Anda di halaman 1dari 15

BAHAN AJAR

MATEMATIKA EKONOMI
(oleh: Dady Nurpadi)
MATERI POKOK PENGAJARAN MATEMATIKA EKONOMI
BAGIAN I : KONSEP-KONSEP DASAR MATEMATIKA

1.1 Himpunan
1.2 Sistem Bilangan
1.3 Pangkat, Akar dan Logaritma
1.4 Deret
1.5 Penerapan-Penerapan Ekonomi

BAGIAN II : HUBUNGAN FUNGSIONAL


2.1. Fungsi
2.2. Hubungan Linear
2.3. Hubungan Non Linear
2.4. Penerapan-Penerapan Ekonomi

BAGIAN III : ALJABAR KALKULUS


3.1. Limit dan Kesinambungan Fungsi
3.2. Diferensial Fungsi Sederhana
3.3. Diferensial Fungsi Majemuk
3.4. Integral
3.5. Penerapan-Penerapan Ekonomi

BAGIAN IV: ALJABAR LINEAR


4.1. Matriks
4.2. Analisis Masukan-Keluaran
4.3. Penerapan-Penerapan Ekonomi
BAB 1
HIMPUNAN

Teori himpunan bersifat sangat mendasar dalam matematika. Ia mendasari hampir semua cabang
ilmu hitung moderen. Berkenaan dengan sifat mendasarnya itu, maka pada bagian buku ini
terlebih dahulu dibahas hal ikhwal yang berhubungan dengan teori himpunan (set theory)

1.1. PENGERTIAN HIMPUNAN


Himpunan adalah suatu kumpulan atau gugusan dari sejumlah obyek. Obyek-obyek yang
mengisi atau membentuk sebuah himpunan disebut aggota, atau elemen, atau unsur. Obyek-
obyek suatu himpunan sangat bervariasi; bisa berupa orang-orang tertentu, hewan-hewan
tertentu, tanam-tanaman tertentu, benda-benda tertentu, buku-buku tertentu, angka-angka
tertentu dan sebagainya.

1.4.OPERASI HIMPUNAN : GABUNGAN, IRISAN, SELISIH DAN PELENGKAP


Gabungan (union) dari himpunan A dan himpunan B, dituliskan dengan notasi A ∪ B, adalah
himpunan yang beranggotakan obyek-obyek milik A atau obyek-obyekl milik B.

A ∪ B = { x: x ∈A atau x ∈B}

Irisan (intersection)dari himpunan A dan B, dituliskan dengan notasi A ∩ B adalah himunan


yangberanggotakan baik obyek milik A maupun obyek milik B; dengan perkataan lain,
beranggotakan obyek-obyek yang dimiliki Adan B secara bersama.

A ∩ B = { x: x ∈A dan x ∈B}

Dalam hal A ∩ B = ∅, yakni jika A dan B tidak mempunyai satupun anggota yang dimiliki
bersama, maka A dn B dikatakan (disjoint).

Selisih himpunan A dan himpunan B, dituliskan dengan notasi A – B atau A|B, adalah
himpunan yang beranggotakan obyek-obyek milik A yang bukan obyek milik B

A−B ≡ A|B ={ x: x ∈A tetapi x ∈B}


1.5.KAIDAH-KAIDAH MATEMATIKA DALAM PENGOPERASIAN HIMPUNAN
Dalam pengoperasian lebih lanjut teori himpunan, berlaku beberapa kaidah matematika
sebagaimana terinci di dalam daftar berikut:

Kaidah-kaidah Matematika dalam pengoperasian Himpunan

Kaidah Idempoten

1a. A ∪ A = A 1b. A ∩ A = A

Kaidah Asosiatif

2a. (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C) 2b. (A ∩ B) ∩ C= A ∩ (B ∩ C)

Kaidah Komutatif

3a. A ∪ B =B ∪ A 3b. A ∩ B = B ∩ A

Kaidah Distributif

4a. A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C 4b. A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)

Kaidah Identitas

5a. A ∪ ∅ = A 5b. A ∩ ∅ = ∅
6a. A ∪ U = U 6b. A ∩ U = A

Kaidah Kelengkapan
7a. A ∪ A = U 7b. A ∩ A = ∅

8a. (A) = A 8b. U = ∅, ∅ = U

Kaidah De Morgan
9a. (A ∪ B) = A ∩ B 9b. (A ∩ B) = A ∪ B
BAB 2
SISTEM BILANGAN

Dalam matematika, bilangan-bilangan yang ada dapat digolongkan sebagaimana di dalam


skema berikut :

Bilangan

Nyata Nyata

Irrasional Irrasional

Bulat Pecahan

2.1. OPERASI BILANGAN

Bilangan-bilangan nyata memenuhi kaidah-kaidah tertentu apakah mereka dioperasikan.


Operasi penjumlahan dan perkalian bilangan nyata memenuhi kaidah-kaidah sebagai berikut:

1. Kaidah Komutatif

Dalam menjumlahkan dua bilangan a dan b, perubahan urutan antara keudanya tidak
akan mengubah hasil penjumlahan

a+b=b+a
4+6=6+4
Hal yang sama berlaku juga untuk perkalian, perubahan urutan perkalian antara dua
bilangan tidak akan mengubah hasilny.

a×b=b×a

4×6=6×4

2. Kaidah Asosiatif

Dalam menjumlahkan tiga bilangan a, b dan c − atau lebih− perubahan cara


pengelompokan bilangan-bilangan tersebut tidak akan mengubah hasil penjumlahan

(a+b)+c=a+(b+c)

(4+6)+5=4+(6+5)

Begitu pula dalam perkalian, perubahan cara pengelompokan bilangan-bilangan tidak


akan mengubah hasil perkalian.

(a×b)×c=a×(b×c
)

(4×6)×5=4×(6×5)

3. Kaidah Pembatalan

Jika jumlah a dan c sama dengan jumlah b dan c, maka a sama dengan b; dengan
perkataan lain:
jika a + c = b + c
maka a=b
Jika hasilkali a dan c sama dengan hasil kali b dan c, dimana c adalah bilangan nyata
bukan-nol maka a sama dengan b; jadi:

jika a c = b c ( c ≠ 0 )
maka a=b

4. Kaidah Distributif
Dalam pengalian bilangan a terhadap jumlah ( b + c), hasilkalinya adalah sam dengan
jumlah hasilkali a b dan hasilkali a . Dengan perkataan lain, hasilkali sebuah bilangan
terhadap suatu penjumlahan adalah sama dengan jumlah hasilkalinya.

a ( b + c) = a b + a c

4 (6 + 5) = (4 × 6) + ( 4 × 5)
BAB 3

PANGKAT, AKAR DAN LOGARITMA

3.1. PANGKAT

Pangkat dari sebuah bilangan ialah suatu indeks yang menunjukkan banyaknya perkalian yang
sama secara berurutan. Notasi Xa berarti bahwa x harus dikalikan dengan x itu sendiri secara
berturut-turut sebanyak a kali. Notasi pemangkatan sangat berfaedah untuk merumuskan
penulisan bentuk perkalian secara ringkas.

3.2. AKAR

Akar merupakan bentuk lain untuk menyatakan bilangan berpangkat. Akar dari sebuah
bilangan ialah basis yang memenuhi bilangan tersebut berkenaan dengan pangkat akarnya.
Berdasarkan konsep pemangkatan kita mengetahui, bahwa jika bilangn-bilangan yang sama
(misalnya x) dikalikan sejumlah tertentu sebanyak xa ; x disebut basis dan a disebut pangkat.

3.3. LOGARITMA

Logaritma pada hakekatnya merupakan kebalikan dari proses pemangkatan dan/atau


pengakaran. Ia dapat dipakai untuk menyederhanakan operasi-operasi perkalian, pembagian,
pencarian pangkat dan penarikan akar. Logaritma dari suatu bilangan ialah pangkat yang
harus dikenakan pada (memenuhi) bilangan pokok logaritma untuk memperoleh bilangan
tersebut
BAB 4

DERET

Deret ialah rangkaian bilangan yang tersusun secara teratur dan memenuhi kaidah-kaidah
tertentu. Bilangan-bilangan yang merupakan unsur dan pembentuk sebuah deret
dinamakan suku. Keteraturan rangkaian bilangan yang membentuk sebuah deret terlihat
pada “pola perubahan” bilangan-bilangan tersebut dari satu suku ke suku berikutnya.

Berdasarkan jumlah suku yang membentuknya, deret dapat digolongkan atas:


a. Deret berhingga, yaitu deret yang jumlah suku-sukunya teretentu.
b. Deret tak berhingga, yaitu deret yang jumlah suku-sukunya tidak terbatas

Berdasarkan dari segi pola perubahan bilanagn pada suku-sukunya, deret dibedakan
menjadi: deret hitung, deret ukur, dan deret harmoni.

Deret Hitung (DH)

Contoh: 1) 7, 12, 17, 22, 27,32 (pembeda  b= 5)

2) 93, 83, 73, 63, 53, 43 (pembeda  b= -10)

a. Mencari suku ke – n dari DH: Sn = a + (n-1) b


b. Jumlah n suku:
1. Jn = ∑ Si
2. Jn = n/2 (a + Sn)
3. Jn = n/2 { 2a + (n-1) b }
4. Jn = na + n/2 (n - 1) b

Deret Ukur (DU)

Contoh : 1) 5, 10, 20, 40, 80, 160 (pengganda  p= 2)

2) 512, 256, 128, 64, 32, 16 ( pengganda  p = 0,5)

a. Mencari suku ke –n DU : Sn = a p n-1


b. Jumlah n suku :
1. Jn = a(1-p n) / 1 – p
2. Jn = a (pn – 1)/p – 1
PENERAPAN EKONOMI:

1. Model Perkembangan Usaha:

Kasus 1:

Perusahaan genteng Sokajaya menghasilkan 3000 buah genteng pada bulan pertama
produksinya. Dengan penambahan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas,
perusahaan mampu menambah produksinya sebanyak 500 buah stiap bulan. Jika
perkembangan produksinya konstan, berapa buah genteng yang dihasilkan pada bulan
kelima? berapa buah yang telah dihasilkan sampai dengan bulan tersebut?

Jawab: a = 3.000 b = 500 n = 5

S5 = 3.000 + (5-1) 500 = 5.000

J5 = 5/2 ( 3.000 + 5.000) = 20.000

Jadi jumlah produksi pada bulan kelima adalah 5.000 buah, sedangkan jumlah
seluruh genteng yang dihasilkan sampai dengan bulan tersebut adalah 20.000 buah

Kasus 2:

Besarnya penerimaan PT Cemerlang dari hasil penjualan barngnya Rp. 720 juta pada
tahun kelima, dan Rp 980 juta pada tahun ketujuh. Apabila perkembangan penerimaan
penjualan tersebut berpola seperti deret hitung, berapa perkembangan penerimaan per
tahun ? berapa besar penerimaan pada tahun pertama dan pada tahun keberapa
penerimaannya sebesar Rp. 460 juta/

Jawab; (dalam jutaan) : S7 = 980  a + 6 b = 980

S5 = 720  a + 4 b = 720

2 b = 260  b = 130

perkembangan penerimaan per tahun sebesar Rp. 130 juta

a + 4 b = 720  a = 720 - 4 b = 720 - (4(130) = 200

Penerimaan pada tahun pertama sebesar Rp. 200 juta

Sn = a + (n – 1) b  460 = 200 + (n-1) 130


460 = 200 + 130 n – 130

390 = 130 n  n = 3

Penerimaan sebesar Rp. 460 juta diterima pada tahun ketiga

2. Model Bunga Majemuk


Model bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur dalam kasus simpan pinjam dan
kasus investasi. dengan model ini deapat dihitung, misalnya besarnya pengembalian
kredit di masa datang berdasarkan tingkat bunganya. Atau sebaliknya, untuk mengukur
nilai sekarang dari suatu jumlah hasil investasi yang akan diterima di masa datang.

Jika modal pokok sebesar P dibungakan secara majemuk dengan suku bunga per tahun
setingkat I, maka jumlah akumulasif modal tersebut dim as datang setelah n tahun (Fn)
dapat dihitung sebgai berikut:
F1 = P + P.i = P (1 + i)
F2 = P (1 +i) + P (1 + i)I = P (1 + I )2
F3 = P (1 + I ) 2 + P (1 + I )2 i = P (1 + I )3

Fn = P ( 1 + i ) n P: jumlah sekarang
i : tingakt bunga per tahun
n: jumlah tahun

Apabila bunga diperhitungkan dibayarkan lebih dari satu kali (misalnya m kali, masing-
masing i/m per termin dalam setahun, maka jumlah di masa datang menjadi:

Fn = P (1 + i/m) mn

Nilai sekarang (present value) dari suatu jumlah uang teretntu di masa datang adalah:

P = 1 / (1 + I )n . F atau P = 1 / (1 + i/m)mn. F

Kasus 3.

seorang nasabah meminjam uang di bank sebanyak Rp. 5 juta untuk jangka waktu 3
tahun, dengan tingkat bunga 2 % per tahun. Berapa jumlah seluruh uang yang harus
dikembalikan pada saat pelunasan? Seandainya perhitungan pembayaran bunga bukan
tiap tahun, melainkan tiap semester, berapa jumlah yang harus ia kembalikan?
Jawab: P = 5.000.000 n = 3 i= 2 % = 0,2

Fn = P ( 1 + i) n

F3 = 5.000.000 (1 + 0,02) 3

= 5.000.000 (1,061208) = 5.306.040

Jadi pada saat pelunasan, setelah tiga tahun, nasabah tadi secara keseluruhan harus
mengembalikan sebanyak Rp. 5.306.040,00. Seandainya bunga diperhitungkan
dibayarkan tiap semester, m = 2 , maka:

Fn = P (1 + i/m)mn  F3 = 5.000.000 (1 + 0,01) 6

= 5.000.000 (1,06152) = 5.307.600

Jumlah yang harus dikembalikan menjadi lebih besar Rp. 5.307.600,00

3. Model Pertumbuhan Penduduk


Menurut Sir TR. Malthus, penduduk dunia tumbuh mengikuti pola deret ukur. Secara
matematik, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

P t = P1 R t-1 ; dimana R = 1 + r
P1 = jumlah pada thun pertama (basis0
Pt = jumlah pada tahun ke-t
r = persentase pertumbuhan per tahun
t = indeks waktu (tahun)

Kasus 5;
penduduk suatu kota berjumlah 1 juta jiwa pada tahun 1991, tingkat pertumbuhannya 4
persen per tahun. Hitunglah jumlah penduduk kota tersebut pada tahun 2006, berap
jumlahnya 11 tahun kemudian?
Pt = 1 juta r = 0,04 R= 1,04 P tahun2006 P16 = 1 juta (1,04)15

= 1 juta (1,800943)
= 1.800.943 jiwa

P1 = 1.800.943 r = 0,025 R = 1,025


P11 tahun kemudian = P11  P11 = 1.800.943 (1,025 )10 = 2.305.359 jiwa
atau dengan memanfaatkan kaidah logaritma:

P 11 = 1.800.943 (1,025) 10
log P11 = log 1.800.943 (1,025)10
log P11 = log 1.800.943 + 10 log 1,025
log P11 = 6,255499 = 0,107239
log P11 = 6,362738  P11 = 2.305.359
HUBUNGAN FUNGSIONAL

BAB 5
FUNGSI

Fungsi adalah suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan hubungan


ketergantungan (hubungan fungsional) antara satu variable dengan variable lain.

unsure-unsur pembentuk fungsi adalah variable, koefisien, dan konstanta

Variabel adalah unsure pembentuk fungsi yang mencerminkan atau mewakili factor
tertrentu, dilambangkan(berdasarkan kesepakatan umum) dengan huruf-huruf Latin.

Berdasarkan kedudukan atau sifatnya, di dalam setiap fungsi terdapat dua macam
variable, yaitu variable bebas dan variable terikat. Variabel bebas (independent variable)
ialah variable yang nilainya tidak tergantung pada variable lain; sedangkan variable
terikat (dependent variable) ialah variable yang nilainya tergantung pada variable lain.

Koefisien dan Konstanta.

Koefisien adalah bilangan atau angka yang terkait pada dan terletak di depan suatu
variable dalam sebuah fungsi. Adapun konstanta ialah bilangan atau angka yang kadang-
kadang turut membentuk sebuah fungsi tetai berdiri sendiri sebagai bilangan dan tidak
terkait pada suatu variable tertentu

Jenis-jenis Fungsi

a. Fungsi aljabar
b. Fungsi non-aljabar (transenden)

Fungsi Aljabar terdiri dari:

a. Fungsi Irrasional
b. Fungsi Rasional

Fungsi rasional terdiri atas: f. polinom ; f. linear; f. kuadrat; f.kubik; f. bikuadrat dan f.
pangkat

Adapun fungsi non aljabar (transenden) seperti: f. eksponensial; f. logaritmaik; f


trigonometric; dan fungsi hiperbolik
Fungsi polinom ialah fungsi yang mengandung banyak suku (polinom) dalam variable
bebasnya. Bentuk umum umum persamaan polinom adalah:

Y = a0 + a1X + a2 X2 + ---- + an Xn

Fungsi Linear ialah fungsi polinom khusus yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah
pangkat satu. bentuk umu m persaman linear adalah :

Y = a0 + a1X ; dimana a1 tidak boleh sama dengan 1

HUBUNGAN LINEAR:

PENGGAMBARAN FUNGIS LINEAR

Setiap fungsi – yang terbentuk eksplisit, atau bis dieksplisitkan - dapat disajikan
secara grafik pada bidang sepasang sumbu silang (sistem koordinat). Gambar yang
dihasilkannya mungkin berupa garis lurus atau berupa kurva, tergantung pada jenis dan
fungsi yang bersangkutan. Gambar dari sebuah fungsi dapat dihasilkan dengan cara
menghitung koordinat titik-titik yang memenuhi persnamaannya, dan kemudian
memindahkan pasangan-pasangan titik tersebut ke sistem sumbu silang. Dalam
menggambarkan suatu fungsi terdapat kebiasaan meletakkan variabel bebas pada sumbu
horizontal (absis) dan variabel terikat pada sumbu vertical (ordinat).

PENGGAMBARAN FUNGSI NON-LINEAR

Penggambaran fungsi non-linear tidak semudah dengan fungsi linear. Meskipun


prinsipnya secara umum sama, yakni dengan terlebih dahulu mencari sejumlah titik
koordinat yang memenuhi persmaan fungsinya, namun prakteknya tidaklah mudah.
Bukan saja Karena kurvanya yang jelas akan tidak linear, sehingga relative sulit untuk
dilukiskan, teteapi juga karena terdapat tidak hanya satu macam fungsi non-linear.
Masing-masing fungsi non-linear mempunyai bentuk khas mengenai kurvanya, sehingga
harus diamati kasusdemi kasus.
BAB 6

HUBUNGAN LINEAR

Hubungan sebab-akibat antara berbagai variable ekonomi – misalnya antara permintaa barang
dan harga, antara investasi dan tingkat bunga – dapat dengan mudah dinyatakan serta
diterangkan dalam bentuk fungsi. Di antara berbagai macam hubungan fungsional yang ada,
hubungan linear merupakan bentuk yang paling dasar dan paling sering digunakan dalam analisis
ekonomi.

PENGGAL DAN LERENG GARIS LURUS

Fungsi linear atau fungsi berderajat satu ialah fungsi yang pangkat tertinggi dari variabelnya
adalah pangkat satu. Sesuai dengan namanya, setiap persamaan linear apabila digambarkan akan
menghasilkan sebuah garis, tegasnya garis lurus. Bentuk umum persamaan linear adalah y = a +
bx; dimana a adalah penggal garisnya pada sumbu-vertikal – y, sedangkan b adalah koefisien
arah atau lereng garis yang bersangkutan. Penggal a mencerminkan nilai y pada kedudukan x =
0. Adapun lereng b mencerminkan besarnya tambahan nilai y untuk setiap tambahan satu unit x,
juga mencerminkan besranya tambahan nilai y untuk setiap tambahan satu unit x, juga
mencerminkan tangent dari sudut yang dibentuk oleh garis – y dan sumbu – x.Satu hal yang
penting untuk dicatat adalah bahwa lereng dari suatu fungsi linear suatu konstan, untuk setiap x.

PEMBENTUK PERSAMAAN LINEAR

Sebuah persamaan linear dapat dibentuk melalui beberapa macam cara terrgantung pada data
yang tersedia. Pada prinsipnya sebuah persmaan linear bisa dibentuk berdasarkan dua unsure.
Unsur tersebut dapat berupa penggal garisnya, lereng garisnya, atau koordinat titik-titik yang
memenuhi persamaannya.

HUBUNGAN DUA GARIS LURUS

Dalam sebuah sistem sepasang sumbu-silang, dua buah garis lurus mempunyai empat macam
kemungkinan bentuk hubungan yaitu saling berimpit, sejajar berpotongan, dan tegak lurus.

Anda mungkin juga menyukai