Anda di halaman 1dari 12

PROYEK PEMBANGUAN WADUK JATIGEDE SUMEDANG

Jumlah bendungan besar yang ada di Indonesia saat ini mencapai kurang lebih
284 bendungan. Bendunganbendungan tersebut memenuhi kriteria dalam PP No. 37
Tahun 2010 tentang Bendungan, yang diadopsi dari kriteria Komite Nasional
Indonesia-Bendungan Besar (KNI-BB) atau Indonesian National Large Dams
(INACOLD). Secara teori, bendungan adalah bangunan yang berupa tanah, batu, beton
atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat
juga dibangun untuk menampung limbah tambang atau lumpur.
Berdasarkan penggunaannya, bendungan dibagi menjadi tiga jenis yaitu
bendungan yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air pada waktu
kelebihan agar dapat dipakai pada waktu diperlukan,bendungan penangkap atau
pembelok air bendungan yang dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga
dapat mengalir masuk ke dalam saluran air atau terowongan air, serta bendungan yang
dibangun untuk memperlambat aliran air sehingga dapat mencegah terjadinya banjir
besar. Sedangkan menurut fungsinya terdapat bendungan limbah industri yang terdiri
atas timbunan secara bertahap untuk menahan limbah yang berasal dari industri,
bendungan pertambangan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk menahan
hasil galian pertambangan dan bahan pembuatnya pun berasal dari hasil galian
pertambangan, bendungan kering yang didisain untuk mengontrol banjir, bendungan
pengecek bendungan kecil yang didesain untuk mengurangi dan mengontrol arus erosi
tanah
Oleh karena itu peran bendungan untuk masyarakat ialah untuk penyediaan air
irigasi yang sangat vital bagi masyarakat, terutama pada saat musim tanam kedua dan
seterusnya. Bendungan juga merupakanpengendali banjir yang efektif, serta penyedia
air baku untuk rumah tangga, perkotaan dan juga industri.
Manfaat-manfaat tersebut merupakan manfaat langsung yang dapat diterima
masyarakat. Tersedianya air untuk irigasi yang merupakan faktor penentu dalam
produksi beras sehingga kebutuhan pangan yang dapat terpenuhi.
Dalam pembangunan bendungan terdapat banyak aspek yang diperhitungkan,
seperti teknis, sosial, lingkungandan ekonomi. Seluruh aspek tersebut harus bisa
terpenuhi dalam membangun sebuah bendungan yang aman dan dapat berfungsi sesuai
rencana. Permasalahan sosial dapat dikatakan sebagai penghambat dalam
pembangunan bendungan, terlebih lagi di setiap daerah mempunyai ketersediaan air
yang berbeda, sehingga sering menimbulkan konflik dalam masyarakat. Namun, dalam
pembangunan bendungan, ada berbagai kendala yang muncul seperti biaya yang tidak
sedikit dan membutuhkan lahan yang cukup luas. Ini merupakan masalah yang klise
karena setiap kali ingin melakukan pembangunan prasarana infrastruktur terdapat
masalah pembebasan lahan ditambah lagi masalah sosial seperti bagaimana
memindahkan penduduk sekitar karena selain penduduk kita juga harus memindahkan
situs-situs budaya yang ada di wilayah tersebut. Pembangunan bendungan
membutuhkan rencana pelaksanaan yang cukup lama karena dimensinya luas.
Pembangunan waduk Jatigede merupakan strategi pemerintah untuk mengatasi
kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan khususnya di daerah
Pantura Jawa Barat (Kabupaten Majalengka, Cirebon, dan Indramayu). Pembangunan
waduk Jatigede sudah direncanakan sejak tahun 1963. Di samping itu, waduk Jatigede
diharapkan dapat berfungsi sebagai penyedia air baku khususnya untuk areal pertanian
yang merupakan salah satu penyediaan padi regional dan nasional, di samping
kepentingan-kepentingan lainnya yang bersifat strategis, seperti pembangkit tenaga
listrik, perikanan dan pariwisata
Pembangunan Waduk Jatigede membuat beberapa wilayah permukiman
maupun persawahan menjadi tergenang, hal tersebut membawa konsekuensi terhadap
adanya perubahan mata pencaharian. Dampak dari berubahnya lingkungan fisik yang
mengakibatkan dampak lanjutan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yaitu
terjadinya perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi pembangunan waduk
yang menimbulkan dampak lanjutan terhadap perubahan mata pencaharian penduduk.
Berlokasi di kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, bendungan
jenis urugan batu (rockfill) ini akan memiliki tinggi 110 meter dan kapasitas tampung
sampai dengan 980 juta m3. Lahan yang dibutuhkan seluas 4891.13 ha yang meliputi
lima kecamatan atau 26 desa. Bendungan Jatigede direncanakan memiliki fungsi untuk
mengairi areal irigasi seluas 90.000 Ha, menyediakan air bersih bagi Kabupaten
Cirebon, Indramayu dan kawasan sekitarnya dengan kapasitas 3.500 liter/detik,
mengendalikan banjir untuk luasan 14.000 Ha, serta menyuplai air untuk PLTA yang
mampu menghasilkan listrik sebesar 690 GWH per tahun dengan kapasitas terpasang
110 MW. Pihak–pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah :
Employer : Menteri PU
Employer Representative : SNVT Waduk Jatigede
Supervision Consultant : Konsultan Nasional (PT. Indra Karya, PT. Mettana,
PT. Tata Guna Patria, PT. Wiratman, PT. Indah Karya)
DED Consultant : SWHI (dari China)
Contractor : Kontraktor nasional yang tergabung di dalam
Consortium of Indonesian Contractor (CIC) yang beranggotakan PT. Waskita Karya,
PT. Wijaya Karya, PT. Pembangunan Perumahan. Selain itu, terdapat juga Kontraktor
dari China yaitu Sinohydro.
Tujuan pembangunan bendungan Jatigede diutamakan untuk meningkatkan
produksi padi dengan memanfaatkan semaksimum mungkin jaringan irigasi yang telah
ada (sistem jaringan irigasi rentang).Irigasi merupakan primary benefit sehingga
perhitungan volume waduk didasarkan kepada kebutuhan air irigasi. Tenaga listrik
merupakan secondary benefit sehingga pelepasan debit air dari waduk didasarkan pada
kebutuhan air untuk irigasi. Gagasan pembangunan bendungan Jatigede sebenarnya
sudah diajukan pertama kali pada tahun 1963. Detail desain bendungan disiapkan 23
tahun kemudian yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan beberapa study dan detail
design. Baru pada tahun 2004 direview kembali hingga akhirnya saat ini pembangunan
fisik sudah dilaksanakan. Naik turunnya kepastian dana pembangunan dan berlarut-
larutnya pembebasan lahan membuat proyek ini terhitung menghabiskan waktu yang
sangat lama padahal manfaatnya cukup besar dan menguntungkan. Hingga akhir Tahun
Anggaran 2011, progres fisik konstruksi Bendungan Jatigede mencapai 82.76%
mengacu pada nilai kontrak awal sebesar 411.6 juta USD dan tentu meningkat dari
tahun ke tahun ini.
Estimasi pembangunan waduk Jatigede memiliki masa konstruksi yaitu dari 15
November 2007 hingga 30 November 2013. Untuk beberapa penundaan kasus
pembebasan lahan di pengadilan dan ketidakpastian dana pembangunan menyebabkan
penyelesaian proyek ini sedikit mundur. Waduk Jatigede merupakan waduk yang
membendung Sungai Cimanuk. Sungai Cimanuk memiliki fluktuasi debit dengan
rentang yang sangat besar yaitu memiliki Qmax = 1004 m3/detik sedangkan Qmin = 4
m3/detik sehingga memiliki rasio sebesar 251. Debit tersebut merupakan hasil
pengukuran dari Bendung Rentang. Potensi air di Sungai Cimanuk rata-rata sebesar 4,3
milyar m3/tahun dan hanya dapat dimanfaatkan hanya 28% saja dan sisanya mengalir
saja ke laut tanpa dimanfaatkan karena belum adanya waduk.
Bendungan Jatigede memiliki panjang sekitar 1.8 km dengan daerah tapak
proyek secara umum mempunyai struktur geologi tektonik yang intensif dan kompleks.
Adanya struktur yang kompleks ini menyebabkan daerah tapak proyek menjadi rawan
terhadap gerakan tanah atau longsoran. Oleh karena itu, struktur bendungan yang
dipilih adalah jenis rockfill dam dimana infrastruktur yang disusun oleh batu-batuan
kuat namun cukup fleksibel untuk menghadapi erosi dan sedimentasi tanah mengingat
laju erosi & sedimentasi di daerah aliran sungai (DAS) Hulu Waduk Jatigede termasuk
tinggi. Sayangnya beberapa penelitian menghasilkan kepastian bahwa keadaan DAS
hulu Waduk Jatigede menjadi semakin kritis, sehingga apabila tidak diambil tindakan
penanggulangan, maka diprakirakan umur manfaat Waduk Jatigede hanya 24 – 41
tahun saja. Dengan struktur rockfill dam, Bapak Herman sebagai salah satu supervision
consultant mengatakan bahwa bendungan Jatigede memiliki desain yang cukup kuat
untuk 50 tahun ke depan.
Berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), pekerjaan fisik dimulai pada
tanggal 15 Nopember 2007dengan masa kontrak selama 65 bulan. Kegiatan
pembangunan fisik waduk yang telah dilakukan sampai saat ini adalah dapat dirinci
sebagai berikut pembangunan infrastruktur resettlement Jatigede di 12 lokasi,
pembangunan Base Camp, pembagunan access road Tolengas Jatigede, pembangunan
terowongan pengelak, pembuatan spillway, dan kini sedang fokus pada pembuatan
power water way—terowongan yang menghubungan dengan PLTA yang berasal dari
PLN Sumatera yang letaknya sekitar 4 meter dari lokasi bendungan karena
pertimbangan elevasi yang berbeda. Seperti yang telah dirinci sebelumnya bahwa
bendungan Jatigede ini akan bekerja sama dengan PLN. Untuk menghasilkan listrik
dengan kapasitas 110 Mega Watt bukanlah jumlah energi yang sedikit, oleh karenanya
dibutuhkan energi potensial air yang besar sehingga elevasi atau ketinggian dari
permukaan air laut haruslah tinggi.
Proses pekerjaan grouting telah dilakukan oleh para pekerja konstruksi dibantu
dengan berbagai alat. Pekerjaangrouting merupakan pekerjaan memasukan bahan yang
masih dalam keadaan cair untuk perbaikan tanah,dengan cara tekanan, sehingga bahan
tersebut akan mengisi semua retak-retak dan lubang-lubang,kemudian setelah beberapa
saat bahan tersebut akan mengeras, dan menjadi satu kesatuan dengan tanahyang ada.
Beberapa bahan yang dimasukkan ke dalam tanah untuk pekerjaan grouting :
1. Campuran semen dan air
2. Campuran semen, abu batu dan air
3. Campuran semen, clay dan air
4. Campuran semen,clay, pasir dan air
5. Asphalt
6. Campuran clay dan air
7. Campuran bahan kimia
Dalam konstruksi bendungan besar, proses grouting dinilai penting, tujuannya
adalah untuk memperkuat formasi dari lapisan tanah dan sekaligus menjadikan lapisan
tanah tersebut menjadi padat, sehingga mampu untuk mendukung beban bangunan
yang direncanakan. Tanah selalu mempunyai lubang, retak, dan celahcelah, maka
rongga ini harus diisi dengan bahan pengisi yang kuat, sehingga lapisan tanah dibawah
rencana bangunan akan menjadi bagian dari pondasi yang kuat. Selain itu, proses
grouting pada bendungan bertujuan untuk menahan aliran air agar air tidak mengalir
melalui bawah bangunan bendungan. Air yangmengalir di bawah bendungan secara
bertahun-tahun akan membawa paartikel tanah yang akan mengakibatkan terjadinya
rongga-rongga di bawah bangunan. Hal tersebut dapat membahayakan kestabilan
bendungan. Dalam proses pembangunan bendungan yang tentu saja di area basah,
grouting adalah vital mengingat kita tidak bisa bekerja di lingkungan berisi air. Air
sungai yang telah diubah jalurnya sementara mempunyai kemungkinan untuk
menembus rongga-rongga dalam tanah, sehingga grouting membantu memperkecil
peluang air untuk melewati batas konstruksi bendungan
Jatigede merupakan salah satu bendungan terbesar di Asia dengan luas daerah
aliran sungai 1.460 km2, memiliki volume aliran permukaan sebesar 2,5 milyar m3
per tahun (BBWS 2009). Data-data teknis mengenai Bendungan Jatigede adalah
sebagai berikut :
HIDROLOGI
Luas DAS : 1462 km2
Volume aliran air tahunan : 2.5 x 109 m3

WADUK
Muka Air (MA) banjir max : El. +262,0 m
MA Operasi max (FSL) : El. +260,0 m
MA Operasi min (MOL) : El. +230,0 m
Luas permukaan waduk (El. 262 m) : 41,22 km2
Volume gross (El. +260 m) : 980 x 106 m3
Volume efektif (antara El.+221 dan El +260) : 877 x 106 m3

BENDUNGAN
Tipe : Urugan batu, inti tegak
Elevasi mercu bendungan : El. +265,0 m
Panjang bendungan : 1.715 m
Lebar mercu bendungan : 12 m
Tinggi bendungan max : 110 m
Volume timbunan : 6,7 x 106 m3

SPILLWAY
Lokasi : di tengah tubuh bendungan
Tipe : Gated spillway with chute way
Crest : Lebar 50m, El. + 247,0 m
Dimensi radial gates : 4 bh (W=15,5 m ; H=14,5 m)
Qoutflow : 4.442 m3/dt (PMF=11.000 m3/dt)

INTAKE IRIGASI
Lokasi : Di bawah spillway
Irrigation Inlet Appron : El. +204,0 m dirubah menjadi + 221,0 m
Tipe : Reinforced concrete conduit
Dimensi conduit : D = 4,5 m; L = 400 m

TEROWONGAN PENGELAK
Lokasi : under the spillway
Inlet level : El. +164,0 m.
Tipe : Circular lined reinforced concrete
Debit rencana (Q100) : 3.200 m3/dt
Dimensi terowongan : D = 10 m ; L = 556 m
PLTA
Lokasi : Right abutment
Power inlet apron : El. +221,0 m
Headrace tunnel : D = 4,5 m ; L = 3.095 m
Design head: 170 m
Tipe turbin : Francis.
Kapasitas terpasang : 2 x 55 MW = 110 MW
Produksi rata-rata : 690 GWH/tahun dengan debit rata-rata 73 m3/detik

Bagian penting utama setelah main dam adalah diversion tunnel. Terowongan
yang paling sulit dibuat ini memiliki panjang kurang lebih 546 m, diameter 10 m dan
kemiringan 1.33%. Metode pembuatan dilakukan dengan metode pegunungan yakni
dengan cara pengeboran dan blasting, tentu saja menggunakan bahan peledak. Sisa zat
kimia dari peledakan harus segera diamankan agar tidak ada sembarang orang yang
berusaha menyalahgunakan potensinya. Penentuan blasting karena keadaan geologi
batuan sangat keras namun cukup fleksibel untuk dibentuk sehingga dibutuhkan
penguat dinding terowongan dengan menggunakan beton semprot, batu-batuan dan
penyangga profil baja.
Terowongan sebagai saluran pengelak bendungan Jatigede direncanakan agar
mampu mengalirkan debit inflow periode ulang 100 tahunan sebesar 3.200 m3/detik
dengan kapasitas pengaliran sebesar 1.882 m3/det dan mempunyai bentuk bulat,
berdiameter 10 meter dengan panjang terowongan sekitar 546 m. Lokasi terowongan
sebagai saluran pengelak berada dalam batuan breksi lapuk dan memotong patahan di
beberapa tempat.
Berdasarkan data teknis, terowongan sebagai saluran untuk PLTA mempunyai
bentuk bulat berdiameter 4,5 meter untuk mengalirkan debit rencana sebesar 61.84
m3/det untuk membangkitkan daya listrik sebesar 110 MW. Panjang total terowongan
ini mulai pintu intake sampai power house adalah sekitar 3.000 meter namun hingga
akhir tahun ini, panjang terowongan yang akan diselesaikan hanya 120 meter di bagian
hulu yang menembus batuan breksi lapuk dan claystone.
Kondisi topografi, geologi, metoda dan pelaksanaan perkuatan lereng galian
terbuka, jenis portal, metoda dan pelaksanaan penggalian underground, jenis
pendukung, model perancah dan bekesting, jenis lining, proses pengecoran beton,
metoda dan pelaksanaan perbaikan batuan disekitar terowongan, kendala-kendala
lapangan, penerapan K3 dan modifikasi desain untuk kedua terowongan tersebut akan
diuraikan disini sebagai bahan untuk didiskusikan dan dikaji bersama.
Tubuh bendungan direncanakan berupa urugan batu berzona dengan inti kedap
air tegak dilengkapi dengan filter sebagai drainase dan rip-rap di hulu dan hilirnya.
Bendungan Jatigede akan membentuk waduk dengan total volume tampungan 1,1
Milyar m3 dengan tinggi maksimum 110 meter dari dasar sungai Cimanuk, panjang
puncak 1.715 meter dan total volume timbunan sebesar 6,7 Juta m3 . Terowongan telah
dipilih sebagai saluran pengelak untuk mengalirkan air sungai Cimanuk dari bagian
hulu tubuh bendungan menuju bagian hilir agar penggalian dan penimbunan untuk
tubuh bendungan dapat dilakukan. Terowongan juga telah dipilih sebagai saluran
PLTA untuk membangkitkan tenaga listrik sebesar 110 MW. Desain terowongan
bendungan Jatigede sebagai pengelak mengalami modifikasi desain selama masa
pelaksanaan.
Keruntuhan pada zona patahan merupakan kendala paling berat dalam
pelaksanaan penggalian di terowongan pengelak sedangkan selama penggalian di
terowongan PLN keruntuhan tidak terjadi hingga panjang penggalian terowongan
mencapai 120 meter. Paling tidak empat kali keruntuhan telah terjadi selamapenggalian
terowongan pengelak dan keruntuhan terbesar terjadi pada zona patahan di sekitar
tengahbentang terowongan pada hari Selasa tanggal 12 Januari 2010. Pada keruntuhan
ini, batuan boulder yangjatuh berukuran 3m3 , shotcrete, rockbolt yang terpasang rusak
dan beberapa steel rip bengkok. Sebuahexcavator yang sedang melakukan pekerjaan
mucking terjepit namun tidak sampai terjadi korban jiwa.Keruntuhan di section ini telah
membentuk ronggadi bagian atap terowongan setinggi lebih dari 16 meter.
Akibat keruntuhan ini, pekerjaan penggalian terowongan pengelak terhenti
lebih dari 3 bulan untuk mencari cara penanganan yang tepat. Diskusi dengan
melibatkan banyak pihak yang kompeten terhadap masalah keruntuhan ini telah
dilakukan sampai akhirnya dapat dilakukan perbaikan pada zona runtuhan sehingga
proses penggalian dapat dilanjutkan.
Berbagai aspek lingkungan perlu dikaji dalam Studi Analisa Dampak
Lingkungan (ANDAL) Bendungan Serbaguna Jatigede oleh tim peneliti. Aspek
lingkungan Waduk Jatigede yang perlu diketahui sekaligus diwaspadai karena dapat
menjadi potensi yang dapat menimbulkan kasus sebagaimana kasus-kasus bendungan
di Indonesia adalah:

Sosial ekonomi budaya | Sampai saat ini beberapa permasalahan di daerah rencana
genangan waduk masih belum tuntas. Hal ini berpotensi mengganggu proses pengisian
waduk dan jadwal penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede secara keseluruhan.
Hal-hal yang masih belum tuntas, yaitu pembebasan lahan, pemindahan pemukiman
penduduk, pemindahan situs cagar budaya, pemindahan fasilitas umum dan sosial,
pemindahan saluran transmisi PLN dan pengganti lahan Perhutani.

Geologi | Daerah tapak proyek secara umum mempunyai struktur geologi tektonik yang
intensif dan kompleks. Adanya struktur yang kompleks ini menyebabkan daerah tapak
proyek menjadi rawan terhadap gerakan tanah atau longsoran.

Erosi dan Sedimentasi | Laju erosi dan sedimentasi di DAS Hulu Waduk Jatigede
termasuk tinggi. Beberapa penelitian menghasilkan kepastian bahwa keadaan DAS
hulu Waduk Jatigede menjadi semakin kritis, sehingga apabila tidak diambil tindakan
penanggulangan, maka diprakirakan umur manfaat Waduk Jatigede hanya 24 – 41
tahun saja.

Kualitas Air | Kondisi kualitas air didaerah Jatigede saat ini menunjukkan telah adanya
gangguan, hal ini akan memberikan dampak potensial terhadap kualitas air Waduk
Jatigede. Dampak potensial kualitas air terjadi karena adanya penurunan status mutu
air yang diakibatkan terutama oleh limbah rumah tangga dan limbah pertanian,
sedangkan limbah industri masih belum separah di DAS Citarum. Sertifikat Amdal
yang diperoleh pada tahun 2003. Pada tahun 2008 dilakukan review terhadap kondisi
yang lebih terkini dan disahkan pada tahun yang sama.

Pembebasan lahan milik penduduk sangat sarat dengan masalah sosial, apalagi
dengan rentang waktu pembebasan lahan yang sangat panjang, sehingga timbul
berbagai masalah berikut:
1. Pengelolaan data yang buruk sehingga sulit untuk mengkonfirmasi data-data
pembebasan yang lama.
2. Peluang memanfaatkan kelemahan data base untuk kepentingan pribadi dengan
mengklaim tanahnya terlewat dalam pembebasan lahan di tahun sebelumnya.
3. Peluang memanfaatkan kelemahan peraturan, karena tiadanya peraturan yang
melarang pengubahan status lahan sebelum adanya ijin penetapan lokasi dari
Bupati. Hal ini mengakibatkan timbulnya pembangunan rumah secara liar
bukan untuk ditempati (disebut rumah hantu), tetapi hanya menambah nilai
pembebasan lahan dengan nilai bangunan yang besar.
4. Memanfaatkan dampak lingkungan dalam masa pelaksanaan konstruksi untuk
mendapatkan pembebasan lahan, yang jika tidak dipenuhi dapat menghambat
pelaksanaan pekerjaan.
5. Kecemburuan sosial masyarakat yang lahannya dibebaskan pada masa orde
baru terhadap kondisi sesudah reformasi politik, menimbulkan tuntutan
tambahan pembayaran ganti rugi karena klaim bahwa pembebasan dahulu
dilakukan dengan tekanan pemerintah.
6. Kewajiban relokasi pemukiman, data jumlah KK pada pembebasan tanah bagi
lahan pemukiman tahun 1982–1986 yang mendasarkan pada
Permendagri/15/1975 adalah sekitar 4.065 KK. Namun nyatanya, penduduk
pemilik lahan yang dibebaskan pada tahun berikutnya dengan dasar peraturan
yang berbeda yang seharusnya tidak berhak mendapatkan relokasi pemukiman,
dengan pertimbangan mereka penduduk miskin dianggap perlu mendapatkan
relokasi walaupun dasar kebijakannya belum ada, sehingga setiap tahunnya
jumlah penduduk yang harus mendapat tunjangan dana bertambah. Hal ini
menimbulkan masalah dalam penyediaan anggaran untuk penyediaan lahan,
perumahan dan infrastruktur serta waktu tersisa yang semakin pendek karena
melibatkan banyak Instansi di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Diperlukan koordinasi yang intensif serta integrasi program dan anggaran dari
semua Instansi yang terlibat.
Pembebasan lahan milik penduduk di daerah genangan dan untuk fasilitas
pendukung bendungan tidak dapat dijamin selesai sesuai waktu yang direncanakan
karena belum ada jalan keluar untuk penyelesaian ‘rumah tumbuh’ yang tidak
menimbulkan masalah hukum serta kemungkinan timbulnya klaim tanah terlewat
dengan pembebasan di tahun silam. Masalah relokasi pemukiman akan menjadi ‘bom
waktu’ jika tidak segera dituntaskan dan dapat menghambat pelaksanaan penggenangan
waduk yang direncanakan pada tanggal 1 Oktober 2013. Belum lagi Sumedang
merupakan daerah ’puseur sunda’ atau pusat kebudayaan sunda, sehingga masyarakat
Sumedang dikenal sebagai masyarakat yang sangat menghargai kebudayaan Sunda
serta situs-situs yang merupakan peninggalan Kerajaan Sumedang Larang.
Dalam inventarisasi yang telah dilakukan jumlah situs yang ada yaitu 42 situs
dengan 94 objek. Jumlah situs yang akan tergenang ada 34 situs dengan 77 objek.
Jumlah situs yang tidak tergenang tetapi terkena langsung dampak pembangunan
waduk Jatigede ada 8 situs dengan 17 objek. Pemindahan situs direncanakan untuk
dikumpulkan dan ditempatkan pada lahan tertentu di luar genangan. Namun, ada
keinginan berdasarkan kepercayaan bahwa ada situs yang tidak boleh dipindahkan,
namun harus berada di lokasi yang sama. Untuk mengakomodir hal tersebut harus
dibuatkan situs terapung yang membutuhkan biaya yang besar mengingat kedalaman
waduk terdalam adalah 110 meter. Situs-situs yang terkenal antara lain makam Prabu
Guru Aji Putih, makam Nyimas Ratu Inten/Dewi Nawang Wulan, makam Sanghyang
Resi Agung, makam Embah Dalem Prabu Lembu Agung dan patilasan Kerajaan
Tembong Agung. Pemindahan situs juga menjadi hal yang harus dilaksanakan secara
mulus, karena menimbulkan gejolak sosial budaya yang dapat mengganggu proses
penggenangan waduk

Anda mungkin juga menyukai