Anda di halaman 1dari 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar Glukosa

Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Poliklinik


Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Tahun 2013

Catur Mei Astuti, Asih Setiarini

Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit yang memerlukan pengelolaan


berkelanjutan khususnya dalam pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau
memperlambat terjadinya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 yang meliputi
umur, jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan
(karbohidrat, protein, lemak, serat), indeks glikemik, aktivitas fisik, pengetahuan dan
dukungan keluarga. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan
responden 86 pasien DM tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang pada bulan April-Mei 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara kuesioner, food recall 1x24 jam, pengukuran berat badan dan tinggi badan serta
pencatatan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dari catatan medik pasien. Analisis
statistik menggunakan uji Chi square dan Anova. Hasil penelitian menunjukkan 61,6%
responden memiliki pengendalian kadar glukosa darah buruk. Hasil analisis bivariat
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat, kepatuhan diet,
pengetahuan, asupan lemak dan dukungan positif keluarga dengan pengendalian kadar
glukosa darah. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan petugas kesehatan dapat meningkatkan
edukasi dan evaluasi terkait diet pasien kepada pasien dan keluarga pasien serta memberikan
motivasi bagi pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya peran keluarga dalam
pengelolaan diabetes.

Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, pengendalian kadar glukosa darah, kepatuhan diet,
kepatuhan minum obat, cross sectional

Abstract

Type 2 Diabetes Mellitus is a disease that requires continuous management particularly in


blood glucose control to prevent or slowing complication. The objective of this study was to
identify factors related to blood glucose control in type 2 Diabetes Mellitus includes age,
gender, duration of disease, medication adherence, dietary adherence, intake (carbohydrate,
protein, fat, fiber), glycemic index, physical activity, knowledge and family support. The
design used in this study is cross sectional, with 86 outpatients at Internal Medicine Clinic
Prof. Dr. Soerojo Psychiatric Hospital Magelang in April-May 2013 as respondent. Data were
collected through interview with questionnaire, 1x24 hour food recall, weight and height
measurement and record blood glucose assessment result from patient medical record.
Statistical analysis used Chi square and Anova test. The result of this study showed that
61,6% respondents have poor blood glucose control. Bivariate analysis indicated that there
were significance association between medication adherence, dietary adherence, knowledge,
fat intake, and positive family support with blood glucose control. Based on that result, health

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


workers are expected to improve education and evaluation for patient and their family
regarding patient dietary and improve education and motivation for patient and their family
regarding the importance of family support in diabetes management.

Keywords: type 2 diabetes mellitus, blood glucose control, dietary adherence, medication
adherence, cross sectional

Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik ditandai dengan
hiperglikemia, yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau
keduanya.1 Pada tahun 2007, prevalensi DM di Indonesia adalah sebesar 1,1% dan 5,7% pada
penduduk umur >15 tahun di daerah perkotaan.2 Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi
DM diatas prevalensi nasional adalah Jawa Tengah, dengan Kota Magelang sebagai kota
dengan prevalensi DM tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2011, yaitu sebesar 7,99%.3
Pengelolaan DM yang tidak dilakukan dengan baik, khususnya dalam hal
pengendalian kadar glukosa darah dapat menimbulkan komplikasi pada pembuluh darah otak,
mata, jantung, ginjal dan kaki yang mengakibatkan terjadinya kebutaan, gagal ginjal,
penyakit kardiovaskular, stroke serta amputasi pada kaki.4,5 Pengelolaan DM merupakan hal
yang penting mengingat penyakit ini diderita seumur hidup. Oleh sebab itu, upaya untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi perlu dilakukan, melalui upaya
pengendalian kadar glukosa darah dengan salah satu indikatornya yaitu kadar glukosa darah
puasa.1 Namun, dari beberapa penelitian diketahui bahwa sebagian besar penderita diabetes
memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkendali dengan baik. Hasil penelitian di 6 negara
Amerika Latin menunjukkan bahwa 57% penderita DM tipe 2 memiliki kendali kadar
glukosa darah yang buruk.6 Berdasarkan penelitian DiabCare di 12 negara Asia, diketahui
jumlah penderita DM tipe 2 dengan kendali glukosa darah yang buruk mencapai 68%.7
Penelitian yang dilakukan DiabCare tahun 2008 di Indonesia menunjukkan 47,2%
penderita DM tipe 2 memiliki kendali glukosa darah yang buruk, yakni kadar glukosa plasma
puasa >130mg/dl.8 Penelitian pada beberapa rumah sakit di Indonesia juga menunjukkan
kendali kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 sebagian besar masih buruk. Berdasarkan
penelitian di Poli DM RS Cipto Mangunkusumo tahun 2003, sebanyak 46% pasien DM tipe 2
memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali.9 Penelitian lain di Poliklinik Penyakit Dalam
RS Roemani Muhammadiyah Semarang menemukan 46,3% penderita DM tipe 2 memiliki
kendali glukosa darah yang buruk.10 Berdasarkan survey awal peneliti di Poliklinik Penyakit
Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang bulan Februari 2013 diketahui bahwa sebanyak

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


66,7% pasien DM tipe 2 rawat jalan memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.
Tingginya prevalensi pengendalian kadar glukosa darah yang buruk serta adanya peningkatan
jumlah pasien DM setiap tahunnya menjadi pertimbangan pemilihan Poliklinik Penyakit
Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo sebagai lokasi penelitian.
Berbagai faktor turut mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah pada
penderita DM tipe 2, antara lain faktor umur, jenis kelamin, kepatuhan minum obat,
kepatuhan diet, asupan (karbohidrat, protein, lemak dan serat), indeks glikemik, aktivitas
fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga. Banyaknya faktor yang berhubungan dengan
pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 tentunya membuat tindakan
pengelolaan penyakit hendaklah dilakukan dengan cermat, untuk mencegah maupun
memperlambat terjadinya berbagai komplikasi. Apalagi jika mengingat bahwa penyakit DM
merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar
glukosa darah penderita DM tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang.

Tinjauan Teoritis
Pengendalian Kadar Glukosa Darah
Pemantauan status metabolik penderita DM merupakan salah satu bagian dari
pengelolaan DM. Hasil pemantauan digunakan untuk menilai manfaat pengobatan, sebagai
pedoman penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan agar mencapai kadar glukosa
darah senormal mungkin, serta menghindari terjadinya hiperglikemia maupun hipoglikemia.5
Salah satu penilaian status metabolik penderita DM adalah dengan pemantauan
pengendalian kadar glukosa darah. Pengendalian kadar glukosa darah berarti menjaga kadar
glukosa darah agar sedapat mungkin mendekati normal.5 Kriteria pengendalian kadar glukosa
darah berdasarkan PERKENI tahun 2006 dibedakan menjadi 3 yaitu: baik (80 - <100 mg/dl),
sedang (100-125 mg/dl) dan buruk (≥126 mg/dl).
Penggunaan kadar glukosa darah puasa sebagai indikator pengendalian kadar glukosa
darah sering dijumpai dalam praktik pelayanan kesehatan pada pasien DM yang tidak
tergantung insulin. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih
murah dan mudah serta memberikan informasi yang langsung tersedia sehingga dapat
digunakan untuk melakukan tindak lanjut maupun evaluasi intervensi yang telah diberikan.
Selain itu, kadar glukosa darah puasa memiliki korelasi dengan kadar HbA1C.11

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah
Seiring dengan bertambahnya usia, organ tubuh mengalami penurunan fungsi atau
bahkan kegagalan dalam menjalankan fungsinya, termasuk sel beta pankreas. Pada orang
yang memiliki umur lebih dari 45 tahun, fungsi sel beta pankreas mengalami penurunan yang
besarnya tergantung pada beban kerja sel beta pankreas. Beban kerja pankreas ini
dipengaruhi oleh tingkat resistensi insulin serta durasi terjadinya resistensi insulin.12 b.

Pada beberapa penelitian, jenis kelamin penderita DM berhubungan dengan


pengendalian kadar glukosa darah.13,14 Wanita diketahui memiliki pengendalian kadar
glukosa darah yang lebih buruk dibanding pria.14 Wanita memiliki sikap yang lebih baik
terhadap pengelolaan DM, namun memiliki dukungan keluarga yang kurang serta aktivitas
fisik yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.13 Meningkatnya durasi DM
berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini berkaitan
dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas.15
Kepatuhan pengobatan adalah keterlibatan secara aktif dan sukarela dari pasien
terhadap pengelolaan penyakit yang dideritanya dengan mengikuti kesepakatan pengobatan
yang telah dibuat antara pasien dan petugas kesehatan.16 Kepatuhan minum obat merupakan
salah satu faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM
tipe 2 dimana penderita DM yang tingkat kepatuhan minum obatnya rendah memiliki
pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.17 Kepatuhan terhadap diet yang dijalankan
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan DM.5 Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 berkaitan
dengan kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan.15,18
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam makanan yang mempengaruhi kadar
glukosa darah postprandial dan kebutuhan insulin. Makanan yang termasuk dalam jenis
karbohidrat sederhana (monosakarida dan disakarida) lebih cepat meningkatkan kadar
glukosa darah dibandingkan karbohidrat kompleks yang umumnya tinggi serat.19 Glukosa
yang diabsorbsi dari asupan makanan memiliki kontribusi terbesar dalam menaikkan kadar
glukosa darah, sedangkan asupan lemak, protein, fruktosa dan galaktosa memiliki efek yang
kecil terhadap kenaikan kadar glukosa dalam darah.20 Pada umumnya, peranan asupan protein
pada pengendalian kadar glukosa darah penderita DM hanya dilihat dari kontribusi asam
amino menghasilkan glukosa melalui proses glukoneogenesis.21 Asupan glukosa yang disertai
protein pada penderita DM tipe 2 menstimulasi sekresi insulin dan menurunkan respon
glukosa darah terhadap glukosa jika dibandingkan dengan asupan glukosa saja.22

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Diet tinggi lemak diketahui memperburuk pengendalian kadar glukosa darah pada
penderita DM, sedangkan diet rendah lemak dapat memperbaiki toleransi glukosa dan
sensitivitas insulin jika disertai dengan asupan karbohidrat kompleks tinggi serat atau asupan
tinggi protein.4 Asupan makanan tinggi lemak berkaitan dengan terjadinya peningkatan
oksidasi asam lemak yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menurunkan oksidasi
glukosa pada otot dan meningkatkan produksi glukosa di hati.4 Serat larut air terutama pektin
dan gum memiliki pengaruh hipoglikemik karena memperlambat pengosongan lambung,
memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan mengurangi absorbsi glukosa.23 Serat
diketahui berhubungan dengan indeks glikemik makanan, dimana semakin tinggi kadar serat
dalam makanan akan menurunkan indeks glikemik makanan tersebut.24
Indeks glikemik berguna untuk menentukan respons glukosa darah terhadap jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi.25 Konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah
diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial serta dapat memperbaiki
kendali kadar glukosa darah.4 Aktivitas fisik pada penderita DM memiliki peranan penting
dalam pengendalian kadar glukosa darah, khususnya bagi penderita DM tipe 2. Pada saat
melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, kebutuhan otot terhadap glukosa sebagai bahan
bakar akan meningkat, sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot.5 Pada otot
yang aktif karena aktivitas fisik, jumlah reseptor insulin pada sel tubuh serta sensitivitas
reseptor terhadap insulin mengalami peningkatan.4
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan perilaku
seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.26 Penderita DM tipe 2 yang memperoleh
edukasi sehingga pengetahuannya meningkat memiliki kemampuan adaptasi dan melakukan
perubahan perilaku yang lebih baik. Semakin baik pengetahuan penderita mengenai kondisi
yang dialaminya, semakin baik pengendalian kadar glukosa darah yang dapat dicapai.27
Anggota keluarga dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan
penderita DM melalui mekanisme kontribusi terhadap aktivitas pengelolaan DM serta
kontribusi dalam mencegah atau menimbulkan stress.28

Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilakukan bulan
April-Mei 2013 di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Pengambilan
sampel menggunakan metode consecutive sampling dan perhitungan sampel menggunakan
rumus uji beda 2 proporsi dengan α=5% dan 1-β=80% sehingga diperoleh sampel sebanyak

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


86 orang. Pasien yang menjadi sampel memenuhi kriteria inklusi yaitu berusia ≥20 tahun,
didiagnosa menderita DM tipe 2, memungkinkan dilakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan serta mengonsumsi obat hipoglikemik oral. Pasien yang sedang hamil dan
mengalami komplikasi berat (DM nefropati, stroke) atau ≥2 komplikasi tidak diikutsertakan
dalam penelitian.
Data yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan
minum obat, aktivitas fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga yang diperoleh dari hasil
wawancara kuesioner. Kuesioner kepatuhan minum obat menggunakan Morisky Medication
Adherence Questionnaire, kuesioner aktivitas fisik menggunakan Baecke Physical Activity
Questionnaire, kuesioner dukungan keluarga menggunakan Diabetes Family Behaviour
Checklist, sedangkan kuesioner penelitian menggunakan kuesioner Lestari (2012) yang
dimodifikasi. Data asupan diperoleh dari wawancara food recall 1x24 jam, sedangkan data
tinggi badan dan berat badan untuk perhitungan kebutuhan energi diperoleh dari pengukuran
berat badan dan tinggi badan Data kadar glukosa darah merupakan hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa pasien pada saat pengambilan data dilakukan, yang diperoleh dari
catatan medik pasien.
Analisis statistik meliputi analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Chi
square dan Anova dengan α= 0,05. Uji Chi square digunakan untuk mengetahui hubungan
pengendalian kadar glukosa darah dengan variabel jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan
minum obat, kepatuhan diet, pengetahuan dan aktivitas fisik. Sedangkan uji Anova digunakan
pada variabel umur, asupan (karbohidrat, lemak, protein, serat), indeks glikemik dan
dukungan keluarga.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Data Karakteristik Responden


Karakteristik Mean Median SD Minimum Maksimum
Kadar Glukosa Darah (mg/dl) 150,86 135 49,24 87 315
Umur (tahun) 56,2 56 9,518 32 76
Karbohidrat (g) 207,9 207,9 39,16 101,5 287,5
Protein (g) 42,4 42,7 9,429 17,1 67
Lemak (g) 32,4 32,4 7,046 13,8 46,8
Serat (g) 9,9 9,4 3,442 3,1 18,8
Indeks glikemik 50,7 50,7 3,604 41,4 58,7
Pengetahuan 12,3 11 4,165 6 23
Positif 15,9 16 3,164 11 23
Negatif 8,8 9 1,684 6 13

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik n %
Pengendalian Kadar Glukosa Darah
53 61,6
Buruk
Sedang 27 31,4
Baik 6 7,0
Jenis Kelamin
Perempuan 53 61,6
Laki-laki 33 38,4
Durasi Penyakit
≥ 4 tahun 44 51,2
< 4 tahun 42 48,8
Kepatuhan Minum Obat
Rendah 32 37,2
Sedang 54 62,8
Kepatuhan Diet
Tidak patuh 52 60,5
Patuh 34 39,5
Aktivitas Fisik
Rendah 7 8,1
Sedang 61 70,9
Tinggi 18 20,9
Pengetahuan
Buruk 67 77,9
Sedang 17 19,8
Baik 2 2,3

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Chi square


Pengendalian Kadar Glukosa Darah
Variabel p value
Buruk Sedang Baik
Jenis Kelamin
Perempuan 32 (60,4%) 18 (34,0%) 3 (5,7%) 0,716
Laki-laki 21 (63,6%) 9 (27,3%) 3 (9,2%)
Durasi Penyakit
≥ 4 tahun 31 (70,5%) 12 (27,3%) 1 (2,3%) 0,106
< 4 tahun 22 (52,4%) 15 (35,7%) 5 (11,9%)
Kepatuhan Minum Obat
Rendah 25 (78,1%) 5 (15,6%) 2 (6,2%) 0,042*
Sedang 28 (51,9%) 22 (40,7%) 4 (7,4%)
Kepatuhan Diet
Tidak patuh 40 (76,9%) 9 (17,3%) 3 (5,8%) 0,001*
Patuh 13 (38,2%) 18 (52,9%) 3 (8,8%)
Aktivitas Fisik
Rendah 6 (85,7%) 1 (14,3%) 0 (0%)
0,561
Sedang 38 (62,3%) 19 (31,1%) 4 (6,6%)
Tinggi 9 (50,0%) 7 (38,9%) 2 (11,1%)

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Pengendalian Kadar Glukosa Darah
Variabel p value
Buruk Sedang Baik
Pengetahuan
Buruk 50 (74,6%) 11 (16,4%) 6 (9,0%)
Sedang 3 (17,6%) 14 (82,4) 0 (0%) 0,000*
Baik 0 (0%) 2 (100%) 0 (0%)
*signifikan, dengan p value = 0,05

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Anova


Variabel Pengendalian n Mean SD 95% CI P value
Kadar Glukosa
Darah
Umur Buruk 53 57,89 9,143 55,37-60,41
Sedang 27 54,11 9,713 50,27-57,95 0,092
Baik 6 51,00 9,695 40,83-61,17
Karbohidrat Buruk 53 209.55 38.44 198.96 – 220,15
Sedang 27 207.37 39.25 191.85 – 222,90 0,717
Baik 6 195.75 49.29 144.02 – 247,48
Lemak Buruk 53 30.95 7.00 29.02 – 32, 87
Sedang 27 34.92 6.92 32.18 – 37,66 0,044*
Baik 6 34.28 4.79 29.25 – 39,32
Protein Buruk 53 41.33 7.68 39.21 – 43,45
Sedang 27 45.27 10.76 41.01 – 49,52 0,158
Baik 6 39.65 15.11 23.79 – 55,50
Serat Buruk 53 9.50 3.05 8.67 – 10,35
Sedang 27 10.53 3.51 9.14 – 11,92 0,209
Baik 6 11.68 5.79 5.60 – 17,76
Indeks Buruk 53 50.57 3.90 49.49 – 51,64
Glikemik Sedang 27 51.43 2.92 50.28 – 52,28 0,277
Baik 6 48.95 3.38 45.41 – 52,49
Dukungan Buruk 53 15.25 2.752 14.49 – 16,00
Positif Sedang 27 17.19 3.453 15.82 – 18,55 0,025*
Baik 6 16.83 3.869 12.77 – 20,89
Dukungan Buruk 53 9.15 1.769 8.66 – 9,64
Negatif Sedang 27 8.37 1.445 7.80 – 8,94 0,107
Baik 6 8.33 1.506 6.75 – 9,91
*signifikan, dengan p value = 0,05

Rentang nilai kadar glukosa darah 86 responden berkisar antara 87 mg/dl - 315 mg/dl
dengan nilai rata-rata 150.86 mg/dl. Sebanyak 61,6% responden termasuk dalam kategori
memiliki pengendalian kadar glukosa darah buruk, 31,4% responden termasuk kategori
sedang, dan hanya 7% responden yang memiliki pengendalian kadar glukosa darah baik.
Umur responden rata-rata 56,2 tahun dengan usia termuda 32 tahun dan tertua 76 tahun.
Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan rata-rata umur pada kelompok

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


pengendalian buruk, sedang dan baik sehingga dinyatakan tidak ada hubungan umur dengan
pengendalian kadar glukosa darah. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
(61,6%) dan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pengendalian kadar
glukosa darah. Rata-rata durasi penyakit responden adalah 4,7 tahun dengan 51,2%
responden memiliki durasi penyakit ≥4 tahun. Dari uji statistik diketahui tidak ada hubungan
antara umur dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Sebanyak 62,8% responden memiliki kepatuhan minum obat sedang, sedangkan
sisanya (37,2%) memiliki kepatuhan rendah. Terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan
responden dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,042). Dalam hal kepatuhan diet,
60,5% responden termasuk dalam kategori tidak patuh dan sebesar 39,5% responden patuh
terhadap diet. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan diet
dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,001). Asupan karbohidrat, protein, dan serat
responden diketahui tidak memiliki hubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Pada asupan lemak, terdapat hubungan antara asupan lemak dengan pengendalian kadar
glukosa darah. Dengan uji Bonferroni diketahui terdapat perbedaan rata-rata asupan lemak
antara kelompok pengendalian buruk dan sedang. Indeks glikemik diketahui tidak
berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Sebagian besar (70,9%) responden memiliki aktivitas fisik sedang dan dari uji statistik
tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Sebanyak 77,9% responden memiliki pengetahuan buruk, dan terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,000). Dukungan keluarga positif
diketahui memiliki hubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,025) sedangkan
dukungan keluarga negatif tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Pembahasan
Sebagian besar responden (61,6%) memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang
buruk. Beberapa penelitian lain di Indonesia juga menunjukkan buruknya pengendalian kadar
glukosa darah penderita DM tipe 2. Penelitian terhadap pasien DM tipe 2 di Puskesmas
Pancoran menunjukkan bahwa 62% responden memiliki pengendalian kadar glukosa darah
yang buruk.29 Buruknya pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM berpengaruh
terhadap terjadinya berbagai macam penyakit komplikasi yang dapat menyebabkan
terjadinya kebutaan, gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, stroke, amputasi pada kaki serta
meningkatkan risiko kematian.4,5

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata umur responden yang tertinggi
terdapat pada kelompok pengendalian kadar glukosa darah buruk. Hal ini menunjukkan
bahwa pengendalian glukosa darah yang buruk cenderung dialami responden dengan umur
lebih tua. Hal ini disebabkan karena semakin lanjut usia seseorang, produksi insulin oleh
pankreas akan semakin berkurang.30 Pada usia diatas 45 tahun, sel beta pankreas mengalami
penurunan baik jumlah maupun fungsinya, seiring dengan berjalannya usia.12 Namun
berdasarkan uji statistik, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan rata-rata umur yang
bermakna sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara umur dan pengendalian
kadar glukosa darah. Tidak adanya hubungan antara umur dan pengendalian kadar glukosa
darah pada penelitian ini dapat disebabkan karena terdapat faktor lain yang lebih berkaitan
dengan pengendalian glukosa darah, yaitu perilaku responden.
Pada penelitian ini, proporsi pengendalian kadar glukosa darah yang buruk lebih
tinggi pada laki-laki (63,6%) dibandingkan pada perempuan (60,4%). Adanya perbedaan
pengendalian kadar glukosa darah pada perempuan dan laki-laki disebabkan oleh perbedaan
dalam perilaku dan sikap terhadap diabetes. Wanita memiliki sikap yang lebih baik terhadap
pengelolaan diabetes serta memiliki usaha yang lebih baik dalam perubahan gaya hidup
dibandingkan laki-laki.13 Namun, berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain.31,32 Ketidakbermaknaan hubungan antara
jenis kelamin dan pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan karena jenis kelamin
tidak secara langsung berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Adanya perbedaan
perilaku antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor yang mungkin lebih berkaitan dengan
pengendalian kadar glukosa darah.
Pada penelitian ini, proporsi pengendalian kadar glukosa darah buruk lebih tinggi
(70,5%) pada kelompok ≥ 4 tahun dibandingkan kelompok < 4 tahun (52,4%). Meningkatnya
durasi DM berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini
berkaitan dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta
pankreas.15 Berdasarkan uji statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara durasi penyakit dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan
beberapa penelitian lain.31,32 Tidak bermaknanya hubungan antara durasi penyakit dengan
pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan karena faktor perilaku pengelolaan
diabetes lebih berpengaruh terhadap pengendalian kadar glukosa darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan pengendalian kadar glukosa
darah yang buruk lebih tinggi proporsinya (78,1%) pada kelompok dengan kepatuhan minum

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


obat yang rendah dibandingkan pada kelompok kepatuhan sedang (51,9%). Secara statistik
terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat dengan pengendalian kadar
glukosa darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan
terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat dengan pengendalian kadar
glukosa darah penderita diabetes.17,32 Terapi farmakologis termasuk dalam salah satu pilar
penatalaksanaan diabetes dan berkontribusi terhadap pengendalian kadar glukosa darah.1
Tingkat kepatuhan pengelolaan diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik
pengobatan dan penyakit (kompleksitas terapi, durasi penyakit dan layanan perawatan),
faktor intrapersonal (umur, gender, rasa percaya diri, stres, dan konsumsi alkohol), faktor
interpersonal (kualitas hubungan pasien dengan petugas layanan kesehatan dan dukungan
sosial) dan faktor lingkungan.16 Pada penelitian ini, responden dengan kepatuhan sedang
sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan rata-rata umur lebih muda dibandingkan
responden yang kepatuhan minum obatnya rendah. Perempuan memiliki kepatuhan minum
obat yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan alasan perempuan memiliki tingkat
kecemasan terhadap penyakit dan komplikasi yang lebih tinggi dibanding laki-laki sehingga
memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih baik.33
Kepatuhan terhadap diet yang dijalankan merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam pengelolaan diabetes.5 Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi pengendalian kadar
glukosa darah yang buruk lebih tinggi (76,9%) pada kelompok tidak patuh dibandingkan
pada kelompok patuh (38,2%). Melalui uji statistik didapatkan hubungan bermakna antara
kepatuhan diet dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian lain yang menyatakan terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan
pengendalian kadar glukosa darah.15,31 Ketidakpatuhan terhadap diet dipengaruhi oleh
berbagai hal diantaranya keterbatasan ekonomi yang mempengaruhi pemilihan makanan serta
dukungan sosial. Menurut salah satu penelitian, dukungan keluarga diketahui berkaitan
terhadap perilaku pengelolaan diabetes, salah satunya adalah kepatuhan dalam diet.28 Selain
itu, ketidakpatuhan terhadap diet juga disebabkan perbedaan informasi yang diterima dari
bermacam-macam sumber, banyaknya acara atau kegiatan yang tidak memungkinkan
menerapkan diet, keterbatasan waktu, dan faktor psikologi penderita diabetes.34 Kelompok
yang tidak patuh terhadap diet sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan buruk.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan.26

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan rata-rata asupan karbohidrat pada
ketiga kelompok pengendalian glukosa darah, sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara
asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Witasari dkk tahun 2008.35 Tidak adanya hubungan bermakna antara asupan
karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan faktor lain dalam
asupan makanan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, antara lain jenis karbohidrat,
interaksi protein atau lemak dengan karbohidrat, kandungan serat dalam makanan, proses
pencernaan, cara pemasakan, zat anti gizi, waktu makan, perbedaan interprandial, serta
kepekatan makanan.25
Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan
21,22
pengendalian kadar glukosa darah. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain
yang menyatakan ada hubungan antara asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa
darah. Peningkatan asupan protein dapat memperbaiki kendali glukosa darah pada penderita
diabetes tipe 2.22 Selain itu, dalam kaitannya dengan indeks glikemik, adanya protein dalam
makanan dapat memperlambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat memperlambat
kenaikan glukosa darah.25 Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan bermakna rata-rata
asupan lemak pada kelompok pengendalian glukosa darah buruk dengan kelompok
pengendalian kadar glukosa darah sedang, sehingga dinyatakan terdapat hubungan antara
asupan lemak dengan pengendalian kadar glukosa darah. Diet tinggi lemak diketahui
memperburuk pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM. Sedangkan diet rendah
lemak dapat memperbaiki toleransi glukosa dan sensitivitas insulin jika disertai dengan
asupan karbohidrat kompleks tinggi serat atau asupan makanan tinggi protein.4 Asupan
makanan tinggi lemak berkaitan dengan terjadinya peningkatan oksidasi asam lemak yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menurunkan oksidasi glukosa pada otot dan
meningkatkan produksi glukosa di hati.4
Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan rata-rata asupan serat sehingga
dinyatakan tidak ada hubungan antara asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Hal ini sesuai dengan penelitian Witasari dkk tahun 200835 yang menyatakan tidak ada
hubungan bermakna antara asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah pada
penderita DM tipe 2. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain14 yang menyatakan
ada hubungan antara konsumsi serat dengan pengendalian glukosa darah pada penderita DM
tipe 2. Serat larut air terutama pektin dan gum memiliki pengaruh hipoglikemik karena
memperlambat pengosongan lambung, memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan
mengurangi absorbsi glukosa.23 Serat diketahui berhubungan dengan indeks glikemik

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


makanan, dimana semakin tinggi kadar serat dalam makanan akan menurunkan indeks
glikemik makanan tersebut.24 Dalam penelitian ini, asupan serat responden masih rendah,
dibawah anjuran untuk penderita diabetes, yaitu 25 gram.1
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata indeks glikemik pada
ketiga kelompok pengendalian glukosa darah sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara
indeks glikemik dengan pengendalian kadar glukosa darah. Penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian lain menyebutkan bahwa pada penderita DM, konsumsi makanan dengan
indeks glikemik rendah memberikan efek yang menguntungkan dalam hal pengendalian
kadar glukosa darah.36 Nilai indeks glikemik pada penelitian ini cenderung homogen, tidak
terdapat indeks glikemik yang tinggi. Rentang indeks glikemik dari asupan responden yaitu
antara 41,4 – 58,7. Menurut Jenny Miller, indeks glikemik tersebut tergolong dalam indeks
glikemik rendah dan sedang.
Sebagian besar (70,9%) responden memiliki aktivitas fisik sedang. Proporsi kadar
glukosa darah yang buruk lebih tinggi (64,7%) pada kelompok aktivitas sedang dibanding
pada kelompok aktivitas tinggi (50%). Aktivitas fisik pada penderita diabetes memiliki
peranan penting dalam pengendalian kadar glukosa darah. Pada saat melakukan aktivitas fisik
atau berolahraga, kebutuhan otot terhadap glukosa sebagai bahan bakar akan meningkat,
sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot. Hal ini secara langsung dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah.5 Berdasarkan dari hasil uji statistik, diketahui bahwa
tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar glukosa
darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain30,31. Pada responden penelitian, sebagian
besar terdiri dari ibu rumah tangga maupun pegawai yang sudah pensiun sehingga aktivitas
fisik yang dilakukan cenderung aktivitas yang tergolong ringan. Selain itu tidak banyak
responden yang melakukan olahraga berat seperti tenis, bulutangkis, basket.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (77,9%) memiliki
pengetahuan DM yang masih rendah. Sebagian besar responden dengan pengetahuan buruk
berjenis kelamin perempuan dan memiliki rata-rata umur lebih tua dibandingkan kelompok
pengetahuan sedang dan baik. Selain itu, responden dengan pengetahuan buruk sebagian
besar tidak patuh terhadap diet. Proporsi responden dengan pengendalian kadar glukosa darah
yang buruk lebih tinggi pada kelompok pengetahuan buruk (74,6%) dibandingkan pada
kelompok dengan pengetahuan sedang (15,8%). Melalui uji statistik diketahui ada hubungan
bermakna antara pengetahuan dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hasil penelitian ini
didukung oleh beberapa penelitian yang menyatakan ada hubungan antar pengetahuan dengan
pengendalian glukosa darah.10,27,32 Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


pembentukan perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan
lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.26 Pengetahuan ini
dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti edukasi dari petugas kesehatan, informasi dari
anggota keluarga, media cetak maupun media elektronik. Dengan adanya peningkatan
pengetahuan penderita diabetes diharapkan dapat menunjang perubahan perilaku sehingga
penderita diabetes dapat mencapai keadaan sehat yang optimal dan memiliki kualitas hidup
yang lebih baik.5
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata nilai dukungan positif
keluarga pada ketiga kelompok pengendalian kadar glukosa darah sehingga dapat dinyatakan
ada hubungan antara dukungan positif keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah.
Sedangkan dukungan negatif keluarga tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa
darah. Perubahan perilaku penderita DM kearah yang lebih baik sangat diperlukan dalam
pengelolaan penyakit DM. Keluarga merupakan kelompok sosial terdekat yang memiliki
peran penting terhadap perubahan perilaku penderita DM. Dukungan keluarga dapat
memberikan pengaruh baik positif maupun negatif pada kepatuhan pasien terhadap perilaku
pengelolaan DM yaitu kepatuhan diet, kepatuhan pengobatan dan aktivitas fisik yang
berdampak pada pengendalian kadar glukosa darah dan kesehatan penderita DM.28

Kesimpulan
Sebagian besar (61,6%) responden penelitian memiliki pengendalian kadar glukosa
darah yang buruk. Gambaran responden penelitian yaitu berumur rata-rata 56,2 tahun,
sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan memiliki durasi penyakit 4 tahun atau lebih.
Sebagian besar responden memiliki tingkat kepatuhan minum obat sedang dan tidak patuh
terhadap diet. Rata-rata asupan karbohidrat, protein dan lemak berturut-turut 207,9 gram,
42,4 gram dan 32,4 gram. Rata-rata asupan serat rendah dan rata-rata indeks glikemik
termasuk dalam indeks glikemik rendah. Karakteristik lain yaitu sebagian besar responden
memiliki aktivitas fisik sedang, berpengetahuan buruk dan rata-rata skor dukungan keluarga
positif dan negatif yaitu 15,9 dan 8,8.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah yaitu:
kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan lemak, pengetahuan dan dukungan keluarga
positif. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berhubungan yaitu umur, jenis kelamin, durasi
penyakit, asupan (karbohidrat, protein, serat, indeks glikemik), aktivitas fisik, dan dukungan
keluarga negatif.

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


Saran
Saran bagi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang antara lain rumah sakit diharapkan dapat
meningkatkan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien khususnya dalam hal gizi melalui
kegiatan seminar atau penyuluhan yang salah satunya dapat dilaksanakan pada saat kegiatan
senam diabetes. Selain itu, tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan edukasi dan
motivasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan
diabetes. Keluarga diajak untuk ikut mengawasi kepatuhan diet dan kepatuhan minum obat
pasien melalui kegiatan konseling yang dapat dilakukan pada saat keluarga menemani pasien
berobat ke poliklinik atau pada saat kegiatan senam diabetes. Rumah sakit juga diharapkan
dapat memberikan edukasi untuk meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes dengan
memberikan leaflet yang berisi pengaturan makan bagi penderita diabetes sehingga pasien
dapat menerapkannya di rumah. Jika memungkinkan, diharapkan dapat menambah staf untuk
memberikan edukasi gizi serta mengevaluasi diet pasien.
Bagi peneliti atau penelitian lain diharapkan adanya penelitian mengenai
pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 dengan menggunakan disain
studi yang berbeda (misal: kohort), menggunakan indikator pengendalian kadar glukosa
darah yang lebih lengkap, misalnya dengan menyertakan data glukosa darah 2 jam pp atau
menggunakan data HbA1C serta meneliti mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan pengendalian kadar glukosa darah, misalnya faktor stress dan psikososial lain.

Kepustakaan
1. PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
2. Departemen Kesehatan RI. (2008). Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
3. Dinkes Propinsi Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun
2011. Semarang: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
4. Wahlqvist, Mark L. et al. (1997). Food and Nutrition: Australasia, Asia and the Pacific.
Sydney: Allen and Unwin Pty Ltd.
5. Soegondo, Sidartawan et al. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Gagliardino, Juan Jose et al. (2001). Evaluation of the quality of care for diabetic patients
in Latin America. Pan American Journal of Public Health, 10(5): 305-310. Diakses dari
www.scimagojr.com pada 20 Februari 2013.

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


7. Nitiyanant, W et al. (2002). The Diabcare-Asia 1998 Study--outcomes on control and
complications. Current Medical Research and Opinion,18(5): 317-327. Diakses dari
http://search.proquest.com pada 20 Februari 2013.
8. Soewondo, Pradana et al. (2010). The DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on control
and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Medical Journal of
Indonesia,19(4):235-244. Diakses dari mji.ui.ac.id pada 20 Februari 2013.
9. Yuniatun, Kurniati. (2003). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengendalian
Glukosa Darah Puasa Pasien DM Lansia di Poli DM RSCM tahun 2003. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: FKM UI
10. Sudrisman. (2008). Hubungan Pengetahuan Diet dengan Kadar Gula Darah Pasien
Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang. Riset Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang. Diakses dari www.undip.ac.id pada 22 Februari 2013.
11. Bonora, Enzo et al. (2001). Plasma Glucose Levels Throughout the Day and HbA1c
Interrelationships in Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 24:2023–2029. Diakses dari
care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.
12. Holt, Paula. (2009). Diabetes in Hospital: A Practice Approach for Healthcare
Professionals.United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.
13. Nielsen, Anni BS. et al. (2006). Structured Personal Diabetes Care in Primary Health
Care Affects Only Women’s HbA1c. Diabetes Care, 29:963–969. Diakses dari
care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.
14. Xu, Jiaqiong et al. (2007). Macronutrient intake and glycemic control in a population-
based sample of American Indians with diabetes: the Strong Heart Study The American
Journal of Clinical Nutrition, 86: 480-487. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari
2013
15. Khattab, Maysa et al. (2010). Factors associated with poor glycemic control among
patients with Type 2 diabetes. Journal of Diabetes and Its Complications, 24: 84–89.
Diakses dari www.jdcjournal.com pada 20 Februari 2013
16. World Health Organization. (2003). Adherence to Long-Term Therapies, Evidence For
Action. Geneva: World Health Organization
17. Chua, SS and SP Chan. (2011). Medication adherence and achievement of glycaemic
targets in ambulatory type 2 diabetic patients. Journal of Applied Pharmaceutical
Science, 1(4): 55-59. Diakses dari www.japsonline.com pada 18 Februari 2013

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


18. Anani, Sri, Ari Udiyono, Praba Ginanjar. (2012). Hubungan Antara Perilaku
Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus
(Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 1(2): 466-478. Diakses dari http://ejournals1.undip.ac.id pada 28 Januari
2013
19. Shils, Maurice et al. (2006). Modern Nutrition in Health and Disease 10th edition.
Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins.
20. Gannon, Mary C and Frank Nutall. (2004). Effect of a High-Protein, Low-Carbohydrate
Diet on Blood Glucose Control in People With Type 2 Diabetes. Diabetes Care,
53:2375-2382. Diakses dari http://search.proquest.com pada 22 Februari 2013
21. Gannon, Mary C et al. (2003). An increase in dietary protein improves the blood glucose
response in persons with type 2 diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition,78:
734-741. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari 2013.
22. Nutall, Frank Q dan Marry C. Gannon. (2007). Dietary Management of Type 2 Diabetes:
A Personal Odyssey. Journal of the American College of Nutrition, 26(2): 83–94.
Diakses dari http://search.proquest.com pada 18 Februari 2013.
23. Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
24. Post et al. (2012). Dietary Fiber for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus: A Meta-
Analysis. The Journal of the American Board of Family Medicine, 25:16 –23. Diakses
dari http://www.jabfm.org pada 17 Februari 2013.
25. Waspadji, Sarwono et al. (2003). Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
26. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
27. Ozcelic, Fatih et al. (2010). Association between glycemic control and the level of
knowledge and disease awareness in type 2 diabetic patients.. Pol Arch Med Wewn,
120(10): 399-406 diakses dari www.medscape.com pada 18 Februari 2013.
28. Mayberry, Lindsay S. dan Chandra Y. Osborn. (2012). Family Support, Medication
Adherence, and Glycemic Control Among Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes Care,
35:1239–1245. Diakses dari care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.
29. Iskandar, Riskawati. (2011). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Tentang
Terapi Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Keterkendalian Kadar Glukosa
Darah Puasa di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Skripsi. Diakses dari
www.library.upnvj.ac.id pada 10 Juni 2013

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.


30. Mihardja, Laurentia. (2009). Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran
Indonesia, 59(9): 418-424. Diakses dari www.scholar.google.co.id pada 30 Januari 2013.
31. Tan, Juliana S dan Sakinah H. (2011). Dietary Compliance and its Association with
Glycemic Control among Poorly Controlled Type 2 Diabetic Outpatients in Hospital
Universiti Sains Malaysia. Malaysian Journal of Nutrition, 17(3):287-299. Diakses dari
www.schoolar.google.co.id pada 18 April 2013.
32. Al-Qazaz, Harith et al. (2010). Diabetes knowledge, medication adherence and glycemic
control among patients with type 2 diabetes. International Journal of Clinical Pharmacy,
33:1028–1035. Diakses dari www.springer.com pada 14 Februari 2013.
33. Lafta, Riyadh K, Ula Faiq dan Abdul Hameed Al-Kaseer. (2009). Compliance of
Diabetic Patient. Iraq Academic Scientific Journal,8:17-22. Diakses dari www.iasj.net
pada 12 Juli 2013.
34. Yannakoulia, Mary. (2006). Eating Behavior among Type 2 Diabetic Patients: A Poorly
Recognized Aspect in a Poorly Controlled Disease. The Review of Diabetic Studies, 3(1):
11-16. Diakses dari www.the-rds.org pada 20 April 2013
35. Witasari, Ucik dkk. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat Dan
Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 10: 130 – 138. Diakses dari
www.schoolar.google.co.id pada 10 Februari 2013
36. Gabriele, Riccardi et al. (2008). Role of glycemic index and glycemic load in the healthy
state, in prediabetes, and in diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition,
87(suppl):269S–74S. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari 2013
37. Adetunji et al. (2007). Perceived family support and blood glucose control in type 2
diabetes. Mera: Diabetes International, 3:18-19. Diakses dari www.scholar.google.com
pada 20 Februari 2013.

Faktor-faktor yang..., Catur Mei Astuti, FKM UI, 2013.

Anda mungkin juga menyukai