Anda di halaman 1dari 87

KARYA TULIS AKHIR

PENGARUH PEMBERIAN PERASAN APEL MALANG (Malus sylvestris)

TERHADAP KETEBALAN DINDING BRONKUS PADA TIKUS JANTAN

GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI OVALBUMIN

Oleh:

MUHAMMAD ARFAN UMAR

20151033031172

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

I
HASIL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN PERASAN APEL MALANG (Malus sylvestris)

TERHADAP KETEBALAN DINDING BRONKUS PADA TIKUS JANTAN

GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI OVALBUMIN

KARYA TULIS AKHIR


Diajukan kepada
Universitas Muhammadiyah Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Fakultas Kedokteran

Oleh:

Muhammad Arfan Umar

201510330311172

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Puji Syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan karena berkat rahmat, karunia

dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN PERASAN

APEL MALANG (Malus sylvestris) TERHADAP KETEBALAN DINDING

BRONKUS PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI

OVALBUMIN” dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam tidak lupa

selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam

proposal usulan penelitian ini, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan proposal

usulan penelitian ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah di

berikan kepada penulis. Akhirnya dengan mungucapkan puji syukur penulis

berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 23 Juli 2019

Penulis,
Muhammad Arfan Umar
vi
UCAPAN TERIMA KASIH

• Bapak dr. H. Rizalul Umar, Sp.B, MARS., Mama Hj. Andi Sitti Baderiati

Zzaman, S.Kom, Puang Nenek Hj. Andi Hadtijah, adik adik Ibrahim Ashri,

Amin Rusdi, Farras Iskandar, sepupu sepupu dari Puang Andi Ichlas Siradju,

dan seluruh keluarga tersayang atas limpahan dukungan, do’a, dan motivasi

yang menjadi semangat penulis untuk menyelesaikan karya tulis akhir ini.

• Dr.dr. Meddy Setiawan, Sp.PD, FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang dan sekaligus sebagai pembimbing 2, atas

kesabaran, keikhlasan, kebaikan hati, serta kesediaan dalam meluangkan waktu

dalam membimbing hingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

• dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG, selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran UMM

atas kesediaan waktu dan penyampaian ilmu yang sangat bermanfaat bagi masa

depan para mahasiswa FK UMM.

• dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp.KK, selaku Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran

UMM dan sekaligus dosen wali penulis yang senantiasa bersabar dalam

membimbing dan mengajarkan ilmunya kepada kami.

• dr. Indra Setiawan, Sp.THT-KL, selaku Wakil Dekan III, yang penuh semangat

dalam menyampaikan ilmu dan motivasi yang membangun semangat kami

selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran.

vii
• dr. Desy Andari, M. Biomed., selaku pembimbing 1, atas kesabaran, keikhlasan,

kebaikan hati, serta kesediaan dalam meluangkan waktu dalam membimbing

penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

• Prof. Dr. dr. Djoni Djunaedi, Sp. PD, KPTI, FINASIM, selaku penguji tugas

akhir ini, atas segala masukan dan arahan yang dengan tulus ikhlas diberikan

sehingga dapat bermanfaat dalam pengerjaan tugas akhir ini, serta kesediaan

waktu, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik.

• Adnexa Miftah Firdausy, Alim Muhaimin, Baiq Intan Febriyeni Puteri, Rifqatul

Faiqah, Safira Putri Herdiana dan, Sarah Beauty Nabila yang telah memberikan

berbagai bentuk dukungan dalam pengerjaan tugas akhir ini, selalu

mengingatkan penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini dengan baik tanpa

harus mengesampingkan perkuliahan. Hilman Fachriansyah, Bayu Destiawan,

Azmy Abdah, Uwais Al Qarany, Indra Ardiansyah, Anggraeni Arum Saputri,

Zakiyatul Amaliah, Mudrika Amaliah, Ruru Indrawati, Balqis Hanifatul Aliyah

dan teman teman lainnya yang telah memberikan berbagai bentuk dukungan

selama berjuang di dunia perkuliahan.

• Rifqatul Faiqah, Vico Mardenanta, Faiq Shabri Maulana, dan Aji Muthiah Nur

Azizah, teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini atas segala bantuan dan

kerjasamanya.

viii
• Sejawat FK UMM angkatan 2015, Metacarpal15, atas dukungan, bantuan, dan

kerjasamanya. Semoga kelak mampu menjadi garda terdepan kesehatan

Indonesia yang barokah, professional, sukses dunia akhirat, dan selalu diberikan

nikmat iman kepada Allah SWT.

• Seluruh Pengurus BEM FK UMM periode 2016-2018, terutama rekan-rekan

bidang Hubungan Masyarakat, Informasi, dan Komunikasi yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk belajar, melakukan apa yang

penulis tidak dapat lakukan sebelumnya, mendewasakan diri, dan memberi

ruang kematangan berpikir yang luas selama berproses di FK UMM.

• Teman teman ISMKI Wilayah 4 kabinet Reinkarnasi ISMKI khususnya sobat

Forces Rangers, kemudian kabinet ISMKI Gembira khususnya sobat sobat

badan pengurus inti dan Justice Rangers yang selalu menginspirasi penulis

untuk semangat berkarya, pantang menyerah, dan menjadi pembelajar yang

seutuhnya.

• Seluruh staf TU, Mears, dan laboran, Mas Nyono, Ibu Patma, Pak Joko dan Mas

Mifta yang bersedia membantu setiap tahapan proses penelitian hingga

penyelesaian tugas akhir ini.

• Semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung, terima kasih

atas bantuan dan dukungannya.

ix
ABSTRAK

Umar, Muhammad Arfan. 2019, “Pengaruh Pemberian Perasan Apel Malang


(Malus Sylvestris) Terhadap Ketebalan Dinding Bronkus Pada Tikus
Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Ovalbumin” Tugas Akhir Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing : (I) Desy
Andari,* (II) Meddy Setiawan.**

Latar Belakang: Alergi merupakan reaksi imun yang berlebihan terhadap suatu
zat yang dapat merugikan bagi tubuh. Penebalan bronkus merupakan salah satu
manifestasi akibat dari pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast saat terjadi
pajanan alergen. Apel (Malus sylvestris) mengandung quercetin dalam kadar
tinggi dapat mencegah reaksi alergi dengan menghambat degranulasi sel mast.
Tujuan: Mengetahui pengaruh perasan apel Malang (Malus sylvestris) terhadap
ketebalan dinding bronkus tikus jantan putih yang diinduksi ovalbumin.
Metode: Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design.
25 ekor tikus sampel dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok normal, kelompok
kontrol positif, dan tiga kelompok perlakuan. Selain diinduksi ovalbumin (secara
intraperitoneal dan inhalasi) kelompok perlakuan juga diberikan perasan apel
dengan kadar 15%, 20% dan 25% (3ml/hari). Pengamatan menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 400x.
Hasil Penelitian dan Pembahasan: Hasil uji ANOVA didapatkan pengaruh yang
bermakna (p: 0,000). Hasil uji Post Hoc didapatkan perbedaan yang bermakna
(p<0,05) pada kelompok perlakuan 15%, 20%, dan 25% (3ml/hari). Hasil uji
regresi linier didapatkan RSquare masing masing 0,856 dan 0,817 (perasan buah
apel memberikan pengaruh 85,6% dan 81,7%) pada bronkus primer kiri dan
kanan. Berkurangnya ketebalan dinding bronkus tersebut dikarenakan kadar
quercetin dalam perasan buah apel dapat menstabilkan membran sel mast
sehingga tidak terjadi pelepasan mediator inflamasi.
Kesimpulan: Perasan apel Malang (Malus sylvestris) berpengaruh terhadap
berkurangnya ketebalan dinding bronkus tikus yang diinduksi ovalbumin.
Kata Kunci: Perasan Apel Malang, Dinding Bronkus, Ovalbumin, Reaksi Alergi

*) Staf Pengajar Ilmu Histologi Kedokteran UMM


**) Staf Pengajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UMM

x
ABSTRACT

Umar, Muhammad Arfan. 2019, "The Effect of Apple Juice (Malus sylvestris) on
White Rats (Rattus norvegicus strain wistar) Bronchial Wall Thickness
Induced by Ovalbumin" Final Project of the Faculty of Medical,
University of Muhammadiyah Malang. Advisor: (I) Desy Andari,* (II)
Meddy Setiawan.**

Background: Allergy is a response caused by excessive immune reactions


towards common foundable subsctance but could be harmful to the body.
Bronchial wall thickening is one of the manifestation caused by inflammation
mediator release from mast cell when an allergen exposure occur. Apple (Malus
sylvestris) contain a high level of quercetin, that capable for preventing allergic
reactions by inhibiting mast cell degranulation.
Objective: To determine the effect of apple juice (Malus sylvestris) on white rats
(Rattus norvegicus strain wistar) bronchial wall thickness induced by ovalbumin.
Method: Experimental study with post-test only control group design. 25 rats
were divided into five groups. Positive control group was induced by ovalbumin
through intraperitoneal and inhalation. Besides induced by ovalbumin, the
treatment groups were given apple juice at concentration levels of 15%, 20%, and
25% (3ml/day). Observations were using light microscope with 400x
magnification.
Results and Discussion: ANOVA test resulted in significant influence (p: 0,000).
Post hoc test resulted significant difference (p<0,05) in the treated group 15%,
20%, and 25% (3ml/day). Linear regression resulted in RSquare for each left and
right bronchial : 0,856 and 0,817 (apple juice had 85,6% and 81,7% of influence)
The decreasing of bronchial wall thickness is caused by the quercetin level in
apple juice could stabilize mast cell membrane, so the release of inflammation
mediator didn’t happened.
Conclusion: Apple juice (Malus sylvestris) could reduce the bronchial wall
thickness induced by ovalbumin.
Keywords: Malang Apple Juice, Bronchial Wall, Ovalbumin, Allergic Reaction

*) Lecturer in Departement of Histology, Faculty of Medicine, UMM


**) Lecturer in Departement of Internal Medicine, Faculty of Medicine, UMM

xi
DAFTAR ISI

HASIL PENELITIAN ..........................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................iv

LEMBAR PENGUJIAN…………………………………………………………v

KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................vii

ABSTRAK ...........................................................................................................x

ABSTRACT ........................................................................................................xi

DAFTAR ISI .......................................................................................................xii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................xvi

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xvii

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................4

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum ..............................................................4

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus .............................................................4

1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................5

1.4.1 Manfaat Akademik ........................................................................5

xii
1.4.2 Manfaat Klinik ..........................................................................5

1.4.3 Manfaat Masyarakat ..................................................................5

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA .........................................................................6

2.1 Apel ...............................................................................................6

2.1.1 Defenisi Apel .............................................................................6

2.1.2 Taksonomi Apel .........................................................................7

2.1.3 Jenis Jenis Apel ..........................................................................8

2.1.4 Karakteristik Apel ......................................................................9

2.1.5 Kandungan Buah Apel ...............................................................12

2.2 Perasan Buah Apel ........................................................................13

2.3 Bronkus .........................................................................................14

2.3.1 Anatomi ......................................................................................14

2.3.2 Histologi ………………………………….................................16

2.4 Hipersensitivitas ............................................................................17

2.4.1 Mediator Alergi ..........................................................................19

2.4.2 Fase Sensitisasi ..........................................................................20

2.4.3 Fase Reaksi ................................................................................21

2.4.4 Faktor Resiko Alergi ..................................................................21

2.5 Tikus Putih Galur Wistar ...............................................................22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS.....................................25

3.1 Kerangka .......................................................................................25

xiii
3.2 Hipotesis .......................................................................................26

BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................27

4.1 Jenis Penelitian ..............................................................................27

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................27

4.3 Populasi dan Sampel......................................................................27

4.3.1 Populasi ......................................................................................27

4.3.2 Sampel ........................................................................................27

4.3.3 Besar Sampel ..............................................................................27

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ......................................................29

4.3.5 Karakteristik Sampel Penelitian .................................................29

4.3.6 Variabel Penelitian .....................................................................30

4.3.6.1 Variabel Bebas ........................................................................30

4.3.6.2 Variabel Tergantung.................................................................30

4.4 Definisi Operasional .....................................................................30

4.5 Alat dan Bahan ..............................................................................31

4.5.1 Alat .............................................................................................31

4.5.2 Bahan .........................................................................................32

4.6 Prosedur Penelitian .......................................................................33

4.7 Alur Penelitian ...............................................................................40

4.8 Analisis Data ................................................................................. 41

xiv
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA...………….……..42

5.1 Hasil Penelitian…………………………………………………..42

5.2 Analisis Data……………………………………………………..43

BAB 6 PEMBAHASAN…………………………………………………….47

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..........54

7.1 Kesimpulan………………………………………………............54

7.2 Saran……………………………………………………………...55

DAFTAR PUSTAKA………………………………......................................56

LAMPIRAN………………………………....................................................59

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Karakteristik Apel ...................................................................................7

Tabel 2. 2 Rerata kadar quercetin di beberapa pengolahan dan varietas apel ................10

Tabel 2. 3 Kandungan Apel ....................................................................................12

Tabel 2. 4 Perbedaan antara reaksi hipersensitivitas I, II,III, dan IV. ....................18

Tabel 2. 5 Perbandingan Bronkus Manusia dan Tikus ...........................................23

Tabel 4. 1 Rumus Penentuan Jumlah Sampel ........................................................28

Tabel 4. 2 Konversi Dosis Menurut Laurence dan Bacharach ..............................36

Tabel 5. 1 Grafik Rerata Ketebalan Dinding Bronkus Tikus dalam Milimeter .....42

Tabel 5. 2 Hasil Analisis Data One Way Anova. ......................................................43

Tabel 5. 3 Hasil Analisis Post Hoc Bonferroni .......................................................44

Tabel 5. 4 Hasil Analisis Regresi Linier ..................................................................44

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Apel Malus Sylvestris ..........................................................................7

Gambar 2. 2 Anatomi Bronkus ..............................................................................15

Gambar 2. 3 Anatomi Bronkus dalam potongan melintang. ..................................15

Gambar 2. 4 Histologi Bronkus .............................................................................17

Gambar 2. 5 Mekanisme reaksi alergi mulai dari kontak hingga reaksi ................20

Gambar 2. 6 Tikus Putih Galur Wistar ...................................................................22

Gambar 5. 1 Hasil Pengamatan Preparat Bronkus .................................................42

xvii
DAFTAR SINGKATAN

Al(OH)3 : Alumunium hydroxide

APC : Antigen Presenting Cell

ATP : Adenosine triphosphate

BB : Berat badan

BR-1 : Broiler 1

CD4+ : Cluster of Differentiation 4+

HDC : Histidine decarboxylase

Ig E : Imunoglobulin E

IL : Interleukin

I.P : Intra peritoneal

mRNA : messenger Ribonucleic Acid

O2 : Oksigen

OVA : Ovalbumin

PNEC : Pulmonary Neuroendocrine Cells

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Th2 : T-helper 2

TNF : Tumor Necrosis Factor

USDA : United States Departement of Agriculture

WAO : World Allergic Organization

WHO : World Health Organization

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alergi (hipersensitifitas) merupakan suatu reaksi imun yang berlebihan

terhadap bahan lingkungan yang tidak berbahaya sehingga dapat merugikan bagi

tubuh. Pajanan berulang alergen terhadap orang yang telah tersensitisasi dapat

memicu serangan imun yang bervariasi. Mulai dari reaksi ringan hingga reaksi

berat bahkan dapat mematikan (Sherwood, 2014). Insidensi kejadian alergi terus

meningkat dalam populasi manusia. Menurut World Allergy Organization (WAO),

pada tahun 2011 prevalensi alergi terus meningkat hingga 30 - 40% populasi

dunia. Setidaknya ada lebih dari setengah populasi di amerika (54,3%) mengalami

alergi dan hal mencakup reaksi alergi pada umumnya seperti hay-fever, asma,

dermatitis atopik, dan alergi makanan. (Owen, Punt, & Stanford , 2013)

Salah satu penyakit dengan manifestasi klinis dari alergi yaitu asma.

Menurut data Riskesdas tahun 2013 dengan penelitian prevalensi asma di

berbagai tingkatan umur, mulai dari kelompok umur <1 tahun hingga kelompok

umur 25-34 tahun, menyatakan bahwasanya semakin bertambah umur semakin

tinggi pula peningkatan kejadian asma. Sedangkan untuk pengobatan yang

diberikan pada pasien asma sendiri terbagi menjadi dua kategori, yaitu jangka

waktu yang panjang dan pada saat serangan akut. (Infodatin, 2015)

1
Proses alergi dimulai dengan pajanan alergen-alergen yang ditangkap oleh

Antigen Presenting Cell (APC) (Baratawidjaja, 2006). Hasil olahan alergen oleh

APC selanjutnya akan dipresentasikan ke sel Cluster of Differentiation 4+ (CD4+)

T-helper 2 (Th2) (Nairn & Helbert, 2002). Sel CD4+ Th2 akan menghasilkan

interleukin (IL) 4 dan IL-13 yang memacu sel B (sel-sel plasma) untuk

menghasilkan imunoglobulin (Ig) E (Abbas & Lichtman, 2018). Interleukin 5 juga

dihasilkan oleh sel CD4+ Th2 yang akan menarik eosinofil ke tempat inflamasi

(Sell, 2001). Imunoglobulin E yang terbentuk akan berikatan dengan sel mast dan

menyebabkan degranulasi sel mast dan akan melepaskan mediator-mediator

inflamasi yang dapat menyebabkan spasme bronkus, edema, peningkatan sekresi

mukus, dan konstriksi otot polos bronkus seperti histamin, leukotrien, dan

prostaglandin. Faktor kemotaktis seperti IL-5 dan Tumor Necrosis Factor (TNF) α

juga dilepaskan oleh sel mast (David et al., 2006). Faktor kemotaktis ini akan

memacu infiltrasi sel-sel radang seperti eosinofil, limfosit, makrofag, neutrofil,

dan basofil ke dalam jaringan bronkus (Abbas & Lichtman, 2003). Infiltrasi sel-

sel radang menunjukan terjadinya inflamasi pada dinding bronkus (Sundaru &

Sukamto, 2006).

Pada asma dan PPOK terdapat remodeling dimana remodelling saluran

napas mengacu pada perubahan stuktur yang kronis dan irreversibel yang didasari

oleh inflamasi kronis. Remodeling terdiri dari edema mukosa, inflamasi,

hipersekresi mukus, pembentukan plug mukus, hipertrofi dan hiperplasi otot polos

2
saluran napas yang berakibat penebalan dinding saluran napas dimana

edema saluran napas dan hipersekresi mukus merupakan faktor variabel

hiperesponsif bronkus. (Rosyid, Alfian & Maranatha, Daniel, 2015).

Salah satu alergen yang sering kita jumpai yaitu ovalbumin. Ovalbumin

(OVA) merupakan protein utama dari putih telur avian, yaitu sekitar 60-65% dari

seluruh putih telur dan protein yang pertama kali dapat diisolasi dalam bentuk

murninya. Salah satu penggunaan ovalbumin yaitu untuk menstimulasi reaksi

alergi pada berbagai hewan percobaan. Mekanisme sensitisasi oleh ovalbumin

yaitu penggeseran respon imun hewan coba ke arah TH2 dominan (Abbas,

Lichtmann, & Pillai, 2016).

Buah apel Malang (Malus Sylvestris) merupakan buah yang banyak

mengandung banyak senyawa fitokimia dan flavonoid. Penelitian yang dilakukan

oleh USDA (United Stated Departement of Agriculture) membuktikan kandungan

senyawa fenolik utama dalam jenis apel Malang dan kandungan terbesar dalam

mg/100 g apel malang segar adalah Sianidin (2,44 mg/100g) , Epicatekin (6,07

mg/100g), Qurercetin (4,27 mg/100g) (Cempaka et all, 2007). Flavonoid

merupakan senyawa polifenol yang dipercaya memiliki kemampuan dalam

menghambat produksi dan pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya. Itu

sebabnya antioksidan ini mampu mengurangi kemungkinan seseorang terpapar

dengan berbagai alergen dan juga membantu penyembuhan dari alergi

(Widyaningtyas, 2012). Golongan flavonoids yang dapat berfungsi sebagai

3
stimulan, serta merelaksasi otot polos terutama pada otot polos bronkus dan

stimulus jantung. (Arrizqiyani Tanendri, 2017)

Maka dari itu, berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

meneliti pengaruh perasan Apel Malang (Malus sylvestris) terhadap gambaran

histopatologi bronkus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, secara garis besar dapat dirumuskan masalah :

Bagaimana pengaruh perasan buah apel Malang (Malus sylvestris) terhadap

ketebalan dinding bronkus pada tikus jantan galur wistar yang diinduksi

ovalbumin ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian perasan buah apel

Malang (Malus sylvestris) terhadap ketebalan bronkus pada tikus jantan galur

wistar yang diinduksi ovalbumin.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menghitung ketebalan dinding bronkus primer kanan dan kiri setelah

diberikan perasan apel Malang.

b. Kadar terbaik dari perasan apel Malang pada reaksi alergi yang

mempengaruhi ketebalan dinding bronkus.

4
c. Meneliti hubungan perasan apel Malang dengan ketebalan dinding

bronkus.

d. Besar pengaruh perasan apel Malang pada reaksi alergi yang

mempengaruhi ketebalan dinding pada bronkus kanan dan kiri.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan kedokteran serta

sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

kandungan dalam perasan buah apel Malang (Malus sylvestris).

1.4.2 Manfaat Klinis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bukti ilmiah yang menjelaskan

tentang pengaruh pemberian perasan buah apel Malang (Malus sylvestris)

terhadap gambaran ketebalan dinding bronkus pada tikus jantan galur wistar yang

diiunduksi ovalbumin.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh

pemberian perasan buah apel Malang (Malus sylvestris) terhadap alergi di saluran

pernapasan pada tikus jantan galur wistar yang diiunduksi ovalbumin.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apel

2.1.1 Definisi Apel

Kata apel berasal dari Inggris yaitu apple. Apel adalah buah yang banyak

dikonsumsi orang di seluruh dunia, bukan hanya untuk pencuci mulut tapi juga

untuk menambah gizi pada tubuh. Apel merupakan tanaman buah tahunan yang

berasal dari pengunungan caucacus di Asia dan kemudian menyebar ke seluruh

pelosok Asia. Varietas apel yang dikembangkan di Indonesia umumnya datang

dari Eropa dan Australia. Buah ini masuk ke Indonesia pada tahun 1934 dan

memiliki beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi,

Anna, Princess Noble dan Wangli atau Lali jiwo (Shatikah, 2010).

Seorang pria bernama William Blackstone termasuk orang yang berjasa

dalam penyebaran buah apel dengan membeli apel dari Eropa dan membawanya

pulang ke amerika (Massachusetts) kemudian mengembangbiakkannya. Apel

hanya dapat hidup subur di daerah yang mempunyai t emperatur udara dingin.

Apel dibudidayakan terutama di daerah subtropis bagian Utara di Eropa

sedangkan apel lokal di Indonesia terkenal berasal dari daerah Malang, Jawa

Timur dan berasal dari daerah Gunung Pangrango, Jawa Barat (Shatikah 2010).

6
2.1.2 Taksonomi Apel

Apel mempunyai nama latin Malus sylvestris merupakan tanaman buah

tahunan yang tumbuh didaerah dengan iklim sub tropis. Kedudukan tanaman apel

dalam klasifikasi taksonomi adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Familia : Rosaceae

Genus : Malus

Species : Malus Sylvestris Mill. (Bappenas, 2009)

Gambar2.1: Apel Mallus Sylvestris. Sumber: (Bappenas, 2009)

Grade Buah Apel Selama ini merupakan standar mutu yang berlaku untuk

apel berdasarkan berat, ukuran dan jumlah per kilogramnya, yang terdiri 4 grade

yaitu Grade A = 15.90% (3-4 buah/kg), Grade B = 45.20% (5-7 buah/kg), Grade C

= 29.60% (8-10 buah/kg) dan Grade D = 7.00% (11-15 buah/kg). Buah apel yang

7
berukuran sangat kecil (krill) dan broken/cacat/rusak tidak dimasukkan

dalam kelas A sampai D sejumlah 2.30%. Setiap grade dari buah apel memiliki

ukuran yang berbeda beda. Grade A memiliki ukuran paling besar dan grade D

memiliki ukuran paling kecil. Sedangkan yang rusak atau cacat dimasukkan

dalam grade E. Secara umum grade E tidak memiliki ukuran yang spesifik karena

apabila grade A sampai D rusak atau cacat dimasukkan dalam grade E. Ukuran

diameter dari masing-masing grade adalah sebagai berikut, grade A 7-8 cm, grade

B 6-7 cm, grade C 5-6 cm, dan grade D (Happerasan, 2015).

2.1.3 Jenis-jenis Apel

Jenis-jenis apel yang umum dan mudah ditemui di pasaran antara lain:

a. Red delicious berasal dari Amerika, kulit agak tebal, warna kulit merah

hati bergarisgaris, daging buah lunak, berair dan rasa manis sedikit asam

(Han, 2011).

b. Apel manalagi memiliki daging buah terasa manis walaupun belum

matang dengan aroma kuat, tekstur sedikit liat dan kandungan air kurang,

daging buah berwarna putih kekuningan, bentuk buah sedikit bulat dengan

ujung dan pangkal berlekuk dangkal, kulit buah berwarna hijau muda

kekuningan saat matang. Diameter buah antara 4-7 cm dan berat 75-160 g

per buah (Han, 2011).

c. Apel Rome Beauty, perpaduan antara rasa manis dan rasa asam, berwarna

merah semburat hijau segar dengan tekstur daging keras (Han, 2011).

8
d. Apel Fuji merupakan tanaman buah tahunan berasal dari Asia Barat yang

beriklim sub tropis. Apel dapat tumbuh di Indonesia setelah tanaman apel

ini beradaptasi dengan iklim Indonesia, yaitu iklim tropis (Baskara, 2010).

Warna kulit buah merah jambu kekuningan, tekstur daging buah renyah

dan sedikit berair, dan memiliki rasa manis (Andari, 2016).

2.1.4 Karakteristik apel

Karakteristik apel berbeda tiap masing-masing taraf perlakuan yang

diberikan meliputi jumlah perlakuan, jumlah varietas apel, tingkat kematangan,

warna kulit, jumlah kelompok perlakuan, serta jumlah perkelompok perlakuan.

Indonesian Journal of Human Nutrition pada tahun 2014 membagi karakteristik

apel seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Karakteristik apel


Karakteristik Apel Keterangan
Warna Kulit Rome Beauty : Hijau Kemrahan
Manalagi : Hijau Kekuningan
Red Delicious : Merah
Fuji : Kuning Kemerahan

Sumber : (Setyo Sudarmintho, 2015)


Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa rerata kadar quercetin

apel yang telah mengalami pengolahan (juicing dan blending) lebih rendah

dibandingkan apel dalam bentuk segar, sedangkan kadar quercetin jus apel

(juicing) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar quercetin smoothie apel

(blending). Selain itu, rerata kadar quercetin pada varietas apel impor (Fuji dan

9
Red delicious) pada masing-masing perlakuan lebih rendah dibandingkan

rerata kadar quercetin pada varietas apel lokal (Rome beauty dan Manalagi).

Proses pengolahan juga akan mempengaruhi kadar quercetin apel segar.

Tabel 2.2 Rata – rata kadar quercetin pada beberapa pengolahan dan varietas apel
Jenis Pengolahan Varian Apel Rata – rata kadar quercetin
(mg/L)
Apel segar Rome Beauty 477,96 ± 11,27
Manalagi 406,57 ± 7,78
Red Delicious 206,54 ± 8,42
Fuji 272,89 ± 8,28
Jus apel (Juicer) Rome Beauty 242,96 ± 8,80
Manalagi 185,22 ± 9,91
Red Delicious 98,85 ± 8,99
Fuji 133,90 ± 6,25
Smoothie (Blending) Rome Beauty 136,66 ± 4,84
Manalagi 118,12 ± 6,09
Red Delicious 55,80 ± 1,69
Fuji 86,12 ± 8,68

Sumber : (Setyo Sudarmintho, 2015)

Hal ini dapat terjadi karena pada proses pengolahan terjadi proses

pemisahan perasan buahdan ampas (pada proses juicing) dan terdapat

penambahan air (pada proses blending) yang tentunya akan mempengaruhi kadar

quercetin yang terkandung dalam buah apel itu sendiri. Selain itu, adanya paparan

oksigen yang menyebabkan terjadinya proses enzimatis pada apel yang diolah

juga dapat mempengaruhi kadar quercetin yang terkandung. Hal inilah yang

menyebabkan kadar quercetin pada apel segar lebih tinggi daripada apel yang

diolah (Cempaka et all, 2014). Handayani dan Sulistyo, 2008, menjelaskan bahwa

10
senyawa flavonoid sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan

masih digunakan secara terbatas dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil

terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga

apabila teroksidasi, strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif

akan menurun. Pada jus apel kadar quercetinnya lebih tinggi dibandingkan dengan

smoothie apel karena pada jus apel terjadi proses penyarian semua zat gizi yang

terkandung dalam apel dan penghalusan semua bagian buahnya. Sedangkan pada

smoothie apel, tidak terjadi proses penyarian (pembuatan perasan) dan tidak

semua bagian buah dapat dihaluskan seperti bila menggunakan juicer karena pisau

yang digunakan juga berbeda, sehingga diduga terdapat kandungan quercetin yang

masih terikat dengan material dinding sel, dan akhirnya menyebabkan kandungan

quercetin dalam smoothie apel menurun. Selain itu, penyarian (pembuatan

perasan) buah apel pada proses juicing berbeda dengan pengecilan ukuran yang

terjadi pada proses blending . Proses penyarian yang dilakukan melalui proses

juicing sangat cepat dan sempurna sehingga meminimalkan kontak dengan

oksigen, sedangkan pada proses blending apel mengalami pengecilan ukuran dan

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghaluskan jaringan dan serat

buah sehingga kontak dengan oksigen akan jauh lebih lama juga. Hal ini

menyebabkan kadar quercetin pada smoothie apel lebih rendah dibandingkan

dengan kadar quercetin jus apel (Cempaka et all, 2014).

11
2.1.5 Kandungan Buah Apel

Daging buah apel mengandung senyawa-senyawa flavonoid seperti :

Catechin, procyanidin, phloridzin, phloretin glycoside, caffeic acid, dan

chlorogenic acid. Sedangkan kulit apel mengandung senyawa-senyawa diatas,

juga mengandung flavonoid tambahan yang tidak terdapat pada daging buah

seperti quercetin glycosides dan cyanidin glycoside (Wolfe dan Liu, 2003). Di

samping aktivitas sebagai provitamin A yang berguna untuk menangkal serangan

radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif (Anonymous, 2010).

Tabel 2.3. Kandungan Apel

Jenis Flavanoid Jumlah dalam mg/


100g
Antosianidin Sianidin 2,44
Delfinidin 0,00
Malvadin 0,00
Pelargonidin 0,00
Peonidin 0,01
Petunidin 0,00
Flavan-3-ols Epicatekin 6,07
Epikatekin 0,01
Epigalotekin 0,36
Epigalotekin 3-gallate 0,26
Katekin 0,89
Galotekin 0,00
Flavanom Naringenin 0,00
Flavon Apigenin 0,00
Luteolin 0,17
Flavonol Kaempferol 0,02
Myricetin 0,00
Quercetin 4,27

Sumber : (Ardhi, 2015)

Senyawa antioksidan merupakan suatu inhibitor yang digunakan untuk

12
menghambat autooksidasi dalam menetralisasi radikal bebas (Panovska et al.,

2005). Antioksidan merupakan senyawa yang menhambat atau menunda proses

oksidasi substrat pada konsentrasi yang secara umum, antioksidan mengurangi

reaksi inisiasi pada reaksi berantai pembentukan radikal bebas dalam konsentrasi

yang sangat kecil, yaitu 0,01% atau bahkan kurang. Karakter utama senyawa

antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap radikal bebas (Prakasih,

2001).

2.2 Perasan Buah Apel

Cempaka, Santoso, dan Tanuwijaya membuktikan bahwa apel segar

memiliki kadar kuersetin yang jauh lebih tinggi (340.99 ± 4.9 mg/L). Sedangkan,

diantara kedua bentuk pengolahan yang dilakukan, perasan apel memiliki kadar

kuersetin yang lebih tingi dibandingkan dengan jus apel (Cempaka et all, 2014).

Quersetin dipercaya memiliki efek yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia,

yaitu sebagai antikanker, antioksidan, antialergi, antivirus, dan aktivitas

antiinflamasi (Monson dan , 2009). Di dukung dengan kebiasaan manusia

modern yang ingin segalanya serba praktis, perasan buah sangatlah tepat untuk

dijadikan minuman keseharian yang dapat meingkatkan kualitas kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kempuraj, et al, ditemukan bahwa

kuersetin mampu berperan sebagai inhibitor sel mast, mampu menyebabkan

penurunan pengeluaran tryptase dan IL-6, dan menurunkan respon stimulus

histidine decarboxylase (HDC) mRNA terhadap sel mast.

13
Perasan buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang

sudah diperasanng. Pembuatan perasan buah terutama ditujukan untuk

meningkatkan kesehatan simpan serta daya guna buah-buahan (Happerasan &

Estiatih, 2015).

2.3 Bronkus
2.3.1 Anatomi
Bronkus adalah jalan udara pada traktus respiratorius yang menghubungkan

antara udara dengan paru - paru. Bronkus terbagi menjadi 3 percabangan yaitu

primer, sekunder, dan tersier. Bronkus primer merupakan percabangan pertama

dari trakea dan merupakan bagian dari ekstrapulmonal. Fungsi bronkus sendiri

sama menyambungkan trakea denga paru paru juga sebagai kaliber penyaluran

udara ke dalam paru paru, bronkus primer terbagi menjadi bagian kanan dan

kiri.Bronkus bagian kanan lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal dibanding

bronkus bagian kiri. Bronkus bagian kanan bercabang menjadi tiga bagian yang

menyalurkan oksigen melalui tiga jalur yaitu superior, middle/media, dan inferior.

Percabangan bronkus ini disebut juga bronkus sekunder kemudian bronkus tersier

dimana bronkus ini merupakan bagian dari intrapulmonal sehingga fungsi dari

bronkus ini melembabkan udara yang masuk dan juga menopang paru paru.

Bronkus bagian kanan ini di vaskularisasi oleh vena azygos dan juga arteri

pulmonalis dextra. Bronkus bagian kiri lebih kecil tetapi lebih panjang. Bronkus

14
bagian kiri hanya memiliki dua bagian yang menyalurkan oksigen yaitu

bagian inferior dan bagian superior. Bronkus bagian kiri divaskularisasi oleh arteri

pulmonalis sinistra. (Sam Hisam, 2018)

"

Gambar 2.2 Anatomi Bronkus (Moore, Keith L, 1999)

Gambar 2.3 Anatomi Bronkus dalam potongan melintang (GPI, 2006)

15
Seluruh traktus pulmonar dilapisi oleh sel epitel yang memiliki fungsi penting

untuk menjaga fungsi normal dari sistem respirasi. Sel ini bisa berfungsi sebagai

pertahanan terhadap partikel asing, menjalankan transpor mukosiliar,

menghasilkan zat-zat seperti mukus, protein surfaktan, ataupun peptida

antimikroba, serta merangsang respons komponen saluran pernapasan lainnya

seperti sel otot polos dan sel inflamatori. Sel epitel yang melapisi trakea dan

bronkus utama terdiri dari sel bersilia, sel goblet, sel serous, sel Clara, brush cells,

pulmonary neuroendocrine cells (PNECs), dan sel basal (Gambar 3).7 Bentuk dari

sel bersilia adalah kolumnar dengan permukaan yang diliputi oleh silia. Setiap sel

bersilia pada saluran pernapasan bagian proksimal memiliki kurang lebih 200-300

silia yang diameternya ± 250 nm dan panjangnya ± 6 µm. Fungsi utama dari sel

bersilia adalah untuk menjalankan transpor mukosiliar. (John Wiley & Sons Ltd,

2008)

2.3.2 Histologi

Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan trakea,

kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri dari

lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang

tipis (dengan banyak serabut elastin). Sedangkan tulang rawan bronkus berbentuk

lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea. Bagian bronkus terbagi menjadi 3

bagian yaitu primer, sekunder dan tersier. Sebagai bronkus yang paling besar,

lumen bronkus primer dikelilingi cincin tulang rawan. Seiring dengan

16
mengecilnya lumen pada bronkus sekunder dan tersier, cincin tulang rawan

digantikan oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin dimana

bagian dari bronkus ini akan merupakan bagian dari intrapulmoner. Dibawah

epitel, dalam lamina propria bronkus tampak adanya lapisan otot polos (SM) yang

terdiri dari anyaman berkas otot polos yang tersusun menyilang. (Horst R.

Konrad, 2017)

Gambar 2.4 Histologi Bronkus (MGMCRI, 2016)

2.4 Hipersensitivitas

Reaksi hipersensitif merupakan salah satu respon sistem imun yang

berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan maupun penyakit yang

serius. Oleh Coombs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi empat

kelas yaitu :

17
1. Tipe I : Mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen

dan Ig E tersebut akan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas

mediator.

2. Tipe II : Antibodi dibentuk terhadap antigen yang merupakan bagian sel

pejamu. Kompleks antigen dan antibodi yang terbentuk akan menimbulkan

respon sitoksik sel K (sebagai efektor ADCC) dan atau sel melalui aktivitas

komplemen.

3. Tipe III : Kompleks imun diendapkan di dalam jaringan. Komplemen

diaktifkan, sel polimorfonuklear dikerahkan ke tempat kompleks.

4. Tipe IV : Sel T yang disensitisasi melepas limfokin akibat pemaparan

ulang dengan antigen yang sama. Limfokin mengerahkan dan

mengaktifkan makrofag yang menimbulkan respons inflamasi.

" "
Tabel 2.4 Perbedaan antara reaksi hipersensitivitas I, II,III, dan IV. (Rifai, 2011)

18
2.4.1 Mediator alergi

Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi, yang termasuk sel

mediator adalah sel mast, basofil, dan trombosit. Sel mast dan basofil

mengandung mediator kimia yang poten untuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat.

Mediator tersebut adalah histamin, newly synthesized mediator, ECF-A, PAF, dan

heparin. Mekanisme alergi terjadi akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap

alergen tertentu, yang berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi

alergi dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast

atau basofil dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan

sistem nukleotida siklik yang meningkatkan rasio cGMP terhadap cAMP dan

masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan

mediator lain. Mediator histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos

bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan

dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar

menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin

meningkatkan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Bila terjadi sistemik

dapat menimbulkan hipotensi, urtikaria dan angioderma. Pada traktus

gastrointestinalis histamin meningkatkan sekresi mukosa lambung dan bila

pelepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas otot polos usus dapat

meningkat menyebabkan diare dan hipermotilitas. (Utari,2010)

19
"

Gambar 2.5 Mekanisme reaksi alergi mulai dari kontak hingga reaksi (Utari, 2010).
Keterangan : Gambar menunjukkan proses yang dimulai dari adanya alergen / antigen yang
ditangkap oleh makrofag (salah satu antigen presenting cell / APC) yang akan mengirimkan
sinyal untuk dibawa ke limfosit T terutama T helper. Limfosit akan mengenali dan
memerintahkan sel B (limfosit B) untuk menghasilkan IgE untuk menempel di mast sel.
Apabila terjadi kontak terhadap alergen lagi, alergen langsung terikat IgE yang sudah
menempel di mast sel yang akan memicu pelepasan histamine.

2.4.2 Fase sensitisasi

Alergen memasuki tubuh manusia melalui berbagai rute diantaranya

kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan. Ketika masuk, alergen akan dijamu

serta diproses oleh Antigen Presenting Cells (APC) di dalam endosom. Kemudian

APC akan mempresentasikan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II

kepada sel limfosit T helper (Th0) di dalam limfe sekunder. Sel Th0 akan

mengeluarkan Interleukin-4 (IL-4) yang merubah proliferasi sel Th menjadi Th2.

Sel Th2 akan menginduksi sel limfosit B (sel B) untuk memproduksi

Imunoglobulin (Ig). Pada orang dengan alergi, Th1 tidak cukup kuat

menghasilkan interferon gamma (IFN-ɤ) untuk mengimbangi aktivitas Th2,

sehingga Th2 akan lebih aktif memproduksi IL-4. Hal ini menyebabkan sel B

menukar produksi antibodi IgM menjadi IgE. IgE akan menempel pada reseptor

20
IgE berafinitas tinggi (FcƐRI) pada sel mast, basofil dan eosinofil. (Utari,

2010)

2.4.3 Fase reaksi

Beberapa menit setelah paparan ulang alergen, sel mast akan mengalami

degranulasi yaitu suatu proses pengeluaran isi granul ke lingkungan ekstrasel

yang berupa histamin, prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang menimbulkan

gejala klinis. (Utari, 2010)

2.4.4Faktor Resiko Alergi


Ketika seseorang yang telah memiliki riwayat atopi maka ia memiliki

kecenderungan memproduksi IgE dalam jumlah besar terhadap paparan bahan

alergen yang sangat dipengaruhi oleh kekerabatan dan dipengaruhi oleh banyak

lokus gen. Individu atopi mempunyai jumlah IgE yang lebih banyak pada

sirkulasi darah demikian juga level eosinofilnya jika dibandingkan orang normal.

Individu atopi mempunyai kerentanan terhadap penyakit alergi seperti halnya

asma dan alergi serbuk bunga. Faktor genetik dan lingkungan masing-masing

berkontribusi 50% pada kejadian penyakit alergi seperti asma. Umumnya setiap

etnik mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap suatu penyakit. Gen yang

mengkode kerentanan terhadap asma dan atopi dermatitis berada pada kromosom

11q12-13. Gen tersebut mengkode pembentukan reseptor subunit β IgE (FcεRI).

21
Gen lain yang terlibat pada asma dan dermatitis atopi terletak pada

kromosom 5q31-33. Kromosom 5q31-33 membawa empat gen yang

menyebabkan terjadinya kerentanan pada penyakit dermatitis dan asma atopi

(Rifai, 2011).

2.5 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.)

Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai

penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus

(Rattus norvegicus L.). Hal ini disebabkan karena secara genetik, manusia dan

kedua hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis mencit dan

tikus yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan

galur Wistar, seperti terlihat pada Gambar II.9. Kedua jenis hewan tersebut sering

digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian dan pelatihan medis pada

pengelolaan kesehatan gigi, obesitas, diabetes melitus dan hipertensi serta

digunakan dalam bidang gizi, terutama untuk mempelajari hubungan antara nutrisi

dengan penuaan dini. (Wolfenshon dan Lloyd, 2013)

Gambar 2.6 Tikus Putih Galur Wistar, (EPFL)

22
Jika dibandingkan dengan tikus betina, tikus jantan lebih banyak digunakan sebab

tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama. Adapun

taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Perbandingan Bronkus Manusia dan Tikus

Perbedaan Manusia Tikus


Bronkus
P e r c a b a n g a n 2 bronkus primer 2 bronkus primer
Bronkus 5 bronkus sekunder 24 bronkus sekunder
20 bronkus tersier (bronkiolus) 80 bronkus tersier (bronkiolus)

"

"

Sel epitel Bronkus Epitel silindris berlapis semu Epitel silindris berlapis bersilia
bersilia

" "

23
Kingdom : Animalia


Divisi : Chordata


Kelas : Mammalia


Ordo : Rodentia


Famili : Muridae


Subfamili : Murinae

Genus : Rattus


Species : Rattus norvegicus L.(

Tikus putih atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini lebih banyak dipilih

karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus albino jantan dan betina

mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%, meskipun sudah

lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup di antara tikus

albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat besar yaitu

99,5%. Hal inilah yang menyebabkan mereka dikatakan hampir menyerupai

hewan hasil klon.(Malole dan Pramono, 2005)

24
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep


Respon alergi Pemberian
Ovalbumin
Perasan Apel Malang
Mengandung : APC
- Quercetin
- Catechin
- Procyanidin Sel B
- Phloridzin,
- Phloretin
- Glycoside, Ig E
- Caffeic acid
Ig E berikatan dengan
reseptor di permukaan sel

Pemberian
Degranulasi sel mast Ovalbumin dengan
dan basofil menggunakan
Nebulizer

Prostaglandin Leukotrien Histamin

Keterangan: Edema mukosa akibat


: memacu inflamasi

: menghambat
: diteliti

: tidak diteliti Penebalan mukosa


dinding bronkus
: melepaskan

25
Pemberian ovalbumin yang disuntikkan secara intra peritoneal pada

hewan coba akan menyebabkan makrofag sebagai salah satu APC untuk

menangkap alergen untuk selanjutnya mengirimkan ke sel T Helper dan

memerintahkan sel B untuk menghasilkan antibodi, yaitu IgE. IgE kemudian

masuk ke sirkulasi darah sehingga dapat berikatan dengan reseptor di sel mastosit

(sel mast) dan basofil hal ini disebut fase sensitisasi. Pada saat kontak ulang

dengan alergen, menggunakan ovalbumin melalui nebulizer maka alergen akan

berikatan dengan IgE yang telah berikatan dengan antibodi di sel mastosit atau

basofil dan menyebabkan terjadinya degranulasi. Degranulasi ini menyebakan

pelepasan mediator inflamasi primer dan sekunder yang dapat menyebabkan

spasme bronkus, edema, peningkatan sekresi mukus, dan konstriksi otot polos

seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin. Namun dengan adanya pemberian

perasan perasan apel degranulasi sel mast dan pelepasan mediator histamin dapat

dihambat karena berbagai kandungan flavonolnya sehingga pada akhirnya dapat

menurunkan efek alergi (respon reaksi hipersensitivitas I).

3.2 Hipotesis

Perasan buah apel malang (Malus sylvestris) berpengaruh terhadap penebalan

dinding bronkus pada tikus yang di induksi ovalbumin.

26
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental yang menggunakan pendekatan Post

Test Control Group Design, yaitu rancangan penelitian yang hasil penelitiannya

diamati setelah perlakuan selesai.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan di Laboratorium Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua tikus putih jantan (Rattus

norvegicus strain wistar) yang diperoleh dari Laboratorium Biomedik FK

UMM.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah tikus Rattus Novergicus Stain Wistar Jantan.

4.3.3 Besar Sampel

Terdapat 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif (+), kontrol

negatif (-), dan 3 kelompok perlakuan. Penentuan besar replikasi sampel

dalam penelitian ditentukan menggunakan rumus pada Sample Size

Calculation in Animal Studies tahun 2017, yakni sebagai berikut :

27
Tabel 4.1 Rumus penentuan jumlah sampel
Annova Minimum Maximum
Application
Design n/grup n/grup
One-way G r o u p
10/k +1 20/k+1
Annova Comparasion
Keterangan :

n : Jumlah subjek tiap kelompok

k : Jumlah kelompok

Sesuai dengan rumus tersebut maka untuk mendapat sampel atau

jumlah subjek tiap kelompoknya dapat dikalkulasikan sebagai berikut :

Jumlah sampel minimum

n = 10/k +1

n = 10/5 +1

n=3

Jumlah sampel maksimum

n = 20/k +1

n = 20/5 +1

n=5

Sehingga dalam penelitian ini jumlah sampel tiap kelompoknya

adalah 5 dengan mengambil sampel maksimum dalam suatu penelitian

karena untuk mengantisipasi jika ada tikus yang drop out selama

penelitian berlangsung dengan rentang waktu 2 bulan dan sampel yang

28
juga akan digunakan oleh peneliti lain. Maka jika dijumlahkan pada

penelitian ini digunakan kurang lebih 25 sampel. Baik tikus cadangan dan

tikus perlakuan diberi perlakuan yang sama dan pada waktu yang sama.

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakam simple random

sampling.

4.3.5 Karakteristik Sampel Penelitian

4.3.5.1 Kriteria Inklusi

a. Tikus Rattus Novergicus Strain Wistar jenis kelamin jantan

b. Umur 2–3 bulan

c. Berat Badan 150 – 250 gram

d. Tikus dalam keadaan sehat, ditandai dengan gerakannya yang

aktif, bulu yang tebal, mata yang jernih

2. Kriteria Eksklusi

1. Tikus yang sudah pernah digunakan dalam penelitian lain

3. Kriteria Drop Out

1. Tikus sakit selama proses perlakuan (gerakan tidak aktif,

tidak mau makan, rambut kusam atau rontok atau botak

dan keluarnya eksudat yang tidak normal)

29
2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah

masa adaptasi di laboratorium

3. Tikus yang mati selama penelitian

4.3.6 Variabel Penelitian

4.3.6.1 Variabel Bebas

Perasan Apel Malang Berbagai Dosis

4.3.6.2.Variabel Terikat

Ketebalan dinding bronkus tikus jantan galur wistar

4.4 Definisi operasional

a. Perasan Apel Malang (Malus sylvestris)


Perasan apel (Malus sylvestris) adalah cairan yang didapat dari

buah apel yang di juicer seutuhnya lalu diambil bagian yang paling cair

dari hasil jusnya tersebut dengan spuit. Pemberian perasan apel ini

dibedakan menjadi beberapa dosis yakni 15%(v/v), 20%(v/v), dan 25%

(v/v) per oral. Widyaningtyas et all, mengungkapkan bahwa semakin

tinggi dosis pemberian perasan apel maka semakin besar juga

pengaruhnya sebagai anti alergi. Hal ni disebakan karena semakin tinggi

kandungan flavonolnya. Skala pada variabel ini adalah kategorik yaitu

skala data ordinal.

30
b. Ovalbumin

Ovalbumin adalah protein dari putih telur yang digunakan untuk

menstimulasi reaksi alergi. Sensitisasi diberikan dengan pemberian 10µg

dan 2 mg Al(OH)3 dalam 0,2 cc normal salin secara ip pada hari pertama,

ke 7 dan ke 14. Selanjutnya sensitisasi ulangan dengan inhalasi

ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin dengan menggunakan nebulizer

selama 20 menit berkala dari hari ke 19 sampai dengan ke 22.

Menggunakan skala numerik yaitu skala data rasio.

c. Dinding Bronkus

Tebal dinding bronkus yang akan diukur mulai dari mukosa hingga

batas tepi tulang rawan hialin bronkus primer dextra dan sinistra dimana

merupakan bagian dari dinding bronkus extrapulmonal. Bronkus sendiri

adalah kaliber jalan udara pada sistem pernapasan yang membawa udara

ke paru paru. Skala pada variabel ini adalah numerik yaitu skala rasio.

4.5 Alat dan Bahan

4.5.1 Alat

a. Juicer

b. Timbangan hewan

c. Kandang hewan

d. Tempat makan dan minum tikus

31
e. Timbangan analitik

f. Sekam

g. Pisau

h. Gelas ukur

i. Labu takar

j. Spuit injeksi

k. Spuit oral

l. Kassa

m. Pipet

n. Handscoon

o. Tissue

p. Pipet mikro

q. Nebulizer

r. Microscope

4.5.2. Bahan

a. Apel Malang (Malus Sylvestris)

b. putih telur ayam ras

c. aquadest

d. normal salin

e. AL(OH)3

f. NaOH

32
g. pakan standar BR-1

4.6 Prosedur Penelitian

1. Pengelompokan Hewan Coba

Tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor yang terbagi

menjadi 5 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus :

a. Kontrol negatif: Diberi pakan standar BR-1 sebanyak 40 g/hari/

tikus serta minum aquades selama 30 hari.

b. Kontrol positif: Diberi pakan standar BR-1 sebanyak 40 g/hari/

tikus serta minum aquades. Ditambah dengan pemberian

ovalbumin 10 µg dan 2 mg Al(OH)3 dalam 0,2 cc normal salin

secara intraperitoneal pada hari pertama, hari ke-tujuh dan hari ke-

empat belas, dan diberi ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin

secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer selama 30 menit

pada hari ke- sembilan belas dan hari ke-dua puluh dua.

c. Kelompok III: Diberi pakan standar BR-1 sebanyak 40 g/hari/tikus

serta minum aquades. Ditambah dengan pemberian ovalbumin 10

µg dan 2 mg Al(OH)3 dalam 0,2 cc normal salin secara

intraperitoneal pada hari pertama, hari ke-tujuh dan hari ke-empat

belas, dan diberi ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin secara

inhalasi dengan menggunakan nebulizer selama 30 menit pada hari

ke- sembilan belas dan hari ke-dua puluh dua. Serta diberikan sari

33
apel 3ml dengan kadar 25% peroral, hari ke-15 sampai hari ke-22.

d. Kelompok IV: Diberi pakan standar BR-1 sebanyak 40 g/hari/tikus

serta minum aquades. Ditambah dengan pemberian ovalbumin 10

µg dan 2 mg Al(OH)3 dalam 0,2 cc normal salin secara

intraperitoneal pada hari pertama, hari ke-tujuh dan hari ke-empat

belas, dan diberi ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin secara

inhalasi dengan menggunakan nebulizer selama 30 menit pada hari

ke- sembilan belas dan hari ke-dua puluh dua. Serta diberikan sari

buah apel 3ml dengan kadar 20% (v/v) secara peroral pada hari

ke-15 sampai hari ke-22.

e. Kelompok V: Diberi pakan standar BR-1 sebanyak 40 g/hari/tikus

serta minum aquades. Ditambah dengan pemberian ovalbumin 10

µg dan 2 mg Al(OH)3 dalam 0,2 cc normal salin secara

intraperitoneal pada hari pertama, hari ke-tujuh dan hari ke-empat

belas, dan diberi ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin secara

inhalasi dengan menggunakan nebulizer selama 30 menit pada hari

ke- sembilan belas dan hari ke-dua puluh dua. Serta diberikan sari

buah apel 3ml dengan kadar 25% (v/v) secara peroral pada hari

ke-15 sampai hari ke-22.

Pada hari pertama, hari ke-tujuh dan hari ke-empat belas dilakukan

sensitisasi dengan pemberian ovalbumin (OVA) 10 µg secara

34
intraperitoneal. Selanjutnya sensitisasi ulangan pemberian

ovalbumin 1% dalam 10 ml normal salin dengan menggunakan nebulizer

selama 30 menit pada hari ke- sembilan belas dan hari ke-dua puluh dua.

Kemudian, hari ke- lima belas sampai hari ke- dua puluh dua perlakuan,

tikus kelompok III, IV dan V diberikan sari apel secara per oral dengan

kadar yang berbeda-beda sesuai dengan kelompoknya. Pada hari ke- dua

puluh tiga dihentikan semua perlakuan yang diberikan. Selanjutnya

dilakukan pembedahan tikus dan pengambilan preparat dinding bronkus

primer.

2. Aklimatisasi

Proses aklimatisasi hewan coba dalam kandang dilakukan

selama 7 hari dengan tujuan agar tikus menyesuaikan diri terhadap

lingkungan yang baru. Selama adaptasi, tikus diberikan pakan standar

BR-1 yang diberikan 1 kali sehari. Jika ada sisa makanan, maka

sisanya dibuang lalu diganti dengan yang baru. Tikus juga diberi

minum aquades secukupnya. Pada masa aklimatisasi, tikus ditimbang

berat badannya.

3. Dasar Penentuan Kadar

Rekomendasi minuman sari apel Malang (Malus Sylvestris) untuk

manusia dikonsumsi sebanyak 200 ml perhari (Cempaka, Santoso, &

35
Tanuwijaya, 2014). Sehingga dilakukan konversi dosis dari manusia

ke tikus menjadi 4ml/200gBB atau 3ml/150gBB perhari sesuai tabel

berikut ini.

Tabel 4.2 Konversi dosis menurut Laurence dan Bacharach (1964)


20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2,0 kg 4,0 kg 12,0 kg 70 kg

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


20 g 1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 84,1 124,2 387,9

Mencit

200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 17,8 17,8 56,0

Tikus

400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 10,2 10,2 31,5

Marmot

1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 4,5 4,5 14,2

Kelinci

2,0 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 4,1 4,1 13,0

Kucing
4,0 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,9 1,9 6,1

Kera
12,0 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 1,0 1,0 3,1

Anjing
70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Manusia

(Anggara, 2009)

Dilakukan konversi untuk dosis pada tikus dengan perhitungan :

Faktor konversi = 0,018

Dosis Tikus = 200 ml (untuk 70kg BB) x 0,018

= 3,6 ml (untuk 200g BB) = 4 ml (untuk 200gBB)

36
4 200
" = = x = 3 ml
x 150

= 3 ml untuk tikus berat badan 150 gram

4. Pembuatan Perasan Buah Apel

Buah Apel (Malus sylvestris) Sebanyak 100 gram buah apel

dijuicer dan ditampung perasannya kemudian hasil perasan tersebut

dibuat dalam kadar 15% (v/v), 20%(v/v), 25%(v/v).

- Kadar 15% (v/v) : Perasan buah Apel (Malus sylvestris)

murni yang telah dibuat dalam proses juicing dilarutkan

dalam aquadest dengan takaran 15ml untuk perasan

buah Apel dan 100ml untuk aquadest, kemudian dibagi

dalam dosis 3ml untuk pemberian satu tikus coba.

- Kadar 20% (v/v) : Perasan buah Apel (Malus sylvestris)

murni yang telah dibuat dalam proses juicing dilarutkan

dalam aquadest dengan takaran 20ml untuk perasan

buah Apel dan 100ml untuk aquadest, kemudian dibagi

dalam dosis 3ml untuk pemberian satu tikus coba.

- Kadar 25% (v/v) : Perasan buah Apel (Malus sylvestris)

murni yang telah dibuat dalam proses juicing dilarutkan

dalam aquadest dengan takaran 25ml untuk perasan

37
buah apel dan 100ml untuk aquadest, kemudian

dibagi dalam dosis 3ml untuk pemberian satu tikus

coba.

5. Pemberian Perasan Buah Apel

Dosis sari buah apel (Malus sylvestris) yang diberikan,

yaitu sebesar :

Dosis I : 3ml dengan kadar 15% (v/v)

Dosis II : 3ml dengan kadar 20% (v/v)

Dosis III : 3ml dengan kadar 25% (v/v)

Penelitian Rr. Tryani Widyaningtyas et al membuktikan

perasan buah apel (Malus domestica) varietas Red Delicious

kadar 20% memiliki efek anti alergi terhadap respon anafilaksis

pada tikus jantan galur Wistar yang berbeda tidak signifikan

dengan cetirizine.

6. Pembuatan Larutan Ovalbumin

Pembuatan larutan ovalbumin sebagai alergen dapat

dilakukan dengan menggunakan putih telur ayam ras sebanyak 50

ml putih telur ayam ras kemudian diaduk hingga tidak terdapat

gumpalan.

7. Pengambilan Preparat Dinding Bronkus

Pengambilan preparat histopatologi dinding bronkus

38
diambil dengan jalan pembedahan di Laboratorium

KESIMA Malang.

8. Metode Analisis Preparat Dinding Bronkus

Melihat ketebalan dinding bronkus dibawah mikroskop

cahaya. Menggunakan pewarnaan hematoxilin eosin . Preparat yang

telah diwarnai dengan pewarnaan akan diamati dengan

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x untuk

menentukan lapangan pandang yang akan diamati dan mengamati

gambaran histologi bronkus extrapulmonal, perbesaran 400x untuk

mengukur ketebalan dinding bronkus mulai dari mukosa hingga

batas tepi tulang rawan hialin.

Penguburan Hewan Coba

Tikus yang telah diberi perlakuan akan diteliti dipastikan

mati, bangkai tikus diletakkan dalam wadah baskom. Bangkai tikus

percobaan dikubur di tanah dengan kedalaman 50 cm dan luas

lubang 0, 25 m². Setiap lubang hanya digunakan untuk mengubur

10 tikus secara bersama. Lubang ditutup kembali dengan tanah lalu

lubang dipadatkan agar tidak tercium bau dari bangkai tikus

tersebut.

39
4.7 Alur Penelitian
Adaptasi hewan coba

Pengelompokan hewan

Kontrol (-) Kontrol (+) Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

- Diberi pakan standar


- Diberi pakan standar BR-1 (15
BR-1 (15 gram) dan
gram) dan air minum
Diberi air minum

Hari 1– 14
pakan - Pada hari ke-1, ke-7 dan ke-14
- Pada hari ke-1, ke-7
standar diinduksi ovalbumin 70 µg dan
dan ke-14 diinduksi
BR-1 (15 14 mg Al(OH)3 dalam 1,2 cc
ovalbumin 70 µg dan
gram) dan normal salin secara i.p
14 mg Al(OH)3 dalam
air minum. 1,4 cc normal salin
secara i.p

- Diberi pakan Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3


standar BR-1 (15
Diberi gram) dan air - Diberi pakan standar BR-1 (15
pakan minum. gram) dan air minum.
standar
BR-1 (15 - Pada hari ke-19 - Pada hari ke-19 sampai ke-22
Hari 15 - 22

gram) sampai ke-22 diberi ovalbumin 7% dalam 10 ml


diberi normal salin dengan menggunakan
dan air ovalbumin 1% nebulizer selama 30 menit per hari.
minum. dalam 10 ml
normal salin
dengan Diberi Diberi Diberi
menggunakan perasan perasan perasan apel
nebulizer apel 3 mL apel 3 mL 3 mL 25%
selama 30 menit
15% secara 20% secara secara
per hari.
peroral peroral peroral

Pengambilan preparat bronkus dengan pembedahan

Pengumpulan data

Analisis data
40
4.8 Analisis Data

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa

menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, uji ANOVA, uji post hoc

test, uji regresi yang pengolahannya menggunakan SPSS 23 for Mac OS

dengan taraf kepercayaan 95%.

1. Uji Normalitas dan Homogenitas digunakan untuk melihat

persebaran data.

2. Uji ONEWAY ANNOVA digunakan untuk membuktikan adanya

perbedaan yang bermakna antara kontrol dengan perlakuan

(pemberian sari buah apel 3 ml, dengan kadar 15%, 20%, 25%)

terhadap ketebalan dinding bronkus. Hasil uji ANOVA dikatakan ada

perbedaan yang bermakna jika signifikasi (sig) < 0,05.

3. Uji Post Hoc merupakan uji kelanjutan dari uji ANOVA, digunakan

untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara 2 kelompok

perlakuan dalam penelitian.

4. Uji regresi linier sedehana digunakan untuk mengetahui seberapa

kuat hubungan yang didapat dari analisa korelasi dan untuk

mengetahui seberapa kuat pengaruh antara kandungan perasan buah

apel dengan perlakuan (ketebalan dinding bronkus primer).

41
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 29 hari, 2 ekor tikus yang digunakan

sebagai sampel termasuk dalam kriteria drop out dikarenakan penurunan berat

badan dan tampak tidak aktif saat masa adaptasi seperti pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Grafik Rerata Ketebalan Bronkus Tikus dalam Milimeter (mm)
K- K+ P1 P2 P3

0,8
0,8
0,7
0,6
0,6
0,5
0,4
0,4

0,2

0,0

42
Keterangan: K- (kelompok normal); K+ (Kelompok kontrol positif) dengan pemberian

induksi ovalbumin secara intraperitoneal dan inhalasi; P1 (Kelompok perlakuan yang diberi

induksi ovalbumin dan diberikan perasan apel malang dengan kadar 15 %v/v); P2 (Kelompok

perlakuan yang diberi induksi ovalbumin dan diberikan perasan apel malang dengan kadar 20 %v/

v); P3 (Kelompok perlakuan yang diberi induksi ovalbumin dan diberikan perasan apel malang

dengan kadar 25 %v/v).

2. Analisis Data

Berdasarkan uji Shapiro-Wilk didapatkan hasil bahwa sebaran data yang

normal pada semua kelompok karena signifikansi lebih dari 0,05. Setelah itu

dilakukan uji homogenitas yang didapatkan hasilnya yaitu 0,421 dimana nilai ini

mengindikasikan bahwa varian homogen.

Berikutnya dilakukan analisis One Way Anova untuk mengetahui adanya

pengaruh perasan Apel Malang (Malus sylvestris) dengan ketebalan dinding

bronkus tikus jantan putih galur wistar yang dapat dilihat dari adanya perbedaan

yang bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan.

Tabel 5.2 Hasil Analisis Data One Way Anova


Dinding Bronkus Signifikansi Kesimpulan
Kiri 0.000 Signifikan
Kanan 0.000 Signifikan

Tabel 5.2 diatas menunjukkan data hasil bernilai signifikan karena p<0,05.

Dari hasil ANOVA tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

Apel Malang (Malus sylvestris) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

ketebalan dinding bronkus tikus jantan putih galur wistar baik kiri maupun kanan.

43
Untuk membuktikan bahwa perbedaan ketebalan dinding bronkus tikus

jantan putih galur wistar pada masing-masing kelompok data bermakna maka

perlu dilakukan uji Post Hoc. Pengujian Post Hoc pada penelitian ini

menggunakan uji Post Hoc Bonferroni karena data homogen.

Tabel 5.3 Hasil Analisis Post Hoc Bonferroni

Ketebalan Dinding Keterangan


Perlakuan Perlakuan
Kiri Kanan Kiri Kanan

K+ 15% 0,017 0,010 Signifikan


20% 0,000 0,000 Signifikan
30% 0,000 0,000 Signifikan
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan bahwa ketebalan dinding bronkus tikus

jantan putih galur wistar pada kelompok kontrol berbeda signifikan dengan

kelompok perlakuan kadar (sig<0,05), sehingga didapatkan kesimpulan bahwa

perasan Apel Malang (Malus sylvestris) mulai kadar 15%v/v dapat memberikan

efek terhadap ketebalan dinding bronkus tikus jantan putih galur wistar. Untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh perasan Apel Malang (Malus sylvestris) pada

ketebalan dinding bronkus tikus putih jantan galur wistar dilakukan uji regresi

linier.

Tabel 5.4 Hasil Analisis Regresi Linier


Ketebalan Koefisien R Sig. Kesimpulan
Dinding R Square
Kiri -0,016 0,856 0.00 Negatif dan Signifikan
Kanan -0,015 0,817 0.00 Negatif dan Signifikan

44
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.4 diatas dapat diketahui pemberian

perasan Apel Malang (Malus sylvestris) dengan kadar 15%v/v, 20%v/v, 25%v/v

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap ketebalan dinding bronkus tikus

jantan putih galur wistar yaitu p < 0,05 dengan arah korelasi negatif (nilai

koefisien korelasi negatif) .Hasil uji regresi linear memiliki nilai R-square (R2)

pada ketebalan dinding bronkus kiri sebesar 0,856 sedangkan pada dinding

bronkus kanan sebesar 0,817 yang menunjukkan bahwa kadar perasan apel

Malang berpengaruh terhadap menurunnya ketebalan dinding bronkus kiri dan

kanan masing masing sebesar 85,6 % dan 81,7% sedangkan sisanya yaitu 14,4%

dan 18,3% dipengaruhi oleh faktor lain selain kadar perasan Apel Malang.

Adapun persamaan regresi pada kadar perasan Apel Malang terhadap

ketebalan dinding bronkus kiri yaitu:

Y : a + b (X) Keterangan:

Y : 0,959 + (-0.016)(X) Y = ketebalan dinding bronkus kiri (mm)

X = kadar perasan Apel Malang (%)

Persamaan tersebut menjelaskan bahwa nilai konstanta variabel ketebalan dinding

bronkus kiri tikus jantan putih galur wistar adalah sebesar 0,959. Kemudian setiap

penambahan 1% kadar perasan Apel Malang (Malus sylvestris) maka ketebalan

dinding bronkus kiri tikus jantan putih galur wistar akan berkurang 0,016 mm.

45
Adapun persamaan regresi pada kadar perasan Apel Malang terhadap

ketebalan dinding bronkus kanan yaitu:

Y : a + b (X) Keterangan:

Y : 0,946 + (-0.015)(X) Y = ketebalan dinding bronkus kanan (mm)

X = kadar perasan Apel Malang (%)

Persamaan tersebut menjelaskan bahwa nilai konstanta variabel ketebalan dinding

bronkus kanan tikus jantan putih galur wistar adalah sebesar 0,946. Kemudian

setiap penambahan 1% kadar perasan Apel Malang (Malus sylvestris) maka

ketebalan dinding bronkus kanan tikus jantang putih galur wistar akan berkurang

0,015 mm.

Hasil uji regresi linier sederhana sebelumnya juga didapatkan nilai R untuk

masing masing bronkus kiri dan kanan yaitu 0,925 dan 0,904 dimana nilai ini

menginterpretasikan seberapa kuat hubungan antara perasan Apel Malang (Malus

sylvestris) dengan ketebalan dinding bronkus tikus jantan putih galur wistar. Dari

nilai yang didapatkan sebelumnya didapatkan makna kekuatan korelasi yang

sangat kuat antara perasan buah Apel Malang (Malus sylvestris) terhadap

ketebalan dinding bronkus tikus putih jantan galur wistar. (Dahlan, 2014).

46
BAB 6

PEMBAHASAN

Berdasarkan grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat

perbedaan antar kelompok normal dan kelompok kontrol positif yang berarti

terjadi penebalan dinding bronkus pada kelompok kontrol positif dibandingkan

dengan kelompok normal. Hal ini disebabkan karena Ovalbumin yang mampu

merangsang pembentukan respon imun ke arah sel Th2 dimana akan terjadi reaksi

hipersensitivitas tipe I (Kartikawati, 2003). Ovalbumin sendiri adalah protein pada

putih telur, yang ketika masuk ke dalam tubuh akan dikenali oleh sel tubuh

sebagai alergen. Sensitisasi dengan ovalbumin baik secara inhalasi, oral, maupun

intraperitoneal terbukti dapat merubah kecenderungan respon imun (Lestari,

2016). Ovalbumin akan meningkatkan sel Th2 untuk mensekresikan berbagai

macam interleukin (IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13) yang dapat meningkatkan tingkat

inflamasi (Prasetyo, 2007). IL-4 merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE

akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE seperti sel mast, basofil dan

eosinofil yang memicu respon awal berupa vasodilatasi, kebocoran vaskular, dan

spasme otot polos. Apabila tubuh terpajan ulang oleh alergen sel mast akan

mengalami degranulasi sehingga mensekresikan histamin, infiltrasi sel eosinofil,

prostaglandin, dan leukotrien dimana mediator tersebut dapat memicu reaksi fase

lambat yaitu edema mukosa, sekresi mukus, infiltrasi leukosit, kerusakan epitel,

47
dan bronkospasme.(Baratawidjaja, 2009; Abbas dan Litchman, 2017; Cahiadewi,

2016; Ningrum, 2016; Marshal et all, 2013).

Berdasarkan tabel grafik 5.1 menunjukkan bahwa terlihat perlakuan yang

diberikan kepada kelompok 15%v/v, 20%v/v, dan 25 %v/v menunjukkan

gambaran ketebalan dinding bronkus cenderung menurun. Oleh karena itu

dilakukan uji statistik menggunakan uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh

perasan Apel Malang (Malus sylvestris) terhadap ketebalan dinding bronkus

dimana hasilnya menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok

perlakuan, dengan nilai signifikansi 0,000 baik pada ketebalan dinding bronkus

kiri maupun kanan. Hal ini menunjukkan bahwa tiap kelompok perlakuan

memiliki perbedaan ukuran ketebalan dinding yang berbeda beda. Ini disebabkan

karena kelompok perlakuan diberikan perasan buah Apel (Malus sylvestris) yang

memiliki kandungan flavonoid yang tinggi. Salah satu flavonoid yang utama

dalam buah apel adalah quercetin. Menurut Cempaka, Santoso, & Tanuwijaya

(2014), perasan buah apel Malus sylvestris mengandung quercetin sebesar 165,23

mg/L.

Kemudian dilakukan pengujian Post Hoc Bonferroni karena data homogen

untuk mengetahui perbedaan bermakna ketebalan dinding bronkus tikus jantan

putih galur wistar pada masing-masing kelompok dengan hasil perbandingan

antara kelompok yang diinduksi ovalbumin dengan kelompok yang diberi perasan

buah Apel (Malus sylvestris) dengan kadar 15% adalah 0,017 untuk bronkus kiri

48
dan 0,010 untuk bronkus kanan dimana ini menunjukan bahwa perasan Apel

Malang (Malus sylvestris) mulai kadar 15%v/v dapat memberikan efek terhadap

ketebalan dinding bronkus tikus jantan putih galur wistar. Quercetin mempunyai

efek anti-inflamasi dengan mempengaruhi produksi TH2 dan dengan

mempertahankan kestabilan dari membran dinding sel mast, sehingga

menghambat degranulasi sel mast (Chirumbolo, 2010). Ketika degranulasi sel

mast tidak terjadi, maka mediator kimia seperti histamin, prostaglandin, dan

leukotrien tidak keluar dari dalam sel mast. Selain itu, quercetin mampu

menyebabkan penurunan berbagai macam interleukin, dan menurunkan respon

stimulus histidine decarboxylase (HDC) mRNA terhadap sel mast (Lakhanpal dan

Rai, 2007). Quercetin juga terbukti mampu menurunkan aktivasi dari faktor

transkripsi NF-κB, yang akibatnya dapat menghambat munculnya ekspresi dari

TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8. Aktivasi sitokin pada sel mast melalui IgE juga dapat

dihambat dengan ekstrak yang mengandung dosis quercetin yang signifikan

dimana akan berdampak pada pencegahan terjadinya respon awal dan respon

lanjutan yang mempengaruhi ketebalan dinding bronkus baik kiri maupun kanan

(Smith, Oertle, Warren, et al., 2016).

Selain mengetahui perbedaan bermakna ketebalan dinding bronkus pada

kelompok yang diinduksi ovalbumin dengan kelompok yang diberi perlakuan,

dilakukan juga uji Post Hoc Bonferroni terhadap kelompok normal dengan

kelompok perlakuan dengan kadar 25%v/v untuk mengetahui sampai sejauh mana

49
pengaruh yang diberikan perasan buah Apel (Malus sylvestris) terhadap ketebalan

dinding bronkus dimana didapatkan hasil 0,175 untuk bronkus kiri dan 0,049

untuk bronkus kanan yang berarti perasan buah Apel (Malus sylvestris) dengan

kadar 25%v/v menurunkan ketebalan dinding bronkus pada tikus jantan putih

galur wistar yang diinduksi ovalbumin sampai pada perbandingan dengan

kelompok normal tidak signifikan untuk bronkus kiri, dan signifikan untuk

bronkus kanan. Penelitian yang dilakukan Widyaningtyas, Widodo & Sunnah

(2014) tentang Efek Perasan Buah Apel (Malus domestica) Varietas Red Delicious

Sebagai Anti Alergi Terhadap Respon Anafilaksis Pada Tikus Jantan Galur Wistar

Yang Diinduksi Ovalbumin menunjukkan hasil bahwa perasan buah apel (Malus

domestica) varietas Red Delicious kadar 20% memiliki efek anti alergi terhadap

respon anafilaksis pada tikus jantan galur wistar yang berbeda tidak signifikan.

Hal ini menunjukkan, dengan kadar yang sama yaitu 20%, perasan Malus

sylvestris memiliki efek yang lebih baik dibandingkan perasan Malus domestica

varietas Red Delicious. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan quercetin

pada Malus domestica varietas Red Delicious sebesar 98,85 mg/L, lebih rendah

dibandingkan dengan kandungan quercetin pada Malus sylvestris yaitu sebesar

165,23 mg/L (Cempaka, Santoso & Tanuwijaya, 2014).

Selanjutnya dilakukan uji regresi linier untuk mengetahui seberapa kuat

pengaruh antara kandungan perasan buah Apel Malang dengan perlakuan

(ketebalan dinding bronkus) baik yang kiri maupun yang kanan didapatkan hasil

50
kuat pengaruh perasan buah Apel Malang ketebalan dinding bronkus kiri dan

kanan masing masing sebesar 85,6 % dan 81,7%. Bentuk persamaan yang

menghubungkan antara perasan buah apel terhadap turunnya ketebalan dinding

bronkus tikus dalam persamaan regresi adalah sebagai berikut:

Dinding Bronkus Kiri = Y : 0,959 + (-0.016)(X)

Dinding Bronkus Kanan = Y : 0,946 + (-0.015)(X)

Variabel Y pada persamaan tersebut menunjukkan ketebalan dinding bronkus

(mm), sedangkan variabel X merepresentasikan kadar perasan buah apel (%).

Penelitian yang dilakukan juga menunjukkan adanya hubungan yang kuat

antara dosis pemberian perasan buah apel dan ketebalan dinding bronkus kiri dan

kanan. Hubungan yang ditunjukkan melalui nilai koefisien pada uji regresi linier

sebelumnya (0,016 dan 0,015), menjelaskan bahwa hubungan tersebut memiliki

arah (-) atau berkebalikan, yang artinya semakin tinggi dosis pemberian buah apel

hingga dosis maksimalnya, semakin besar penurunan ukuran ketebalan dinding

bronkus kiri dan kanan pada tikus yang diinduksi ovalbumin.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini.

Faktor yang dapat berpengaruh dalam penelitian ini namun tidak diteliti terbagi

menjadi faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen meliputi faktor genetik dan

stres yang dialami tikus selama proses penelitian berlangsung. Faktor genetik

yang dapat berpengaruh mulai dari ukuran ketebalan normal pada dinding bronkus

setiap hewan coba dan juga kecenderungan genetik untuk reaksi hipersensitivitas,

51
atau yang disebut sebagai atopi. Individu atopik memiliki kecenderungan bawaan

untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap alergen spesifik dan respon terhadap

alergen terjadi secara berlebihan (Ningrum, Suprihati & Santosa, 2016). Stress

yang dialami tikus dapat menyebabkan peningkatan efek supresif pada eosinofil

dan sitokin pro-inflamasi lainnya (Chang, 2010). Secara umum stres akan

meningkatkan hormon kortisol dan norepineprin sehingga berefek terhadap respon

imun yang didominasi peranan sel TH2, yang berperan dalam patogenesis (Lufita,

2015). Faktor endogen ini tidak dapat dilakukan intervensi untuk diminimalisir.

Faktor eksogen berupa kondisi lingkungan tikus sebelum menjadi hewan

coba dalam penelitian. Faktor eksogen ini diminimalisir oleh peneliti dengan

memakai tikus dari lingkungan yang sama dari peternak tikus yang sama,

mengontrol makanan dan minuman serta menempatkan seluruh tikus coba pada

kondisi lingkungan yang sama (cahaya, suhu, kelembaban, dll). Adapun

keterbatasan lainnya yaitu tidak tersedianya alat pengukur suhu ruangan/

thermometer yang menyebabkan kesulitan dalam memantau suhu ruangan agar

tetap pada suhu 20o - 28oC. Suhu ruangan kurang dari 20oC dapat mempercepat

metabolisme pada tikus, sedangkan suhu ruangan diatas 28oC mengganggu

termoregulasi pada tikus (Koolhas, 2010).

Pada penelitian ini digunakan perasan buah apel yang harapannya dapat

memberikan efek untuk menurunkan ketebalan dinding bronkus pada tikus jantan

putih galur wistar, karena menurut Cempaka, Santoso, & Tanuwijaya (2014),

52
bentuk pengolahan buah apel (Malus sylvestris) yang memiliki kadar quercetin

tertinggi adalah dalam bentuk perasan atau jus. Sementara, pada penelitian yang

dilakukan oleh Utami (2010) tentang “Perbedaan Daya Hambat Extrak dan

Perasan Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L) Terhadap Pertumbuhan Candida

Albicans”, efek yang diberikan quercetin sebagai flavonoid antialergi akan lebih

berefek jika menggunakan ekstrak. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa

ekstrak yang dikuatkan sehingga efek yang timbul akan lebih optimal. Tetapi

belum ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil pengukuran kadar

quercetin dalam ekstrak buah apel (Malus sylvestris), dan kemudahan dalam

pengaplikasian dan pembuatan perasan buah apel dibanding pembuatan ekstrak

buah apel menjadi salah satu pertimbangan peneliti untuk memilih bentuk perasan

daripada ekstrak. Keterbatasan penelitian ini adalah terdapat tikus yang drop out

sebanyak dua ekor tikus pada saat proses pemaparan ovalbumin dengan jalan

inhalasi, hal ini dapat terjadi dikarenakan ketidak mampuan tikus dalam

beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Akan tetapi ditemukannya tikus yang

drop out tidak mempengaruhi hasil statistik yang dilakukan karena batas sampel

tiap kelompok yang telah ditentukan yaitu 3 sampel sedangkan 2 sampel lainnya

sebagai cadangan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu pemberian

perasan buah Apel Malang (Malus sylvestris) berpengaruh terhadap penebalan

dinding bronkus pada tikus yang di induksi ovalbumin.

53
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan pada

penelitian ini adalah:

1. Perasan buah apel (Malus sylvestris) berpengaruh terhadap penurunan

ketebalan dinding bronkus primer kiri dan kanan pada tikus jantan putih (Rattus

norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

2. Dosis pemberian perasan buah apel (Malus sylvestris) yang berpengaruh untuk

mengatasi reaksi alergi yang ditunjukkan dari penurunan ketebalan dinding

bronkus primer kiri dan kanan tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar) yang

diinduksi ovalbumin yaitu 3 ml dengan kadar 15%, 20%, dan 25% dengan kadar

terbaik pada kadar perasan Apel Malang yaitu 25%

3. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara pemberian perasan buah apel

(Malus sylvestris) terhadap pengurangan ketebalan dinding bronkus primer kiri

dan kanan tikus jantan putih (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi

ovalbumin.

4. Perasan buah apel (Malus sylvestris) berpengaruh masing masing sebesar

85,6% dan 81,7% menurunkan ketebalan dinding bronkus primer kiri dan kanan

tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

54
7.2 Saran

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran yang

dipergunakan dalam mengadakan perbaikan di masa yang akan datang, yaitu

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh pemberian perasan

buah apel (Malus sylvestris) terhadap respon alergi tikus dengan parameter lain,

misalnya pada trakea, bronkus sekunder dan tersier, atau mediator kimia seperti

histamin, prostaglandin, dan leukotrien.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan ekstrak buah apel

(Malus sylvestris) untuk mengetahui adanya pengaruh terhadap penurunan

ketebalan dinding bronkus pada tikus jantan putih yang diinduksi ovalbumin.

55
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S, 2017, Celluler and Moleculer Immunology. 9th
Ed., Canada: W.B, Saunders Company

Adhi, Galih Y. C., 2015, Pengaruh Sari Buah Apel (Malus sylvestris) Yang
Mengandung Quercetin Terhadap Fungsi Memori Jangka Pendek Tikus
Putih (Rattus norvegicus strain wistar) Yang Diinduksi Diet Tinggi Lemak,
Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

Anggara R, 2009, Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir)


terhadap Efek Sedasi pada Mencit Balb/c, Laporan Akhir Penelitian Karya
Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Bharatawijaya K.G, Rengganis Iris, 2009, Imunologi Dasar, Jakarta: Balai


penerbit, FKUI

Cempaka A.R, Santoso Sanarto, Tanuwijaya L.K, 2014, Pengaruh metode


pengolahan (juicing dan blending) terhadap kandungan quercetin berbagai
varietas apel lokal dan impor (Malus domestica), Indonesian Journal of
Human Nutrition,1, pp.14 – 22.

Chirumbolo S, 2010, The Role of Quercetin, Flavonols and Flavones in


Modulating Inflammatory, Department of Pathology and Diagnostics,
University of Verona, Italy, Inflammation & Allergy - Drug Targets, 9, pp.
263-285

Gerhauser C, 2008, Cancer Chemopreventive Potential of Apples,Apple Juice, and


Apple Components, Planta Med, 74, pp.1608–1624

Guyton & Hall, J.E, 2014, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Indonesia : Saunders,
Elvesier Inc

Hapsari M.D.Y, Estiasih T, 2015, Variasi Proses dan Grade Buah Apel Pada
Pengolahan Sari Apel, Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3, pp.939-949

Harborne J.B, 1987, Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.

Iriyanti N., Rustomo B., Rimbawanto E, 2009, Isolasi dan Identifasi Mikroba
Rumen Penghasil Antihistamin “Histamine Methyl Transferase“,
Purwokerto, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman.

56
Jensen E.N., Buch-Andersen T., Ravn-Haren G. and Dragsted L, 2009, Mini-
Review: The Effects of Apples on Plasma Cholesterol Levels and
Cardiovascular Risk-A Review of the Evidence, Journal of Horticultural
Science &Biotechnology, 84, pp.34-41.

Kumar R, Herbert C, Foster P, 2008, The “Classical” Ovalbumin Challenge


Model of Asthma in Mice, Curr Drug Targets, 9, pp.485-94

Leasa B.N, 2010, Pemberian Ovalbumin Sebagai Penyebab Alergi pada Marmot,
Bogor: Institut Pertanian Bogor

Levinson W, 2014, Hypersensitivity (Allergy) In: Review of Medical


Microbiology and Immunology, San Francisco: McGraw-Hill Education,
1, pp. 1195-202.

Mandhane SN, Shah JH, Thennati R, 2011, Allergic rhinitis: An update on


disease, present treatments and future prospects, Int Immunopharmacol,
11, pp. 1646-62.

Matsushima, Miyoko, dkk, 2009, Heme oxygenase-1 mediates the anti-allergic


actions of quercetin in rdent mast cells, Switzerland: Birkha¨user Verlag,
58, pp. 705–715

Ningrum T.S, Suprihati, Santosa Y.I, 2016, Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit
(curcuma longa) Terhadap Jumlah Eosinofil di Jaringan Paru pada
Penyakit Alergi : Studi Eksperimental Pada Mencit balb/c yang diinduksi
ovalbumin.

Owen J.A, Punt Jenni, Jones P.P, 2013, Kuby: Immunology, North American: W.
H. Freeman and Company

Pawankar R, Canonica GW, Holgate ST, Lockey RF. 2011. Introduction and
Executive Summary: Establishing the need to treat Allergic Diseases as a
Global Public Health issue. In: WAO White Book on Allergy.

Rupa P., Schnarr L., Mine Y., 2015, Effect of heat denaturation of egg white
proteins ovalbumin and ovomucoid on CD4+ T cell cytokine production
and human mast cell histamine production, Department of Food Science,
University of Guelph, Guelph, Ontario N1G2W1, Canada, 18, pp. 28-34

Sherwood L, 2014, Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, Jakarta: EGC.

Simamora A, 2009, Flavonoid dalam Apel dan Aktivitas Antioksidannya, Jurnal


Kedokteran Meditek, 15(40).

57
Siregar S, 2010, Imunitas Humoral. In: Akib, Arwin AP., et al. (ed.) : Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak Dalam Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.

Smith AJ, Oertle J, Warren D, et al., 2016, Quercetin: A Promising Flavonoid with
a Dynamic Ability to Treat Various Diseases, Infections, and Cancers,
Journal of Cancer Therapy, 2016, 7, 83-95, Scientific Research Publishing
Inc.

Sugiyatno A., Agisimanto D, 2013, Analisis Keragaman Plasmanutfah Apel


(Malus pumila Mill) dengan Primer Inter-Simple Sequence Repeat
Polymerase Chain Reaction, Batu: Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan
Buah Subtropika (BALITJESTRO).

Thohiroh A., Zulkarnain I., 2015, Penelitian Retrospektif: Pengobatan Oral pada
Pasien Dermatitis Atopik Anak, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo Surabaya, 27, pp. 192

USDA, 2007, USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods
Release 2.1. 2007.

Utami, Wahyudi D., 2010, Perbedaan Daya Hambat Extrak dan Perasan Rimpang
Lengkuas (Alpinia galangal L) Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, Jawa Timur.

Uthari LP, 2015, Hubungan Metode Persalinan Dengan Angka Kejadian Alergi
Pada Bayi, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Widjaja MC, 2008, Mencegah & Mengatasi Alergi & Asma pada Balita, Jakarta:
Kawan Pustaka.

Widyaningtyas Rr T, Widodo YLA, Sunnah I, 2014, Efek Perasan Buah Apel


(Malus Domestica) Varietas Red Delicious Sebagai Anti Alergi Terhadap
Respon Anafilaksis Pada Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi
Ovalbumin, STIKES

58
Lampiran 1. Pengolahan Data dan Analisis Data

A. Bronkus Kiri

59
60
B. Bronkus Kanan

61
62
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Proses Penimbangan Berat Badan Keadaan Kandang dan Adaptasi

Proses Pembuatan Pakan Proses Pembuatan Ovalbumin

64
Proses Sensitasi Ovalbumin Intraperitoneal dan Paparan Ulang Melalui Inhalasi

Proses Terminasi

65
Lampiran 3. Surat Keterangan Terminasi Tanaman Apel Malang (Malus sylvestris)

66
Lampiran 4. Keterangan Laik Etik

67
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian

68
Lampiran 6. Kartu Konsultasi

69
Lampiran 7. Surat Keterangan Hasil Deteksi Plagiasi

70

Anda mungkin juga menyukai