Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra
Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra
Pendahuluan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.1 trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan
bawah yang menyebabkan patah radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
juga.2
Skenario
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada
lengan kanannya setelahterjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah kecelakaan
tersebut, keluarga pasien membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke
UGD, pasien mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangannya terasa baal.
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit
tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan sehingga
membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan
penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.3
B. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama pada kasus adalah mencret.
Setelah data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis
diferensial , dengan menanyakan tanda- tanda positif dan tanda-tanda negatif dari dagnosis
yang paling mungkin.
Seringkali pasien datang sudah dengan sadar dengan kondisi fraktur atau bisa juga
tidak sadar. Diagnosis patah tulang dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti
jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuat trauma tersebut. Dalam persepsi penderita tersebut
bisa dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun
sebenarnya berat. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah
tulang fragmen patahan stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang
mempunyai cedera yang khas.5
Pemeriksaan Fisik
1. TTV
Memeriksa tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi
pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC,
sedangkan pada sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan
tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan
melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit.
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.3 Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital pasien normal.3
Pemeriksaan Penunjang
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis
sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan
dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda
klasik dan pada sindroma kompartemen memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi yaitu dengan sinar-X, CT-scan, dan sebagainya atau
pun dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.3
A. Pemeriksaan Radiologi
1. Sinar-X
Pemeriksaan radiologi untuk fraktur tulang regio antebrachii secara umum dapat
menggunakan sinar-X. Peranan sinar-X adalah untuk memperlihatkan keberadaan fraktur yang
terjadi. Sinar-X juga dapat menunjukan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas
dari tulang. Pemeriksaan sinar-X dapat dilakukan dengan dua proyeksi utama, yaitu AP dan
lateral dan satu proyeksi tambahan yaitu oblique.
2. CT-Scan
Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang
sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah tulang di
daerah yang sulit dievaluasi.
3. Ultrasonografi (USG)
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan fosfor akan meningkat
didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5 mg/dl,
sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0 mg/dl dalam serum.7
Working Diagnosis
Differential Diagnosis
1. Fraktur Monteggia
Fraktur monteggia adalah fraktur ulna sepertiga tengah atau proksimal dengan disertai
dislokasi caput radii. Caput radii dapat bergeser ke anterior, posterior, atau lateral, dan pada
beberapa keadaan baik radius maupun ulna dapat mengalami fraktur.8Terdapat klasifikasi dari
fraktur monteggia ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.9
a. Fraktur monteggia tipe A: angulasi fraktur ulna ke depan dan dislokasi caputradii ke depan.
b. Fraktur monteggia tipe B: angulasi fraktur ulna ke belakang dan dislokasi caput radii ke
belakang.
c. Fraktur monteggia tipe C: fraktur metafisis ulna proksimal dan dislokasi caput radii ke
samping.
d. Fraktur monteggia tipe D: dislokasi caput radii ke depan dan fraktur tulang radius dan
ulna.9
Penyebab fraktur ini biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.5
2. Fraktur Galeazzi
Fraktur galeazzi adalaah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi articulatio
radioulnaris distalis.8 Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi laterial ketika
jatuh.4
3. Fraktur Colles
Fraktur colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3 sampai 4 cm dari
permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur, dislokasi fragmen distal ke arah dorsal,
dan disertai pemendekan radius.8 Fraktur ini paling sering ditemukan di kehidupan normal
karena jatuh bertumpu pada sisi palmar tangan sehingga juga disebut fraktur radius tipikal.5
4. Fraktur Smith
Fraktur smith dikenal sebagai kebalikan fraktur colles yaitu pergeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Fraktur ini ditemukan saat jatuh bertumpu
pada sisi dorsal tangan, lebih jarang terjadi.5
Etiologi
Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan
yang sedang pada tulang yang terkena penyakit (fraktur patologis), misalnya
osteoporosis.5Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-
anak dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik.4
Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatigue
fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan
aktivitas fisik baru. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga
daya tahan seperti pelari jarak jauh. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai
respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang mengalami
fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan diskrining untuk mengetahui
adanya penurunan denitas tulang.4
Patofisiologi
Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di
sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi
inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan
debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terstimulasi
dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel
tulang baru secara perlahan mengalami re-modeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang
sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.10
Gejala Klinis
Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak
bisa digerakkan.
Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan
pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika
dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.5
Komplikasi
Kompartemen Sindrom
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medika Mentosa
Perlu dilakukan tata laksana terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada
keadaan tersebut pasien dapat diberikan paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg
per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditambah dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya
adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali
sehari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan delirium.3
Kebanyakan fraktur lengan bawah, termasuk fraktur radius saja, fraktur kedua tulang,
dan fraktur yang disertai dislokasi caput radii atau destruksi articulatio radioulnaris distalis
memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stess shielding
dan cara penyembuhan tulang primer.8
Pada fraktur monteggia, reduksi tertutup caput radii dapat dilakukan, diikuti dengan
pemasangan pelat untuk fraktur ulna. Reduksi simultan caput radii akan terjadi saat fraktur
corpus ulnae telah tereduksi secara anatomis dan terfiksasi. Bergantung pada stabilitas caput
radii setelah reduksi, imobilisasi pascaoperatif dapat bervariasi dari long arm cast sampai brace
fungsional.8
Pada fraktur galeazzi, radius direduksi secara anatomis dan difiksasi pada pelat.
Penanganan ini akan mengembalikan posisi articulatio radioulnaris. Long arm cast atau brace
fungsional mempertahankan lengan bawah pada posisi supinasi selama 4 minggu. Penanganan
kemudian diikuti dengan short arm cast selama 2 minggu berikutnya.8
Fraktur colles dan smith juga memiliki cara penanganan yang berbeda dengan fraktur
monteggia dan galaezzi. Cara pertama adalah dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips,
yang merupakan penanganan fraktur yang tidak memerlukan fiksasi bedah. Cara ini
diindikasikan untuk pasien dengan fraktur tanpa dislokasi atau dengan dislokasi minimal tanpa
kominutif yang banyak. Radiograf pascareduksi harus memperlihatkan pemulihan kemiringan
palmar dan panjang radius. Secara umum, pasien berusia lebih dari 60 tahun biasanya ditangani
dengan short arm cast untuk mencegah kekakuan siku. Setelah pemasangan long arm cast
selama 3 sampai 6 minggu pertama, akan diteruskan dengan pemasangan short arm cast. Long
arm cast memberikan dukungan yang lebih baik untuk fraktur kominutif tidak stabil serta
memberikan kontrol rotasional dan kontrol nyeri yang lebih baik. Fraktur tanpa lokasi dapat
ditangani dengan short arm cast.8
Ada pula fiksator eksterna yang sangat berguna untuk fraktur kominutif, fraktur dengan
dislokasi yang tidak dapat ditangani dengan reduksi terbuka atau fiksasi interna. Alat yang
digunakan adalah stress-sharing dengan cara penyembuhan tulang sekunder, dengan disertai
pembentukan kalus. Kadang-kadang, pin perkutaneus atau fiksasi interna dapat digunakan
sebagai adjuvan fiksasi eksterna.8
Selain itu, bila frakturnya artikular dengan dislokasi, digunakan metode reduksi terbuka
dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stres-shielding untuk fiksasi pelat dan stress-
sharing untuk fiksasi pin. Cara penyembuhannya primer, jika tercapai fiksasi solid dengan
pelat sehingga tidak terbentuk kalus, cara penyembuhan sekunder jika fiksasi solid tidak
tercapai, atau pada pin perkutaneus. Gips pasca oprasi biasanya dianjurkan selama 2 sampai 6
minggu, bergantung pada stabilitas fiksasi.8
Pencegahan
Pencegahan tulang bisa diberikannya sumber-sumber kalsium pada tulang yang pernah
hilang seperti mengkonsumsi :
Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis dan lokasi fraktur antebrachii, usia dan status
kesehatan individu serta adanya cedera secara bersamaan. Pemulihan umumnya memang sudah
dijangka, namun, individu-individu di atas usia 60 dengan fraktur antebrachii tertutup memiliki
tingkat kematian 17%. Tingkat non-union adalah sekitar 1%. Masalah permanen dengan gaya
berjalan mungkin terjadi, dan kecacatan/deformitas dapat diakibatkan dari cedera lain yang
berkelanjutan pada saat fraktur.13
Kesimpulan
Pasien mengeluh nyeri pada lengan kanannya setelah terjatuh dari sepeda motornya disebabkan
karena fraktur di regio antebrachii dextra 1/3 medial, lalu karena pasien mengeluh tangannya
terasa baal maka terdapat komplikasi kompartmen sindrom.
Daftar Pustaka
1. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta; 2009.
2. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor
edisi bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit.
Edisi 6. EGC. Jakarta; 2009.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
4. Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif
Watampone; 2007.
5. Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2005.
6. Becker MA, Jolly M. Clinical gout and pathogenesis of hypeuricemia. In : Arthritis and
allied condition. A textbook of Rheumatology. Koopman WJ,editor. Edisi 15.
Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2008. P. 2303-33.
7. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.
Jakarta: EGC; 2008.
8. Thomas MA. Terapi dan rehabiliasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011. h. 158-81
9. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. 11th edition. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2003. p. 1141-2.
10. Corwin EJ. Buku saku patofosiologi. Ed 3. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;
2009.
11. Jong D,Wim.Buku ajar ilmu bedah.Edisi II.Jakarta:EGC;2005.
12. Freddy PW, Sulistia Gan. Farmakologi : analgesik antipiretik analgesik anti-inflamasi
dan obat gangguan sendi lainnya. Edisi ke-5. FKUI; 2007. 230-46.
13. Klippel JH,. Gout, epidemiology, pathology and pathogenesis. In : Primer on the
rheumatic disease. Edisi 12. Atlanta: Arthritis foundation; 2008. p. 307-24.