pengukuran indikator dilakukan
untuk:
1) mengukur dan membandingkan kinerja terhadap target yang ditetapkan (benchmarking)
2) mendukung proses akuntabilitas, regulasi dan akreditasi
3) menetapkan prioritas layanan atau sistem
4) mendukung inisiatif peningkatan kualitas, dan untuk mendukung pilihan pasien penyedia
layanan
5) performance assessment and quality improvement.

2.5 Profil Indikator Mutu


Setiap pengukuran indikator mutu dilakukan dengan menggunakan profil indikator
mutu dengan format profil indikator mutu sebagai berikut:
Tabel 1. Format profil indikator mutu
Judul Indikator Judul singkat yang spesifik mengenai indikator apa yang
akan diukur
Dasar Pemikiran Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal dari:
1. Ketentuan/peraturan
2. Data
3. Literatur
4. Analisis situasi
Dimensi Mutu 1. Prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan
pelayanan meliputi efektif (effective), keselamatan
(safe), berorientasi kepada pasien/pengguna layanan
(people-centred), tepat waktu (timely), efisien
(efficient), adil (equitable) dan terintegrasi
(integrated).
2. Setiap indikator mewakili 1 sampai 3 dimensi mutu.
Tujuan Suatu hasil yang ingin dicapai dengan melakukan
pengukuran indikator.
Definisi Operasional Batasan pengertian yang dijadikan pedoman dalam
melakukan pengukuran indikator untuk menghindari
kerancuan.
Jenis Indikator Input: untuk menilai apakah fasilitas pelayanan kesehatan
memiliki kemampuan sumber daya yang cukup untuk
memberikan pelayanan.
Proses: untuk menilai apa yang dikerjakan staf fasilitas
pelayanan kesehatan dan bagaimana pelaksanaan
pekerjaannya.
Output: untuk menilai hasil dari proses yang
dilaksanakan.
Outcome: untuk menilai dampak layanan yang diberikan
terhadap pengguna layanan.
Satuan Pengukuran Standar atau dasar ukuran yang digunakan antara lain:
jumlah, persentase, dan satuan waktu.
Numerator Jumlah subjek atau kondisi yang ingin diukur dalam
populasi atau sampel yang memiliki karakteristik tertentu.
Denomarator Semua peluang yang ingin diukur dalam populasi atau
sampel
Target Pencapaian Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai
Kriteria Kriteria inklusi: karakteristik subjek yang memenuhi
kriteria yang telah ditentukan. Kriteria eksklusi: batasan
yang mengakibatkan subjek tidak dapat diikutkan dalam
pengukuran Besar sampel disesuaikan dengan kaidah-
kaidah statistik.
Formula Formula Rumus untuk menghasilkan nilai indikator
Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan Data Retrospektif, observasi
Sumber Data Asal data yang diukur. (contoh: rekam
medis dan formulir observasi).
Sumber Data Asal data yang diukur. (contoh: rekam medis dan
formulir observasi).
Jenis Sumber Data:
1. Data Primer
(mengumpulkan langsung menggunakan lembar
pencatatan hasil observasi, kuesioner)
2. Data sekunder
(rekam medis, buku catatan komplain)
Instrumen Pengambilan Data Instrumen Pengambilan Data Alat atau tools atau formulir
yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Besar Sampel Besar Sampel Jumlah data yang harus dikumpulkan agar
mewakili populasi.
Cara pengambilan Sampel Cara memilih sampel dari populasi untuk mengumpulkan
informasi/data yang menggambarkan sifat atau ciri yang
dimiliki populasi.
Secara umum ada 2 cara:
1. Probability Sampling
2. Non Probability Sampling
Periode Pengumpulan Data Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
pengumpulan data, contohnya setiap bulan
Penyajian Data Cara menampilkan data, contoh tabel, run chart, grafik
Periode Analisis dan Pelaporan Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan analisis
Data dan melaporkan data, contohnya setiap bulan, setiap
triwulan
Penganggung Jawab Petugas yang bertangggung jawab untuk mengkoordinir
upaya pencapaian target yang ditetapkan

Berdasarkan proses penetapan indikator yang telah dilakukan, maka ditetapkan Indikator
Mutu pelayanan kesehatan sebagai berikut:
A. Indikator Mutu di Puskesmas adalah sebagai berikut:
(1) Kepatuhan kebersihan tangan
(2) Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
(3) Kepatuhan identifikasi pasien
(4) Keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus Sensitif Obat (SO)
(5) Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan ANC sesuai standard
(6) Kepuasan pasien

B. Indikator Mutu di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:


(1) Kepatuhan kebersihan tangan
(2) Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
(3) Kepatuhan identifikasi pasien
(4) Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
(5) Waktu tunggu rawat jalan
(6) Penundaan operasi elektif
(7) Kepatuhan waktu visite dokter
(8) Pelaporan hasil kritis laboratorium
(9) Kepatuhan penggunaan formularium nasional
(10) Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
(11) Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
(12) Kecepatan waktu tanggap komplain
(13) Kepuasan pasien

2.5.1 Indikator Mutu di Puskesmas


Pengukuran indikator mutu dilakukan dengan tujuan untuk menilai apakah upaya-
upaya mutu yang telah dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) benar-benar
dapat meningkatkan mutu pelayanan secara signifikan. Selain itu, dengan dilakukan
pengukuran indikator mutu dapat memberikan umpan balik pada penyedia layanan kesehatan
dan manajemen fasilitas pelayanan kesehatan tentang kualitas pelayanan yang telah
diberikan, sebagai bukti transparansi publik, dan dapat menjadi tolok ukur pembanding dalam
mengidentifikasi best practice untuk pembelajaran bagi fasyankes lainnya. Saat ini terdapat 6
(enam) Indikator Nasional Mutu Puskesmas (INM), yaitu:
(1) Kepatuhan kebersihan tangan
(2) Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
(3) Kepatuhan identifikasi pasien
(4) Keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus Sensitif Obat (SO)
(5) Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar
(6) Kepuasan pasien

Tabel 2 Profil Indikator Mutu di Puskesmas


a. Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
3. Puskesmas harus memperhatikan kepatuhan
seluruh pemberi pelayanan dalam melakukan
kebersihan tangan sesuai dengan ketentuan WHO.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan
sebagai dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan
kepatuhan agar dapat menjamin keselamatan petugas
dan pasien/pengguna layanan dengan cara
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.
Definisi Operasional 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila
tangan tampak kotor atau terkena cairan tubuh,
atau menggunakan alkohol (alcoholbased
handrubs) dengan kandungan alcohol 60-80% bila
tangan tidak tampak kotor.
2. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan benar
adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan
langkah kebersihan tangan sesuai rekomendasi
WHO.
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan tangan
dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama
perawatan.
4. Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan
terdiri dari:
a. Sebelum kontak dengan pasien yaitu sebelum
menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien yaitu setelah
menyentuh tubuh/permukaantubuh pasien.
c. Sebelum melakukan prosedur aseptic yaitu
kebersihan tangan yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril atau aseptik, seperti:
pemasangan intra vena kateter (infus),
perawatan luka, pemasangan kateter urin,
suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain.
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh
pasien seperti muntah, darah, nanah, urin,
feses, produksi drain, setelah melepas sarung
tangan steril dan setelah melepas APD.
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien
yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana
prasarana, dan alat kesehatan yang ada di
lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat
tidur pasien, linen yang terpasang di tempat
tidur, alat- alat di sekitar pasien atau peralatan
lain yang digunakan pasien.
5. Peluang adalah periode di antara indikasi di mana
tangan terpapar kuman setelah menyentuh
permukaan (lingkungan atau pasien) atau tangan
menyentuh zat yang terdapat pada permukaan.
6. Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
adalah kebersihan tangan yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan.
7. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
8. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar.
9. Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool
yang telah ditentukan.
10.Periode observasi adalah kurun waktu yang
digunakan untuk mendapatkan minimal 200
peluang kebersihan tangan di setiap unit atau
Puskesmas sesuai dengan waktu yang ditentukan
untuk melakukan observasi dalam satu bulan.
11. Sesi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata
10 menit).
12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi
adalah jumlah pemberi pelayanan yang
diobservasi dalam satu periode observasi.
13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada
waktu observasi tidak boleh lebih dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang
dilakukan.

Jenis Indikator Proses


Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
Denominator (penyebut) Jumlah total peluang kebersihan tangan yang
seharusnya dilakukan dalam periode observasi
Target Pencapaian ≥ 85%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh peluang yang dimiliki oleh pemberi
pelayanan terindikasi harus melakukan kebersihan
tangan

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula

Metode Pengumpulan Data Observasi


Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Kepatuhan Kebersihan Tangan
Besar Sampel Minimal 200 Peluang
Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab mutu
b. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau kedaruratan kesehatan
masyarakat.
4. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
5. Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama.
6. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD).
7. Puskesmas harus memperhatikan
kepatuhanpemberi pelayanan dalam menggunakan
APD sesuai dengan prosedur.

Dimensi Mutu Keselamatan


Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas Puskesmas dalam
menggunakan APD.
2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna
layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi.

Definisi Operasional 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat


yang dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau transmisi
infeksi atau penyakit.
2. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan
yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan airborne).
3. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam menggunakan
APD sesuai indikasi dengan tepat saat
memberikan pelayanan kesehatan pada periode
observasi.
4. Petugas adalah seluruh tenaga yang terindikasi
menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium.
5. Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool
yang telah ditentukan.
6. Periode observasi adalah waktu yang ditentukan
sebagai periode yang ditetapkan dalam proses
observasi penilaian kepatuhan.

Jenis Indikator Proses


Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode observasi
Denominator (penyebut) Jumlah seluruh petugas yang terindikasi
menggunakan APD dalam periode observasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi
harus menggunakan APD

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula
Metode Pengumpulan Data Observasi
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling


Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab mutu
c. Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan Pasien.
2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting
untuk menjamin keselamatan pasien selama proses
pelayanan dan mencegah insiden keselamatan
pasien.
3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien
maka diperlukan indikator yang mengukur dan
memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan
dalam melakukan proses identifikasi. Dengan
adanya indikator tersebut diharapkan pemberi
pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai
proses rutin dalam proses pelayanan.

Dimensi Mutu Keselamatan


Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk
melakukan identifikasi pasien dalam melakukan
tindakan pelayanan.
Definisi Operasional 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan
dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir,
nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang
ditetapkan di Puskesmas.
3. Identifikasi dilakukan dengan cara visual (melihat)
dan atau verbal (lisan).
4. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien
secara benar pada setiap keadaan terkait tindakan
intervensi pasien seperti:
a. Pemberian pengobatan: pemberian obat,
pemberian cairan intravena.
b. Prosedur tindakan: pencabutan gigi,
imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi,
persalinan, dan tindakan kegawatdaruratan.
c. Prosedur diagnostik: pengambilan sampel.
5. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasi seluruh tindakan
intervensi yang dilakukan dengan benar.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
identifikasi pasien secara benar dalam periode
observasi.
Denominator (penyebut) Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi.
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang
memberikan pelayanan kesehatan.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula

Metode Pengumpulan Data Observasi


Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien
Besar Sampel 3. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
4. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling


Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab mutu
d. Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Semua Kasus Sensitif Obat (SO)
Judul Indikator Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Semua Kasus
Sensitif Obat (SO)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Presiden mengenai RPJMN.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Penanggulangan Tuberkulosis.
3. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Puskesmas.
4. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua
kasus minimal 90% dengan memperhatikan upaya
penurunan angka putus berobat, gagal, meninggal
dan pasien tidak dilakukan evaluasi.
Dimensi Mutu Efisien, Efektif, Tepat Waktu
Tujuan Untuk mengetahui jumlah keberhasilan pengobatan
pasien TB semua kasus sensitif obat dan mengurangi
angka penularan penyakit TB
Definisi Operasional 1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya.
2. TB Sensitif Obat (SO) adalah penderita TB yang
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
Tes Cepat Molekuler (TCM) menunjukkan hasil
masih sensitif terhadap Obat Anti Tuberculosis
(OAT) lini 1 (pertama).
3. OAT lini 1 adalah obat anti tuberculosis yang
terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin
(S).
4. Keberhasilan pengobatan pasien TB adalah angka
yang menunjukkan persentase semua pasien TB
yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara
semua pasien TB yang diobati dan dilaporkan
sesuai dengan periodisasi waktu pengobatan TB.
Angka ini merupakan penjumlahan dari angka
kesembuhan semua kasus dan angka pengobatan
lengkap semua kasus yang menggambarkan
kualitas pengobatan TB.
5. Sembuh adalah pasien TB paru dengan
hasilpemeriksaan bakteriologis positif pada awal
pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis
pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada
salah satu pemeriksaan sebelumnya.
6. Pengobatan lengkap adalah pasien TB yang telah
menyelesaikan pengobatan secara lengkap di mana
pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir
pengobatan hasilnya negatif dan di akhir
pengobatan tidak ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis (tidak dilakukan pemeriksaan
bakteriologis di akhir pengobatan).
7. Upaya peningkatan mutu keberhasilan pengobatan
pasien TB dilihat menurut alur pengobatan mulai
dari pasien dinyatakan positif sebagai pasien TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
TCM sampai dengan pasien dinyatakan sembuh
dan pengobatan lengkap.
8. Upaya peningkatan mutu tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan dahak yang tepat dan benar hasil
terdokumentasi.
b. Pelaksanaan Komunikasi Informasi Edukasi
(KIE) TB kepada pasien TB dan keluarga,
pembuatan kesepakatan pasien dalam
menjalankan pengobatan TB termasuk
penunjukan Pengawas Minum Obat (PMO).
c. Pemberian regimen dan dosis obat yang tepat.
d. Pemantauan kemajuan pengobatan termasuk
penanganan efek samping obat.
e. Pencatatan rekam medis (medical record)
secara lengkap dan benar di setiap tahapan
pengobatan.
Jenis Indikator Hasil
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah semua pasien TB SO yang sembuh dan
pengobatan lengkap pada tahun berjalan di wilayah
kerja Puskesmas
Denominator (penyebut) Jumlah semua kasus TB SO yang diobati pada tahun
berjalan di wilayah kerja Puskesmas
Target Pencapaian 90%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Semua pasien TB SO yang
dinyatakan sembuh dan menjalani pengobatan secara
lengkap di wilayah kerja Puskesmas pada tahun
berjalan.
Kriteria Eksklusi:
1. Pasien TB pindahan yang tidak dilengkapi dengan
TB.09 dan hasil pengobatan pasien TB pindahan
dengan TB.10
2. Pasien TB dengan hasil positif pada bulan ke 5
atau bulan ke 6
3. Pasien TB meninggal sebelum berakhir masa
pengobatan
Formula

Metode Pengumpulan Data Retrospektif


Sumber Data Formulir TB/Sistem Informasi TB (SITB)
Instrumen Pengambilan Data Data sekunder
Besar Sampel Total Sampel
Cara Pengambilan Total Sampel
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Triwulanan, Semesteran, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab mutu
e. Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan ANC Sesuai Standar
Judul Indikator Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan ANC Sesuai
Standar
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Presiden mengenai RPJMN.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pelayanan
Kesehatan Ibu.
3. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Puskesmas.
5. Hasil SUPAS 2015 menyebutkan Angka Kematian
Ibu (AKI) 305/100.000 kelahiran hidup (KH)
sedangkan target pada RPJMN 2020-2024 adalah
183/100.000 KH dan pada akhir SDGs 2030
adalah 131/100.000 KH.
6. Jika ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC
sesuai standar, maka risiko pada kehamilan dapat
sejak awal diketahui dan dilakukan tata laksana,
sehingga faktor risiko dapat dikurangi agar tidak
terjadi komplikasi.
7. ANC sangat penting dilakukan untuk
kelangsungan hidup baik bagi ibu maupun bayi
serta bayi dapat lahir sehat, berkualitas dan
tercegah dari risiko stunting.

Dimensi Mutu Kelangsungan hidup baik bagi ibu maupun bayi serta
bayi dapat lahir sehat, berkualitas dan tercegah dari
risiko stunting.
Tujuan 1. Mendorong penurunan angka kematian ibu di
Indonesia
2. Mendapatkan gambaran pelayanan ANC yang
sesuai standar

Definisi Operasional 1. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan ANC


sesuai standar adalah ibu hamil yang telah bersalin
serta yang mendapatkan pelayanan ANC lengkap
sesuai dengan standar kuantitas dan standar
kualitas selama periode kehamilan di wilayah kerja
Puskesmas pada tahun berjalan.
2. Standar kuantitas adalah kunjungan 4 kali selama
periode kehamilan (K4) terdiri dari:
a. 1 (satu) kali kunjungan sedini mungkin pada
trimester ke-1 (satu)/ 0-12 minggu,
b. 1 (satu) kali kunjungan pada trimester ke- 2
(dua)/ > 12-24 minggu, dan
c. 2 (dua) kali kunjungan pada trimester ke-3
(tiga)/ 24 minggu-sampai dengan kelahiran
3. Standar kualitas yaitu pelayanan antenatal yang
memenuhi 10T meliputi:
a. Timbang berat badan dan tinggi badan
b. Ukur tekanan darah
c. Nilai status gizi (ukur LILA)
d. Ukur tinggi fundus uteri (setelah kehamilan 24
minggu)
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung
janin
f. Skrining status imunisasi dan berikan suntikan
tetanus toksoid (TT) bila diperlukan.
g. Beri tablet tambah darah
h. Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Golongan darah
2. Kadar hemoglobin
3. Gluko-protein urin
4. Termasuk pemeriksaan HIV
i. Tatalaksana
j. Temu wicara/konseling
4. Waktu pemeriksaan 10T mengikuti daftar
pemeriksaan ANC sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Sasaran Indikator adalah semua ibu bersalin yang
telah mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar
pada masa kehamilan pada tahun berjalan.
Jenis Indikator Hasil
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan
ANC lengkap sesuai standar di wilayah kerja
Puskesmas pada tahun berjalan
Denominator (penyebut) Jumlah seluruh ibu hamil yang telah bersalin yang
mendapatkan pelayanan ANC di wilayah kerja
puskesmas pada tahun berjalan
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Seluruh ibu hamil yang telah bersalin
di wilayah kerja Puskesmas pada tahun berjalan

Kriteria Eksklusi:
1. Ibu hamil dengan K1 bukan di trimester 1
2. Ibu hamil yang pindah domisili (drop out)
3. Ibu hamil yang tidak menyelesaikan masa
kehamilan (abortus)
4. Ibu hamil pindahan yang tidak memiliki catatan
riwayat kehamilan lengkap
5. Ibu hamil meninggal sebelum bersalin
6. Ibu hamil yang bersalin sebelum menyelesaikan
K4 (premature)
Formula

Metode Pengumpulan Data Observasi retrospektif


Sumber Data 1. Kohort Ibu, Kartu Ibu, PWS KIA, Buku Register
Ibu
2. e-Kohort
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien
Besar Sampel Total sampel
Cara Pengambilan Total sampel
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab program KIA
f. Kepuasan Pasien
Judul Indikator Kepuasan Pasien
Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang mengenai pelayanan publik
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi mengenai
Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan
Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik.
3. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Puskesmas.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien
Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya
pelayanan di semua unit yang mampu memberikan
kepuasan pasien.
Definisi Operasional 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan
penilaian pasien terhadap kinerja pelayanan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat survei
sedang berada di lokasi unit pelayanan, atau yang
pernah menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan
sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan
pengukuran secara komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan
kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai
variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan ini
meliputi:
a. Persyaratan
b. Sistem, mekanisme, dan prosedur
c. Waktu penyelesaian
d. Biaya/Tarif
e. Produk Spesifikasi jenis Pelayanan
f. Kompetensi Pelaksana
g. Perilaku Pelaksana
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari
kegiatan Survei Kepuasan berupa angka.
Jenis Indikator Hasil
Satuan Pengukuran Indeks
Numerator (pembilang) Tidak ada
Denominator (penyebut) Tidak ada
Target Pencapaian ≥ 76.61
Kriteria: Kriteria Inklusi: Seluruh pasien

Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak kompeten dalam


mengisi kuesioner dan/atau tidak ada keluarga yang
mendampingi.
Formula

Metode Pengumpulan Data Survei


Sumber Data Hasil survei
Instrumen Pengambilan Data Kuisioner
Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan
Cara Pengambilan Stratified Random Sampling
Periode Pengumpulan Data Semesteran
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Semesteran, Tahunan
Penanggung jawab Penanggung jawab mutu

2.5.2 Indikator Mutu di Rumah Sakit


Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
yang telah ditetapkan.
Pengumpulan data indikator mutu berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu pengukuran
indikator nasional mutu (INM) dan prioritas perbaikan tingkat rumah sakit meliputi:
a) Indikator nasional mutu (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib dilakukan
pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu secara nasional.
Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) (TKRS 5) mencakup:
b) Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator setiap sasaran.
(1) Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator.
(2) Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1 indikator.
(3) Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator.
(4) Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator.
(5) Indikator terkait penelitian klinis dan program pendidikan kedokteran minimal
1 indikator. (apabila ada)
c) Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) adalah indikator prioritas yang khusus dipilih
kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator.

Berikut ini adalah profil Indikator Mutu Nasional di Rumah Sakit, yakni:
(1) Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
(2) Kepatuhan identifikasi pasien
(3) Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
(4) Waktu tunggu rawat jalan
(5) Penundaan operasi elektif
(6) Kepatuhan waktu visite dokter
(7) Pelaporan hasil kritis laboratorium
(8) Kepatuhan penggunaan formularium nasional
(9) Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
(10) Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
(11) Kecepatan waktu tanggap komplain
(12) Kepuasan pasien

Tabel 3 Profil Indikator Mutu di Rumah Sakit


a. Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan
Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam melakukan cuci tangan
sesuai dengan ketentuan WHO.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai
dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan
agar dapat menjamin keselamatan petugas dan
pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Definisi Operasional 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan
tampak kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcoholbased handrubs)
dengan kandungan alcohol 60-80% bila tangan tidak
tampak kotor.
2. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan benar
adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah
kebersihan tangan sesuai rekomendasi WHO.
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan tangan
dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan.
4. Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari:
a. Sebelum kontak dengan pasien yaitu sebelum
menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien yaitu setelah
menyentuh tubuh/permukaantubuh pasien.
c. Sebelum melakukan prosedur aseptic yaitu
kebersihan tangan yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril atau aseptik, seperti:
pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan
luka, pemasangan kateter urin, suctioning,
pemberian suntikan dan lain-lain.
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
seperti muntah, darah, nanah, urin, feses, produksi
drain, setelah melepas sarung tangan steril dan
setelah melepas APD.
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien
yaitu melakukan kebersihan tangan setelah tangan
petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana,
dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien,
seperti: menyentuh tempat tidur pasien, linen yang
terpasang di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien.
5. Peluang adalah periode di antara indikasi di mana
tangan terpapar kuman setelah menyentuh permukaan
(lingkungan atau pasien) atau tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan.
6. Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah
kebersihan tangan yang dilakukan sesuai peluang yang
diindikasikan.
7. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
8. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar.
9. Observer adalah orang yang melakukan observasi atau
penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang
telah ditentukan.
10.Periode observasi adalah kurun waktu yang digunakan
untuk mendapatkan minimal 200 peluang kebersihan
tangan di setiap unit atau Puskesmas sesuai dengan
waktu yang ditentukan untuk melakukan observasi
dalam satu bulan.
11.Sesi adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit).
12.Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
satu periode observasi.
13.Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada
waktu observasi tidak boleh lebih dari 3 orang agar
dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang
dilakukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
Denominator (penyebut) Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya
dilakukan dalam periode observasi
Target Pencapaian ≥ 85%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang dimiliki oleh
pemberi pelayanan terindikasi harus melakukan
kebersihan tangan

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula
Metode Pengumpulan Data Observasi
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Kepatuhan Kebersihan Tangan
Besar Sampel Minimal 200 Peluang
Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Komite PPI RS
b. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan
Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
penanggulangan penyakit yang dapat menimbulkan
wabah atau kedaruratan kesehatan masyarakat.
4. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD).
6. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan
prosedur.

Dimensi Mutu Keselamatan


Tujuan 3. Mengukur kepatuhan petugas rumah sakit dalam
menggunakan APD.
4. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan
dengan cara mengurangi risiko infeksi.

Definisi Operasional 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang
dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat,
partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi
pemakainya dari cedera atau transmisi infeksi atau
penyakit.
2. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas dalam menggunakan APD dengan tepat sesuai
dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena
atau terpercik darah atau cairan tubuh atau cairan
infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko transmisi
(kontak, droplet dan airborne).
3. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD
sesuai indikasi dengan tepat saat memberikan
pelayanan kesehatan pada periode observasi.
4. Petugas adalah seluruh tenaga yang terindikasi
menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi, bidan,
perawat, petugas laboratorium.
5. Observer adalah orang yang melakukan observasi atau
penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang
telah ditentukan.
6. Periode observasi adalah waktu yang ditentukan
sebagai periode yang ditetapkan dalam proses
observasi penilaian kepatuhan.

Jenis Indikator Proses


Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode observasi
Denominator (penyebut) Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan
APD dalam periode observasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula

Metode Pengumpulan Data Observasi


Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD
Besar Sampel 5. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
6. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Komite PPI RS
c. Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan
Pasien.
2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting untuk
menjamin keselamatan pasien selama proses
pelayanan dan mencegah insiden keselamatan pasien.
3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien maka
diperlukan indikator yang mengukur dan memonitor
tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam
melakukan proses identifikasi. Dengan adanya
indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan
menjadikan identifikasi sebagai proses rutin dalam
proses pelayanan.

Dimensi Mutu Keselamatan


Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk
melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan
pelayanan.
Definisi Operasional 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan dengan
menggunakan minimal dua penanda identitas seperti:
nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medik, NIK
sesuai dengan yang ditetapkan di Rumah Sakit.
3. Identifikasi dilakukan dengan cara visual (melihat)
dan atau verbal (lisan).
4. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien
secara benar pada setiap keadaan terkait tindakan
intervensi pasien seperti:
a. Pemberian pengobatan: pemberian obat,
pemberian cairan intravena, pemberian darah dan
produk darah, radioterapi, dan nutrisi.
b. Prosedur tindakan: tindakan operasi atau tindakan
invasif lainnya sesuai kebijakan yang ditetapkan
rumah sakit.
c. Prosedur diagnostik: pengambilan sampel, pungsi
lumbal, endoskopi, kateterisasi jantung,
pemeriksaan radiologi, dan lain- lain.
d. Kondisi tertentu: pasien tidak dapat
berkomunikasi (dengan ventilator), pasien bayi,
pasien tidak sadar, bayi kembar.
5. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasi seluruh tindakan
intervensi yang dilakukan dengan benar.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi
pasien secara benar dalam periode observasi.
Denominator (penyebut) Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi.
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan
kesehatan.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula

Metode Pengumpulan Data Observasi


Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling


Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
d. Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi
Judul Indikator Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi
Dasar Pemikiran 1. Undang Undang mengenai Rumah Sakit
2. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran
hidup, ini masih merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara. Kejadian kematian ibu ini terbanyak
ditemukan di rumah sakit sebesar 78%. Tingginya
Angka Kematian Ibu ini mengindikasikan masih
perlunya dilakukan peningkatan tata kelola dan
peningkatan mutu pelayanan antenatal care dan
persalinan. Untuk itu diperlukan indikator untuk
memantau kecepatan proses pelayanan operasi seksio
sesarea.

Dimensi Mutu Tepat Waktu, Efektif, Keselamatan


Tujuan Tergambarnya pelayanan kegawatdaruratan operasi
seksio sesarea yang cepat dan tepat sehingga mampu
mengoptimalkan upaya menyelamatkan ibu dan bayi.
Definisi Operasional 1. Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan tindakan seksio sesarea emergensi sejak
diputuskan operasi sampai dimulainya insisi operasi di
kamar operasi yaitu ≤ 30 menit.
2. Seksio sesarea emergensi adalah tindakan seksio
sesarea yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu
dan/atau bayi dan tidak dapat ditunda pelaksanaannya.
3. Seksio sesarea emergensi kategori I adalah tindakan
seksio sesarea pada keadaan di mana terdapat
ancaman langsung bagi kelangsungan hidup ibu atau
janin.
4. Pengukuran indikator waku tanggap operasi seksio
sesarea emergensi dilakukan oleh rumah sakit yang
memberikan pelayanan seksio sesaria.

Jenis Indikator Proses


Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio sesarea
emergensi kategori I (satu) yang mendapatkan tindakan
seksio sesarea emergensi ≤ 30 menit
Denominator (penyebut) Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio sesarea
emergensi kategori I
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seksio sesarea emergensi kategori I
Misalnya: fetal distress menetap, prolaps tali pusat atau
tali pusat menumbung, gagal vakum/forsep, ruptur uteri
imminent, ruptur uteri, perdarahan ante partum dengan
perdarahan aktif.
Kriteria Eksklusi: Tidak ada
Formula

Metode Pengumpulan Data Retrospektif


Sumber Data Data sekunder dari rekam medik, laporan operasi
Instrumen Pengambilan Data Formulir Waktu Tanggap Seksio Sesarea Emergensi
Besar Sampel Total sampel
Cara Pengambilan Total sampel
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data • Tabel
• Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan
e. Waktu Tunggu Rawat Jalan
Judul Indikator Waktu Tunggu Rawat Jalan
Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang tentang Rumah Sakit.
2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan pelayanan
kesehatan termasuk di unit rawat jalan. Walaupun
tidak dalam kondisi gawat maupun darurat namun
tetap harus dilayani dalam waktu yang ditetapkan.
Hal ini untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
pasien akan rencana diagnosis dan pengobatan.
Waktu tunggu yang lama dapat menyebabkan
ketidakpuasan pasien dan keterlambatan diagnosis
maupun pengobatan pasien.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien, tepat waktu
Tujuan Tergambarnya waktu pasien menunggu di pelayanan
sebagai dasar untuk perbaikan proses pelayanan di unit
rawat jalan agar lebih tepat waktu dan efisien sehingga
meningkatkan kepuasan pasien.
Definisi Operasional 1. Waktu tunggu rawat jalan adalah waktu yang
dibutuhkan mulai saat pasien kontak dengan petugas
pendaftaran sampai mendapat pelayanan
dokter/dokter spesialis.
2. Kontak dengan petugas pendaftaran adalah proses
saat petugas pendaftaran menanyakan dan
mencatat/menginput data sebagai pasien atau pada
saat pasien melakukan konfirmasi kehadiran untuk
pendaftaran online.
a. pasien datang langsung, maka dihitung sejak
pasien kontak dengan petugas pendaftaran sampai
mendapat pelayanan dokter/ dokter spesialis.
b. pasien mendaftar online, maka dihitung sejak
pasien melakukan konfirmasi kehadiran kepada
petugas pendaftaran sesuai jam pelayanan pada
pendaftaran online sampai mendapat pelayanan
dokter/ dokter spesialis.
c. Pasien anjungan mandiri, maka dihitung sejak
bukti pendaftaran tercetak pada anjungan mandiri
sampai mendapat pelayanan dokter/ dokter
spesialis.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu ≤ 60
menit
Denominator (penyebut) Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria inklusi :
Pasien yang berobat di rawat jalan

Kriteria eksklusi:
a. Pasien medical check up, pasien poli gigi
b. Pasien yang mendaftar online atau anjungan mandiri
datang lebih dari 60 menit dari waktu yang sudah
ditentukan c. Pasien yang ada tindakan pasien
sebelumnya
Formula

Metode Pengumpulan Data Retrospektif


Sumber Data Sumber data sekunder antara lain dari:
1. Catatan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan
2. Rekam Medik Pasien Rawat Jalan
3. Formulir Waktu Tunggu Rawat Jalan
Instrumen Pengambilan Data Formulir Waktu Tunggu Rawat jalan
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random
Sampling/Stratified Random sampling (berdasar
poliklinik rawat jalan)
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan
f. Penundaan Operasi Elektif
Judul Indikator Penundaan Operasi Elektif
Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang mengenai Rumah Sakit
2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan waktu dalam
memberikan pelayanan termasuk tindakan operasi,
sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mendapatkan
hasil pelayanan seperti yang diinginkan dan
menghindari komplikasi akibat keterlambatan
operasi.
Dimensi Mutu Tepat waktu, efisiensi, berorientasi pada pasien
Tujuan Tergambarnya ketepatan pelayanan bedah dan
penjadwalan operasi.
Definisi Operasional 1. Operasi elektif adalah operasi yang waktu
pelaksanaannya terencana atau dapat dijadwalkan.
2. Penundaan operasi elektif adalah tindakan operasi
yang tertunda lebih dari 1 jam dari jadwal operasi
yang ditentukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pasien yang jadwal operasinya tertunda lebih dari
1 jam
Denominator (penyebut) Jumlah pasien operasi elektif
Target Pencapaian ≤ 5%
Kriteria: Kriteria Inklusi: Pasien operasi elektif Kriteria Eksklusi:
Penundaan operasi atas indikasi medis
Formula

Metode Pengumpulan Data Retrospektif


Sumber Data Data sekunder dari catatan pasien yang dijadwalkan
operasi dan data pelaksanaan operasi.
Instrumen Pengambilan Data Formulir Penundaan Operasi Elektif
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Penanggung jawab Kepala Instalasi Bedah/Bedah Sentral
g. Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Judul Indikator Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang mengenai pelayanan public
3. Pelayanan kesehatan harus berorientasi kepada kebutuhan
pasien, bukan kepada keinginan rumah sakit.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien
Tujuan 1. Tergambarnya kepatuhan dokter melakukan visitasi
kepada pasien rawat inap sesuai waktu yang ditetapkan.
2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah pukul 06.00 –
14.00.
Definisi Operasional Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan dokter untuk
melihat perkembangan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00 – 14.00
Denominator (penyebut) Jumlah pasien yang diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Visite dokter pada pasien rawat inap

Kriteria Eksklusi:
a. Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu
b. Pasien konsul
Formula

Metode Pengumpulan Retrospektif


Data
Sumber Data Data sekunder berupa laporan visite rawat inap dalam rekam
medik
Instrumen Pengambilan Formulir Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
(berdasarkan unit pelayanan)
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat inap
h. Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Judul Indikator Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan
Pasien.
2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil laboratorium
kritis sangat penting dalam kelanjutan tata laksana pasien.
Hasil kritis menunjukkan kondisi pasien yang
membutuhkan keputusan klinis yang segera untuk upaya
pertolongan pasien dan mencegah komplikasi akibat
keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, keselamatan
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium.
2. Tergambarnya sistem yang menunjukkan bagaimana nilai
kritis dilaporkan dan didokumentasikan untuk
menurunkan risiko keselamatan pasien.
Definisi Operasional 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang termasuk
kategori kritis sesuai kebijakan rumah sakit dan
memerlukan penatalaksanaan segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu yang
dibutuhkan sejak hasil pemeriksaan keluar dan telah
dibaca oleh dokter/analis yang diberi kewenangan hingga
dilaporkan hasilnya kepada dokter yang meminta
pemeriksaan.
3. Standar waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah
waktu pelaporan ≤ 30 menit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Prosentase
Numerator (pembilang) Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ 30 menit
Denominator (penyebut) Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria Kriteria Inklusi:
Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang memenuhi
kategori hasil kritis.
Kriteria Eksklusi: Tidak ada
Formula

Metode Pengumpulan Data Retrospektif


Sumber Data Data sekunder dari: Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis
Laboratorium
Instrumen Pengambilan Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling /
Systematic Random Sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
i. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Dasar Pemikiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Formularium
Nasional.
2. Kepatuhan terhadap formularium dapat meningkatkan
efisiensi dalam penggunaan obat-obatan.
3. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan masukan-
masukan pemberi layanan, dan pemilihannya
berdasarkan kepada mutu obat, rasio risiko dan manfaat,
berbasis bukti, efektivitas dan efisiensi. Pengadaan obat-
obatan di rumah sakit mengacu pada formularium rumah
sakit.
Dimensi Mutu Efisien dan efektif
Tujuan Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien yang efektif dan
efisien berdasarkan daftar obat yang mengacu pada
formularium nasional.
Definisi Operasional 1. Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep
pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
2. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional adalah
peresepan obat (R/: recipe dalam lembar resep) oleh DPJP
kepada pasien sesuai daftar obat di Formularium Nasional
dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang sesuai dengan
formularium nasional
Denominator (penyebut) Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: 1. Kriteria Inklusi: Resep yang dilayani di RS

Kriteria Eksklusi: Obat yang diresepkan di luar


FORNAS tetapi dibutuhkan pasien dan telah
mendapatkan persetujuan komite medik dan direktur.
2. Bila dalam resep terdapat obat di luar FORNAS karena
stok obat nasional berdasarkan ekatalog habis/kosong.
Formula

Metode Pengumpulan Retrospektif


Data
Sumber Data Lembar resep di Instalasi Farmasi
Instrumen Pengambilan Formulir Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling/ Systematic
random Sampling
Periode Pengumpulan Bulanan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
j. Kepatuhan terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)
Judul Indikator Kepatuhan terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran


2. Permenkes mengenai Standar Pelayanan Kedokteran.
Untuk menjamin kepatuhan dokter atau dokter gigi di
rumah sakit terhadap standar pelayanan maka perlu
dilakukan monitor kepatuhan penggunaan clinical
pathway.
3. Kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway adalah
kepatuhan seluruh Profesional Pemberi Asuhan terhadap
alur klinis/clinical pathway yang telah ditetapkan.
4. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran
kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway sesuai
dengan prioritas nasional adalah:
a. Hipertensi
b. Diabetes melitus
c. TB
d. HIV
e. Keganasan
5. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran
kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway untuk RS
khusus disesuaikan dengan program prioritas nasional
yang ada dan pelayanan prioritas di rumah sakit tersebut.
Dimensi Mutu Efektif, Integrasi
Tujuan Untuk menjamin kepatuhan Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) di rumah sakit terhadap standar pelayanan dan untuk
meningkatkan mutu pelayanan klinis di rumah sakit.
Definisi Operasional 1. Clinical Pathway adalah suatu perencanaan pelayanan
terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap langkah yang
diberikan pada pasien, berdasarkan standar pelayanan
medis, standar pelayanan keperawatan dan standar
pelayanan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya
yang berbasis bukti dengan hasil terukur, pada jangka
waktu tertentu selama pasien dirawat di Rumah Sakit.
2. Kepatuhan terhadap clinical pathway adalah proses
pelayanan secara terintegrasi yang diberikan Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) kepada pasien yang sesuai dengan
clinical pathway yang ditetapkan Rumah Sakit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan clinical
pathway
Denominator (penyebut) Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada clinical pathway
yang diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi : Pasien yang menderita penyakit sesuai
batasan ruang lingkup clinical pathway yang diukur
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri selama
perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi klinis
pasien dalam perkembangan pelayanan.
Formula

Metode Pengumpulan Retrospektif


Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Pengambilan Formulir Kepatuhan Clinical Pathway
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
(berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Periode Pengumpulan Bulanan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite
Keperawatan dan Komite Tenaga Kesehatan lain
k. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Judul Indikator Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh


Dasar Pemikiran Permenkes mengenai Keselamatan Pasien
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan dalam menjalankan
upaya pencegahan jatuh agar terselenggara asuhan pelayanan
yang aman dan mencapai pemenuhan sasaran keselamatan
pasien.
Definisi Operasional 1. Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi:
a. Asesment awal risiko jatuh
b. Assesment ulang risiko jatuh
c. Intervensi pencegahan risiko jatuh
2. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh adalah
pelaksanaan ketiga upaya pencegahan jatuh pada pasien
rawat inap yang berisiko tinggi jatuh sesuai dengan
standar yang ditetapkan rumah sakit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko jatuh
Denominator (penyebut) Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
diobservasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh

Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak dapat dilakukan asesmen ulang maupun
edukasi seperti pasien meninggal, pasien gangguan jiwa yang
sudah melewati fase akut, dan pasien menolak intervensi
Formula
Metode Pengumpulan Retrospektif
Data
Sumber Data Data sekunder menggunakan data dari rekam medis
Instrumen Pengambilan Formulir Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
(Berdasarkan Unit Pelayanan)
Periode Pengumpulan Bulanan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Bidang Keperawatan dan Komite Keselamatan pasien

Judul Indikator Kecepatan Waktu Tanggap Komplain


Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit Pasal 32 bahwa setiap pasien mempunyai
mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
2. Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. Apabila
selama perawatan pasien merasa bahwa rumah sakit
belum menunaikan kewajiban tersebut maka pasien
memiliki hak untuk mengajukan komplain.
3. Untuk itu rumah sakit perlu memiliki unit yang
merespon dan menindaklanjuti keluhan tersebut dalam
waktu yang telah ditetapkan agar keluhan pasien dapat
segera teratasi.

Dimensi Mutu Berorientasi pada Pasien


Tujuan Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam merespon
keluhan pasien agar dapat diperbaiki dan ditingkatkan
untuk sebagai bentuk pemenuhan hak pasien.
Definisi Operasional 1. Kecepatan waktu tanggap komplain adalah rentang
waktu Rumah sakit dalam menanggapi keluhan tertulis,
lisan atau melalui media massa melalui tahapan
identifikasi, penetapan grading risiko, analisis hingga
tindak lanjutnya.
2. Grading risiko dan standar waktu tanggap komplain:
a. Grading Merah (ekstrim) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 1 x 24 jam sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: cenderung berhubungan dengan polisi,
pengadilan, kematian, mengancam sistem/
kelangsungan organisasi, potensi kerugian material,
dan lain-lain.
b. Grading Kuning (tinggi) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 3 hari sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: cenderung berhubungan dengan
pemberitaan media, potensi kerugian immaterial, dan
lain- lain.
c. Grading Hijau (rendah) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 7 hari sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: tidak menimbulkan kerugian berarti baik
material maupun immaterial.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator (pembilang) Jumlah komplain yang ditanggapi dan ditindaklanjuti
sesuai waktu yang ditetapkan berdasarkan grading
Denominator (penyebut) Jumlah komplain yang disurvei
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa)

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula
Metode Pengumpulan Kriteria Inklusi:
Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa)
Data
Kriteria Eksklusi: Tidak ada
Sumber Data Data sekunder dari catatan Komplain
Instrumen Pengambilan 1. Formulir Komplain
2. Laporan Tindak Lanjut Komplain
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling
Periode Pengumpulan Bulanan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Kepala Bagian Humas/Unit Pengaduan/Bagian yang
menangani complain
m. Kepuasan pasien
Judul Indikator Kepuasan Pasien
Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang mengenai pelayanan public
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman
Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara Pelayanan Publik.

Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien


Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya
pelayanan di semua unit yang mampu memberikan
kepuasan pasien.
Definisi Operasional 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan penilaian
pasien terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat survei sedang
berada di lokasi unit pelayanan, atau yang pernah
menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan
sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan pengukuran
secara komprehensif tentang tingkat kepuasan pasien
terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai
variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan ini
meliputi:
a. Persyaratan.
b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.
c. Waktu Penyelesaian.
d. Biaya/Tarif.
e. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan.
f. Kompetensi Pelaksana.
g. Perilaku Pelaksana.
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari
kegiatan Survei Kepuasan berupa angka.
Jenis Indikator Outcome
Satuan Pengukuran Indeks
Numerator (pembilang) Tidak ada
Denominator (penyebut) Tidak ada
Target Pencapaian ≥ 76,61
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pasien
Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi kuesioner
dan/atau tidak ada keluarga yang mendampingi.
Formula

Metode Pengumpulan Data Survei


Sumber Data Hasil survei
Instrumen Pengambilan Kuisioner
Data
Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan
Cara Pengambilan Stratified Random Sampling
Periode Pengumpulan Data Semesteran
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode analisis dan Semesteran, Tahunan
pelaporan
Penanggung jawab Kepala Bagian Humas
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Pengukuran Indikator Mutu bertujuan untuk menilai apakah upaya yang telah dilakukan
benar-benar dapat meningkatkan mutu layanan secara berkesinambungan, juga untuk
memberikan umpan balik, transparansi publik, dan dapat digunakan sebagai pembanding
(benchmark) dalam mengidentifikasi best practice untuk pembelajaran. Pengukuran Indikator
Mutu digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota,
dinas kesehatan daerah provinsi, dan Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan mutu pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

3.2 Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu dalam memberikan data maupun informasi untuk penulisan jurnal ini. Tak lupa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drg. Nining Handayani, Sp.Pros, M.M., CIQnR.,
CIQaR. atas bimbingannya terhadap penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tentang


Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik Mandiri Dokter
Dan Dokter Gigi, Klinik, Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, Laboratorium
Kesehatan, Dan Unit Transfusi Darah. (2022).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi Indikator


Nasional Mutu Puskesmas. (2021).

Pencheon, D. (2008). The Good Indicators Guide: Understanding how to use and choose
indicators:NHS Institute for Innovation and Improvement, Association of Public
Health Observatories.

Campbell, J Braspenning, A Hutchinson, M Marshall. 2016. Research Methods Used in


Developing and Applying Quality Indicators in Primary Care

Donabedian, A. 2005. Evaluating The Quality of Medical Care. 1966. Biography Classical
Article Historical Article. Milbank Q.

Rym Boulkedid et.,al. 2011.Using and Reporting the Delphi Method for Selecting Healthcare
Quality Indicators A Systematic Review.

Siswantoro, H. et.al. (2017). Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas.


Media Pengembangan Litbangkes, 29 (3): 269-284.
DOI://doi.org/10.22435/mpk.v29i3.1156.

Sulistyowati, A.D., Handayani, S., Nursanti, K. (2019). Gambaran Pelaksanaan Indikator


Mutu Syariah Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Jurnal
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, 2 (1): 1-8.
DOI: http://dx.doi.org/10.32584/jkmk.v2i1.214

Wollersheim, H., Hermens, R., Hulscher, M., Braspenning, J., Ouwens, M., Schouten, J.,
Grol, R. (2007). Clinical indicators: development and applications. Netherlands
Journal of Medicine, 65(1),15-22.

Anda mungkin juga menyukai