Mangkunegara
urukan tanah, urukan batu, dan beton, yang dibangun selain untuk menahan dan
menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah
1. Bendungan urugan (fill type dam) adalah bendungan yang dibangun dari
hasil penggalian bahan tanpa bahan lain yang bersifat secara kimia.
Bendungan tipe ini dapat dibedakan lagi menjadi tiga macam, yaitu:
bangunan terdiri atas tanah yang hampir sejenis dan susunan ukuran
62
63
penyangga dilakukan oleh timbunan yang lolos air (zone lolos air) dan
fungsi penahan rembesan dilakukan oleh timbunan yang kedap air (zone
kedap air).
udik tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan
kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal,
lain-lain.
3. Bendungan Tanah (earth fill dam) adalah bendungan yang dibuat dengan
merupakan tipe bendungan beton bertulang. Beton adalah campuran antara semen,
agar daya kekuatan beton dan kelenturannya bertambah kuat 1. Untuk membentuk
beton diperlukan adanya cetakan beton atau bekisting yang dapat terbuat dari
papan kayu, multipleks, atau cetakan besi. Melalui cetakan tersebut, bentuk
dirancang dan digubah sesuai dengan fungsi dan estetika yang diinginkan.
1
Hardi Utomo, Rustan Hakim., 2002, “Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Prinsip-
Unsur dan Aplikasi Disain”, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
64
perubahan struktur menjadi bendung karet. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas
1980 oleh warga sekitar dam Tirtonadi yang mengakibatkan terjadinya erosi
dibawah tubuh bendung dan patahnya bagian tengah tubuh bendung2. Pada tahun
1992 tubuh bendungan diganti menjadi karet yang dapat kembang kempis dengan
menggunakan mesin kompresor atau blower (gambar 3.1). Karet yang digunakan
2
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
14 Juli 2016 pukul 10:00 WIB.
65
tinggi ± 2,5 meter. Konstruksi tubuh bangunan terdiri dari tumpukan batu yang
setiap batu diatur bergerigi sedangkan pada bagian lereng di bagian bawah
komponen, yaitu :
membendung laju aliran sungai Pepe dan menaikkan tinggi muka air Sungai
Anyar dari elevasi awal. Tubuh bendungan Tirtonadi melintang dari utara ke
selatan, melintangi aliran Sungai Anyar. Tubuh bendungan Tirtonadi pada awal
Sisa perubahan yang terjadi pada tubuh bendung masih terlihat hingga saat
ini. Bagian tengah tubuh bendungan Tirtonadi sekarang terbuat dari karet yang
karena syarat dari suatu tubuh bendungan harus aman terhadap tekanan air,
tekanan akibat perubahan debit yang mendadak, tekanan gempa, dan akibat berat
Pondasi (foundation)
berupa batu kali, namun pada tahun 1992 diganti menjadi pondasi beton3. Pondasi
adanya dokumentasi.
3
Wawancara dengan Pak Adi (petugas operasional dam Tirtonadi) 16 Juli 2016 pukul 10:00 WIB.
68
Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk mengatur,
membuka, dan menutup alira n air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.
Bendungan Tirtonadi memilki 4 unit pintu air. Bagian yang penting dari pintu air
(ulir).
dan berfungsi sebagai pengatur atau pemecah aliran air pada Sungai Pepe.
c) Jangkar (anchorage)
d) Kerekan (hoist)
4
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Pengairan Proyek Induk Pengembangan
Wilayah Sungai Bengawan Solo. 2002. Tirtonadi Rubber Dam. Madiun: Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Pengairan Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai
Bengawan Solo (hlmn 2)
70
kumuh dan tak terawat, padahal mengingat pentingnya fungsi dan peran pintu air
sebagai pengatur neraca air Kota Surakarta maka perlu adanya konservasi dan
Gambar 3.5. Bangunan pintu air dilihat dari sisi selatan (depan terminal
Tirtonadi)
Sumber: www.flickr.com diakses pada tanggal 31 Juli 2016
debit aliran yang mengalir ke Sungai Pepe Kota. Pada awalnya, pintu pengambil
Surakarta (Sungai Pepe Kota) namun pada perkembangannya hingga saat ini,
pintu pengambil yang masih difungsikan hanya 2 unit saja5 (gambar 3.6).
5
Wawancara dengan Pak Adi (petugas operasional dam Tirtonadi) 16 Juli 2016 pukul 10:00 WIB
71
Pintu Penguras
penguras ini terletak antara pilar dengan pilar. Konstruksi pilar masih
Kantong Lumpur
hilir pintu pengambilan atau hulu Sungai Pepe Kota (gambar 3.8. dan gambar
yang lebih besar dari fraksi pasir halus (0,06 s/d 0,07mm). Bahan-bahan yang
melalui saluran pembilas kantong lumpur dengan aliran yang deras untuk
73
Gambar 3.9. Kantong lumpur terletak pada hulu Sungai Pepe Kota
Sumber: Aji, 2016
1) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran Sungai Anyar.
koordinasi setiap saat dengan DPU Kota Surakarta dan beberapa instasi
sekitar bendungan.
78
bertipe beton bertulang, bendungan ini terbuat dari batu kali. Batu kali atau batu
yang tidak teratur. Pada awal pembangunan dam Tirtonadi, batu kali digunakan
sebagai konstruksi tubuh bendung dan operasional buka-tutup pintu air masih
menggunakan ulir yang dioperasikan oleh tenaga manusia. Hal ini dikarenakan
Dokumentasi foto dan arsip bendungan Tirtonadi pada awal pembangunan tidak
didapatkan penulis, namun data foto awal pembangunan pintu air Demangan Kota
Drainase adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan dari
permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat.6 Pada permukaan tanah
yang bergelombang atau berkontur, pemecahan masalah drainase atau saluran air
akan lebih rumit dibandingkan dengan permukaan tanah yang relatif rata. Namun
terhadap saluran pembuangan. Pada tanah yang berkontur, aliran air bergerak dari
6
Dr.Ir.Suripin, M.Eng. 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi
(hlmn 14)
80
kontur tinggi menuju kontur terendah. Artinya akan selalu terjadi aliran air secara
alamiah yang dikenal dengan istilah drainase alamiah. Sedangkan pada kontur
atau kondisi tanah yang relatif datar, maka kemiringan saluran perlu
diperhitungkan agar air buangan dapat mengalir menuju saluran pembuangan kota
dalam tanah yang berhubungan dengan limbah yang berasal dari kegiatan
pembangunan atau permukiman (Hakim 2002: 236). Arah aliran air, letak saluran
pembuangan utama, dan lebar saluran menjadi perhatian dalam analisis pola
yang rawan banjir dan hampir setiap tahun wilayah ini mengalami banjir, oleh
karena itu keberlangsungan drainase dan pola drainase kota perlu mendapatkan
perhatian khusus.
bahwa sistem drainase merupakan salah satu komponen infrastruktur yang sangat
penting, sehingga kemajuan sebuah kota dapat dinilai dari kondisi sistem
hingga daerah Gilingan. Pembangunan saluran induk dari waduk Cengklik yang
dialirkan ke arah timur hingga taman Balekambang dilengkapi dengan pintu air
berpola siku7. Pola jaringan drainase siku biasanya dibuat pada daerah yang
mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai saluran
pembuang akhir biasanya terletak atau melintasi di tengah kota (Sungai Pepe
Kota).
dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2016, berikut adalah peta survei jaringan
7
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
23 Juli 2016 pukul 10:00 WIB.
82
drainase pada wilayah Praja Mangkunegara, maka dapat diketahui arah aliran
drainase. Berikut adalah peta arah aliran drainase di wilayah Praja Mangkunegara
(gambar 3.16).
Pada peta arah aliran drainase tersebut, tampak arah aliran berpola siku-
siku dimana arah aliran tersebut dipengaruhi elevasi atau beda tinggi pada
mengalami perubahan karena arah alirannya masih tetap sama. Kondisi seperti ini
84
menggambarkan bahwa dinamika demografi dan tata guna lahan yang terjadi
sistem sanitasi bagi masyarakat. Pembangunan kamar mandi umum ini serentak
kompleks khusus yang terdiri dari bilik serta dilengkapi dengan sumber air dan
tempat khusus untuk pakaian serta dilengkapi pula dengan pancuran. Pada sistem
8
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
23 Juli 2016 pukul 10:00 WIB.
85
sedemikian rupa dan adanya jaringan drainase yang berpola siku secara langsung
Dinamika permukiman Praja Mangkunegara sejak awal abad XX hingga saat ini
diketahui antara lain dari pola permukimannya. Suatu pola permukiman pada
sedangkan bangsa Eropa sebagian besar tinggal di dekat jalan utama.9 Istilah
Eropa (terutama orang-orang Belanda). Di kota ini juga terdapat beberapa pasar
Praja Mangkunegara.
9
Himawan Prasetyo, 2001. Skripsi: Wajah Kauman Surakarta 1910-1930. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada. hal 22.
10
Th. M. Metz, op.cit. hal. 48
87
Perkampungan Pribumi
Kampung, dan letak kantornya selalu berada dipojok. Hal ini secara filosofis
Makna filosofis ini erat kaitannya dengan konsep Tri Dharma yang dianut oleh
a. Kalurahan Stabelan
b. Kalurahan Timuran
c. Kalurahan Keprabon
d. Kalurahan Kestalan
e. Kalurahan Ketelan
f. Kalurahan Punggawan
g. Kalurahan Mangkubumen
h. Kalurahan Manahan
i. Kalurahan Gilingan
j. Kalurahan Nusukan
Perkampungan Eropa
dengan nama Villa Park. Perkampungan ini berada di sebelah utara Istana
88
Mangkunegara. Villa Park memiliki luas ±1,5 ha, dan dibangun pada masa
dengan segala infrastruktur yang dibutuhkan bagi orang-orang Eropa yang tinggal
a. Pasar Legi
Mangkunegara.
b. Pasar Pon
11
Radjiman, 1984. Sejarah Mataram Sampai Surakarta Adiningrat. Surakarta: Krida. hal 105
89
c. Pasar Triwindu
pasar ini hanya barang yang terbuat dari logam, antara lain: besi, tembaga,
emas, dan perak12. Praja Mangkunegara mempunyai beberapa pasar kecil yang
mempunyai spesifikasi tertentu atau ciri-ciri yang khas membentuk toponimi yang
dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni berdasarkan nama orang yang
dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah
12
Nina Astiningrum, 2006. Kebijakan Mangkunegoro VII Dalam Pembangunan Perkotaan Di
Praja Mangkunegaran. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. hal. 101.
13
Hadi Sabari Yunus, 2012. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 126.
90
perempatan jalan (Nova, 2011: 6). Berikut adalah peta Praja Mangkunegara pada
cenderung berkembang ke arah barat laut. Hal ini ditandai dengan adanya
keletakan berbagai infrastruktur kota (stadion, taman, sekolah, rumah sakit, pabrik
Hal inilah yang menjadi pemicu utama banjir pada wilayah permukiman Praja
cekungan.
91
drainase wilayah Praja Mangkunegara telah banyak mengalami perubahan, hal ini
Praja Mangkunegara pada tahun 1757 yang menjadi pusat pemerintahan dan
kebudayaan jawa pada waktu itu telah menjadikan daerah sekitar istana
guna lahan sesuai dengan kebijakan politik dan kepentingan ekonomi Praja
Dinamika tersebut terlihat dari hasil overlay keletakan jaringan drainase dengan
peta lama Kota Surakarta setelah Praja Mangkunegara berdiri. Berikut hasil
overlay jaringan drainase tahun 2016 dengan peta Kota Surakarta tahun 1873 dan
Gambar 3.19. Hasil overlay jaringan drainase dengan peta Kota Surakarta tahun
1873
Sumber: Arsip Reksa Pustaka Mangkunegara dengan modifikasi penulis
Gambar 3.20. Hasil overlay jaringan drainase dengan peta Kota Surakarta
tahun 1935
Sumber: U.S. Army map service dengan modifikasi penulis
93
Pada hasil overlay dengan peta dasar tahun 1873, tampak belum dibangun
Tirtonadi beserta Kali Anyar di Desa Munggung dapat diinterpretasikan dari hasil
overlay tersebut bahwa wilayah Desa Munggung dilewati oleh Sungai Pepe dan
belum terdapat permukiman pada daerah tersebut, serta tata guna lahannya masih
pada tahun 1873 dengan tata guna lahan sawah dan perkebunan yang menonjol
menjadikan recharge area saat itu masih luas. Selain itu juga nampaknya belum
Desa Munggung.
draianse alami. Saluran drainase alami ini terbentuk oleh alam tanpa ada campur
tangan manusia, dan biasanya berupa aliran sungai. Melihat kondisi tersebut,
maka Sungai Pepe merupakan saluran drainase utama Kota Surakarta pada saat
itu. Kondisi ini berubah seiring terjadinya dinamika sosial dan pembangunan pada
Pada hasil overlay dengan peta dasar tahun 1935 yang dibuat oleh pemerintah
Kolonial Belanda tampak sangat berbeda dengan peta tahun 1837. Perbedaan ini
terlihat pada perubahan tata guna lahan. Tata guna lahan pada tahun 1935 sudah
secara hidrologis kondisi ini mengurangi recharge area Kota Surakarta. Adanya
94
pengelompokan pemukiman antara pribumi, cina, dan belanda juga sudah terlihat
pada peta ini. Pada tahun 1935 memang sudah dibangun dam Tirtonadi beserta
jaringan drainase, dan secara keseluruhan memang tampak saluran drainase yang
cukup memadai dan hampir menjangkau seluruh permukiman yang ada beserta
Berkurangnya kawasan resapan air hujan (recharge area) pada hasil overlay
tahun 1935 terjadi karena semakin padatnya penduduk pada wilayah Praja
jaringan drainase serta sudetan Sungai Anyar awal abad XX yang ditujukan untuk
mengatur neraca air Kota Surakarta dengan cara mengatur besar kecilnya debit air
Sungai Anyar pada awal abad XX merupakan langkah mitigasi struktural buatan
14
repository.ugm.ac.id diakses pada 29 September 2016, 18:45:23
95
cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana15. Dam Tirtonadi beserta jaringan
drainase wilayah Praja Mangkunegara dalam hal ini adalah hasil rekayasa teknis
bahwa kondisi jaringan drainase pada willayah Praja Mangkunegara masih dalam
keadaan cukup baik dan berfungsi normal. Masalah yang timbul adalah gulma
pada beberapa saluran drainase tertentu serta endapan yang terjadi pada bagian
hilir saluran. Kondisi konstruksi talud Sungai Pepe Kota sebagai hilir dari semua
jaringan drainase pada beberapa tempat yang berada dalam kondisi rusak dan tak
penunjang drainase dan Sungai Pepe Kota yang sedemikian rupa menjadikan
15
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
96
yang tinggi terhadap bencana banjir ketika hujan deras melanda Kota Surakarta.
Tidak adanya perawatan secara berkala terhadap saluran drainase dan infrastruktur
penunjangnya serta adanya penyempitan pada lebar Sungai Pepe Kota pada tahun
1990 yang dilakukan oleh DPU Kota Surakarta telah meningkatkan kerentanan
masyrakat tentang betapa pentingnya peran dan fungsi Sungai Pepe Kota dalam
16
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
29 Agustus 2016 pukul 15:00 WIB
97
menjadikan sungai sebagai tempat sampah dan banyaknya permukiman liar pada
pada bantaran Sungai Pepe Kota sehingga konstruksi talud sungai dan saluran
drainase mudah rusak dan cenderung tak terawat. Pemicu adanya penyimpangan
saluran drainase ini adalah adanya permukiman liar sepanjang saluran drainase,
dan perilaku masyarakat pada permukiman tersebut yang dengan bebas membuat
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan Sungai Pepe Kota menjadi tercemar
daya tampung maksimal saluran drainase. Pada dasarnya fokus saluran drainase
ditujukan hanya untuk menampung air hujan (run off) dan berfungsi untuk
penggelontoran air kota dan mematuskan air permukaan agar tidak terjadi banjir
dengan pemeliharaan saluran secara periodik, dan meninjau ulang kondisi saluran
drainase yang rusak, menyimpang, dan tak bisa berfungsi normal. Secara periodik,
dan lebar saluran menjadi 2 periode yaitu; saluran draianse lama dan drainase
baru. Berdasarkan hasil survei mandiri dan wawancara saluran drainase lama
mempunyai konstruksi batu kali (kecil dan tak beraturan), mempunyai lebar
17
Presentasi “Profil Drainase Kota Surakarta”‖ Sub Dinas Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota
Surakarta.
99
± 80 cm – 500 cm, serta terhubung dengan pipa limbah (sanitasi) yang tertutup
blok beton pada kiri kanan saluran drainase (gambar 3.23 dan gambar 3.24).
Gambar 3.24. Jaringan drainase lama dengan lebar kurang dari 1 meter dan
konstruksi batu kali
Sumber: Aji, 2016
100
persegi yang sudah disusun rapi, mempunyai lebar ± 2 m, serta terhubung dengan
pipa limbah (sanitasi) yang tertutup lingkaran besi yang diatasnya bertuliskan
Gambar 3.26. Jaringan drainase baru dengan lebar ± 2 meter dan konstruksi sudah
menggunakan batu persegi.
Sumber: Aji, 2016
Terlepas dengan adanya perbedaan jaringan drainase lama dan baru,
antara lain adalah jaringan drainase lama yang masih digunakan; jaringan drainase
lama tidak digunakan; jaringan drainase baru; jaringan drainase lama dengan
adanya penambahan saluran baru (modifikasi). Jaringan drainase baru dan lama
dengan pentup pipa sanitasi, dengan adanya klasifikasi ini maka dapat diketahui
bahwa saluran drainase tersebut berada pada permukiman lama atau baru. Berikut
3.27).
102
Pada peta klasifikasi jaringan drainase yang didasarkan atas hasil survei
secara mandiri, terlihat bahwa jaringan drainase baru mendominasi pada wilayah
Keprabon. Hal ini dikarenakan pada tahun 1990 telah dilakukan banyak
revitalisasi saluran drainase pada daerah tersebut oleh DPU Kota Surakarta18,
Kota Surakarta. Jaringan drainase lama yang masih terpakai dengan konstruksi
18
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
29 Agustus 2016 pukul 15:00 WIB
103
debit alirannya sehingga tidak digunakan lagi sebagai sumber pengairan Taman
Balekambang.
merupakan salah satu bukti bahwa pada awal pembangunannya, saluran drainase
bisa lagi berjalan dengan normal karena banyak saluran draianse yang ditutup
sebagai jalan, dan sudah tidak digunakan lagi karena debit alirannya yang kecil.
baru pada saluran drainase lama yang masih digunakan. Jaringan drainase
Sriwedari dan Kelurahan Kemlayan yang berdekatan dengan Jalan Slamet Riyadi
(gambar 3.28).
104
dilakukan oleh DPU pada tahun 1990 tidak bisa mengembalikan fungsi saluran
drainase sehingga aliran air meluap ketika hujan deras melanda Kota Surakarta
Jaringan drainase lama yang terbengkelai dan sudah menjadi jalan dapat
jaringan drainase lama yang tak digunakan berada pada belakang hotel Sahid Jaya
Solo yang merupakan salah satu hotel bintang lima di Kota Surakarta. Jaringan ini
sudah tidak berfungsi lagi dan sudah dijadikan jalan oleh pihak hotel maupun
warga masyarakat sekitar (gambar 3.31). Kebanyakan, jaringan drainase yang tak
digunakan dan menjadi jalan ini terletak pada permukiman warga bantaran Sungai
Gambar 3.31. Jaringan drainase lama yang sudah menjadi jalan kampung
(belakang hotel sahid jaya)
Sumber: Aji, 2016
107
bahwa tingkat keterkaitan atau keterkaitan ruang antara variabel ini sangatlah
menjalankan peran dan fungsi yang saling terhubung dan berkaitan satu sama lain
dapat dikatakan sebagai sebuah sistem drainase. Sebuah sistem drainase perkotaan
pada umumnya berfungsi antara lain sebagai pembuang air lebih; pengangkut
limbah dan mencuci polusi kota; mengatur elevasi muka air tanah, dan dapat
19
Wawancara dengan Ir. Budi Santoso, MM (Kepala Bagian Drainase Dinas PU Kota Surakarta)
29 Agustus 2016 pukul 15:00 WIB
108
yang langsung dari runoff lahan perkotaan serta saluran atau pipa buang dari
drainase makro melayani areal seluas 50 sampai dengan maksimum 100 hektar
kelurahan yang dilayani. Apabila daerah layanan terlalu luas maka akan sulit
sepanjang Sungai Pepe Kota akan berdampak pada anomali daya tampung
Kota Surakarta Sistem drainase makro Kota Surakarta meliputi saluran aliran
sungai yang melintasi kota Surakarta dan mengalir menuju sungai Bengawan Solo
yaitu Sungai Pepe Hulu, Sungai Pepe Hilir, Sungai Sumber, Sungai Gajah Putih,
Sungai Pelem Wulung, Sungai Brojo, Sungai Jenes, Sungai Tanggul/Wingko dan
20
Presentasi “Profil Drainase Kota Surakarta” Sub Dinas Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota
Surakarta.
109
air dari beberapa saluran tersier di dekatnya untuk dialirkan lebih jauh ke hilir
saluran sekunder 129,441 km , dan saluran tersier 28,883 km21. Sebuah saluran
pada sistem drainase mikro ini direncanakan untuk melayani tidak lebih
membatasi luas areal yang dilayani, akan dapat dibatasi luas tampang aliran dan
panjang saluran.
disesuaikan dengan dana yang tersedia (Mulyanto 2012: 15). Sistem drainase
mikro Kota Surakarta meliputi saluran drainase utama di bagian tengah kota yaitu
(gambar 3.32).
21
Presentasi “Profil Drainase Kota Surakarta” Sub Dinas Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota
Surakarta.
110
catchmen area seluas 4.345 ha. Secara umum fungsi saluran drainase adalah
untuk penggelontoran air kota dan mematuskan air permukaan agar tidak terjadi
banjir atau genangan air22. Adanya penyimpangan saluran drainase pada wilayah
22
Presentasi “Profil Drainase Kota Surakarta” Sub Dinas Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota
Surakarta.
111
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2008. KBBI Edisi Keempat.
Jakarta: Balai Pustaka
Hakim Rustan, Hardi Utomo. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap
Prinsip-Unsur dan Aplikasi Disain. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Mulyanto. 2013. Penataan Drainase Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu
SKRIPSI/THESIS/DISERTASI
Daryadi. 2009. Pembangunan Perkampungan Di Kota Mangkunegaran Pada
Masa Pemerintahan Mangkunegara VII. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas
Maret.
Dwiyanto Horb. 1995. Pembangunan Bidang Kesehatan Di Praja
Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegoro VII (1916-1944). Surakarta:
Universitas Negeri Sebelas Maret.
Putro, Nova Yunanto. 2011. Perkembangan Perkotaan Di Praja Mangkunegaran
(Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara VII, 1916-1944). Surakarta:
Universitas Negeri Sebelas Maret.
Juliastuti, Sari. 2009. Keberadaan Jaringan Kanal Di Kota Batavia Tahun 1619-
1808. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Muzaini. 1996. Pembangunan Irigasi Di Praja Mangkunegaran 1916-1942.
Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Rachmawan, Titet Fauzi. 2011. Waduk Pacal Di Kabupaten Bojonegoro Provinsi
Jawa Timur: Alasan Pemilihan Lokasi dan Potensinya Sebagai Data
Arkeologis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Saraswati, Ratna. 2007. Perubahan Distribusi Air Pada Saluran Van Der Wijck
Dan Dampak Sosialnya Pada Masyarakat Sekitar. Yogykarta: Universitas
Gadjah Mada.
112
Savitri, Mimi. 2015. Sustaining the layout of the Javanese city centre (1745-1942)
:the embodiment of the Sunan's power in Surakarta. London: University of
London.
Syarifrudin, Mochammad. 2001. Selokan Mataram Kajian Terhadap Sistem
Irigasi Dan Dampak Sosial-Lingkungannya. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
ARTIKEL
Ahimsa-Putra, Heddy Shri, Arkeologi Pemukiman: Asal Mula dan
Perkembangannya, Humaniora, vol. V/-, pp. 17-25, 1997
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Pengairan Proyek Induk
Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo. 2002. Tirtonadi Rubber Dam.
Madiun: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Pengairan Proyek
Induk Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo
Suyadi, Tirtonadi dan Minapadi obyek wisata yang kini merana (artikel Suara
Merdeka 19 Maret 1983).
Peta Kota Surakarta tahun 1873 (zaman Sri Mangkuengara IV). (fotokopi dari
arsip di Leiden). 32 x 32 cm.
VERSLAG
Verslag Van Het Hoofdcomite voor de noodlijdenden door den Watersnood Te
Solo op 2 en 3 Februari 1886 (Arsip Reksa Mangkunegara).
Undang-Undang
Anonim. 2007. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Jakarta.
INTERNET:
https://www.flickr.com/photos/118587674@N07/17917632122/ diakses pada 31
Juli 2016, 12:40:22
https://www.flickr.com/photos/118587674@N07/17920624345/ diakses pada 31
Juli 2016, 12:40:28
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Stu
wdam_in_aanbouw_van_het_Bandjirkanaal_bij_Soerakarta._TMnr_60002361.jpg
diakses pada 31 Juli 2016, 14:30:23
http://architulistiwa.blogspot.sg/2014/11/definisi-fungsi-dan-macam-macam-
drainase_27.html diakses pada 31 Juli 2016, 18:30:23