Anda di halaman 1dari 50

TEORI PELUANG

“Aksioma Probabilitas”

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
ANISA HILMIA RISDAYANTI (2110247739)
DEWI MULIYANA (2110247636)
DWI WIRDA LASTARI (2110247611)
ELSYA SUHARNITA (2110247717)
MAR’ATUZ ZAKIYAH (2110247599)
YODIATMANA (2110247646)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. PUTRI YUANITA, M.Ed

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah pemakalah ucapkan kehadirat Allah SWT atas


berkah, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Aksioma Probabilitas”.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah yaitu Teori Peluang. Dalam makalah ini pemakalah
menjabarkan mengenai ruang sampel dan kejadian, aksioma peluang, dan beberapa
proposisi atau dalil peluang.
Terima kasih pemakalah ucapkan kepada Ibu Dr. Putri Yuanita, M.Ed
selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan bantuan, bimbingan,
dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati pemakalah ucapkan mohonmaaf
atas kesalahan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Pemakalah mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan matematika. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya pada kita semua. Aamiin.

Pekanbaru, Maret 2022


Penyusun Makalah

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

A. Pengantar ..................................................................................................1
B. Ruang Sampel dan Kejadian...................................................................1
C. Macam-Macam Kejadian ........................................................................4
D. Operasi pada Kejadian ............................................................................7
E. Hukum DeMorgan ...................................................................................13
F. Aksioma-Aksioma Peluang .....................................................................15
G. Beberapa Proposisi atau Dalil Sederhana ..............................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................47

iii
A. Pengantar
Apakah peluang itu? Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi di
masa mendatang dengan kondisi ketidakpastian setiap harinya. Hal ini
mengisyaratkan bahwa sering terjadi pengambilan keputusan dengan sedikit
pengetahuan/keterangan. Situasi ketidakpastian ini sering dianalisis dengan bentuk
rata-rata jangka panjang yang dikenal dengan peluang/probabilitas.
Teori peluang adalah cabang dari matematika yang mana merupakan
pengembangan model untuk Chance Variation atau Random Phenomena. Teori
mengenai peluang diawali dengan analisis kans kemenangan dari permainan judi
yaitu dadu dan kartu. Hingga kini kasino menggunakan peluang untuk merancang
pembayaran diantaranya untuk roulette, craps, blackjack. Bahkan di beberapa
negara, pemerintahnya memakai peluang untuk merancang pembayaran lotere.
Perkembangan yang sangat berarti dari peluang ini merambah di kehidupan
kita tidak hanya sekedar judi. Sebagai contoh biaya premi atau jumlah santunan
pada masalah asuransi. Dengan jumlah santunan yang sama sebesar A rupiah dan
jangka waktu asuransi yang sama yaitu n tahun bagi orang yang berusia 20 tahun
dan 60 tahun, tentunya pembayaran premi pertahunnya berbeda. Premi yang harus
dibayar orang yang berusia 60 tahun lebih besar daripada orang yang berusia 20
tahun. Hal ini disebabkan bahwa peluang orang yang berusia 60 tahun untuk
mencapai usia n tahun lagi kecil dibanding dengan orang yang berusia 20 tahun,
(atau ekspektasi hidup orang yang berusia 60 tahun lebih kecil daripada orang yang
berusia 20 tahun).

B. Ruang Sampel dan Kejadian


1. Ruang Sampel
Dalam setiap pertandingan badminton, sebelum pertandingan dimulai
biasanya wasit mengundi dahulu dengan menggunakan mata uang (koin) untuk
menentukan tim mana yang akan memainkan bola (Shutlecock) terlebih dahulu.
Nah, dari pelemparan koin tersebut apakah bisa menentukan secara pasti yang

1
keluar pertama kali adalah gambar? Atau pasti angka? Tentu saja jawabannya
adalah tidak, kita tidak bisa memastikannya apakah yang muncul terlebih dahulu
angka atau gambar. Demikian halnya apabila kita mengambil sebuah kartu remi
dari kumpulan satu kartu remi. Maka kita tidak dapat memastikan secara pasti yang
akan kita ambil adalah AS Merah.
Melempar koin, mengambil kartu dari seperangkat kartu remi, melempar
dadu, mengambil kelereng dalam kotak adalah contoh dari kegiatan yang
dinamakan percobaan atau eksperimen. Ketika melempar sebuah koin
kemungkinan yang terjadi adalah muncul gambar atau angka, maka hasil yang
mungkin terjadi adalah {Angka, Gambar} dan ini disebut dengan ruang sampel.
Sehingga dapat disimpulkan Ruang Sampel/Ruang Contoh (Sample Space)
adalah himpunan dari semua kemungkinan yang akan terjadi pada suatu percobaan
dan sering dilambangkan sebagai 𝑆.
Contoh 1:
Ketika sebuah dadu dilemparkan, maka kemungkinan sisi yang munculadalah
1 atau 2 atau 3 atau 4 atau 5 atau 6. Sehingga ruang sampelnya adalah
𝑆 = {1,2,3,4,5,6}
𝑛(𝑆) = 6
Contoh 2 :
Dua buah dadu dilemparkan bersamaan. Tentukan ruang sampelnya.
Dadu I
1 2 3 4 5 6
Dadu II
1 (1,1) (1,2) (1,3) (1,4) (1,5) (1,6)
2 (2,1) (2,2) (2,3) (2,4) (2,5) (2,6)
3 (3,1) (3,2) (3,3) (3,4) (3,5) (3,6)
4 (4,1) (4,2) (4,3) (4,4) (4,5) (4,6)
5 (5,1) (5,2) (5,3) (5,4) (5,5) (5,6)
6 (6,1) (6,2) (6,3) (6,4) (6,5) (6,6)

𝑆 = {(1,1), (1,2), (1,3) … (6,4), (6,5), (6,6)}


𝑛(𝑆) = 36

2
Contoh 3:
Sebuah kotak berisi 3 marmer, yaitu 1 merah, 1 hijau, dan 1 biru. Anggaplah sebuah
percobaan dengan mengambil 1 marmer dari kotak dan kemudian dikembalikan
kedalam kotak dan selanjutnya diambil marmer untuk kedua kalinya. Tulislah
ruang sampelnya. Kemudian tulislah ruang sampel ketika pengambilan marmer
kedua dengan tanpa pengembalian pada pengambilan marmer pertama.
Penyelesaian:
Ruang sampelnya adalah
𝑆 = {(𝑀𝑀), (𝑀𝐻), (𝑀𝐵), (𝐻𝑀), (𝐻𝐻), (𝐻𝐵), (𝐵𝑀), (𝐵𝐻), (𝐵𝐵)}
Banyak sampel adalah 𝑛(𝑆) = 9
Ruang sampel jika tanpa pengembalian pada pengambilan pertama yaitu:
𝑆 = {(𝑀𝐻), (𝑀𝐵), (𝐻𝑀), (𝐻𝐵), (𝐵𝑀), (𝐵𝐻)}
Banyak sampel adalah 𝑛(𝑆) = 6

2. Kejadian
Jika diketahui ruang sampel 𝑇 = {𝑡|𝑡 ≥ 0}, disini 𝑡 menyatakan usia (tahun)
suatu komponen mesin tertentu dan jika kejadian A adalah komponen akan rusak
sebelum akhir tahun kelima, maka kejadian A merupakan himpunan bagian dari T.
Jika diketahui ruang sampel jenis kelamin anak yang baru lahir adalah 𝐾 =
(𝑙𝑎𝑘𝑖 − 𝑙𝑎𝑘𝑖, 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛) dan B adalah kejadian jenis kelamin anak yang baru
lahir adalah perempuan, maka kejadian B merupakan himpunan bagian dari ruang
sampel K.
Contoh 1:
Dalam pelemparan sebuah dadu dan sebuah koin, kejadian muncul sisi genap pada
dadu dan gambar pada koin merupakan himpunan bagian dari ruang sampel yang
ada.
Contoh 2:
Jika C suatu kejadian jumlah lemparan kedua dadu menghasilkan sisi genap. Tulis
semua elemen dari C!

3
Penyelesaian:
Didefinisikan terlebih dahulu kejadian 𝐶 ⊆ 𝑆
C : kejadian jumlah lemparan dua dadu menghasilkan sisi genap
C = {(1,1), (1,3), (1,5), (2,2), (2,4), (2,6), (3,1), (3,3), (3,5), (4,2), (4,4), (4,6),
(5,1), (5,3), (5,5), (6,2), (6,4), (6,6)}
Kejadian adalah himpunan bagian dari suatu ruang sampel.

C. Macam-Macam Kejadian
Apabila kejadian satu dioperasikan dengan kejadian lainnya, dalam
menggunakan operasi himpunan, maka akan diperoleh kejadian baru yaitu:
1. Irisan Dua Kejadian A dan B atau (𝑨 ∩ 𝑩)
Kejadian yang memuat semua elemen persekutuan kejadian A dan kejadian
B.

A B

Contoh 1:
Dari pengetosan dua koin, M adalah kejadian muncul minimal 1 gambar dan N
adalah kejadian muncul 1 angka. Tentukan 𝑀 ∩ 𝑁 !
Penyelesaian:
𝑀 = {(𝐺, 𝐴), (𝐺, 𝐺), (𝐴, 𝐺)} , 𝑁 = {(𝐴, 𝐺), (𝐴, 𝐴), (𝐺, 𝐴)}
Maka, 𝑀 ∩ 𝑁 = {(𝐺, 𝐴), (𝐴, 𝐺)}

Contoh 2:
Diberikan:
𝑈 = {𝐻𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 10}
𝑈 = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
𝑉 = {𝐻𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓}
𝑉 = {2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, … … . }
Maka, 𝑈 ∩ 𝑉 = {2, 4, 6, 8}

4
2. Gabungan Dua Kejadian A dan B atau (𝑨 𝖴 𝑩)
Kejadian yang mengandung semua unsur yang termasuk di A atau B atau
keduanya. Dari gambar berikut, bagian yang di arsir merupakan gabungan 2
kejadian.
A B

Contoh 1:
Jika 𝑀 = {𝑥|3 < 𝑥 < 9} dan 𝑁 = {𝑦|5 < 𝑦 < 12}
Maka 𝑀 𝖴 𝑁 = {𝑧|3 < 𝑧 < 12}

Contoh 2:
Hasil survey suatu kelompok bimbingan belajar terhadap mata pelajaran yang
disukai adalah sebagai berikut.
𝑋 = {𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑘𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑘𝑎}
𝑋 = {𝐴𝑛𝑖, 𝑅𝑎𝑟𝑎, 𝑌𝑢𝑙𝑖, 𝐵𝑎𝑦𝑢, 𝐹𝑎ℎ𝑚𝑖, 𝐼𝑘ℎ𝑠𝑎𝑛, 𝑆𝑦𝑛𝑡𝑎}
𝑌 = {𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑘𝑎 𝑓𝑖𝑠𝑖𝑘𝑎)
𝑌 = {𝐿𝑒𝑙𝑖, 𝐴𝑚𝑒𝑙, 𝐼𝑛𝑡𝑎𝑛, 𝐼𝑘ℎ𝑠𝑎𝑛, 𝐴𝑛𝑖, 𝑅𝑎𝑟𝑎}
𝑋 𝖴 𝑌 = {𝐴𝑛𝑖, 𝑅𝑎𝑟𝑎, 𝑌𝑢𝑙𝑖, 𝐵𝑎𝑦𝑢, 𝐹𝑎ℎ𝑚𝑖, 𝐼𝑘ℎ𝑠𝑎𝑛, 𝑆𝑦𝑛𝑡𝑎, 𝐿𝑒𝑙𝑖, 𝐴𝑚𝑒𝑙, 𝐼𝑛𝑡𝑎𝑛 }

3. Komplemen suatu kejadian A terhadap T


Himpunan semua unsur T yang tidak termasuk A. Komplemen dinyatakan
dengan lambang 𝐴′ atau 𝐴𝑐. Dari gambar di bawah ini bagian yang di arsir
merupakan komplemen suatu kejadian.

5
Contoh:
Misalkan R merupakan kejadian kartu merah terambil dari seperangkat kartu bridge
yang berisi 52 kartu, dan T menyatakan seluruh kartu. Maka 𝑅′ adalah kejadian kartu
yang terambil bukan berwarna merah tetapi hitam.

4. Kejadian A dan B saling lepas (Mutually Exclusive)


Jika 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ , yakni jika A dan B tidak memiliki unsur persekutuan atau
kejadian-kejadian tersebut tidak dapat terjadi secara bersamaan.
Contoh 1:
Pada pelemparan sebuah dadu
Jika , 𝐸 = 𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑑𝑢 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝
𝐹 = 𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑑𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑗𝑖𝑙
Maka, E dan F tidak dapat terjadi secara bersamaan, sehingga 𝐸 ∩ 𝐹 = ∅
E merupakan subset dari F jika semua anggota E juga merupakan anggota F.
Dalam hal ini, F dikatakan superset dari E.
Contoh 2:
Jika 𝑃 = {𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑖𝑚𝑎}, 𝑄 = {𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖}
Maka, 𝑃 ⊂ 𝑄 dan 𝑄 ⊃ 𝑃
Hubungan antara kejadian dan ruang sampel dapat digambarkan dengan
diagram Venn. Dalam suatu diagram Venn misalkan ruang sampel digambarkan
sebagai persegi panjang dan kejadian dinyatakan sebagai lingkaran didalamnya.
Kejadian dinyatakan dengan berbagai daerah :
𝐴∩𝐵 = daerah 1 dan 2 S
𝐵∩𝐶 = daerah 1 dan 3
2 B
A 7 6
𝐴𝖴𝐶 = daerah 1, 2, 3, 4, 5, dan 7
1
𝐵′ ∩ 𝐴 = daerah 4 dan 7 4 3
𝐴∩𝐵∩𝐶 = daerah 1 5
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶′ = daerah 2, 6 dan 7
C

6
D. Operasi pada Kejadian
Operasi suatu kejadian juga mengikuti kaidah himpunan, yaitu:
1. Komutatif
𝐴𝖴𝐵 =𝐵𝖴𝐴
𝐴∩𝐵 =𝐵∩𝐴
Pembuktian 1:
𝑨𝖴𝑩=𝑩𝖴𝑨
Misalkan (𝐴 𝖴 𝐵) = 𝑃 dan (𝐵 𝖴 𝐴) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵)
𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐴.
Sehingga 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐴).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 .......... (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐴)
𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐴
Pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵.
Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 .......... (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
𝐴 𝖴 𝐵 = 𝐵 𝖴 𝐴.
Pembuktian 2:
𝑨∩𝑩=𝑩∩𝑨
Misalkan (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 dan (𝐵 ∩ 𝐴) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵)
𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐴.
Sehingga 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐴).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 .......... (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐴)

7
𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐴
Pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵.
Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
𝐴 ∩ 𝐵 = 𝐵 ∩ 𝐴.

Contoh 1:
Diketahui 2 himpunan A = {1, 2, 5, 6} dan B = {2, 3, 4}. Untuk menentukan
𝐴 𝖴 𝐵 dapat dituliskan kembali semua anggota A dan B, yaitu 1, 2, 5, 6, 2, 3, 4.
Karena ada nilai yang sama untuk 2 , maka dapat ditulis satu kali saja, sehingga
𝐴 𝖴 𝐵 = { 1, 2, 3, 4, 5, 6}. Begitu pula untuk menentukan 𝐵 𝖴 𝐴 dengan menulis
kembali anggota B dan A dengan anggota yang sama di tulis satu kali yaitu 2, 3,4,
1, 2, 5, 6 sehingga diperoleh 𝐵 𝖴 𝐴 = {1,2,3,4,5,6}. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa 𝐴 𝖴 𝐵 = 𝐵 𝖴 𝐴

Contoh 2:
Diketahui 2 himpunan A = {2, 4, 6, 8, 10} dan B = {1, 2, 4, 8, 10}. Maka untuk
menentukan 𝐴 ∩ 𝐵 dapat dituliskan kembali anggota yang terdapat di A maupun B,
yaitu 2, 4, 8, 10 sehingga 𝐴 ∩ 𝐵 = {2, 4, 8, 10}. Begitu pula untuk menentukan 𝐵 ∩
𝐴 dengan menuliskan kembali anggota yang terdapat di B maupun A, yaitu 2, 4, 8,
10 sehingga 𝐵 ∩ 𝐴 = {2, 4, 8, 10}. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa 𝐴
∩ 𝐵 = 𝐵 ∩ 𝐴.
2. Assosiatif
( 𝐴 𝖴 𝐵 ) 𝖴 𝐶 = 𝐴 𝖴 ( 𝐵 𝖴 𝐶)
(𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶)
Pembuktian 1:
(𝑨 𝖴 𝑩) 𝖴 𝑪 = 𝑨 𝖴 (𝑩 𝖴 𝑪)
Misalkan (𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = 𝑃 dan 𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶

8
𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa (𝑥 ∈
𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐴 atau (𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈
𝐶). Sehingga 𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐶) dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈ 𝐴 𝖴
(𝐵 𝖴 𝐶).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 .......... (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ 𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶)
𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐶). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa 𝑥 ∈ 𝐴
atau (𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐶)
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵) atau 𝑥 ∈
𝐶. Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶 dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈
(𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶.
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 .......... (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
( 𝐴 𝖴 𝐵 ) 𝖴 𝐶 = 𝐴 𝖴 ( 𝐵 𝖴 𝐶) .

Pembuktian 2:
(𝑨 ∩ 𝑩) ∩ 𝑪 = 𝑨 ∩ (𝑩 ∩ 𝑪)
Misalkan (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝑃 dan 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶
𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa (𝑥 ∈
𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan 𝑥 ∈ 𝐴 dan (𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐶).
Sehingga 𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐶) dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈ 𝐴 ∩
(𝐵 ∩ 𝐶).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶)
𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐶). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa 𝑥 ∈ 𝐴 dan
(𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐶)

9
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶.
Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶 dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈ (𝐴
∩ 𝐵) ∩ 𝐶.
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
(𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶).

Contoh 1:
Diketahui 3 himpunan,
𝐴 = {1, 2, 3, 4},
𝐵 = {3, 4},
𝐶 = {1, 3, 5}
Tunjukkan (𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = 𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶)
Penyelesaian:
Untuk (𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶
(𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = ({1, 2, 3,4} 𝖴 {3, 4}) 𝖴 {1, 3, 5}
(𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = {1, 2, 3 , 4} 𝖴 {1, 3, 5}
(𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = {1, 2, 3, 4, 5}
Untuk 𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶)
𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶) = {1, 2, 3, 4} 𝖴 ({3, 4} 𝖴{1, 3, 5})
𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶) = {1, 2, 3, 4} 𝖴 {1, 3, 4, 5}
𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶) = {1, 2, 3, 4, 5}
Dengan demikian, terbukti bahwa (𝐴 𝖴 𝐵) 𝖴 𝐶 = 𝐴 𝖴 (𝐵 𝖴 𝐶)

Contoh 2:
Diketahui 3 himpunan, A ={𝑎, 𝑏, 1, 2}, B = {𝑎, 1}, C = {1, 𝑑, 𝑓}
Tunjukkan (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶)
Penyelesaian:
Untuk (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶
(𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = ({𝑎, 𝑏, 1, 2} ∩ {𝑎, 1}) ∩ {1, 𝑑, 𝑓}
(𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = {𝑎, 1} ∩ {1, 𝑑, 𝑓}
(𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = {1}

10
Untuk 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶)
𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = {𝑎, 𝑏, 1, 2} ∩ ({𝑎, 1} ∩ {1, 𝑑, 𝑓})
𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = {𝑎, 𝑏, 1, 2} 𝖴 {1}
𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = {1}
Dengan demikian, terbukti bahwa (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶)

3. Distributif
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶)
(𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶)
Pembuktian 1:
(𝑨 𝖴 𝑩) ∩ 𝑪 = (𝑨 ∩ 𝑪) 𝖴 (𝑩 ∩ 𝑪)
Misalkan (𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = 𝑃 dan (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶
𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa (𝑥 ∈
𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐶) atau (𝑥
∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐶). Sehingga 𝑥 ∈ 𝐴 ∩ 𝐶 atau 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐶) dan akhirnya dapat
dituliskan 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶)
𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐶) atau 𝑥 ∈ (𝐵 ∩ 𝐶). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
(𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐶) atau (𝑥 ∈ 𝐵 dan 𝑥 ∈ 𝐶)
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵) dan 𝑥 ∈
𝐶. Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐵) dan 𝑥 ∈ 𝐶 dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶.
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 .......... (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
( 𝐴 𝖴 𝐵 ) ∩ 𝐶 = ( 𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 ( 𝐵 ∩ 𝐶) .
Pembuktian 2:
(𝑨 ∩ 𝑩) 𝖴 𝑪 = (𝑨 𝖴 𝑪) ∩ (𝑩 𝖴 𝑪)

11
Misalkan (𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = 𝑃 dan (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶) = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
a) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶
𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa (𝑥 ∈
𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐶) dan (𝑥
∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐶). Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐶) dan 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐶) dan akhirnyadapat
dituliskan 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶).
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 (1)
b) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶)
𝑥 ∈ (𝐴 𝖴 𝐶) dan 𝑥 ∈ (𝐵 𝖴 𝐶). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
(𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐶) dan (𝑥 ∈ 𝐵 atau 𝑥 ∈ 𝐶)
pernyataan tersebut akan sama bila dinyatakan (𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑥 ∈ 𝐵) atau 𝑥 ∈
𝐶. Sehingga 𝑥 ∈ (𝐴 ∩ 𝐵) atau 𝑥 ∈ 𝐶 dan akhirnya dapat dituliskan 𝑥 ∈
(𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶.
Jadi, kesimpulannya 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 .......... (2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄 atau
( 𝐴 ∩ 𝐵 ) 𝖴 𝐶 = ( 𝐴 𝖴 𝐶) ∩ ( 𝐵 𝖴 𝐶) .

Contoh 1:
Diketahui 3 Himpunan, A = {a, b, c}, B = {𝑎, 𝑓, ℎ}, C = {a, c, d}
Tunjukkan (𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶)
Penyelesaian:
Untuk (𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = ({𝑎, 𝑏, 𝑐} 𝖴 {𝑎, 𝑓, ℎ}) ∩ {𝑎, 𝑐, 𝑑}
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑓, ℎ} ∩ {𝑎, 𝑐, 𝑑}
(𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = {𝑎, 𝑐}
Untuk (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶)
(𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶) = ({𝑎, 𝑏, 𝑐} ∩ {𝑎, 𝑐, 𝑑}) 𝖴 ({𝑎, 𝑓, ℎ} ∩ {𝑎, 𝑐, 𝑑})
(𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶) = {𝑎, 𝑐} 𝖴 {𝑎}
(𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶) = {𝑎, 𝑐}
Dengan demikian, terbukti bahwa (𝐴 𝖴 𝐵) ∩ 𝐶 = (𝐴 ∩ 𝐶) 𝖴 (𝐵 ∩ 𝐶)

12
Contoh 2:
Diketahui 3 Himpunan, A = {a, b, c}, B = {𝑎, 𝑓, ℎ}, C = {a, c, d}
Tunjukkan (𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶)
Penyelesaian:
Untuk (𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶
(𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = ({𝑎, 𝑏, 𝑐} ∩ {𝑎, 𝑓, ℎ}) 𝖴 {𝑎, 𝑐, 𝑑}
(𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = {𝑎} 𝖴 {𝑎, 𝑐, 𝑑}
(𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = {𝑎, 𝑐, 𝑑}
Untuk (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶)
(𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶) = ({𝑎, 𝑏, 𝑐} 𝖴 {𝑎, 𝑐, 𝑑}) ∩ ({𝑎, 𝑓, ℎ} 𝖴 {𝑎, 𝑐, 𝑑})
(𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶) = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑} ∩ {𝑎, 𝑐, 𝑑, 𝑓, ℎ}
(𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶) = {𝑎, 𝑐, 𝑑}
Dengan demikian, terbukti bahwa (𝐴 ∩ 𝐵) 𝖴 𝐶 = (𝐴 𝖴 𝐶) ∩ (𝐵 𝖴 𝐶)

E. Hukum De Morgan
Hukum De Morgan 1:
𝑛 𝑐 𝑛

(⋃ 𝐸𝑖 ) = ⋂ 𝐸𝑖𝑐
𝑖=1 𝑖=1

Hukum De Morgan 2:
𝑛 𝑐 𝑛

(⋂ 𝐸𝑖 ) = ⋃ 𝐸𝑖𝑐
𝑖=1 𝑖=1

Pembuktian Hukum De Morgan 1


𝑛 𝑐 𝑛

(⋃ 𝐸𝑖 ) = ⋂ 𝐸𝑖𝑐
𝑖=1 𝑖=1

Hukum De Morgan 1 dapat juga ditulis sebagai berikut:


(𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)𝑐 = 𝐸1𝑐 ∩ 𝐸2𝑐 ∩ … ∩ 𝐸𝑛𝑐
Bukti :
Misalkan (𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)𝑐 = 𝑃 dan 𝐸1𝑐 ∩ 𝐸2𝑐 ∩ … ∩ 𝐸𝑛𝑐 = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃

13
1. Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)𝑐
𝑥 ∉ (𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)
𝑥 ∉ 𝐸1 atau 𝑥 ∉ 𝐸2 atau … atau 𝑥 ∉ 𝐸𝑛
𝑥 ∈ 𝐸1𝑐 dan 𝑥 ∈ 𝐸 2𝑐 dan … dan 𝑥 ∈ 𝐸 𝑐
𝑛

𝑥 ∈ (𝐸1𝑐 ∩ 𝐸 2𝑐 ∩ … ∩ 𝐸 𝑛𝑐)
𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 ..........(1)
2. Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐸1𝑐 ∩ 𝐸2𝑐 ∩ … ∩ 𝐸 𝑛𝑐)
𝑥 ∈ 𝐸1𝑐 dan 𝑥 ∈ 𝐸 2𝑐 dan … dan 𝑥 ∈ 𝐸 𝑐
𝑛

𝑥 ∉ 𝐸1 atau 𝑥 ∉ 𝐸2 atau … atau 𝑥 ∉ 𝐸𝑛


𝑥 ∉ (𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)
𝑥 ∈ (𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛)𝑐
𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 ..........(2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄. Hukum
De Morgan 1 terbukti.

Pembuktian Hukum De Morgan 2


𝑛 𝑐 𝑛

(⋂ 𝐸𝑖 ) = ⋃ 𝐸𝑖𝑐
𝑖=1 𝑖=1

Hukum De Morgan 2 dapat juga ditulis sebagai berikut :


(𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)𝑐 = 𝐸1𝑐 𝖴 𝐸2𝑐 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛𝑐
Bukti :
Misalkan (𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)𝑐 = 𝑃 dan 𝐸1𝑐 𝖴 𝐸2𝑐 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛𝑐 = 𝑄
𝑃 = 𝑄 ↔ 𝑃 ⊆ 𝑄 dan 𝑄 ⊆ 𝑃
1. Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑥 ∈ (𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)𝑐
𝑥 ∉ (𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)
𝑥 ∉ 𝐸1 dan 𝑥 ∉ 𝐸2 dan … dan 𝑥 ∉ 𝐸𝑛
𝑥 ∈ 𝐸1𝑐 atau 𝑥 ∈ 𝐸2𝑐 atau … atau 𝑥 ∈ 𝐸𝑛𝑐
𝑥 ∈ (𝐸1𝑐 𝖴 𝐸2𝑐 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛𝑐)
𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑃 ⊆ 𝑄 ..........(1)
2. Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝑄 → 𝑥 ∈ (𝐸1𝑐 𝖴 𝐸2𝑐 𝖴 … 𝖴 𝐸𝑛𝑐)
𝑥 ∈ 𝐸1𝑐 atau 𝑥 ∈ 𝐸2𝑐 atau … atau 𝑥 ∈ 𝐸𝑛𝑐

14
𝑥 ∉ 𝐸1 dan 𝑥 ∉ 𝐸2 dan … dan 𝑥 ∉ 𝐸𝑛
𝑥 ∉ (𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)
𝑥 ∈ (𝐸1 ∩ 𝐸2 ∩ … ∩ 𝐸𝑛)𝑐
𝑥 ∈ 𝑃 → 𝑄 ⊆ 𝑃 ..........(2)
Berdasarkan (1) 𝑃 ⊆ 𝑄 dan (2) 𝑄 ⊆ 𝑃 maka terbukti bahwa 𝑃 = 𝑄. Hukum De
Morgan 2 terbukti.

F. Aksioma-Aksioma Peluang
Terdapat beberapa sifat dalam teori peluang yaitu sebagai berikut.
1. 𝑃(𝐸) adalah bilangan real yang non-negatif untuk setiap peristiwa 𝐸 dalam 𝑆,
dapat di tulis: 𝑃(𝐸) ≥ 0
2. Jika 𝐸1, 𝐸2, … merupakan peristiwa-peristiwa yang saling lepas di 𝑆, 𝐸𝑖 ∩
𝐸𝑗 = ∅
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 ≠ 𝑗 = 1, 2, 3, …, maka 𝑃(𝐸1 𝖴 𝐸2 𝖴 … ) = 𝑃(𝐸1) + 𝑃(𝐸1) + ⋯
Dari sifat-sifat di atas dapat diturunkan menjadi aksioma-aksioma berikut:
Aksioma 1
0 ≤ 𝑃(𝐸) ≤ 1
Bukti:
Dari sifat bahwa 𝑃(𝐸) ≥ 0,
selanjutnya akan dibuktikan 𝑃(𝐸) = 1, sebagai berikut:
𝑃(𝐸𝑐) = 1 − 𝑃(𝐸)
𝑃(𝐸) = 1 − 𝑃(𝐸𝑐)
Karena 𝑃(𝐸) ≥ 0, maka 𝑃(𝐸𝑐) ≥ 0
maka jelaslah bahwa 𝑃(𝐸) ≤ 1

Contoh :
Dua buah koin dilempar sekaligus secara bersamaan, peluang munculnya satu
angka dan satu gambar adalah?
Penyelesaian:
S adalah kejadian dua koin dilempar bersamaan.
𝑆 = {(𝐴𝐴), (𝐴𝐺), (𝐺𝐴), (𝐺𝐺)}
𝑛(𝑆) = 4

15
E adalah kejadian munculnya sisi koin angka dan gambar
𝐸 = {(𝐴𝐺), (𝐺𝐴)}
𝑛(𝐸) = 2
𝑛(𝐸) 1
Jadi, 𝑃(𝐸) = = 2
=
𝑛(𝑆) 4 2

Aksioma 2
𝑷(𝑺) = 𝟏
Bukti:

Dari aksioma 1 dapat terlihat dengan jelas bahwa


𝑃(𝐸) + 𝑃(𝐸𝑐) = 1, dengan 𝑃(𝐸) + 𝑃(𝐸𝑐) = 𝑃(𝑆)
Jadi terbukti bahwa 𝑃(𝑆) = 1

Contoh :
Dua buah koin dilempar secara bersamaan. Jika diketahui peluang munculnya sisi
1
angka dan sisi gambar adalah , tentukan peluang munculnya bukan sisi angka
2

dan sisi gambar!


Penyelesaian:
S adalah kejadian dua koin dilempar bersamaan.
𝑆 = {(𝐴𝐴), (𝐴𝐺), (𝐺𝐴), (𝐺𝐺)}
𝑛(𝑆) = 4
E adalah kejadian munculnya sisi koin angka dan gambar
𝐸 = {(𝐴𝐺), (𝐺𝐴)}
𝑛(𝐸) = 2
𝐸𝑐 adalah kejadian munculnya bukan sisi angka dan gambar
𝑃(𝑆) = 𝑃(𝐸) + 𝑃(𝐸𝑐)
𝑛(𝐸)
1= + 𝑃(𝐸𝑐)
𝑛(𝑆)
2
1 = + 𝑃(𝐸𝑐)
4
2 𝑐
1 − = 𝑃(𝐸 )
4
1
𝑃(𝐸𝑐) =
2

Jadi, peluang kejadian munculnya bukan sisi angka dan gambar adalah 1.
2
16
Aksioma 3

(⋃ 𝑬𝒊) = ∑ 𝑷(𝑬𝒊)
𝒊=𝟏

Aksioma 3 ini membahas tentang kejadian majemuk saling lepas, artinya


antara satu kejadian dengan kejadian lainnya tidak memiliki irisan. Misal kejadian
A dan B dikatakan saling lepas dalam ruang sampel S jika (𝐸1 ∩ 𝐸2) = ∅ maka
𝑃(𝐸1 𝖴 𝐸2) = 𝑃(𝐸1) + 𝑃(𝐸2)

Contoh 1 :
Dalam sebuah kantong terdapat 10 kartu, masing-masing diberi nomor yang
berurutan, sebuah kartu diambil dari dalam kantong secara acak. Misal A adalah
kejadian bahwa yang terambil kartu bernomor genap dan B adalah kejadian terambil
kartu bernomor prima ganjil. Tentukan peluang A atau B!
Penyelesaian:
A= {2, 4, 6, 8, 10}
B= {3, 5, 7}
𝐴 ∩ 𝐵= {}
Jadi 𝑃(𝐴 𝖴 𝐵) = 𝑃(𝐴) + 𝑃(𝐵)
= 𝑛(𝐴) + 𝑛(𝐵)
𝑛(𝑆) 𝑛(𝑆)
5 3 8
= + = =4
10 10 10 5

Contoh 2 :
Dalam percobaan pengetosan sebuah koin, jika mengasumsikan bahwa angka
mempunyai kemungkinan muncul yang sama dengan gambar maka akan diperoleh:
1
𝑃({𝐴}) = 𝑃({𝐺}) =
2

Di lain pihak, jika koin yang di toss tidak seimbang, dan ada kemungkinan muncul
angka dua kali kemungkinan munculnya gambar maka akan kita peroleh:
2 1
𝑃({𝐴}) = 𝑃({𝐺}) =
3 3

17
Contoh 3 :
Dalam pelemparan sebuah dadu, andaikan keenam sisi dadu
mempunyaikemungkinan yang sama untuk muncul, maka akan di
peroleh bahwa
1
𝑃({1}) = 𝑃({2}) = 𝑃({3}) = 𝑃({4}) = 𝑃({5}) = 𝑃({6}) = 6

Kemudian berdasarkan aksioma tiga, peluang munculnya mata dadu genap


adalah:
1 1 1 3 1
𝑃({2,4,6}) = 𝑃({2}) + 𝑃({4}) + 𝑃({6})=6 + 6 + 6 = 6 = 2

G. Beberapa Proposisi atau Dalil Sederhana


Pada bagian ini akan dibahas beberapa bagian proposisi sederhana dari
sebuahpeluang suatu kejadian atau ukuran tentang kemungkinan suatu peritiwa
(event) yang akan terjadi. Jumlah peluang yang akan terjadi dalam suatu
kejadian tidak akan lebih dari satu dan tidak akan kurang dari nol (0 ≤ P(s) ≤ 1).
Proposisi 4.1
Peluang komplepen P(Ac) adalah peluang dari suatu kejadian yang berlawanan
dengan suatu kejadian yang ada. Peluang komplemen suatu kejadian merupakan
peluang suatu kejadian yang berlawanan dengan suatu kejadian yang ada.
Misalkan, suatu kejadian A merupakan himpunan dari semua kejadian yang
bukan A. Komplemen dari kejadian A ditulis dengan Ac. Suatu kejadian dan
komplemennya selalu berjumlah 1 artinya, suatu kejadian bisa saja terjadi atau
tidak akan terjadi, sehingga dapat dirumuskan :
P(A) + P(Ac) = 1
P(Ac) = 1 - P(A)
Ket : P(A) = Peluang kejadian A
P(Ac) = Peluang komplemen suatu kejadian A

18
Bukti:
S= A∪ 𝐴𝐶
P(S) = P(A) +𝑃( 𝐴𝐶 )
1 = P(A) +𝑃( 𝐴𝐶 )
𝑃( 𝐴𝐶 ) = 1- P(A)

Contoh:
1. Sebuah dadu dilempar, maka peluang tidak mendapat sisi dadu prima adalah?
Jawab :
Diketahui= ruang sampel 6
Dadu prima : (2,3,5) = 3
3 1
Maka 𝑃(𝐴) = 6 − 2

1 1
𝑃(𝐴𝐶 ) = 1 − =
2 2
2. Andi melemparkan sebuah dadu bermata 6. Hitunglah peluang Andi untuk tidak
mendapatkan sisi dadu 3!
Jawab :
P(Ac) = 1 - P(A)
P(3c) = 1 - P(1)
1 6 1 5
P(3c)= 1 − 6 = 6 − 6 = 6

19
3. Sebuah dadu dilempar sekali, tentukan peluang munculnya mata dadu lebih dari
dua.
Jawab:
Sebuah dadu dilempar sekali, maka n (S) = 6 Jika A = {mata dadu lebih dari sama
dengan 2} Sehingga Ac = { mata dadu kurang dari atau sama dengan 2 } = {1, 2},
n(Ac) = 2
𝑛 𝐴𝑐
P(AC) = =2=1
𝑛(𝑠) 6 3

Sehingga P(A)= 1 − (𝐴𝐶 )


1 2
=1−3=3
2
Jadi, peluang munculnya mata dadu lebih dari 2 adalah 3

Proposisi 4.2
Jika suatu himpunan E adalah himpunan bagian dari himpunan F, maka peluang
kejadian F sama dengan atau lebih dari peluang kejadian E.

𝑷(𝑭) ≥ 𝑷(𝑬)

S
F

Bukti :
𝐹 = 𝐸 ∪ (𝐸 𝐶 ∩ 𝐹)
𝑃(𝐹) = 𝑃(𝐸) ∪ 𝑃(𝐸 𝐶 ∩ 𝐹)
𝑃(𝐹) ≥ 𝑃(𝐸)

20
Contoh :
1. Ada 10 buah mangga,8 jeruk, 2 apel. Tentukan peluang terambilnya buah
manggaatau jeruk?

Jawab :
10 8
P (mangga) = 20 P (jeruk) = 20

10 8 18 9
P (mangga ∪ jeruk ) = 20 + 20 = 20 = 10 = 0,9

2. Pada pelemparan sebuah dadu bermata 6, berapakah peluang


mendapatkan dadumata 1 atau 3?
Jawab:
A = {1}, B = {3}

n(A) = 1, n(B) = 1
Peluang mendapatkan dadu mata 1 atau 3:
1 1 2 1
P (A 𝖴 B ) = P(A) + P (B) = + = =
6 6 6 3

Proposisi 4.3
Peluang kejadian tidak terpisah (inclusive) yaitu dimana kejadian yang terjadi
tidak menghilangkan kejadian yang lain untuk terjadi. Tapi bisa kejadian yang
terjadi gabungan dari kejadian yang akan diteliti.
P(A𝖴B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)

Bukti:
untuk mendapatkan rumus P(E ∪ F), pertama-tama kita harus tahu bahwa E ∪ F
dapat ditulis sebagai bagian dari gabungan dua kejadian yang saling lepas E dan
𝐸 𝑐 F. Jadi, dari Aksioma 3 kita peroleh
P(E ∪ F) = P(E ∪ 𝐸 𝑐 F) = P(E) + P(𝐸 𝑐 F)
Selanjutnya, sejak F = EF ∪ 𝐸 𝑐 F kita dapatkan lagi dari Aksioma 3
P(F) = P(EF) + P(𝐸 𝑐 F)

21
E F E F

I II III

Gambar 1: Diagram Venn Gambar 2: Diagram Venn dalam


Bagian

Proposisi 4.3 juga dapat dibuktikan dengan menggunakan diagram Venn di atas.
Mari kita membagi E ∪ F menjadi tiga bagian yang saling lepas, seperti pada
gambar 2. Dengan kata lain, bagian I mewakili semua poin dalam E yang tidak
ada di dalam F (E𝐹 𝑐 ). Bagian II mewakili semua titik balik di E dan di F (EF)
dan bagian III mewakili semua titik di dalam F dan tidak ada di dalam E (𝐸 𝑐 𝐹).
Dari gambar 2 dapat kita lihat
E ∪ F = I ∪ II ∪ III
E = I ∪ II
F = II ∪ III
Karena I, II dan III merupakan kejadian yang saling lepas maka dari Axioma 3
didapat
P(E ∪ F) = P(I) + P(II) + P(III)
P(E) = P(I) + P(II)
P(F) = P(II) + P(III)
yang membuktikan bahwa
P(E ∪ F) = P(E) + P(F) - P(II)
dan proposi 4.3 terbukti, karena bagian II = EF.

22
Contoh:
Sebuah dadu dilempar, maka berapa peluang mata dadu bermata genap atau
bermata 2?
Jawab:
Mata dadu genap (2,4,6) = 3
3
P(mata dadu genap) = P(A) = = 1
6 2
1
P(mata dadu dua) = P(B) =
6
1
(A∩B)= 1 (angka 2) = P(A∩B) = 6
1 1 1 1
P(A𝖴B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)= 2 + 6 − 6 = 2 = 0,5

Proposisi 4.4
Dengan menggunakan pernyataan yang mengatakan
bahwa : Apabila 𝐸1 , 𝐸2 ,…, 𝐸𝑛 kejadian yang tidak
saling lepas maka

𝑃(𝐸1 ∪ 𝐸2 ∪ … ∪ 𝐸𝑛 )
𝑛

= ∑ 𝑃( 𝐸𝑖 ) − ∑ 𝑃( 𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 ) + ⋯
𝑖=1 𝑖1 <𝑖2

+ (−1)𝑟+1 ∑ 𝑃(𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 … 𝐸𝑖𝑟 )


𝑖1 <𝑖2 <⋯<𝑖𝑟

+(−1)𝑛+1 𝑃(𝐸1 𝐸2 … 𝐸𝑛 )

Perhatikan!
1. Untuk argumen noninduktif untuk proposisi 4.4, perhatikan terlebih dahulu
bahwa jika hasil dari ruang sampel bukan anggota dari salah satu himpunan 𝐸𝑖 ,
maka peluangnya tidak berkontribusi apapun pada kedua sisi persamaan.

23
Misalkan bahwa m merupakan hasil tepat dari kejadian 𝐸𝑖 , dimana m > 0.
Kemudian , karena dalam ⋃𝑖 𝐸𝑖 peluang dihitung sekali dalam P(⋃𝑖 𝐸𝑖 ) juga
𝑚
hasil ini terkandung dalam ( ) himpunan tipe bagian dari 𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 . . . 𝐸𝑖𝑘
𝑘
peluangnya dapat dihitung
𝑚 𝑚 𝑚 𝑚
( )-( )+( )-...±( )
1 2 3 𝑚

jadi untuk m> 0kita harus menunjukkan bahwa


𝑚 𝑚 𝑚 𝑚
1=( )-( )+( )-...±( )
1 2 3 𝑚
𝑚
namun, karena 1 = ( ) persamaan sebelumnya ekuivalen dengan
0
𝑚
∑𝑚 𝑖
𝑖=0 ( 𝑖 ) (−1) = 0

dan persamaan terakhir mengikuti dari therema binomial


𝑚
0 = (−1 + 1)𝑚 = ∑𝑚 𝑖
𝑖=0 ( 𝑖 ) (−1) (1)
𝑚−𝑖

2. Berikut ini cara ringkas penulisan identitas inklusi-eksklusi:

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) = ∑𝑛𝑟=1(−1)𝑟+1 ∑𝑖1< ...<𝑖𝑟 𝑃( 𝐸𝑖1 , . . . 𝐸𝑖𝑟 )


3. Dalam identitas inklusi-eksklusi, keluar satu suku menghasilkan batas atas pada
peluang penyatuan, keluar dua suku menghasilkan batas bawah pada
peluangnya, keluarnya tiga suku menghasilkan batas atas pada peluangnya,
keluarnya empat suku menghasilkan batas bawah, dan seterusnya. Yaitu untuk
kejadian 𝐸1 ,…,𝐸𝑛 , kita mempunyai

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) ≤ ∑𝑛𝑖=1 𝑃(𝐸𝑖 ) (4.1)

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) ≥ ∑𝑛𝑖=1 𝑃(𝐸𝑖 ) - ∑𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) (4.2)

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) ≤ ∑𝑛𝑖=1 𝑃(𝐸𝑖 ) - ∑𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) + ∑𝑘<𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 𝐸𝑘 ) (4.3)

24
dan seterusnya. Untuk membuktikan keabsahan batas-batas ini, perhatikan
identitasnya

⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 = 𝐸1 ∪ 𝐸1𝑐 𝐸2 ∪ 𝐸1𝑐 𝐸2𝑐 𝐸3 ∪ . . . ∪ 𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑛−1


𝑐
𝐸𝑛

Artinya, salah satu peristiwa terjadi 𝐸𝑖 karena 𝐸1 terjadi atau jika 𝐸1 tidak terjadi
tetapi 𝐸2 terjadi atau jika jika 𝐸1 dan 𝐸2 tidak terjadi taetapi 𝐸3 dan
seterusnya. Karena ruas kanan adalah gaungan dari kejadian-kejadian yang
saling lepas, kita peroleh

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) = P(𝐸1 ) + P(𝐸1𝑐 𝐸2 ) + P(𝐸1𝑐 𝐸2𝑐 𝐸3 ) + . . . + P (𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑛−1


𝑐
𝐸𝑛 )

= P(𝐸1 ) + ∑𝑛𝑖=2 𝑃(𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑖−1


𝑐
𝐸𝑖 ) (4.4)
𝑐
Sekarang, perhatikan 𝐵𝑖 = 𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑖−1 = (⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑗 )𝑐 menjadi kejadian bukan yang
pertama i-1 kejadian terjadi. Dapat diterapkan identifikasi

P(𝐸𝑖 ) = P(𝐵𝑖 𝐸𝑖 ) + P(𝐵𝑖𝑐 𝐸𝑖

menunjukkan bahwa
𝑐
P(𝐸𝑖 ) = P(𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑖−1 𝐸𝑖 ) + P(𝐸𝑖 ⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑗 )

setara dengan
𝑐
P(𝐸1𝑐 . . . 𝐸𝑖−1 𝐸𝑖 ) = P(𝐸𝑖 ) - P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 )

dengan mensubtitusikan persamaan 4.4 menghasilkan

P(⋃𝑛𝑖=1 𝐸𝑖 ) = ∑𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 ) - ∑𝑖 𝑃( ⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) (4.5)

Karena peluang selalu non-negatif maka persamaan 4.1 mengikuti persamaan


4.5. sekarang, perbaiki i dan terapkan ketimpangan persamaan 4.1 ke
P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) menghasilkan

P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) ≤ ∑𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 )

yang mana dari persamaan 4.5 memberikan ketimpangan persamaan 4.2

25
demikian pula perbaiki I dan terapkan persamaan 4.2 ke P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 )
menghasilkan

P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) ≥ ∑𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) - ∑𝑘<𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 𝐸𝑖 𝐸𝑘 )

= ∑𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) - ∑𝑘<𝑗<𝑖 𝑃( 𝐸𝑖 𝐸𝑗 𝐸𝑘 )

yang mana persamaan 4.5 memberi ketimpangan persamaan 4.3. pertidaksamaan


inklusi-eksklusi berikutnya diperoleh dengan memperbaiki i dan menerapkan
persamaan 4.3 ke P(⋃𝑗<𝑖 𝐸𝑖 𝐸𝑗 ) dan seterusnya.

Contoh :
Kota Bogor disebut kota hujan karena peluang terjadinya hujan (H) cukup besar
yaitusebesar 0.6. Hal ini menyebabkan para mahasiswa harus siap-siap dengan
membawa payung (P). Peluang seorang mahasiswa membawa payung jika hari
hujan 0.8, sedangkan jika tidak hujan 0.4. Berapa peluang hari akan hujan jika
diketahui mahasiswa membawa payung?
Misalkan :
H = Bogor hujan,
HC = Bogor tidak hujan
P = mahasiswa membawa payung
P(H) = 0.6 P(HC ) = 1-0.6=0.4 P(P|H) = 0.8
P(P|HC ) = 0.4

Ditanya : 𝑃(𝐻|𝑃)

Jawab :

𝑃(𝐻 ∩ 𝑃) 𝑃(𝐻 ∩ 𝑃)
𝑃(𝐻|𝑃) = =
𝑃(𝑃) 𝑃(𝐻 ∩ 𝑃) + 𝑃(𝐻 𝐶 ∩ 𝑃)

𝑃(𝐻) . 𝑃(𝑃|𝐻)
=
𝑃(𝐻). 𝑃(𝑃|𝐻) + 𝑃(𝐻 𝐶 ). 𝑃(𝑃|𝐻 𝑐 )

26
0,6 × 0,8 48 3
= = =
(0,6 × 0,8) + (0,4 × 0,4) 64 4

27
2.5 Ruang Sampel Memiliki Kemungkinan Hasil yang Sama
Dalam banyak percobaan, wajar untuk mengansumsikan bahwa semua hasil
dalam ruang sampel memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi. Misalkan
sebuah percobaan yang memiliki ruang sampel 𝑆 dengan anggota tak berhingga,
katakanlah, 𝑆 = {1, 2, … , 𝑁}. Maka, biasanya diasumsikan bahwa
𝑃({1}) = 𝑃({2}) = ⋯ = 𝑃({𝑁})
yang mana berarti, dari Aksioma 2 dan 3, bahwa
1
𝑃({𝑖}) = 𝑖 = 1, 2, … , 𝑁
𝑁
Dari persamaan ini, berdasarkan Aksioma 3 bahwa, untuk setiap kejadian E,
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐸
𝑃(𝐸) =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆
Dengan kata lain, jika kita mengasumsikan bahwa semua hasil dari sebuah kejadian
memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi, maka peluang dari setiap kejadian
𝐸 sama dengan proposisi hasil dalam ruang sampel yang terdapat pada 𝐸.
Contoh 5a
Jika dua dadu dilempar, berapa peluang munculnya mata dadu berjumlah 7?
Penyelesaian. Kita asumsikan semua 36 kemungkinan hasil memiliki kemungkinan
yang sama. Karena ada 6 hasil {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}, yang memiliki
6 1
jumlah dadu sama dengan 7. Peluang kejadiannya adalah 36 = 6.

Contoh 5b
Jika 3 bola diambil secara acak dari mangkuk berisi 6 bola putih, dan 5 bola hitam.
Berapa kemungkinan terambilnya 1 bola putih dana 2 bola hitam?
Penyelesaian. Jika kita menganggap bola diambil secara relevan, maka ruang
sampelnya 11 × 10 × 9 = 990. Kemungkinan bola pertama putih dan dua bola
lainnya hitam adalah 6 × 5 × 4 = 120. Kemungkinan bola pertama hitam, bola
kedua putih, dan bola ketiga hitam adalah 5 × 6 × 4 = 120.

28
Kemungkinan dua bola pertama hitam dan satu bola lainnya putih adalah
5 × 4 × 6 = 120. Karena bola diambil secara acak, berarti setiap hasil dalam ruang
sampel memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi, maka peluangnya
120 + 120 + 120 4
=
990 11
Masalah ini juga dapat diselesaikan dengan menganggap hasil percobaan sebagai
kumpulan bola yang diambil secara tidak berurutan. Maka, dengan menggunakan
representasi dari kejadian, peluang kejadiannya adalah
6 5
( )( )
1 2 = 4
11 11
( )
3

Contoh 5c
Sebuah komite yang terdiri dari 5 orang akan dipilih dari sebuah kelompok yang
terdiri dari 6 laki-laki dan 9 perempuan. Jika pemilihan dilakukan secara random,
berapa kemungkinan akan terpilih komite yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2
perempuan?
15
Penyelesaian. Karena setiap ( ) kemungkinan komite memiliki kemungkinan
5
yang sama, maka peluang kejadiannya
6 9
( )( )
3 2 = 240
15 1001
( )
5

Contoh 5d
Sebuah guci berisi 𝑛 bola, salah satunya special. Jika 𝑘 bola ini diambil satu persatu,
dengan peluang yang sama untuk setiap bola yang tersisa pada saat itu, berapa
peluang terambilnya bola special?
Penyelesaian. Karena semua bola diperlakukan dengan cara yang sama, maka
𝑛
himpunan 𝑘 bola yang dipilih memiliki peluang ( ) himpunan. Maka
𝑘

29
1 𝑛−1
( )( )
𝑃(𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ) = 1 𝑘 −1 =𝑘
𝑛 𝑛
( )
𝑘
Hasil ini juga dapat diperoleh dengan menotasikan 𝐴𝑖 sebagai peluang bahwa bola
khusus adalah bola ke 𝑖 yang akan dipilih, 𝑖 = 1, 2, … , 𝑘. Kemudian karena 𝑛 bola
1
memiliki peluang yang sama untuk dipilih, maka 𝑃(𝐴𝑖 ) = 𝑛. Maka
𝑘 𝑘
𝑘
𝑃(𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ) = 𝑃 (⋃ 𝐴𝑖 ) = ∑ 𝑃(𝐴𝑖 ) =
𝑛
𝑖=1 𝑖=1

Contoh 5e
Misalkan bahwa 𝑚 + 𝑛 bola, dengan 𝑛 bola merah dan 𝑚 bola biru, disusun dalam
sebuah garis lurus sedemikian rupa sehingga semua (𝑚 + 𝑛)! kemungkinan
memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi. Jika hasil dari percobaan
dituliskan dengan hanya menulis warna bola secara berurutan, tunjukkan bahwa
semua hasil memiliki peluang yang sama untuk terjadi.
Penyelesaian. Misalkan salah satu dari (𝑚 + 𝑛)! urutan yang mungkin, dan
perhatikan bahwa dalam setiap susunan, bola merah bersama bola merah, dan bola
biru bersama bola biru dan urutan warnanya tidak berubah. Akibatnya, setiap urutan
warna akan sama dengan 𝑛! 𝑚! urutan berbeda dari 𝑚 + 𝑛 bola. Jadi, untuk setiap
𝑚!𝑛!
urutan warna memiliki peluang (𝑚+𝑛)! untuk terjadi.

Contoh 5f
Dalam satu set kartu, akan diambil 5 buah kartu. Jika kartu memiliki angka
berurutan yang berbeda dan tidak semua kartu sama. Misalnya kartu terdiri dari 5
sekop, 6 sekop, 7 sekop, 8 sekop, dan 9 hati. Berapa peluang kartu dapat dibagikan
secara berurutan?
52
Penyelesaian. Asumsikan semua ( ) kartu memiliki kemungkinan yang sama.
5
Untuk menentukan hasil berurutan, pertama tentukan kemungkinan hasil kartu
terdiri dari 1 kartu as, 2, 3, 4, dan 5. Karena kartu as dapat berupa salah satu dari 4

30
kartu as yang mungkin, demikian pula dengan 2, 3, 4, dan 5. Maka ada 45 hasil
yang mungkin. Karena 4 kartu ini tidak akan diambil secara bersamaan, maka akan
ada 45 − 4 kemungkinan. Demikian pula, akan ada 45 − 4 pengambilan kartu
secara berurutan yang terdiri dari angka 10, jack, queen, king, dan as. Jadi, ada
10(45 − 4) pengambilan secara berurutan, dan pelungnya adalah
10(45 − 4)
≈ 0.0039
5
( )
2

Contoh 5g
Lima kartu poker disebut full house jika terdiri dari 3 kartu dengan pecahan yang
sama dan 2 kartu lain dengan pecahan yang sama pula. Jadi full house terdiri dari 3
kartu senilai dan sepasang kartu dengan nilai yang lain. Berapa peluang seseorang
mendapatkan full house?
52
Penyelesaian. Misalkan semua ( ) kartu memiliki kemungkinan yang sama.
5
4 4
Untuk menentukan jumlah full house, maka akan ada ( ) ( ) kombinasi berbeda.
3 2
Karena ada 13 jenis kartu, dan jika terpilih satu, maka akan ada 12 jenis yang tersisa.
Jadi, peluangnya adalah
4 4
( ) 13 ( ) 12
3 2 ≈ 0.0014
52
( )
5

Contoh 5h
Dalam permainan kartu, 52 kartu akan dibagikan kepada 4 pemain. Berapa peluang
jika
a) Salah satu pemain menerima semua 13 kartu sekop
b) Setiap pemain menerima kartu as
Penyelesaian.
a) Misalkan 𝐸𝑖 adalah kejadian pemain memiliki semua 13 sekop, maka

31
1
𝑃(𝐸𝑖 ) = , 𝑖 = 1, 2, 3, 4
52
( )
13
Karena kejadian 𝐸𝑖 , 𝑖 = 1, 2, 3, 4 adalah kejadian saling lepas, peluang salah satu
pemain mendapat semua 13 sekop adalah
4
4
52
𝑃 (⋃ 𝐸𝑖 ) = ∑ 𝑃(𝐸𝑖 ) = 4 ( ) ≈ 6.3 × 10−12
𝑖=1 13
𝑖=1

b) Untuk menentukan jumlah hasil dimana tiap-tiap pemain menerima tepat 1


48
kartu as, perhatikan bahwa terdapat ( ) peluang pembagian
12 12 12 12
48 kartu jika setiap pemain menerima 12 kartu. Karena ada 4! cara
48
membagikan 4 kartu as kepada 4 pemain, maka ada 4! ( )
12 12 12 12
cara untuk membagikan tepat 1 kartu as kepada pemain. Karena ada
52
( ) kejadian yang mungkin, maka peluangnya
13 13 13 13
48
4! ( )
12 12 12 12 ≈ 0,1055
52
( )
13 13 13 13

Contoh 5i
Jika n orang berada dalam sebuah ruangan, berapa peluang bahwa tidak ada dua
orang diantara mereka yang merayakan ulang tahun mereka pada hari yang sama
1
dalam setahun? berapa besar kebutuhan n agar peluang ini lebih kecil dari 2?

Penyelesaian:
Karena setiap orang dapat merayakan ulang tahunnya pada satu dari 365 hari. Ada
total 365𝑛 hasil yang mungkin. Dengan peluang (365)(364)(363) … (365𝑛 +
𝑛 + 1)/(365)𝑛 . Fakta mengejutkan bahwa ketika 𝑛 ≥ 23 peluang ini kurang dari
1
. Artinya, jika ada 23 orang atau lebih dalam sebuah ruangan, maka peluang bahwa
2
1
setidaknya dua dari mereka memiliki hari ulang tahun yang sama melebihi 2.
365 1
Namun setiap pasangan individu memiliki peluang (365)2
= 365 yang mempunyai

32
tanggal lahir yang sama. Dan dalam kelompok 23 orang ada (23
2
) = 253 pasangan
individu yang berbeda. Ketika 50 orang di dalam ruangan, kemungkinan bahwa
setidaknya ada dua orang yang memiliki hari ulang tahun yang sama adalah sekitar
0,970 dan dengan 100 orang di dalam ruangan peluangnya lebih baik dari
3×106
3,000,000:1 (artinya peluangnya lebih besar dari bahwa setidaknya dua
3×106 +1

orang memiliki tanggal lahir yang sama)


Contoh 5j
Setumpuk 52 kartu remi dikocok, dan kartu dibuka satu per satu sampai kartu as
pertama muncul. Apakah kartu berikutnya yaitu, kartu yang mengikuti kartu as
pertama lebih cenderung menjadi kartu as sekop atau dua klub?
Penyelesaian
Untuk menentukan peluang kartu yag mengikuti kartu as pertama adalah kartu as
sekop, kita perlu menghitung banyaknya (52)! Kemungkinan urutan kartu memiliki
as sekop segera setelah as pertama. Untuk memulai, perhatikan bahwa setiap urutan
52 kartu dapat diperoleh dengan terlebih dahulu memesan 51 kartu yang berbeda
dari kartu as sekop dan kemudian memasukkan kartu as sekop ke dalam urutan itu.
Selanjutnya, untuk masing-masing (51)! Urutan kartu lainnya, hanya ada stau
tempat dimana kartu as sekop ditempatkan sehingga mengikuti kartu as pertama.
Misalnya urutan 51 kartu lainnya adalah
4𝑐, 6ℎ, 𝐽𝑑, 5𝑠. 𝐴𝑐, 7𝑑, … , 𝐾ℎ
Maka satu-satunya penyisipan kartu as sekop ke dalam urutan ini adalah
4𝑐, 6ℎ, 𝐽𝑑, 5𝑠. 𝐴𝑐, 𝐴𝑠, 7𝑑, … , 𝐾ℎ
Oleh karena itu, ada (51)! Urutan yang menghasilkan kartu as sekop mengikuti as
yang pertama, jadi
51! 1
𝑃(𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑝 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎) = =
52! 52
Faktanya, dengan argumen yang persis sama, maka probabilitas bahwa kedua klub
(atau kartu tertentu lainnya) mengikuti kartu as pertama juga. Dengan kata lain,
masing-masing dari 52 kartu di dek memiliki kemungkinan yang sama untuk
menjadi kartu yang mengikuti as pertama! Banyak orang menganggap hasil ini agak
mengejutkan. Memang, reaksi yang umum adalah menganggap pada awalnya

33
bahwa kemungkinan besar kedua klub (bukan kartu as sekop) mengikuti kartu as
pertama, karena kartu as pertama itu sendiri mungkin adalah kartu as sekop. Reaksi
ini sering diikuti dengan kesadaran bahwa kedua klub itu sendiri mungkin muncul
sebelum as pertama, sehingga meniadakan peluangnya untuk segera mengikuti as
pertama. Namun, karena ada satu peluang dalam empat bahwa kartu as sekop akan
menjadi kartu as pertama (karena semua 4 kartu as memiliki kemungkinan yang
sama untuk menjadi yang pertama) dan hanya satu dari lima peluang bahwa kedua
klub akan muncul sebelum kartu as pertama (karena masing-masing set 5 kartu yang
terdiri dari dua klub dan 4 as sama-sama mungkin menjadi yang pertama dari set
ini muncul), sekali lagi tampaknya dua klub lebih mungkin. Namun, ini tidak
terjadi, dan analisis yang lebih lengkap menunjukkan bahwa mereka memiliki
kemungkinan yang sama.

Contoh 5k
Sebuah tim sepak bola terdiri dari 20 pemain penyerang dan 20 pemain bertahan.
Para pemain dipasangkan dalam kelompok 2 untuk tujuan menentukan teman
sekamar. Jika pemasangan dilakukan secara acak, berapa peluang tidak ada
pasangan pasangan sekamar yang menyerang-bertahan? Berapa peluang bahwa ada
2𝑖 pasangan teman sekamar menyerang-bertahan, 𝑖 = 1,2, . . . , 10?
Penyelesaian
40 (40)!
Ada (2,2,…,2) = (2!)20

cara membagi 40 pemain menjadi 20 pasang berurutan masing-masing dua.


[Artinya, ada (40)!/220 cara membagi pemain menjadi pasangan pertama, pasangan
kedua, dan seterusnya.] Jadi, ada (40)!/220 (20)! cara membagi pemain menjadi
pasangan (tidak berurutan) masing-masing 2 pasang. Selanjutnya, karena divisi
tidak akan menghasilkan pasangan ofensif-defensif jika pemain ofensif (dan
defensif) dipasangkan di antara mereka sendiri, maka ada [(20)!/210 (10)!]2divisi
seperti itu. Oleh karena itu, probabilitas tidak ada pasangan teman sekamar ofensif-
defensif, sebut saja 𝑃0 , diberikan oleh

34
(20)! 2
( ) [20!]3
210 (10)!
𝑃0 = =
(40)! [(10)!]2 (40)!
20
2 (20)!
Untuk menentukan 𝑃2𝑖 , peluang bahwa ada 2𝑖 pasangan ofensif-defensif.
2
Pertamatama kita perhatikan bahwa ada (20
2𝑖
) cara memilih 2𝑖 pemain ofensif dan
2𝑖 pemain defensif yang berada di pasangan. 4𝑖 Pemain ini kemudian dapat
dipasangkan menjadi (2)! kemungkinan pasangan ofensif-defensif. (Hal ini terjadi
karena pemain penyerang pertama dapat dipasangkan dengan salah satu 2𝑖 pemain
bertahan, pemain penyerang kedua dengan 2𝑖 − 1 pemain bertahan yang tersisa,
dan seterusnya.) Sebagai pemain penyerang 20 − 2𝑖 yang tersisa (dan defensif)
pemain harus dipasangkan di antara mereka sendiri, maka ada
2
20 2 (20 − 2𝑖)!
( ) (2𝑖)! [ 10−𝑖 ]
2𝑖 2 (10 − 𝑖)!
Pembagian yang mengarah ke 2𝑖 pasangan ofensif-defensif. Karenanya
2 (20 − 2𝑖)! 2
(20 ) (2𝑖)! [ ]
2𝑖 210−𝑖 (10 − 𝑖)!
𝑃2𝑖 = 𝑖 = 0,1, … ,10
(40)!
20
2 (20)!
𝑃2𝑖 , 𝑖 = 0,1, . . . , 10, sekarang dapat dihitung, atau dapat didekati dengan
menggunakan hasil pemutaran yang menunjukkan bahwa 𝑛! dapat didekati
dengan 𝑛𝑛+1/2 𝑒 −𝑛 √2𝜋. Misalnya, kita peroleh
𝑃𝑜 ≈ 1,3403 × 10−6
𝑃10 = 0,345861
𝑃20 = 7,6068 × 10−6
Tiga contoh kami berikutnya mengilustrasikan kegunaan Proposisi 4.4. Dalam
Contoh 5l, pengenalan probabilitas memungkinkan kita untuk mendapatkan solusi
cepat untuk penghitungan masalah.

Contoh 5l
Sebanyak 36 anggota klub bermain tenis, 28 bermain squash, dan 18 bermain bulu
tangkis. Selanjutnya, 22 anggota bermain tenis dan squash, 12 bermain tenis dan

35
bulu tangkis, 9 bermain squash dan bulu tangkis, dan 4 memainkan ketiga olahraga
tersebut. Berapa banyak anggota klub ini memainkan setidaknya satu dari tiga
olahraga?
Penyelesaian
Biarkan N menunjukkan jumlah anggota klub, dan perkenalkan peluang dengan
mengasumsikan bahwa seorang anggota klub dipilih secara acak. Jika, untuk
sembarang himpunan bagian C dari anggota klub, kita misalkan 𝑃(𝐶) menyatakan
peluang bahwa anggota yang terpilih terdapat dalam C, maka
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑖 𝐶
𝑃(𝐶) =
𝑁
Sekarang, dengan 𝑇 adalah himpunan anggota yang bermain tenis, 𝑆 adalah
himpunan yang bermain squash, dan 𝐵 adalah himpunan yang bermain bulu
tangkis, kita dapatkan, dari Proposisi 4.4.
𝑃(𝑇 ∪ 𝑆 ∪ 𝐵) = 𝑃(𝑇) + 𝑃(𝑆) + 𝑃(𝐵) − 𝑃(𝑇𝑆) − 𝑃(𝑇𝐵) − 𝑃(𝑆𝐵) + 𝑃(𝑇𝑆𝐵)
36+28+18−22−12−9+4
= 𝑁
43
=
𝑁

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa 43 anggota memainkan


setidaknya satu olahraga.
Contoh 5m Soal menjodohkan
Misalkan masing-masing N pria di sebuah pesta melempar topinya ke tengah
ruangan. Topi pertama-tama dicampur, dan kemudian masing-masing pria secara
acak memilih topi. Apakah peluang bahwa tidak ada pria yang memilih topinya
sendiri?
Penyelesaian:
Kami pertama-tama menghitung peluang komplementer dari setidaknya satu orang
memilih topinya sendiri. Mari kita nyatakan dengan 𝐸𝑖, , 𝑖 = 1,2, … , 𝑁 kejadian
bahwa orang ke-i memilih topinya sendiri. Sekarang, dengan Proposisi 4.4
𝑃(⋃𝑁
𝑖=1 𝐸𝑖 ) peluang bahwa setidaknya salah satu pria memilih topinya sendiri

diberikan oleh

36
𝑁 𝑁

𝑃 (⋃ 𝐸𝑖 ) = ∑ 𝑃(𝐸𝑖 )
𝑖=1 𝑖=1

− ∑ 𝑃(𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 ) + ⋯ + (−1)𝑛+1 ∑ 𝑃(𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 … 𝐸𝑖𝑛 ) + ⋯


𝑖=1 𝑖1 <𝑖2 …<𝑖𝑛

+ (−1)𝑁+1 𝑃(𝐸1 𝐸2 … 𝐸𝑁 )
Jika kita menganggap hasil percobaan ini sebagai vektor N bilangan, di mana
elemen ke-i adalah jumlah topi yang ditarik oleh orang ke-i, maka ada 𝑁! hasil yang
mungkin. [Hasilnya (1,2,3, . . . . 𝑁) berarti, misalnya, bahwa setiap orang memilih
topinya sendiri.] Selanjutnya, 𝐸𝑖1 , 𝐸𝑖2 , … , 𝐸𝑖𝑛 kejadian bahwa masing-masing dari
n orang adalah, 𝑖1 , 𝑖2 … , 𝑖𝑛 memilih topinya sendiri, dapat terjadi di salah satu dari
(𝑁 − 𝑛)(𝑁 − 𝑛 − 1) … 3.2.1 = (𝑁 − 𝑛)! cara yang mungkin; untuk, dari 𝑁 − 𝑛
pria yang tersisa, yang pertama dapat memilih salah satu dari 𝑁 − 𝑛 topi, yang
kedua kemudian dapat memilih salah satu dari 𝑁 − 𝑛 − 1 topi, dan seterusnya.
Oleh karena itu, dengan asumsi bahwa semua 𝑁! hasil yang mungkin sama-sama
mungkin, kita melihat bahwa
(𝑁 − 𝑛)!
𝑃(𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 … 𝐸𝑖𝑛 ) =
𝑁!
𝑁! (𝑁 − 𝑛)! 1
∑ 𝑃(𝐸𝑖1 𝐸𝑖2 … 𝐸𝑖𝑛 ) = =
(𝑁 − 𝑛)! 𝑛! 𝑁! 𝑛!
𝑖1 <𝑖2 …<𝑖𝑛

Oleh karena itu, peluang bahwa tidak ada pria yang memilih topinya sendiri adalah
1 1 (−1)𝑛
1 − 1 + − + ⋯+
2! 3! 𝑁!
yang kira-kira sama dengan 𝑒 −1 ≈ 0,36788 untuk N besar. Dengan kata lain. untuk
N besar. peluang bahwa tidak ada pria yang memilih topinya sendiri kira-kira 0,37.
(Berapa banyak pembaca yang salah mengira bahwa peluang ini akan menjadi 1
sebagai 𝑁 → ∞? )

Contoh 5n
Hitung peluang 10 pasangan suami istri duduk secara acak pada sebuah meja bundar
kemudian tidak ada istri yang duduk di sebelah suaminya.

37
Penyelesaian:
Jika 𝐸𝑖1 , 𝐸𝑖2 , … , 𝐸𝑖𝑛 menyatakan kejadian pasangan ke-i duduk disebelah satu sama
lain maka probabilitas yang diinginkan adalah 1 − 𝑃(⋃10
𝑖=1 𝐸𝑖 ),

2𝑛 (19 − 𝑛)!
𝑃(𝐸𝑖1 , 𝐸𝑖2 , … , 𝐸𝑖𝑛 ) =
(19)!
Dari proposisi 4.4 kita memperoleh peluang bahwa setidaknya satu pasangan suami
istri duduk bersama, yaitu
10 (18)! 10 (17)! 10 (9)!
( ) 21 − ( ) 22 + ⋯ − ( ) 210 ≈ 0.6605
1 (19)! 2 (19)! 10 (19)!
Jadi peluang yang diinginkan adalah 1 − 0,6605 ≈ 0,3395
Contoh 5o Runs
Pertimbangkan sebuah tim atletik yang baru saja menyelesaikan musimnya dengan
rekor akhir 𝑛 kemenangan dan 𝑚 kekalahan. Dengan memeriksa urutan menang
dan kalah, kami berharap untuk menentukan apakah tim memiliki rentang
permainan yang lebih mungkin untuk menang dari pada di waktu lain. Salah satu
cara untuk mendapatkan beberapa wawasan tentang pertanyaan ini adalah dengan
menghitung jumlah kemenangan dan kemudian melihat seberapa besar
(𝑛+𝑚)!
kemungkinan hasilnya ketika semua pesanan dari 𝑛 menang dan 𝑚 kerugian
𝑛!𝑚!

diasumsikan sama kemungkinannya. Dengan serangkaian kemenangan, yang kami


maksud adalah urutan kemenangan yang berurutan. Misalnya, jika 𝑛 = 10, 𝑚 =
6, dan urutan hasilnya adalah WWLLWWWLWLLLWWWW, maka akan ada 4
putaran kemenangan— putaran pertama adalah ukuran 2, putaran kedua ukuran 3,
putaran ketiga ukuran 1, dan putaran keempat ukuran 4.
Misalkan (sekarang) sebuah tim memiliki 𝑛 menang dan 𝑚 kerugian. Dengan
(𝑛+𝑚)! 𝑛+𝑚
asumsi bahwa semua =( ) pemesanan memiliki kemungkinan yang
(𝑛!𝑚!) 𝑛
sama, mari kita tentukan peluangnya bahwa akan ada persis 𝑟 kemenangan. Untuk
melakukannya, pertimbangkan terlebih dahulu sembarang vektor bilangan bulat
positif 𝑥1 , 𝑥2 , . . . , 𝑥𝑟 dengan 𝑥1 +. . . +𝑥𝑟 = 𝑛, dan mari kita lihat berapa banyak
hasil yang dihasilkan 𝑟 serangkaian kemenangan dimana 𝑖 adalah ukuran 𝑥𝑖 , 𝑖 =
1, … , 𝑟. Untuk hasil seperti itu, jika kita membiarkan 𝑦1 menunjukkan jumlah

38
kekalahan sebelum putaran pertama kemenangan, 𝑦1 jumlah kekalahan antara 2
putaran pertama dari kemenangan, . . . , 𝑦𝑟+1 jumlah kekalahan setelah kemenangan
terakhir, 𝑦1 memuaskan.
𝑦1 + 𝑦2 + ⋯ + 𝑦𝑟+1 = 𝑚 𝑦1 ≥ 0, 𝑦𝑟+1 ≥ 0, 𝑦𝑖 ≥ 0, 𝑖 = 2, … , 𝑟
dan hasilnya dapat direpresentasikan secara skematis sebagai
𝐿𝐿
⏟ …𝐿 ⏟
𝑊𝑊 … 𝑊 ⏟
𝐿…𝐿 ⏟
𝑊𝑊 … 𝑊 … 𝑊𝑊
⏟⏟ 𝐿…𝐿
𝑦1 𝑥1 𝑦2 𝑥2 𝑥𝑟 𝑦𝑟+1

Oleh karena itu, jumlah hasil yang menghasilkan 𝑟 rentetan kemenangan 𝑖 ukuran
𝑥𝑖 ,𝑖 = 1, … 𝑟 sama dengan jumlah bilangan bulat 𝑦1 , … , 𝑦𝑟+1, yang memenuhi hal
sebelumnya, atau, ekuivalen, dengan jumlah bilangan bulat positif.
𝑦̅1 = 𝑦1 + 1𝑦̅𝑖 = 𝑦𝑖 , 𝑖 = 2, … , 𝑟, 𝑦̅𝑟+1 = 𝑦𝑟+1 + 1
𝑦̅1 + 𝑦̅2 + ⋯ + 𝑦̅𝑟+1 = 𝑚 + 2
Dengan Proposisi 6.1 di Bab 1, ada (𝑚+1
𝑟
) hasil seperti itu. Oleh karena itu, jumlah

hasil yang menghasilkan 𝑟 lari kemenangan adalah (𝑚+1


𝑟
) , dikalikan dengan
jumlah positif dalam solusi integral dari 𝑥1 + ⋯ + 𝑥𝑟 = 𝑛. Jadi, sekali lagi dari
Proposisi 6.1, ada (𝑚+1
𝑟
) (𝑛−1
𝑟−1
) hasil yang mengakibatkan 𝑟 kemenangan. Seperti

ada (𝑛+𝑚
𝑛
)kemungkinan hasil yang sama, maka

(𝑚+1
𝑟
)(𝑛−1
𝑟−1
)
𝑝({𝑟 𝑘𝑒𝑚𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛}) = 𝑟≥1
(𝑚+𝑛
𝑛
)
7 7
( )( )
7 6
Misalkan, jika 𝑛 = 8 dan 𝑚 = 6, maka peluang munculnya 7 kali adalah 14 =
( )
8

1 14
jika semua ( 8 ) hasil yang sama kemungkinannya. Oleh karena itu jika hasilnya
429

WLWLWLWLWWLWLW, maka kita mungkin menduga bahwa peluang tim


untuk menang berubah dari waktu ke waktu. (Khususnya, peluang tim menang
tampaknya cukup tinggi ketika kalah dalam pertandingan terakhirnya dan cukup
rendah ketika memenangkan yang terakhir permainan). Di sisi lain, jika hasilnya
adalah WWWWWWWWLLLLLL, kemudian hanya akan ada 1 putaran, dan
7 7
( )( ) 1
1 0
sebagai 𝑃({1 𝑙𝑎𝑟𝑖}) = 14 = 429 dengan demikian sekali lagi tampaknya tidak
( )
8

mungkin bahwa peluang tim untuk menang tetap tidak berubah selama 14

39
pertandingannya.
2.6 Peluang sebagai Fungsi Lanjut
Urutan kejadian {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} dikatakan barisan naik jika
𝐸1 ⊂ 𝐸2 ⊂ ⋯ ⊂ 𝐸𝑛 ⊂ 𝐸𝑛+1 ⊂ ⋯
sedangkan dikatakan barisan menurun jika
𝐸1 ⊃ 𝐸2 ⊃ ⋯ ⊃ 𝐸𝑛 ⊃ 𝐸𝑛+1 ⊃ ⋯
Jika {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} adalah barisan peristiwa yang meningkat, maka kita
mendefinisikan peristiwa baru, dilambangkan dengan lim 𝐸𝑛 , oleh
𝑛→∞

lim 𝐸𝑛 = ⋃ 𝐸𝑖
𝑛→∞
𝑖=1

Demikian pula, jika {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} adalah urutan kejadian yang menurun, kita
definisikan lim 𝐸𝑛 oleh
𝑛→∞

lim 𝐸𝑛 = ⋂ 𝐸𝑖
𝑛→∞
𝑖=1

Sekarang kita buktikan Proposisi 1:


Proposisi 6.1.
Jika {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} adalah barisan kejadian naik atau turun, maka

lim 𝑃(𝐸𝑛 ) = 𝑃 ( lim 𝐸𝑛 )


𝑛→∞ 𝑛→∞

Bukti. Misalkan, pertama, bahwa {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} adalah barisan naik, dan tentukan
kejadiannya 𝐹𝑛 , 𝑛 ≥ 1, oleh
𝐹1 = 𝐸1
𝑛−1 𝑐
𝑐
𝐹𝑛 = 𝐸𝑛 (⋃ 𝐸𝑖 ) = 𝐸𝑛 𝐸𝑛−1 𝑛>1
1

dimana kami telah menggunakan fakta bahwa ⋃𝑛−1


1 𝐸𝑖 = 𝐸𝑛−1, karena peristiwa
meningkat. Dalam kata, 𝐹𝑛 terdiri dari hasil-hasil dalam 𝐸𝑛 yang tidak ada di salah
satu sebelumnya 𝐸𝑖 , 𝑖 < 𝑛. Sangat mudah untuk memverifikasi bahwa 𝐹𝑛 adalah
kejadian yang saling lepas sehingga
∞ ∞ 𝑛 𝑛

⋃ 𝐹𝑖 = ⋃ 𝐸𝑖 and ⋃ 𝐹𝑖 = ⋃ 𝐸𝑖 untuk semua 𝑛 ≥ 1


𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

40
Dengan demikian,
∞ ∞

𝑃 (⋃ 𝐸𝑖 ) = 𝑃 (⋃ 𝐹𝑖 )
1 1

= ∑ 𝑃(𝐹𝑖 ) (dari aksioma 3)


1
𝑛

= lim ∑ 𝑃(𝐹𝑖 )
𝑛→∞
1
𝑛

= lim 𝑃 (⋃ 𝐹𝑖 )
𝑛→∞
1
𝑛

= lim 𝑃 (⋃ 𝐸𝑖 )
𝑛→∞
1

= lim 𝑃(𝐸𝑛 )
𝑛→∞

Yang membuktikan hasil ketika {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} meningkat.


Jika {𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1} adalah barisan menurun, maka {𝐸𝑛𝐶 , 𝑛 ≥ 1} adalah barisan naik;
maka dari persamaan sebelumnya,

𝑃 (⋃ 𝐸𝑖𝑐 ) = lim 𝑃(𝐸𝑛𝑐 )


𝑛→∞
1
𝑐
Namun karena ⋃∞ ∞ 𝑐
1 𝐸𝑖 = (⋂1 𝐸𝑖 ) maka
∞ 𝑐

𝑃 ((⋂ 𝐸𝑖 ) ) = lim 𝑃(𝐸𝑛𝑐 )


𝑛→∞
1

Atau setara

1 − 𝑃 (⋂ 𝐸𝑖 ) = lim [1 − 𝑃(𝐸𝑛 )] = 1 − lim 𝑃(𝐸𝑛 )


𝑛→∞ 𝑛→∞
1

Atau

𝑃 (⋂ 𝐸𝑖 ) = lim 𝑃(𝐸𝑛 )
𝑛→∞
1

Yang membuktikan hasilnya.


Contoh 6a peluang dan paradox

41
Misalkan kita memiliki guci yang sangat besar dan koleksi bola yang tak terbatas
berlabel bola nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan seterusnya. Pertimbangkan
eksperimen yang dilakukan sebagai berikut: Pada 1 menit hingga 12 siang, bola
bernomor 1 sampai 10 ditempatkan di dalam guci dan bola nomor 10 ditarik.
1
(Asumsikan bahwa penarikan tidak membutuhkan waktu). Pada menit ke 12
2

siang, bola bernomor 11 sampai 20 ditempatkan di guci dan bola nomor 20 ditarik.
1
Pada menit ke 12 siang, bola bernomor 21 melalui 30 ditempatkan di guci dan bola
4
1
nomor 30 ditarik. menit ke 12 siang, dan seterusnya. Pertanyaan yang menarik
8

adalah, Berapa banyak bola di dalam guci di 12 siang?


Jawaban atas pertanyaan ini jelas bahwa ada banyak bola yang tak terbatas di dalam
guci di 12 siang, karena setiap bola yang nomornya bukan berbentuk 10𝑛, 𝑛 ≥ 1,
akan ditempatkan di guci dan tidak akan ditarik sebelum 12 siang. Oleh karena itu,
masalah terpecahkan ketika eksperimen dilakukan seperti yang dijelaskan.
Namun, sekarang mari kita ubah eksperimen dan misalkan pada 1 menit ke 12 siang
1
bola bernomor 1 sampai 10 ditempatkan di guci dan bola nomor 1 ditarik; pada
2

menit ke 12 siang, bola bernomor 11 sampai 20 ditempatkan di dalam guci dan bola
1
bernomor 2 ditarik; pada menit ke 12 siang, bola bernomor 21 sampai 30
4
1
ditempatkan dalam guci dan bola nomor 3 ditarik; pada menit ke 12 siang, bola
8

bernomor 31 sampai 40 ditempatkan di guci dan bola nomor 4 ditarik, dan


seterusnya. Untuk percobaan baru ini, berapa banyak bola dalam guci di 12 siang?
Cukup mengejutkan, jawabannya sekarang adalah guci itu kosong jam 12 siang.
Untuk, pertimbangkan bola apa saja—katakanlah, nomor bola 𝑛. Pada suatu waktu
1 𝑛−1
sebelum pukul 12 siang [khususnya, di (2) menit ke 12 siang], bola ini akan

ditarik dari guci. Oleh karena itu, untuk setiap 𝑛, nomor bola 𝑛 tidak ada di dalam
guci jam 12 siang; oleh karena itu, guci harus kosong pada saat itu.
Kita lihat kemudian, dari diskusi sebelumnya bahwa cara bola ditarik membuat
perbedaan. Sebab, pada kasus pertama hanya bola bernomor 10𝑛, 𝑛 ≥ 1, pernah
ditarik, sedangkan dalam kasus kedua semua bola akhirnya ditarik. Mari kita

42
sekarang menganggap bahwa setiap kali sebuah bola akan ditarik, bola itu dipilih
secara acak dari antara mereka yang hadir. Artinya, misalkan pada 1 menit sampai
12 siang bola bernomor 1 sampai 10 ditempatkan di dalam guci dan sebuah bola
dipilih dan ditarik secara acak, dan seterusnya. Dalam hal ini, berapa banyak bola
yang ada di dalam guci di 12 siang?
Solusi. Kami akan menunjukkan bahwa, dengan peluang 1, guci itu kosong pada
12 siang. Mari kita perhatikan dulu bola nomor 1. Tentukan 𝐸𝑛 menjadi kejadian
bola nomor 1 masih berada di dalam guci setelah guci pertama 𝑛 penarikan telah
dilakukan. Jelas,
9.18.27 … (9𝑛)
𝑃(𝐸𝑛 ) =
10.19.28 … (9𝑛 + 1)
[Untuk memahami persamaan ini, perhatikan saja jika bola nomor 1 masih berada
di dalam guci setelah penarikan pertama 𝑛, bola pertama yang ditarik dapat berupa
salah satu dari 9, yang kedua salah satu dari 18 (ada 19 bola di dalam guci pada saat
penarikan kedua, salah satunya harus bola nomor 1), dan seterusnya. Penyebutnya
diperoleh dengan cara yang sama].
Sekarang, kejadian bola nomor 1 berada di dalam guci di 12 siang hanya peristiwa
⋂∞
𝑛=1 𝐸𝑛 , Karena peristiwa 𝐸𝑛 , 𝑛 ≥ 1, adalah peristiwa yang menurun, berikut dari

Proposisi 6.1 bahwa P{bola nomor 1 ada di guci jam 12 siang}


= 𝑃 (⋂ 𝐸𝑛 )
𝑛=1

= lim 𝑃(𝐸𝑛 )
𝑛→∞

9𝑛
= ∏( )
9𝑛 + 1
𝑛=1

Kami sekarang menunjukkan bahwa



9𝑛
∏ =0
9𝑛 + 1
𝑛=1

Sejak
∞ ∞ −1
9𝑛 9𝑛 + 1
∏( ) = [∏ ( )]
9𝑛 + 1 9𝑛
𝑛=1 𝑛=1

43
Ini setara dengan

1
∏ (1 + )=∞
9𝑛
𝑛=1

Sekarang, untuk semua 𝑚 ≥ 1,


∞ 𝑚
1 1
∏ (1 + ) ≥ ∏ (1 + )
9𝑛 9𝑛
𝑛=1 𝑛=1
1 1 1 1
= (1 + ) (1 + ) (1 + ) … (1 + )
9 18 27 9𝑚
1 1 1 1
> + + + ⋯+
9 18 27 9𝑚
𝑚
1 1
= ∑
9 𝑖
𝑖=1
1
Oleh karena itu, biarkan 𝑚 → ∞ dan menggunakan fakta bahwa ∑∞
𝑖=1 𝑖 = ∞ hasil

1
∏ (1 + )=∞
9𝑛
𝑛=1

Jadi, biarkan 𝐹𝑖 menunjukkan peristiwa bahwa nomor bola 𝑖 ada di dalam guci jam
12 siang, kami telah menunjukkan bahwa 𝑃(𝐹1 ) = 0. Demikian pula, kita dapat
menunjukkan bahwa 𝑃(𝐹𝑖 ) = 0 untuk semua 𝑖.
9𝑛
(Misalnya, alasan yang sama menunjukkan bahwa 𝑃(𝐹𝑖 ) = ∏∞
𝑛=2 [(9𝑛+1)] untuk

𝑖 = 11,12, … ,20). Jadi, peluang guci tersebut tidak kosong pada 12 siang, 𝑃(⋃∞
1 𝐹𝑖 )

memenuhi
∞ ∞

𝑃 (⋃ 𝐹𝑖 ) ≤ ∑ 𝑃(𝐹𝑖 ) = 0
1 1

Oleh pertidaksamaan Boole. (Lihat Latihan mandiri 14). Jadi, dengan peluang 1,
guci akan kosong pada 12 siang.
2.7 Peluang sebagai Ukuran Kepercayaan
Sejauh ini kita telah menafsirkan peluang suatu peristiwa dari eksperimen yang
diberikan sebagai ukuran seberapa sering peristiwa itu akan terjadi ketika
eksperimen terus diulang. Namun, ada juga kegunaan lain dari istilah peluang.
Misalnya, kita semua pernah mendengar pernyataan seperti “Ada kemungkinan 90

44
persen bahwa Shakespeare benar-benar menulis hamlet” atau “Kemungkinan
Oswald bertindak sendiri dalam membunuh Kennedy adalah 0,8.” Bagaimana kita
menafsirkan pernyataan-pernyataan ini?
Interpretasi yang paling sederhana dan alami adalah bahwa peluang yang dimaksud
adalah ukuran tingkat keyakinan individu terhadap pernyataan yang dia buat.
Dengan kata lain, individu yang membuat pernyataan di atas cukup yakin bahwa
Oswald bertindak sendiri dan bahkan lebih yakin bahwa Shakespeare menulis
hamlet. Penafsiran peluang ini sebagai ukuran derajat keyakinan seseorang sering
disebut sebagai pribadi atau subyektif pandangan peluang.
Tampaknya logis untuk menganggap bahwa "ukuran tingkat kepercayaan
seseorang" harus memenuhi semua aksioma peluang. Misalnya, jika kita 70 persen
yakin bahwa Shakespeare menulis Julius Caesar dan 10 persen yakin bahwa itu
sebenarnya Marlowe, maka masuk akal untuk menganggap bahwa kita 80 persen
yakin bahwa itu adalah Shakespeare atau Marlowe. Oleh karena itu, apakah kita
menafsirkan peluang sebagai ukuran keyakinan atau sebagai frekuensi kejadian
jangka panjang, sifat matematisnya tetap tidak berubah.
Contoh 7a
Misalkan, dalam perlombaan 7 kuda, Anda merasa bahwa masing-masing dari 2
kuda pertama memiliki peluang menang 20 persen, kuda 3 dan 4 masing-masing
memiliki peluang 15 persen, dan 3 kuda sisanya masing-masing memiliki peluang
10 persen. Apakah lebih baik bagi Anda untuk bertaruh dengan uang genap bahwa
pemenangnya adalah salah satu dari tiga kuda pertama atau bertaruh, sekali lagi
dengan uang genap, bahwa pemenangnya adalah salah satu kuda 1, 5, 6, dan 7?
Solusi. Berdasarkan peluang pribadi anda mengenai hasil balapan, peluang anda
untuk memenangkan taruhan pertama adalah . 2 + .2 + .15 = .55, sedangkan
. 2 + .1 + .1 + .1 = .5 untuk taruhan kedua. Oleh karena itu, taruhan pertama
lebih menarik.
Perhatikan bahwa, dengan mengandaikan bahwa peluang subjektif seseorang selalu
konsisten dengan aksioma peluang, kita berhadapan dengan yang ideal daripada
yang orang yang sebenarnya. Misalnya, jika kita bertanya kepada seseorang apa
yang dia pikir peluangnya

45
(a) hujan hari ini,
(b) besok hujan,
(c) hujan hari ini dan besok,
(d) hujan hari ini atau besok,
Sangat mungkin bahwa, setelah beberapa pertimbangan, ia mungkin memberikan
30 persen, 40 persen, 20 persen, dan 60 persen sebagai jawaban. Sayangnya,
jawaban seperti itu (atau peluang subjektif semacam itu) tidak konsisten dengan
aksioma peluang. (Mengapa tidak?) Kita tentu berharap, setelah hal ini ditunjukkan
kepada responden, dia akan mengubah jawabannya. (Satu kemungkinan yang
dapat kami terima adalah 30 persen, 40 persen, 10 persen, dan 60 persen.)

46
DAFTAR PUSTAKA

Rooss, S. 2010. A first Course in Probability. New Jersey: Pearson

47

Anda mungkin juga menyukai