Anda di halaman 1dari 22

“Makalah Postur Dan Movement”

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ergonomi

Semester II

Disusun oleh :

1. Sari Bunga (20180301090) - K

2. Shirley Dwi Putri (20180301091)

3. Zessy Octa Naufalia (20180301092)

4. Betania R. Perbawanto (20180301093)

5. Noerkhalisha Z.F (20180301118)

6. Dewi Purnomowati (20180301119)

Universitas Esa Unggul


Fakultas Kesehatan Masyarakat

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu
dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman. Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan
performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan
sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk
diperhatikan karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan
pekerja. Bila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja
akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja
menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada
akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas.
Dengan demikian, terlihatlah bahwa postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan
keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk
meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat
postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik
dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja
dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang baik kita
harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang keilmuan
ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan mengevaluasi
postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja usulan yang
lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk diperhatikan karena
langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan postur kerja yang salah
serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan operator akan
mengalami beberapa gangguan-gangguan otot (Musculoskeletal) dan gangguan-
gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan jalannya proses produksi tidak
optimal.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Ergonomi.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Postur Tubuh.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Movement.
1.3 Manfaat
1. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk para pembaca
2. Menambah wawasan mahasiswa tentang postur tubuh dan movement.
3. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
2.1.1 Ergonomi
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat
sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama
yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek
kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada
perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja.
Pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana
faktor ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut. Kenyataannya,
kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan yang secara
administratif telah lulus (comply) audit sistem manajemen K3. Ada ungkapan
bahwa “without ergonomics, safety management is not enough”. Keluhan yang
berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability) berupa
kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-
olah luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya.
Padahal data menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini
(overexertion) menempati rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan
dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja yang lain.

2.1.2 Postur Kerja


Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan
oleh ukuran tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan
pada saat bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam
keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama.
Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi oleh luas dasar penyangga atau lantai
dan tinggi dari titik gaya berat. (Grieve and Pheasant, 1982).
Untuk mempertahankan postur tubuh tertentu, seseorang harus melakukan
usaha melawan gaya yang berasal dari luar tubuh yaitu dengan
mengkontraksikan otot. Gaya tersebut berupa gaya gravitasi bumi dan gaya
dari obyek yang diangkat. Untuk mencapai keadaan yang seimbang, dalam hal
ini akan terjadi interaksi antara gaya beban dan gaya yang berasal dari otot.
Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut
dengan postural stress.
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari
suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik
dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator
tersebut akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak
ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan. Apabila operator
mudah mengalami kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator
tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan (Susihono, 2012).

2.1.3 Pergerakkan kerja


Pergerakan kerja adalah aktivitas yang menyebabkan perubahan posisi
bagian tubuh tertentu atau tubuh secara keseluruhan dalam penyelesaian
pekerjaan seperti menarik, mendorong atau mengangkat benda kerja dan
sebagainya (Dul, J. dan Weedmeester, 1991).

2.2 Hubungan Postur dan Pergerakkan


2.2.1 Postur dan Pergerakan Alamiah / Normal saat Kerja
Sikap kerja alamiah/postur normal yaitu sikap/postur dalam proses kerja
yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan
tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan
keluhan Musculoskeletal Disorders dan sistem tubuh yang lain.
Menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Baird dan Bridger (1995), postur
normal pada saat bekerja, yaitu:
a. Pada tangan dan pergelangan tangan
Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah
berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring
ataupun mengalami fleksi/ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak
ada tekanan pada pergelangan tangan (Baird, 1995).
b. Pada leher
Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri
atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak
terjadi penekanan pada discus tulang cervical. (Bridger, 1995).
c. Pada bahu
Sikap/posisi normal pada bahu dalah tidak dalam keadaan mengangkat
dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam
keadaan lurus dan proporsional.
d. Pada punggung
Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah
kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri
atau ke kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°.
(Baird, 1995).

2.2.2 Postur dan Pergerakan Tidak Alamiah / Janggal saat Kerja


Sedangkan, menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Humantech (1995),
sikap kerja tidak alamiah atau postur janggal adalah deviasi atau pergeseran
dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat
melakukan aktifitas dari postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam
waktu yang relatif lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor
risiko untuk terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada sistem
muskuloskeletal. Berikut ini adalah postur janggal pada saat bekerja yaitu:
a. Pada tangan /pergelangan tangan
- Jari menjepit adalah posisi jari ketika menjepit objek dengan beban >
0,9 kg.
- Jari menggenggam adalah posisi jari ketika menggenggan objek
dengan beban > 4,5 kg.
- Jari menekan adalah penggunaan tekanan satu jari atau lebih
terhadap permukaan suatu objek. Postur janggal ini dipertahankan
dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang
sebanyak ≥ 30 kali per menit.
- Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari.
Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
- Deviasi ulnar adalah postur tangan yang miring ke arah jari
kelingking. Postur janggal ini diperhatikan dalam waktu ≥ 10 detik,
dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
- Fleksi pergelangan tangan ≥ 45° adalah posisi pergelangan tangan
yang menekuk ke arah telapak tangan, diukur dari sudut yang
dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesaar ≥ 45°.
Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
- Ekstensi pergelangan tangan ≥ 45° adalah posisi pergelangan
tangan yang menekuk ke arah punggung tangan, diukur dari sudut
yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar ≥ 45°.
Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

b. Pada siku
- Rotasi lengan, adalah gerakan yang terjadi pada persendian lengan
dan siku. Durasi untuk posisi janggal pada siku belum ada
standarnya
- Ekstensi penuh, adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu
lengan atas dan sumbu lengan bawah ≥ 135°. Durasi untuk posisi
janggal pada siku belum ada standarnya. Frekuensi posisi janggal
tersebut dilakukan secara berulang ≥ 2 kali per menit.

c. Pada bahu
Bahu merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang
otot. Karena itu postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan juga
dapat mempengaruhi keadaan bahu dikarenakan bahu merupakan tempat
penopang otot-otot tangan. Bentuk postur janggal pada bahu ditandai
dengan gerakan bahu yang mendekati ujung telinga bawah, baik yang kiri
maupun yang kanan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10
detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.

d. Pada leher
- Menunduk, yaitu ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh
garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher ≥ 20°. Postur janggal
ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara
berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
- Rotasi, yaitu setiap gerakan dari leher yang memutar baik ke kanan
maupun ke kiri tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan.
Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
- Miring, yaitu setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan
maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh
garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara
berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
- Menengadah, yaitu setiap postur dari leher yang mendongak ke atas,
tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal
dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara
berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

e. Pada punggung (Humantech, 1995)


- Membungkuk, adalah posisi badan ke arah depan sehingga antara
sumbu badan bagian atas akan membentuk sudut ≥ 20° dengan garis
vertikal. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik dan
dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.
- Miring, adalah penyimpangan tubuh dari garis vertikal, tanpa
memperhitungka besarnya sudut yang dibentuk. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2
kali per menit.
- Rotasi badan, adalah setiap gerakan dari badan yang memutar, baik
ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang
dilakukan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik,
dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.

2.3 Pengaruh Postur Kerja terhadap Ergonomi


Postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan keilmuan ergonomi dimana pada
keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan
mental melalui upaya pencegahan cedera akibat postur kerja yang salah dan penyakit
akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik dan mental, oleh karena itu perlu
dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja dikatakan efektif dan efisien, tentu saja
untuk mendapatkan postur kerja yang baik kita harus melakukan penelitian-penelitian
serta memiliki pengetahuan dibidang keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar
kita dapat menganalisis dan mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian
mampu memberikan postur kerja usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja
sangatlah penting untuk diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi
itu sendiri, dengan postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang
lama dapat mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan
otot (Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat
mengakibatkan jalannya proses produksi tidak optimal (Andrian, 2013).

2.4 Pengaruh Postur Kerja terhadap Musculoskeletal

Musculoskeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yng disebabkan oleh
kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan
musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal
disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.


Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil
studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka
(skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan
otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami
oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP). Laporan dari The
Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang
dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20% biaya kompensasi
yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan/sakit pinggang. Besarnya biaya
kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum diketahui.
Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa
biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dolar
setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya
kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya. Sementara itu National Safety
Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi
adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan
akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang
panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot
hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi
otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi
yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi
penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat


menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, diantaranya yaitu:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion), pada umunya sering
dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan
tenaga yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong, menarik dan
menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi
karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum
otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot
skeletal.
2. Aktifitas berulang, yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamih, misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan
sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja
tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat
kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
pekerja.
4. Faktor penyebab sekunder, yaitu:
a. Tekanan, terjadi langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri
otot yang menetap.

b. Getaran, dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot


bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri otot.
c. Mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja menjadi
lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekutan
otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu
lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan
sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh
tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini
tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan
terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya,
peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun,
proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan
asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
5. Penyebab kombinasi, yaitu:
a. Umur, keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu
25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35
tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah
baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga
resiko terjadinya keluhan otot meningkat.
b. Jenis kelamin, secara fisiologis kemampuan otot wanita memang
lebih rendah dari pada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar
dua pertiga dari kekuatan otot pria. Khususnya untuk otot lengan,
punggung dan kaki.
c. Kebiasaan merokok yang lama dan tingginya frekuensi merokok
menyebabkan tingginya keluhan otot yang dirasakan. Hubungan
yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot.
d. Kesegaran jasmani. Bagi yang dalam kesehariannya melakukan
pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di
sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat,
hampir dapat dipastikan akan terjadinya keluhan otot. Tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya
keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya aktifitas fisik.
e. Kekuatan fisik. Adanya peningkatan keluhan punggung yang
tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut
kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Namun untuk
pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga,
maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko
keluhan otot skeletal.
f. Ukuran tubuh (antropometri). Vessy et al menyatakan bahwa
wanita yang gemuk mempunyai risiko terjadinya keluhan (pada
bagian otot kaki) dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Apabila
dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh
lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi
untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal.
Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor
subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ergonomik
yang dapat digunakan yaitu Checklist, Model Biomekanik, Tabel Psikofisik, Model Fisik,
pengukuran dengan Videotape, Pengamatan melalui Monitor, Metode Analitik, Nordic
Body Map (NBM).

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration


(OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui
dua cara, yaitu:
1. Rekayasa Teknik
a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.
b. Substitusi, yaitu mengganti alat lama dengan alat baru yang aman,
menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko
sakit.

2. Rekayasa Manajemen
a. Pendidikan dan pelatihan.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang.
c. Pengawasan yang intensif.

2.5 Metode Analisa Postur dan Pergerakan Kerja


2.5.1 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
(Nina, 2013) menyatakan bahwa Metode Rapid Upper Limb Assessment
(RULA) merupakan suatu metode yang memaparkan analisis postur kerja
bagian tubuh atas pekerja. Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney merupakan
ergonom dari Universitas di Nottingham (University of Nottinghann’s Institute Of
Occuptional Ergonomic). Metode ini digunakan untuk mengambil nilai postur
kerja dengan cara mangambil sampel postur dari satu siklus kerja yang
dianggap mempunyai resiko berbahaya bagi kesehatan pekerja. Lalu, diadakan
penilaian/scoring. Setelah didapat hasil dari penilaian tersebut, kita dapat
mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai dengan prinsip ergonomi atau
belum. Jika belum, maka perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan
Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga tabel penilaian
(tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi postur kerja yang
berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan didapatkan
nilai batasan maksimum dan berbagai postur pekerja, nilai batasan tersebut
berkisar antara nilai 1-7. Adapun tujuan dari metode RULA, yakni:
1. Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.
2. Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan
dengan postur tubuh saat kerja.
3. Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi
yang luas.
4. Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan
sebagai berikut:
5. Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah dan
pergelangan tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki).
6. Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor.
7. Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.
Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis atau The
Rula Scoring Sheet dapat dilihat pada tabel berikut:
2.5.2 REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan salah satu


metode yang bisa digunakan dalam analisa postur kerja. Rapid Entire Body
Assessment (REBA) dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc
Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University
of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire Body
Assessment (REBA) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang
ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau
postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Selain itu, metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Salah satu hal yang membedakan
metode REBA dengan metode analisa lainnya adalah dalam metode ini yang
menjadi fokus analisis adalah seluruh bagian tubuh pekerja.

Melalui fokus terhadap keseluruhan postur tubuh ini, diharapkan bisa


mengurangi potensi terjadinya musculoskeletal disorders pada tubuh perkerja.
Dalam metode REBA ini, analisis terhadap keseluruhan postur tubuh pekerja
dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama atau group A terdiri dari
bagian neck, trunk, dan legs. Sedangkan, bagian kedua atau group B terdiri dari
upper arms, lower arms, dan wrist. Penilaian postur dan pergerakan kerja
menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut:

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau


foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan
dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya
peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil
rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan
serta analisis selanjutnya.

Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja
dilakukan perhitungan nilai. Perhitungan nilai melalui metode REBA ini dimulai
dengan menganalisis posisi neck, trunk, dan legs dengan memberikan score
pada masing-masing komponen.

Kemudian, ketiga komponen tersebut dikombinasikan ke dalam sebuah


tabel untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian pertama atau score A dan
ditambah dengan score untuk force atau load. Selanjutnya, dilakukan scoring
pada bagian upper arm, lower arm, dan wrist. Kemudian, ketiga komponen
tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian kedua atau
score B dan ditambah dengan coupling score. Setelah diperoleh grand score A
dan grand score B, kedua nilai tersebut dikombinasikan ke dalam tabel C,
melalui tabel kombinasi akhir ini kemudian ditambahkan dengan activity score
akan didapat nilai akhir yang akan menggambarkan hasil analisis postur kerja.

Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap aksi yang akan
memberikan panduan untuk resiko dari tiap level dan aksi yang dibutuhkan.
Perhitungan analisis postur ini dilakukan untuk kedua sisi tubuh, kiri dan kanan.

Menurut (Nur, 2009) yang dikutip dari Mc Atamney (2000), penilaian


menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama dalam melengkapi
dan melakukan scoring general pada daftar aktifitas yang mengindikasikan
perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan oleh postur kerja operator.
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktifitas dan faktor
coupling yang menimbulkan cidera akibat aktifitas yang berulang-ulang.

Penilaian postur kerja dengan metode ini, dengan cara memberikan skor
resiko antar satu sampai lima belas dimana skor tertinggi menandakan level
yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam
bekerja. Hal ini berati bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang teliti
bebas dari ergonomic hazard REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur
kerja yang beresiko dan melakukan segera mungkin. (Thyadia, 2012)
menyatakan bahwa ergonomic hazard adalah gangguan kesehatan pada
pekerja akibat ketidaksesusaian pekerjaan dengan pekerja.
2.5.3 OWAS (Ovako Working Postural Analysis system)
Owas adalah metode penilaian dan evaluasi dari postur tubuh
selama bekerja. Metode ini berlandaskan atas klasifikasi
sederhana dan sistematik atas postur tubuh dikombinasikan
dengan observasi atas pekerjaan yang dilakukan. Metode OWAS
ini dapat diaplikasikan antara lain di area :
a. Pengembangan lingkungan kerja atau metode kerja untuk
mengurangi beban pada muskoloskeletal dan membuatnya
lebih aman serta produktif.
b. Untuk merencanakan tempat kerja baru maupun metode
kerja yang baru
c. Di dalam melakukan survey ergonomi
d. Didalam melakukan survey kesehatan kerja
e. Di dalam peneklitian dan pengembangan

Fokus yang dinilai adalah postur tubuh, pergerakan saat bekerja, frekuensi
dari struktur kegiatan kerja, posisi kegiatan kerja di dalam sebuah proses
kerja, kebutuhan intervensi pada disain pekerjaan dan lingkungan kerja,
distribusi pergerakan tubuh, beban dan tenaga yang dibutuhkan saat
bekerja.

2.5.4 QEC (Quick Exposure Checklist)


Metode QEC dikembangkan dengan tujuan melakukan penilaian kepada para
pekerja yang terpajan faktor resiko muskoloskeletal terkait dengan pekerjaan
mereka. Pengembangan metode ini pertama kali dilaukan oleh Li dan Buckle,
1999. QEC adalah sebuah metode yang didesain oleh dan untuk para praktisi.
Metode ini akan menilai pajanan dan perubahan pada pajanan yang terdapat
pada faktor resiko atas muskoloskeletas disorder. Dengan menggunakan
penilaian dengan metode ini intervensi terhadap lingkungan kerja dapat
dilakukan secara efektif, tanpa menunggu adanya laporan atas kejadian
muskoloskeletal disorder pada pekerja.
Keuntungan meggunakan metode ini antara lain :
a. Peralatan penilaian yang mudah dan telah teruji validitasnya
b. Telah menunjukan hasil yang baik untuk melihat kegunaan bagi masa
depan
c. Memberikan pertolongan bagi organisasi dalam melakukan penyesuaian
ergonomi
d. Metode ini sejalan dan sesuai dengan metode penilaian K3
e. Melibatka praktisi dan pekerja di dalam prosesnya, memudahkan
pemahaman atas tindak lanjut proses pekerjaan.

2.6 Program Pengendalian Kelelahan pada Pekerja

Program pengendalian kelelahan pada pekerja adalah suatu program yang dibuat
berdasarkan analisa terhadap kelelahan pada pekerja yang mana bertujuan untuk
membuat suatu program kerja yang baru yang lebih baik agar tingkat kelelahan yang
dialami pekerja lebih kecil (Tarwaka, 2010).

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kelelahan pada pekerja antara lain
adalah:

1. Melakukan perbaikan terhadap postur kerja operator yang salah atau kurang
ergonomis.
2. Melakukan perbaikan pada stasiun kerja si operator, seperti jarak, dan letak
bahan-bahan yang akan dipergunakan operator.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai


sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang
ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).
2. Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan oleh ukuran
tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja. Pada
saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat
bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi oleh
luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat.
3. Pergerakan kerja adalah aktivitas yang menyebabkan perubahan posisi bagian tubuh
tertentu atau tubuh secara keseluruhan dalam penyelesaian pekerjaan seperti
menarik, mendorong atau mengangkat benda kerja dan sebagainya
4. Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam
keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Barnes, Ralph M.1980. Motion and Time Study Design and Measurement of Work. 9th
edition. John Willey & Sons: New York

Bridger, R.S.1995. Introduction to Ergonomic; Mc. Grawhill Company: New York, AS

Galer, I.A.R. 1989. Applied Ergonomic Handbook. Butterworths Co.,

Mc. Cormic, E.J.1971.Human Factor in Engineering; Mc. Grawhill Company: New York, AS

Pulat, B.M.1991.Industrial Ergonomic Case Studies. Mc. Grawhill Company: New York, AS

Sutalaksana, dkk.1979.Teknik Tata Cara Kerja. ITB: Bandung

Andrian, Deni. 2013. Pengukuran Tingkat Resiko Ergonomi Secara Biomekanika Pada
Pekerja Pengangkutan Semen (Studi Kasus: PT. Semen Baturaja). Laporan Kerja Praktek
Fakultas Teknik Universitas Binadarma, Palembang.
Susihono, Wahyu. 2012. Perbaikan Postur Kerja Untuk Mengurangi Keluhan
Musculoskeletal Dengan Pendekatan Metode OWAS (Studi Kasus Di UD. Rizki Ragil Jaya -
Kota Cilegon). Spektrum Industri Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Serang.
Tarwaka, PGDip.sc. 2010. Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Harapan Press, Solo.

Aminah.2013. ”Analisis Postur Kerja”. Web.


http://analisisperancangankerjadanergonomi.blogspot.co.id/2013/12/analisis-postur-
kerja.html diakses tanggal 13 Agustus 2016
https://www.kajianpustaka.com/2014/06/postur-kerja-ergonomi-musculoskeletal.html
http://www.artikelsiana.com/2017/09/pengertian-ergonomi-tujuan-prinsip.html

Anda mungkin juga menyukai