Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Congenital muscular torticollis (CMT)

Tortikolis (wryneck) merupakan suatu kondisi di mana kepala berada pada

posisi miring dengan posisi dagu menunjuk ke arah salah satu bahu atau kepala

miring ke arah bahu yang berlawanan (rotasi leher). Congenital muscular

torticollis (CMT) adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otot-otot leher yang

menyebabkan kepala turn and tilt ke satu sisi dan dagu mengarah ke sisi yang

berlawanan. CMT bersifat kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini terjadi

akibat adanya pemendekan dan fibrosis dari salah satu otot sternokleidomastoid.

CMT dapat disertai dengan deformasi kranial, displasia perkembangan panggul,

cedera pleksus brakialis dan anomali kaki atau ekstremitas bawah.2, 3, 4, 5

2.2 Epidemiologi Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Insiden CMT sangat jarang dengan insiden yang dilaporkan bervariasi dari

0,3% hingga 2% dengan insiden keseluruhan dapat setinggi 1 dari 250 kelahiran

hidup. Cheng dalam sebuah tinjauan dengan 624 kasus tortikolis infantil

melaporkan bahwa CMT lebihs sering ditemukan pada laki-laki dengan

perbandingan 3: 2. Selain itu, CMT lebih sering terkena pada sisi sebelah. CMT

juga lebih sering ditemukan pada bayi yang terpapar opioid saat dikandungan.

CMT merupakan kelainan muskular kongenital terbanyak ketiga yang sering

terjadi setelah dislokasi panggul dan clubfoot. 2, 4, 5, 6

3
2.3 Penyebab Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Penyebab tersering terjadinya CMT adalah gangguan pada otot

sternokleidomastoid. Pada anak, penyebab terjadinya tortikolosis secara umum

dibagi menjadi tipe oseus, non-oseus dan neurogenik.3

a. Tipe osseus disebabkan oleh disfungsi osipitoservikal, disfungsi vertebra

servikal (sindrom Klippel-Feil), dan hemivertebra. Pada sindrom Klippel-

Feil terdapat fusi dan berkurangnya jumlah vertebra servikal C1-C2 yang

menyebabkan leher menjadi pendek, garis rambut rendah, dan

terbatasnya gerakan leher. Selain itu, dapat terjadi skoliosis kongenital,

dan dapat dihubungkan dengan kelainan kongenital lainnya.3

b. Tipe nonosseus merupakan tortikolis muskular kongenital. 3

c. Tipe neurogenik disebabkan oleh tumor susunan saraf pusat, sindrom

Sandifer (kondisi yang menyebabkan refluks gastrointestinal),

malformasi Arnold Chiari, tortilokis okular, dan tortikolis paroksismal.

Pada malformasi Arnold Chiari, tonjolan medula oblongata dan

serebelum menjulur lewat foramen magnum dan memasuki kanalis

spinalis servikal, kadang-kadang disertai spina bifida. Fiksasi medula

spinalis bagian bawah atau radiks sarafnya yang terjadi selama kehidupan

in utero telah menimbulkan tarikan pada medula spinalis bagian atas dan

batang otak sehingga medula oblongata dan serebelum mengalami

herniasi lewat foramen magnum. Malformasi ini biasanya disertai

hidrosefalus yang berhubungan dengan obstruksi sisterna basalis.

Keluhan dan gejala malformasi Arnold-Chiari ini biasanya tampak pada

4
minggu-minggu pertama kehidupan dan berhubungan dengan

hidrosefalus serta efek pertumbuhan saraf lainnya. Kompresi pada batang

otak dan teregangnya saraf kranialis serta servikal dapat menyebabkan

tortikolis.3

2.4 Patofisiologi Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Patofisiologi dan penyebab pemendekan pada salah satu otot

sternokleidomastoid pada CMT masih belum jelas diketahui. Teori utama

penyebab pemendekan otot sternokleidomastoid adalah adanya trauma in utero,

trauma otot selama proses persalinan, kompresi jaringan lunak yang menyebabkan

sindrom kompartemen, dan abnormalitas kongenital pada jaringan lunak dalam

otot sternokleidomastoid. Selain itu, CMT juga diduga terjadi akibat fetus in utero

dengan posisi sungsang. Tarikan pada persalinan sungsang dapat menyebabkan

terjadinya trauma otot sternokleidomastoid yang teregang saat melahirkan kepala,

sehingga otot ini tidak tumbuh pada satu sisi/hipertrofi pada sisi sebelah, atau

dapat terjadi robekan pada otot leher akibat tarikan pada proses persalinan

sehingga terbentuk fibrosis.2, 3

2.5 Manifestasi Klinis Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Dasar tengkorak dan tempurung kepala dapat berubah bentuk karena terus

menahan beban unilateral sehingga kepala berbentuk jajar genjang jika dilihat dari

vertex. Jika CMT tidak diobati dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan

kraniofasial pada orang dewasa. Anak-anak dengan CMT dapat dibagi menjadi

5
tiga subkelompok klinis. Kelompok 1 adalah kelompok tumor otot

sternokleidomastoid, yang terdiri dari tortikolis dengan pseudotumor yang teraba

atau pembengkakan di dalam otot SCM (sternokleidomastoideus). Massa

digambarkan keras dan mobile didalam otot SCM yang teraba saat lahir. Massa ini

biasanya terletak di bagian tengah hingga bawah dari bagian sternum otot SCM.

Pseudotumor biasanya membesar dan kemudian perlahan-lahan mengecil dalam

5-21 bulan. Presentasi ini adalah yang paling umum dan berkontribusi pada 28,2-

47,2% kasus CMT yang didiagnosis pada bayi. Kelompok 2, yang dikenal sebagai

muscular torticollis, terdiri dari tortikolis dengan otot SCM yang tertarik kencang,

tetapi tidak ada tumor yang teraba. Kelompok terakhir, kelompok 3 (juga dikenal

sebagai POST), adalah tortikolis postural tanpa massa atau otot SCM yang tertarik

kencang. Dalam sistem klasifikasi alternatif, pseudotumor bayi dan CMT

digambarkan sebagai diagnosis terpisah.

6
Meskipun kontraktur otot SCM adalah penyebab paling umum dari

tortikolis pada anak-anak, penyebab bawaan dan perkembangan lainnya harus

dikesampingkan. Penyebab lain tortikolis pada anak-anak telah diklasifikasikan

menjadi osseous (disfungsi oksipitoserviks, disfungsi vertebra servikal),

nonosseous (sindrom Sandifer) dan neurogenik (tumor sistem saraf pusat,

torticolis okular).2

Gambar 2.1 Foto klinis pra operasi menunjukkan anak dengan tortikolis berotot
bawaan yang memengaruhi otot sternokleidomastoid kanan2

2.6 Diagnosis Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Diagnosis tortikolis biasanya ditegakkan oleh dokter ahli anak pada usia 2-

3 bulan ketika terdapat pseudotumor pada otot sternokleidomastoid, posisi kepala

yang abnormal, keterbatasan gerakan pada servikal, atau plagiocephaly. Rerata

usia untuk menegakkan diagnosis tortikolis yang dilaporkan ialah 24 hari

pertama,1 bulan, dan 4 bulan. Pada pemeriksaan radiologik foto polos kepala

terdapat abnormalitas tulang servikal. Tortikolis muskular kongenital bukan

merupakan satu-satunya penyebab terjadinya tortikolis. Pada 1 dari 5 anak dengan

tortikolis muskular kongenital, penyebabnya ialah keterlibatan jaringan lunak atau

7
tulang. Diagnosis banding tortikolis muskular kongenital ialah tortikolis didapat,

sindrom Klippel-Feil, dan atlanto aksial rotator subluksasi.

Pada tortikolis didapat terjadi kekakuan dan nyeri pada satu atau lebih otot

seperti otot sternokleidomastoid dan otot trapesius yang berlangsung selama 1-4

minggu, kadang-kadang disertai pilek atau postur tubuh yang lemah. Akibat

infeksi farings posterior dan iritasi saraf sampai ke otot leher terjadi tortikolis

yang dapat diobati dengan pemberian antibiotic, dan jika bertambah parah dengan

tindakan pembedahan berupa debridement. Sindrom Klippel-Feil yaitu suatu

kelainan kongenital dimana terdapat fusi dan berkurangnya jumlah tulang servikal

sehingga leher menjadi pendek, garis rambut rendah, dan terbatasnya gerakan

leher. Insiden sindrom ini 0,2 per 1000 kelahiran dengan penyebab yang tidak

diketahui. Sindrom ini dapat disertai anomali pertumbuhan medula spinalis

servikal seperti: syringomyelia, spina bifida, dan defek kongenital lainnya.

Atlanto aksial rotator subluksasi yaitu trauma pada leher dimana posisi dua

vertebra berdekatan pada tulang tengkorak sehingga terjadi robekan ligamen.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan perlangsungan yang akut, nyeri, dan deformitas

leher akibat adanya spasme otot (anak selalu memegang kepala dengan

tangannya). Penanganan atlanto aksial rotator subluksasi dengan traksi servikal

untuk

subluksasi kemudian disokong pada ligamen yang cedera dengan casting atau

bracing.2,3

8
2.7 Tatalaksana Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Perawatan bayi dengan tortikolis berdasarkan usia bayi, tingkat keparahan

tortikolis, diagnosis plagiocephaly, dan adanya gangguan neuromuskuler atau

ortopedi yang terkait. Kira-kira, 50-70% tumor SCM sembuh secara spontan

selama tahun pertama kehidupan dengan cacat residu minimal. Evaluasi terperinci

untuk memastikan diagnosis dan tindak lanjut rutin untuk mempelajari

perkembangannya sangat penting pada tahap ini. Terapi fisik dini dimulai jika ada

penurunan rotasi dari fibrosis. Peregangan manual dilakukan dengan cara fleksi /

ekstensi, tekukan lateral, serta rotasi. 15 set peregangan, tahan peregangan selama

1 detik, dengan istirahat 10 detik di antaranya dilakukan 3 kali/minggu. Selama

peregangan manual, sensasi gertakan mungkin terdengar dan dirasakan. Sensasi

ini disebabkan oleh robeknya SCM dan mungkin menjadi memar. Meskipun

mengalami trauma otot, pasien masih dapat melakukannya dengan sangat baik.

Cervical collar bisa menjadi tambahan yang diperlukan untuk menahan leher pada

posisi normalnya. Regimen fisioterapi aktif seperti dijelaskan di atas diberikan

untuk pasien sebelum operasi. Namun, jika tidak membaik dan persisten, dapat

direncanakan pelepasan otot SCM secara bedah.

Berbagai prosedur bedah yang dilaporkan untuk manajemen CMT

diantaranya pemanjangan otot SCM unipolar, pemanjangan otot SCM bipolar,

pemanjangan Z atau reseksi radikal SCM. Pilihan prosedur ditentukan oleh

preferensi dokter bedah dan pada tingkat yang lebih rendah dengan jumlah SCM

yang tertarik. Pelepasan bipolar SCM direncanakan untuk melihat sifat resisten

dari deformitas setelah fisioterapi dan usia pasien. Pasca operasi, pasien diberikan

9
bracing tortikolis dan rejimen fisioterapi aktif untuk mencegah kekambuhan dan

mempertahankan pergerakan leher normal. Pada pemeriksaan 12 bulan, pasien

menunjukkan kisaran lengkap gerakan kepala dan leher tanpa kepala miring dan

leher kaku.

Botox dapat meningkatkan efektivitas peregangan SCM pada sisi kontraktur

dan memungkinkan penguatan otot yang meregang dan melemah pada sisi yang

berlawanan dari leher. Meskipun Botox memiliki potensi yang menjanjikan,

Botox memiliki risiko difusi sistemik, pembentukan hematoma, serta nyeri pada

leher.2,3

2.8 Prognosis Congenital Muscular Torticollis (CMT)

Cheng et al. telah mengembangkan suatu skala penilaian yang bermanfaat

dalam menentukan keberhasilan peng obatan pada anak-anak dengan tortikolis

muskular kongenital (Tabel 1). Pengobatan konservatif dinilai ‘baik’ sekitar

91,1% dari 1086 anak-anak di Cina sehingga disebut ‘skala Cheng’. Kriteria

penilaian (skoring) dilakukan dengan menggunakan points, yaitu: 16-18 points

dinilai baik sekali, 12- 15 points baik, 6-11 points kurang baik, dan <6 point jelek.

10
Tabel 2.1 Skala Cheng

Pada CMT, diagnosis dini dan terapi fisik menghasilkan hasil terbaik.

Namun, untuk kasus resisten atau pada mereka yang dirawat setelah usia satu

tahun, tindakan pembedahan diperlukan.2,3

11

Anda mungkin juga menyukai