Buku Saku Urologi
Buku Saku Urologi
Frekuensi Miksi :
Normal : 4 – 8 kali/ hari
Meningkat > 8 kali/hari Kel. TU, Kel. Metabolisme,
psikologik/ansietas.
Straining :
Usaha untuk meningkatkan pancaran miksi dengan sengaja
melakukan kontraksi otot abdomen dan pelvis
Ciri obstruksi bladder outlet
IVP :
Kontras : urografin 76 % = 0,5 mg/ kg BB or 60-100 cc
1 ampul = 20 cc
SC 2,5 – 3,5 :
- Infusion 5 ampul + 100 cc D5 (=200 cc)
- grojok sampai sisa 25 cc
Indikasi IVP :
- Curiga kelainan kongenital TU
- ISK berulang or resisten
- Colik yg diduga dari TU
- Hematuria
- Curiga tumor TU
- Curiga urolitiasis, kecuali BBB endemis
- Hipertensi renovaskular
- Trauma TU
Indikasi RPG :
- IVP tidak informatif terdapat obstruksi tapi causa tidak
jelas
- IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain tidak dapat
membantu diagnosis
- Curiga fistel upper tract
Kontras yg dipakai 30 % = 5 – 10 cc
Komplikasi RPG :
Septikemia
False route
Reaksi kontras
Obstruksi sementara o/k edema ureter
Kaliko renal refluks
Sistografi :
Masukkan kontras langsung kedalam buli-buli mll :
Kateter transuretra
Perkutan,SPP kedalam buli
Kontras 30 % sebanyak sesuai kapasitas buli
Indikasi sistografi :
Vistel fesikovaginal
Fistel vesikointestinal
Fistel vesikourakal
Striktur uretra totallis untuk ketahui batas proximal dan panjang
penyempitan vol kontras harus cukup agar bledder outlet
membuka dan terisi kontras atao hingga pasien ingin kencing
Curiga refluks vesiko uretra refluks studi
Uretrografi :
Kontras 10 – 20 cc kedalam uretra
Indikasi :
- Curiga striktur uretra
- Curiga ruptur uretra
- Curiga duplikasi/ divertikel uretra
- Bila curiga klep uretra kontras masuk antegrade
Lopografi :
Pemeriksaan radiologis dengan kontras pada pasien yg telah
dikerjakan diversi urin dengan conduit dari usus, kontras
dimasukkan mll stome dari cunduit tersebut
Kavernosografi :
Ro. Penis dgn injeksi kontras kedalam korpus cavernosum
Indikasi : Fraktur penis, ruptur tunika albuginea
Impotensia erektile, curiga v. oklusi (inkompeten)
Kelainan ureter:
1. Dupllikasi ureter (autosomal dominan)
2. Atresia berhubungan dgn MDK
3. Mega ureter ada 3 tipe :
a. Simple : intravesikal dgn 1 ureter
b. Intravesikal dgn duplikasi ureter
c. Ectopic
Kelainan uretra :
1. katup uretra posterior (1:5000) akibat kegagalan regresi
segmen terakhir mesonefric duct. Ada 3 tipe :
I. obtruksi
II. nonobstruksi ; fold di uretra prostatika
III. berupa uretral membran.
Kelainan penyerta : VUR, renal displasia, hidroureteronefrosis,
hipoplasia paru.
Young membagi jadi 3 tipe yakni :
I. Valve di distal dari kollikulus dan melekat pd kolikulus.
II. Valve di prox kolikulus dan melekat pd kolikulus.
III.Valve di distal atau prox kolikulus dan tdk melekat pada
kolikulus. Bentuk obstruksi pin point di tengah.
2. megalo uretra berhubungan dgn prune-belly-syndrome
3. katup uretra anterior
4. micropenis.
Renc. Tindak-
an & Th/
Diversi urine
Paliatif
k/p HD pre Op. +
Anamnesis : riwayat kolik, disuri, keluar batu, operasi UT. Fl. Pain,
menggigil/demam, anuria, fl. mass
Lab. : - UL : leukosituria, hematuria.
- DL : Leukositosis, LED meningkat, shift to the left.
USG : sistim kalik melebar, ada batu.
BOF : batu, perselubungan daerah ginjal.
Terapi :
1. Antibiotik : - Ampi 4 x 1 gr + Gentamicin 2 x 80 mg atau
- sefalosporin generasi ke-3
2. Operatif : prinsip cepat masuk , cepat keluar.
* Nefrostomi, ada dua cara :
a. Terbuka (klasik), tindakan sementara, perlu tindakan definitif.
Tujuannya mengeluarkan urin yang tersumbat. Bila kortek
masih tebal ginjal dibebaskan sampai terkihat pelvis dan
Folley kateter no 20 dimasukkan kedalam pyelum melalui
pelvis renalis. Bila kortek sudah tipis Folley kateter
lanngsung dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
b. Peerkutan, dengan bantuan flouroskopi. Syarat : ginjal teraba
dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.
3. Bila keadaan sudah stabil lakukan Pielografi antegrad.
Definisi poliuri :
Urine out put > 3 lt/hari pd keadaan minum biasa.
Sebab Varikokel :
1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau
kurangnya struktur penunjang/ atrofi otot cremaster,
kelemahan kongenital, proses degeneratif pl. pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava
inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis s kedalam juxta v. renalis
internus s berlawanan dengan kedalam v. spermatika int.s.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v.
spermatika .
5. Tekanan v. spermatika int. meningkat letak sudut turun v.
renalis 90 derajat.
6. Skunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
Penanganan:
1. Konservativ/ noninvasive
Pentoxifilin (dgn/ tanpa androgen dosis rendah) minimal 6
bulan.
Analisa sperma tiap bulan
Follow up fisik testis
2. Invasif nonsirurgis :
Sklerosis v. spertaika interna sin.
Follow up analisis sperma minimal 6 bulan
Spermatocele :
Painless cystic mass yg mengandung sperma
Letaknya posterosuperior testis
Umumnya ukurannya kurang dari 1 cm diameternya
Berupa massa kistik yg mobil dan transluminansi +
Aspirasi berupa cairan halus berwarna putih dan keruh, sedangkan
cairan hidrokel kuning jernih
Tidak perlu terapi kecuali yg sangat besar dan mengangu
penderita.
Analisis Sperma :
Oligospermia : volume ejakkulat < 1 cc
Hiperspermia :Vol ejakulat > 4 cc
Aspermia : vol ejakulat 0 cc
Normozoospermia : Jml hitungan sperma > 20 jt/cc
Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
1. Congenital :
- meatal stenosis
- stenosis uretra distal
- katup uretra posterior
- ureter ektopik/ ureterokele
- UVJ & UPJ
- Kerusakan S2-4 (spina bifida, myelomeningocele.
2. Aquired :
- striktur infeksi dan trauma
- BPH or Ca prostat
- Tumor buli bladder neck
- Ekstensi lokal Ca prostat/ cervik ke dasar buli atau uretra,
- Penekanan ureter pasa pelvic brim o/ KGB yg membesar
atau Ca.
- Uretral stone
- Fobrosis retroperitoneal atau tumor ganas
- Kehamilan.
3. Lain-lain :
- Neurogenik bladder refluk dan infeksi
- Ureter yang kingking
Patogenesis:
A. Lower tract striktur uretra.
Obstruksi dilatasi uretra proksimal divertikulum bila
infeksi ekstravasasi dan abses periuretral.
JEF & GWK 13
B. Mid tract BPH.
1. Stadium Compensasi :
- hipertrofi otot buli
- trabekulasi jalianan otot yang hipertropi
- Cellulae hiipertrofi tek. Buli 2-4 kali menekan
mukosa diantara bundel-bundel otot membentuk
kantong kecil.
- Divertikel cellulae terdorong keluar dinding buli
saccula divertikel (tdk ada otot).
- Mukosa : bila infeksi edem & kemerahan.
2. Stadium Decompensasi :
-prostation
-retensio
-residual urine.
C. Upper tract.
1. Ureter : Refluk dilatasi ureter hidronefrosis
- elongatio & tortous dari ureter
- fase dekompensasi dinding ureter tipis dilatasi
kemampuan kontraksi menurun.
2. Kidney.
Derajat hidronefrosis tergantung pada
-Lamanya obstruksi
-Derajat obstruksi
-Tempat obstruksi
Perubahan pada renal akibat :
-Compensation atrophi atau peningkatan tekanan
intrapelvic
-Ischenia atrophi atau perubahan
hemodinamik.
1 Lab : - DL 2. Ro. : -
BOF IVU
- UL
- Urethrografi
- Serum kreatinin
- USG
- BUN
- Glukose
Kateterisasi, Indikasi :
- Drainase buli selama dan sesudah proc. bedah .
- Menilai produksi urin pada pasien kritis.
- Pengambilan spesimen urin .
- Evaluasi urodinamik.
- Studi radiografi
- Menilai residual urin
- Retensio urin.
Trauma Uretra :
a. Traume uretra Posterior :
- KLL 90 % fr. Pelvis
- Manipulasi kateterisasi, endoskopi
b. Trauma uretra Anterior :
- Manipulasi Kateter, endoskopi
- Straddle injury, - KLL
- Intercourse/ bite
- Self manipultion
Diagnosis :
1. Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome
2. PD/ :
Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
3. Lab. : UL ery +
4. Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto
Terapi :
a. Initial : segera sistostomi transpubik bila ada fr. Pelvis tidak
boleh trokar
b. Rekonstruksi : - uretrotomia interna/ sachse
-
Anastomosis uretra
- PER
Striktur Uretra :
Etiologi :
1. Congenital : Cobb’s collar contriksi diafragma pada pars
bulbar
2. Trauma :
-Fall astride uretra bulbar
-Fraktur pelvis uretra posterior
-Iatrogenik Instrumen endoskopi
3. Post TURP :
Biasanya submeatal akibat iskemia
4. Infeksi / inflamasi :
Cateterisasi : (iritasi)
-Material (latex)
-Lubricant
-Lamanya
-Calibrasi
-Adanya infeksi
Balanitis Xerotika obliteran
* Onset
* Aktivitas saat terjadi keluhan
* Riwayat ISK
* Febris ?
* Suhu axilla dan rektal
* Keadaan / status lokal : - Posisi testis,
- Phren test, reflek kremaster
-
Epididimis
DD/ Acut scrotum :
1. Torsio testis
2. Torsio appendix testis
3. Orchoepididimitis
4. Hernia incarserata
5. Tumor yg mengalami perdarahan.
6. Torsio appendik epididimis
7. Trauma
DIAGNOSIS :
Nyeri hebat dan mendadak, menjalar ke inguinal
Mual, muntah dan febris
Testis bengkak, letak tinggi dan horizontal
Funikulus menebal & prehn sign (-)
Leukosituria sangat jarang
Doppler aliran darah berkurang.
Tx/ :
Detorsi manual memutar kearah lateral.
Orkhidopeksi : 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika dartos
dengan bahan non-absorbsable
Torsio testis.
Ada dua jenis torsio testis yaitu
1. Torsio testis intravaginal: tidak terjadi perlekatan tunika
vaginalis pada bagian posterolateral testis, dimana terdapat
epididimis, sehingga tunika vaginalis membungkus testis
beserta epididimis dan bagian distal dari funikulus
spermatikus terjadinya torsio testis di dalam tunika
vaginalis. Faktor lain : abnormalitas insersi lapisan parietal
tunika vaginalis pada funikulus spermatikus (terlalu tinggi),
mesorkhium yang lebih panjang (“bell clapper anomaly”).
2. Torsio testis ekstravaginal terjadi bila ikatan epididimis
dengan dinding posterolateral tidak normal, meskipun insersi
lapisan parietalis dari tunika vaginalis pada epididimis normal.
Keadaan ini sering kita jumpai pada neonatus.
EPIDIDIMITIS AKUT :
Keradangan nyeri dan pembengkakan epididimis < 6 mgg.
Causa :
1. STD : C. trachomatis, GO.
2. Non STD : enterobacte, pseudomonas, ISK, prostatitis.
3. Hematogenous.
GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik sepsis sangat bervariasi, karena beraneka
ragamnya mediator biologik, lagipula prosesnya kompleks dan
saling terkait.
Keadaan ini terjadi karena efek dari mediator kadang-kadang saling
bertentangan, tergantung pada saat apa sepsis dideteksi, atau
tergantung pada jumlah endotoksin yang beredar.
Gejala pada umumnya berupa hipertermia atau hipotermia,
takhipnea, hiperglikemia pada penderita diabetes, takhikardia, dan
pada pemeriksaan laboratorium didapatkan asidosis (laktat) dan
lekositosis.
Pada umumnya ditemukan dua jenis gambaran sepsis, yakni :
sepsis hiperdinamik, disebut pula syok panas : peningkatan
suhu, pernapasan- curah jantung dan konsumsi oksigen
meningkat, alkalosis respiratorik, kulit kering dan panas,
disertai oliguria ( produksi urin < 20 ml/jam ). Tensi biasanya
tetap normal walaupun terjadi kenaikan tahanan perifer
vaskuler. Terjadi perubahan status mental, biasanya letargi,
kadang-kadang agitasi. Bila berkepanjangan, akan terjadi
kerusakan pada system kapiler disertai aglutinasi sel-sel
lekosit.
sepsis hipodinamik atau syok dingin : hipovolemia (akibat
kebocoran system kapiler), tensi turun, tahanan perifer
vaskuler makin meningkat dan curah jantung juga dipengaruhi
oleh bahan-bahan vasoaktif (depressant) yang dilepaskan
oleh kuman Gram negatif. Gambaran lanjut berupa penurunan
perfusi jaringan, asidosis respiratorik dan kegagalan berbagai
organ ( MOF ) dan berakhir dengan kematian.
Kultur darah positif hanya ditemukan pada 45% kasus sepsis.
Adanya endotoksin di dalam darah sukar dibuktikan.
Antibiotik :
a. Cefalosporin generasi I efektif u/ Klebsiela , Stafilococ
producer penicillinase:
Sefazolin
Sefalotin
Sefradin
Sefaloridin
b. Cefalosporin gen. II efektif terhadap nosokomial :
Sefoksitin
Sefamandol
Sefuroxin 1,5 grm
Seftasidin
Sefotetan 2 grm
c. Cefalosporin gen III pilihan profilaksis urologi :
Sefotaxim 2 grm/ 8 jam
Sefoperazon
Seftriaxon 2 x 1 grm
Seftazidin 2 x 2 grm
d.Cefalosporin gen IV :
cefixim
d. Aminoglikosida gram negatif : 1,5 mg/kg/ 8 jam
Kanamicin
Gentamicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam
Netilmicin
Tobramicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam less nefrotoksis
Amikacin : 5 mg/ kg/ 8 jam
Penyebab hematuria :
1. Glumerular : glumerulonefritis
2. Renal :
Penyakit polikistik ginjal
Nekrosis papiler
Inflamasi dan infeksi
Malformasi vaskuler
3. Urologik :
Neoplasma : tu ca buli, ca prostat
Batu
BPH
Striktur uretra
Divertikullitis, apendicitis
Corpus alaenum
4. Hematologik :
Koagulopati
Antikoagulasi terapeutik
Sickle cell
5. Factitious : perdarahan vaginal (causa luar TU).
6. Pseudohematuria : pigmen makanan, metabolit obat, zat
pewarna.
7. Hemoglobinuria, Myoglobinuria.
Kolik ureter
Keadaan umum
Keadaan lokal
- DL : Hb/Leko
- RFT : BUN/SC
- Sedimen urin
- BOF
Spasmolitikum :
- sembuh poliklinis
- tak sembuh/ makin frekuensi dipertimbangkan dengan
pemasangan stent
Etiokogi :
1. Refluk primer : kelainan kongenital (low pressure reflux)
kelemahan uretero trigonum (trigonal weakness)
2. Refluk skunder krn obstruksi (high pressure voiding state):
Obst. Intravesikal, dissinergi detrusor-spincter, neuropati buli.
Bisa iatrogenik atau radang
3. Refluk skunder kongenital : anomali ureter, orifisium ektopik,
uretrokel, double ureter, katup uretra post.
Akibat VUR :
Renal scarring ; persentase tergantung grade: (gr I = 5 – 10 %,
dan gr V = 85 %)
Hipertensi : 10 %
Diagnosis :
1. IVU : Renal scar (blunt calix, parenkim tipis, atrofi),
hidronefrosis, caliectasis.
2. Voiding cystouretrografi foto evakuasi.
3. Isotop cystografi : DMSA (dimercaptosuccinic acid)
4. USG
Patofisiologi Enuresis :
Usia 0–6 bulan : Frekuensi , CNS: inhibisi reflek detrusor
Maturasi CNS
Usia 1 – 2 th : Sensasi bladder fulness
Maturasi CNS inhibisi
reflek detrusor
Usia 3 ½ tahun Normal filling sensasi
Persyarafan Buli :
1. Otonom : u/ buli-buli dan uretra proximal.
a. Parasimpatis (S2-4) n. splanicus pelvicus (sacralis, n.
pelvicus). Bersifat visceromotorik (otot buli)
pengosongan buli - buli.
Neurotransmitternya : acetilkolin.
b. Simpatis (Th 11-L2) n. hipogastrikus
Neurotranslitter : alfa & beta adrenergik
Alfa dominan di spinter kontraksi spinter
int.
Beta dominan di buli menghambat otot detrusor
pengisian buli.
2. Somatomotorik (S2-4) : n. pudendus
u/ spinter uretra ekterna
Sensoris : nyeri, suhu, raba (ekteroseptif
regangan ( propioseptif)
Bladder :
- Bladder dilindungi oleh tulang pelvis.
- Fraktur menusuk buli ruptur ekstraperitoneal
- Buli-buli penuh blunt trauma intraperitoneal
DD/ :
TBC buli dapat terbentuk ulcus, tapi biasanya pada daerah
muara ureter disertai pyuria.
Schistosomiasis buli
Nonspesifik vesical infection
20 % penderita laki-laki sebenarnya – Ca buli
Komplikasi :
Gradual ureteral stenosis
Therapy
Terapi definitif tidak ada
Hydraulic overdistention – secara perlahan memperbaiki capasitas
buli
Vesical lavage dgn silver nitrat (1:5000 – 1:100)
Elektrokoagulasi dari lesi atau reseksi lesi .
Instillasi 50 cc dimethyl sulfoxide 50% DMSO) selama 15 menit tiap
2 minggu
Irigasi vesikal dgn oxychlorosene 0,4 %
Cortison asetate 100 mg or prednison 10 – 20 mg/ hari selama 21
hari tapering off
Antihistamin : pyribenzamine 4 x 50 mg
Denervasi neurektomi presacral dan sacral
Terapi komplikasi.
- Pemeriksaan urodinamik :
* Uroflowmetri : volume urin yg dikencingkan turun
flow max.
turun
flow rata-rata
turun
Lamanya
miksi meningkat
Kurva
normogram multifasik
* Sistonometri tekanan intra buli-buli.
N: - fase pengisian < 20 cm H2O
- fase kontraksi 60 - 120
* EMG u/ aktivitas elektrik otot
Tipe:
1. Type Spastic :
a. Lesi di brain stem
Tumor, gangguan vasculer
Multiple sclerosis
Keradangan (meningitis, encephalitis)
b.Spinal cord injury
Vert. Th XI – L III
2. Type Flaccid :
Sacral cord injury
Spina bifida
Tumor, radang, DM
Radiasi daerah pelvis
Operasi besar daerah pelvis
Obat-obatan :
Parsimpatolitik
Anti spasmolitik
Simpatomimetik
CIC
Indikasi :
Program CIC :
1. Neurogenic bladder ;
- spinal set fase akut ( 7 days pasca truma)
- spinal set stabilisasi ( 3 - 5 hari)
- diabetes/multiple sclerotis set diagnose
tegas
2. Preventi restriktur : 7 - 14 hari post sachse.
Terapi Incontinensia :
a. Anticholinergic drugs :
Terodiline : 25 – 50 mg (noctea)
Oxybutinin : 5 mg/ q.i.d
Amytriptilin : 25 – 50 mg (nocte)
Propanthelne : 15 mg/ b.i.d.
Obat-2 ini merupakan drug of choice untuk detrusor instability.
b. Simpatomimetik.
Phenylpropanolamine : 2,5 mg/ kg/ t.i.d
Ephedrine (alfa) : 0,5 mg/kg/ t.i.d
a. Konservatif :
- hidrasi yang baik
- sedativ
- enema es saline
- kompres srotum/penis
- massage prostat
b. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa :
- aspirasi 10 - 20 cc darah intrakavernosa dgn scalp vein
no.21G.
- Instilasi 10 -20 mg epinefrin yang dilarutkan dalam 1 cc larutan
garam fisiologis setiaap 5 menit hingga detumesensi.
(priapismus < 24 jam)
c. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa :
jenis iskemik atau gagal medikamentosa/
aspirasi
- Pintas korporo-glanular/ winter.
- Pintas korporo-spongiosum.
- Pintas saveno-kavernosum.
Litotripsi :
aff DK setelah 24 jam
bila ada lesi buli tunggu 5 hari.
Sistoskopi ulang setelah 3 bulan
IVP ulang setelah 6 bulan
Ureterolitotomi :
aff DK setelah 24 jam
vacum drain tiap hari
rawat luka setelah hari ketiga
aff redon drain hari ke-5, bila prod. < 10 cc/hr 2 hr
analisa batu
aff benang hari ke 10 - 14
BOF kontrol
IVP setelah 6 bulan
TURP :
aff traksi setelah 24 jam
aff spoel setelah 2 hari (urin jernih)
aff DK hari ke 3 - 5
evaluasi uroflowmetri
TURP Syndrome :
Tensi naik atau < 88 mmHg
Bradikardi
Edema paru sesak & ronkhi (+)
Cardiovascular :
Early : Bradicardi
Hipertensi
Dyspneu
Cianosis
Angina
Late : hipotensi / shock
Neurologik :
Early : restlessness
Confussion
Blurred vision
Twitching
Seizure
Late : coma
Th/ :
Bila Na serum 110 mEq/lt diuresis dgn furosemide
Bila coma/ kejang NaCl 3% 1 lt/ 12 jam + antikonvulsan
Millin’s :
aff DK setelah hari ke-5
aff redon drain hari ke-6 prod. < 20 cc/hari
kontrol tiap 2 minggu (bulan I)
evaluasi uroflowmetri
Indikasi PNS :
1. Pyonefrosis akut dan krosis
2. Infected hidronefrosis
3. Bilateral hidronefrosis
4. Bagian dari test Whittaker
5. Bagian dari PNL
6. Hidronefrosis unilateral, tapi tindakan definitif tidak bisa cepat
(> 2 minggu).
Indikasi ureterorenoskopi :
1. Diagnostik :
- Lesi ureter atau pelvis renal
- Hematuria dari upper tract
2. Terapeutik :
- Terapi batu ureter
- Direct vision internal ureterotomy dr striktur ureter
- Endoskopik resection & coagulation of ureteral tu.
IVP :
- kontur ginjal >>
- batas ginjal dan lemak perirenal
- psoas line kabur
- cari bayangan kalsifiaksi
- kalic, infundibulum, pyelum -> kecil & langsing (a/ edem)
- bila ada tanda-tanda obstruksi di pyelokalic degan klinis
pyelonefritis dx/ Urosepsis.
- bila nonvisualized konfirmasi dengan USG ada dilatasi
pyelokalic -> dx/ pyonefrosis.
Pyelonefritis kronis :
- batas/ kontur ginjal tidak teratur
- kaliektase multiple (clubbing)
akibat scarring dari parenkim ginjal
Voiding cistografi : untuk melihat adanya reflux vesiko uretral
ascending infection .
ISK Bawah :
Sistitis :
- fase acut : mukosa hiperemi, edema, infiltrasi sel netrofil
- fase kronis : buli rapuh banyak debris, mudah berdarah ,
granulasi s/d ulkus.
Klinis :
- gejala sistemik ( -)
- tidak ada demam & nyeri pinggang
- tanda iritasi : frekuensi, urgensi, nokturia, disuria.
- nyeri suprapubik/ perut bawah.
- wanita post soitus
Terapi :
* causal : Anti biotik - Cotrim
-
Nitrofurantoin 4 x 50 mg
* Simtomatik
- Anticholinergik : probantine 3 x 15 mg
- Analgetik : pyridium 3 x 1 tab.
* Minum banyak.
Interstitial Cystitis
(Hunner’s Ulcer, Submucous fibrosis)
-Ditandai o/ fibrosis dinding buli capasty
- Fibrosis diduga karena obstruksi limfe buli sekunder dari
infeksi
pelvic surgery,
prolonged intrinsic arteriol spasm
neuropathic origin
faktor endokrinologi
Klinis :
-Middle age women
-Frekuensi & nocturia tanpa disuria
-Suprapubic pain, juga di uretra dan perineum. setelah BAK
nyeri hilang
-Gross hematuria
Lab :
-Urin steril
-Mikros hematuria
X-Ray :
-Excretori urogram dbn
Cystoskopi :
Buli diisi suprapibic pain meningkat
Kapasitas bula < 60 cc
Bladder lining dbn
DD/ :
-Tuberculosa Buli. yg sering orifisium ureteral
Abses Ginjal .
Ada 2 jenis :
1. Kortikal/kortikorenal. akibat infeksi hematogen
causa 90 % stafilokokus aureus
predisposisi : obat-obat i.v, HD, DM.
2. Kortikomeduler :akibat ascending infection reflux.
Causa : E. coli, klebsiella, proteus.
Predisposisi : obstruksi, reflux.
Klinis :
- sama dengan pyelonefirtis akut
- abses besar teraba mass daerah pinggan .
Lab. :
- sama dgn pyelonefritis
- pada kortikorenal urinalisis normal.
IVP :
- distorsi sistim pyelokalic
- cari faktor predisposisi
Terapi : sama dgn pyelonefritis
- abses besar drainage
- abses luas dan multiple nefrektomi
- koreksi faktor primer
Fournier’s Gangrene
Bentuk fasciitis necrotizing yg terjadi sekitar genetalia laki-laki.
Gangrene skrotum idiopatik
Gangrene skrotum streptokokus
Phlegmon perineal
Infeksi umumnya muncul dari kulit , uretra, or regio rektal
Faktor predisposisi :
DM, Trauma lokal, parafimosis,
PERIURETRAL ABCESS :
Life treatening infection
Akibat dari : GO, striktur uretra, kateterisasi uretra
Klinis :
Scrotal sweeling
Fever
Retensio urine
Spontan drainage abcess
Dysuria
Urethral discharge
Gx/ awal s/d timbul abcess : 21 hari
LAB :
Pyuria
Bacteriuria
Th/ :
Suprapubic urin drainage
Wide debridement
AB : Aminoglikoside
Cephalosporin
Kontraindikasi :
Intrumentasi / kateterisasi
Massage prostate : nyeri, & bakteremia
Th/ :
1. Cotrim : 2 x 960 mg 4 minggu
2. Gentamici/ tobramicin + ampicillin 1 minggu – dilanjutkan
dgn oral ampicillin full dose 30 hari.
Adrenogenital syndrome :
Cortical hyperplasia
Adenoma
Carcinoma.
Sindrome klinis :
Severe acute glomerulonefritis, diikuti dgn radang paru
hemorhagis yg difuse
Hematuria (mikros or gross)
Biopsi : glomerular cressent & adhesion & inflamasi
Therapy : large doses corticosteroid
Nefrotik sindrome,
Dx/
Edema
Proteinuria > 3,5 gr/day
Hipoalbuminemia < 3 gr/dl
Polycystic kidneys
Familial dan selain ginjal juga sering pada liver & pangkreas
Kista terbentuk akibat kegagalan penyatuan tubulus kolecting dan tubulus
convultus
Bermasalah bila kista terinfeksi
Kista biasanya tidak bertambah banyak tapi bertambah besar dan efek penekanan
dapat merusak jaringan sekitar.
Sering ditemukan secara kebetulan.
Klinis : nyeri pinggang, hipertensi dan renal insufisiensi, kadang-kadang dapat
diraba pembesaran ginjal.
Urine :Leoksit dan eritrosit +.
Kista Renal :
- Medullary cystic disease
- Medullary sponge kidney
Sign yang khas :
Kongenital
Familial
Bilateral
Anuria
Def : Keadaan dimana produksi urin < 200 cc/24 jam.
Anuria obstruktif : causa obstruksi pasca renal.
K/U
St. Lokal :
- Tr. Urinarius
- DL, BUN/SC, BGA (kosul kardio), elektrolit
- CVP (pre renal), DK
Foto thorak
BOF IVP
USG (u/ membedakan renal dan post renal)
# Non obtruktiif perawatan nefrologik
# Obtruktif diversi urin / by pass terapi definitif
# Meragukan :
- RPG double set up
- Tes diuretik dengan persiapan tindakan :
+ diversi urin, & + by pass
Bila ada indikasi, hemodialisis mendahuli tindakan.
Oliguria
Def. : bila produksi urine < 400 / hari pada spesifik gravity urin
1,035 atau < 6 cc/ kg BB
Jika kemampuan onsentrasi ginjal gagal dan spesifik gravity hanya
1,010, oliguria bila urin < 1000 – 1500 cc/ hari high
output/nonoliguric renal faillure
Klinis
-complain : thirst, orthostatic dizziness, fluid loss, BB .
-turgor , JVP , mukosa kering, orthostatic change in BP & pulse,
tachicardi, prod. urin
Lab.
1. Urine :
-Volume
-High urine spesific gravity : > 1,025
-High urine osmolality : > 600 mosm/kg
2. Kimia darah urin :
-Ratio BUN : SC meningkat (N=10:1)
ARF Prerenal
Azotemia
Urine osmolality < 300 > 500
Urine/plasma urea < 10 > 20
Urine/plasma creatine < 20 > 40
Urine Na (meq/L) > 40 < 20
R F. indek = UNa : U/P cr >1 <1
FE Na = (U/PNa : U/Pcr) x >1 <1
100
Terapi :
-Eradikasi infeksi.
-Mengurangi respon inflamasi
-Immunoterapi.
Tubular Destruction :
Major trauma injury
release myoglobin sel otot skeletal
precipitate dalm tubulus
obstruksi
tek intratubulus
GFR
iskemia
pelepasan sel-sel, debris
filtered tubular obstrukstion
2. Sistemic disease
Glumerular :
Vasculitis
Goodpasture’s syndrome
Secondary acut glumerulonephritis
Tubulointerstitial :
Tumor lysis syndrome
Hipercalcemia
Infection
Infiltration (limphoma, sarcoid)
Vasculer :
Vasculitis
Malignant hpertention
Scleroderma
Thrombotic thrombocytopenic purpura
------------------------------------------------------------------
Uremic Syndrome :
1. gambaran klinis umum :
Letargi, fatigue, mual, muntah, anoreksia.
Gatal, pigmentaasi, pucat.
Intoleransi dingin
Gangguan pertumbuhan pd anak.
2. Gambaran klinis perikarditis :
Nyeri dada sentral dan tajam, hilang bila duduk.
Pericarditis rub
JVP meningkat pd ekspirasi (kaussmal)
BP turun pada inspirasi > 10 mmHg (pulsus paradoksus)
ECG : elevasi segment ST
BP turun tdk dapat dijelaskan.
3. Gambaran klinis uremic encephalopathy :
Gangguan personality
Progressive mental obtundation
Flapping tremor, Lesi saraf tepi (foot drop)
Diagnosis :
Prenatal USG (kehamilan 25-30 minggu) classic finding :
Distended bladder
Hidroureteronefrosis
Floppy abdominal wall
Gambaran pada saat lahir :
Diding abd tipis
Jaringan otot dan subcutis sedikit
Organ abdominal dgn mudah dapat diraba
Kriptorchidism >> intraabdominal
Megalouretra
Disertai dengan kelainan lain :
Cardivasculer (ASD TF)
Extremitas (congenital hip disloc)
GIT (malrotasi bowel, imperforates anus, gastroschisis,
hirsprung disease)
Lung : polmonary hipoplasia
Evaluasi periode perinatal :
USG, Renal function studies
Urinalisis untuk menilai : derajat HN, kerusakan parenchim dan
menyingkirkan infeksi
Urography
Voiding cystouretrografi
Penanganan :
1. Antibiotik
2. Consevative non operatif
Indikasi bedah :
Recurrent infeksi
Upper tract deterioration
3. Inisial urinary divertion vesicostomy
Setelah diversion bila RFT stabil
Extensive remodeling ureter & bladder untuk menghilangkan
stasis urin & memperbaiki refluk
Etiologi :
Asal metanefrik blastema
Genetik ikut berperan, namun ragu sebagai kongenital
Berhubungan dgn sindroma :
Trisomi 8
Trisomi 18
Turner’s sindrome
Pseudohermaphroditism
Kadang-2 aniridia, hemihipertropi
Pathologi :
Umumnya besar, soliter, coklat, gambaran seperti daging
7 % kasus bilateral
Diameter daerah hemorhage & nekrosis sentral
Klasifikasi histologis (NWTS) menurut prognosis :
Favorable
Unfavorable
Unfavorable subgroup terdiri dari 3 tipe
1. Anaplastik : mitosis abnormal & nukleus picnotic, dapat focal
atau difuse
2. Rhabdoid tumor : prognosis paling jelek, berhubungan dgn
pemisahan tu CNS, metastase ke otak
3. Clear cel sarcoma : spindel cells, metastase ke tulang
Staging :
Stad I :Tumor terbatas dalam kapsul ginjal. Reseksi operaasi
komplit.
Stad II :Tumot meluas keluar ginjal tapi kompletly removed.
Mungkin terdapat lokal spillage atau trombus tumor pd
vena renalis. Residual tumor pd margin eksisi (-).
Stad III :Residual tumor pd operasi dgn kontaminasi/ spillage pd
peritoneum dan abdomen. Lnn + pd hilus atau periaorta.
Tumor melewati margin operasi.
Stad IV : Metastase hematogen : paru, liver, bone & brain
Stad V : Bilateral renal lesion
Klinis:
Sign-simptom : Asimtomatic mass (>>>), abdominal pain, distensi,
anorexia, mual & muntah, febris, hematuria. Hipertensi 25-60 % o/k
renin . WAGR ( W ilms' tumor, a niridia, g enital anomalies, mental
r etardation)
Ada 3 sindrome yg beerkaitan dengan tumor ini :
Beckwith-Wiedemann Syndrome ; exomphalos, macroglossia,
BBL tinggi dan gigantism.
Drash ; pseudohermaphrodism, glumerular disease.
DD :
Hydronefrosis & kistik kidney.
Neuroblastome : biasanya muncul dari adrenal gland or paraspinal
ganglion, melewati midline, kalsifikasi >>. Tumor marker : VMA
(vanillylmandelic acid) & other katekolamin.
Penanganan :
1. Surgical :
- Unilateral & tdk melewati grs tengah atau mengenai
organ visceral
- RPLND tdk dianjurkan
- U/ staging biopsi Ln
- Hindari spillage ginjal diangkat bersama dgn fascia
gerota & perinefrik fat
- Approach : transabdominal/ torakoabdominal,
alasannya :
- Memungkinkan reseksi terhadap tu/ primer
- Explorasi u/ metastase
- Pemeriksaan ren kontralateral.
2. Radioterapi :
- Wilm’s tu radiosensitif
- Direkomendasikan pd yg Unfavorable stadium apapun dan
untuk penyakit stadium IV
- Usia > 1 th : 2000 rad, mulai 1 – 3 hari post op.
- Usia < 1 th : total 1000 rad
3. Kemoterapi :
Wilm’s tu kemosensitif :
- Actinomicin D : 0,015 mg/kg/hari
- Vincristine : 1,5 mg/m2LDT/minggu
- Doxorubicin
- Cyclophosphamide
- Cisplatin
- Adriamicin : 0,6 mg;kg/hari max
Tumur retroperitoneal
a. Ganas : 70 – 80 % :
- liposarkoma
- leiomyosarkoma
- fibrosarkoma
USG :
-Untuk canalis inguinalis hasilnya cukup baik.
-Untuk rongga pelvis hasil kurang memuaskan.
MRI :
-Hasilnya cukup memuaskan, tapi sulit dikerjakan pada anak
Komplikasi :
-Hernia inguinal 25 %
-Torsio testis
-Cancer 35 – 38 kali lebih sering (seminoma >>)
Biasanya usia > 10 tahun.
Prognosis :
Unilateral 20 % menjadi infertil
Metastase :
- limfogen
- Kecuali chorio Ca hematogen
- Saat diagnosis dibuat 40 – 50 % meta (+)
- Regional : para aorta duktus thoracikus medistinum
supra clavikula
Dex : ke KGB inter aortocaval level hilum precaval,
preaorti, para caval, ilium communis dan iliaka eksterna
dex.
Sin. : ke peri aortik level hilum (s) advance : preaortic
iliaka communis & iliaka eksterna sin.
Tumor Marker :
Tujuannya :
- Diagnosis
- Stadium
- Evaluasi terapi
- Prognosis
1. Alpha Feto Protein :
Diproduksi oleh : Yolk sac, hepar & GIT
AFP pada Ca embrional, teratoma
2. Beta HCG :
Diproduksi oleh tropoblas
Beta HCG : choriio Ca, Ca embrional (40 – 60 %),
Seminoma (5 – 10 %)
3. Lactic acid dehidrogenase (LDH)
Clinacal Staging :
1. Beden & Gibb :
A. Stad. A lesi terbatas pada testis
B. Stad. B Penyebaran KGB regional
B1 : RPLN < 5 cm
B2.: RPLN 5 – 10 cm
B3 : RPLN > 10 cm
C. Stad. C diatas RPLN
2. MD. Anderson :
A. Stad. I : terbatas pd testis
B. Stad. II : metastase ke RPLN
IIa : < 10 cm
Iib : > 10 cm
C. Stad III : KGB supradiafragma &/ visceral
3. TNM sistem :
T1 : terbatas pada testis
T2 : melewati tunika albuginea/ ke epididimis
T3 : Kena funikulus spermatikus
T4 : kena skrotum
N1 : mikroskopis KGB (+)
N2a : KGB < 5 nodus / <2 cm
N2b : KGB > 5 nodus/ > 2 cm
N3 : invasi ekstra nodul
N4 : unresectable ROLN meta
Terapi :
1. Low-Stage Seminoma : I – IIa; T1-3; N1-2.
- Radical orchidectomi
- Radiasi RPLN : 2500 – 3000 rad/3 minggu
2. High-stage seminoma (IIb – III); T4; N3 or M1
- chemoterapi : PVB (platinum – vincristin – bleomicin)
3. Low-stage nonseminomatous germ cell :
Stadium A : Orchidektomi + RPLND
4. Hig-stage non seminoma germ cell tomur :
Orchicdektomi + kemoterapi
Radiologis :
- 90 % radioopage
- Calsium fosfat paling radioopage ~ tulang
- Calsium oxalat sedikit kurang opage
- Mag. Amonium Fosfat (struvit)
- Cystein
- As. Urat & xanthine paling radioluscent
Absorbtif hipercalsiuria :
Perubahan respon usus terhadap vit. D absorbsi calsium
maningkat.
Renal hipercalciuria :
Calsium loss via urin kadar calsium plasma rendah
stimulasi sekresi hormon paratiroid sintesis vit. D meningkat
dan absorbsi calsium dari GIT meningkat, resorbsi tulang
meningkat. Kadar calsium urin puasa tidak turun.
Th/ : Thiazide meningkatkan resorbsi calsium di tubulus
distal eksresi calsium ke dalam urin
turun.
Resorbtif hipercalciuria :
Jarang, biasanya disebabkan oleh :
- Hiperparathiroidisme stimulasi bone destruksi,
meningkatnya absorbsi calsium usus.
- Cushing disease.
- Bone metastase
- Prolonge immobilization.
Kelainan metabolik yang berkaitan dengan Batu Calsium :
Cystine Stone :
-cystinuria
-family history of recurrent stone
-early onset
-UL : acid, hexagonal cystine crystal
Batu cistein baru terlihat pd BOF bila >3-4 mm
Batu calsium >2 mm
Medical th/ :
Hidrasi
Alkalinisasi urin : Bic Nat 15 – 20 grm/ hari
Sodium potassium citrat solution 10 –15 cc/ 4x/ hari
Cystine binding drugs :
Penicillinamine
Alfa-mercaptopropionylglycine
Retriksi methionine
Struvit Stone :
Berkaitan dengan UTI kronis
15 – 20 % dari batu urin
Terdiri dari Magnesium Amonium fosfat (MgNH4PO4.6H2O)
Infeksi disebabkan oleh Urea-spliiting bacteria : Proteus,
Pseudomonas, Klebsiella, Stafilokoccos.
Urin infeksi oleh bakteria spliiter. :
Urin supersaturasi terhadap Mg, Nitras, fosfat, carbonat
apatite
Urin menjadi alkalis, pH >7
Batu relatif non-opage.
Terapi/ :
Indikasi operasi :
Recurrent UTI
Progresif renal damage
Urinary obstruction
Persisten pain.
Tujuan Operasi :
Mengangkat semua batu
Memperbaiki abnormalitas anatomi
Membasmi UTI
Preservasi jaringan ginjal yang sehat
Preventif recurrent UTI & stone formation.
Kontraindikasi ESWL :
- Gemuk/obesitas
RPG pd urolitiasis :
- Pemeriksaan harus segera diikuti dengan menghilangkan
obstruksinya
- Harus ada perlindungan terhadap sepsis
- Penyuntikan kontras harus dilakukan dengan pemantauan
flouroskopi
Batu ureter :
Submukasa Intravesikal endo : collin’s knife ekstraksi
transuretral.
Bt 1/3 distal endo : URS & litotripsi ekstraksi Dormir
Bt 1/3 tengah open : ureterolitotomi
Endo URS & litotripsi
Push & bangdorong
ke pyelum & ESWL
Push & PNL
Bt 1/3 prox Pyelum
Peningkatan Ca. :
1. Resorbtif : terapi penyakit primer
Hipertiroid, osteolitik metastase
Multiple myeloma
Immobilisasi
Cushing hipertiroid
2. Absorbtif : absorbsi oleh usus meningkat
Terapi retriksi diet & banyak minum
Oksalat sellulose fosfat 3 x 5 grm
3. Kebocoran ren : tubulus renal tidak mampu resorbsi ca
Terapi : Diuretika (HCT 2 x 50 mg)
Orthopospat
Kalsium retriksi
Derajat HN pada IVP :
Grd I : Seluruh sal kemih proximal dari obstruksi terisi bahan
kontras.
Grd II : Tdpt gambaran kalix yg datar, tdk cekung lagi
Grd III : terdapat gambaran kallik yg cembung
Grd IV : Semua kalik cembung
Grd V : Parenkim ren menipis lebih dari ½ tebal normal, bila
batu diureter distal biasanya ureter juga berkelok-kelok.
Penyebab terjadinya batu :
1. Batu Endemis :
Biasanya pada anak laki usia 2 tahunan BBB
Sosial ekonomi lemah
2. Batu infeksi :
Banyak pada px/ dgn bakteriuria o/ kuman pemecahan urea
amoniak atau proteus.
Urin + amoniak alkalis senyawa pospat mengendap
Batu amonium magnesium pospat (struvit)
3. Batu o/k gangguan metabolisme :
Oxalat, Ca, As urat, xanthine, cystine bila bertambah dalam
urin mengandap jadi inti pembentukan batu lebih lanjut.
4. Batu oleh karena faktor-faktor lain :
Immobilisasi yg lama px/ fraktur, cidera vert/ lumpuh
Pencegahan batu TU :
1. Banyak minum diuresis s/d 2-2,5 liter/ hari
2. Olah raga/ aktivitas fisik yang cukup dan teratur
3. Berantas infeksi / bakteriuria
4. Cegan meningkatnya bahan-2 pembentuk batu atau
meningkatnya daya larut bahan tersebut :
Koreksi gangguan metabolisme dgn diet/ obat :
Allopurinol bt as urat.
Diet rendah purin, thiazide, hygroton u/ bt calsium
Diet rendah calsium
Ikat bahan pembentuk batu agar mudah larut Mg oxyde
Buat urin alkalis pada bt as urat dengan Na sitras atau Na
bicarbonat.
Buat urin reaksi asam bila terdapat kuman pemecah urea
untuk larutkan garam pospat dengan : mandelamin, vit c,
amonium cloride.
Chemolysis
Obat untuk kemolisis ( melarutkan batu ) yang ideal yaitu
bila : non toxic, per oral, murah dan bisa melarutkan batu dalam
jangka waktu pendek (3).
Metoda kemolisis yaitu :
1. Sistemik ( oral atau intravena )
a. Anamnesa :
- Keluhan utama adalah colik ureter, yaitu nyeri pinggang
mendadak yang sangat hebat kadang-kadang disertai muntah
hilang timbul dan menjalar ke perut bawah atau kemaluan
(testis, ujung penis, labium mayor) tergantung lokasi batu.
- Riwayat kencing batu dan kencing berdarah disertai nyeri
pinggang.
b
b. Pemeriksaan klinis
- status umum
- status urologis :
- Anamnesa : Flank pain
- Pemeriksaan : Flank mass, nyeri CVA, colok dubur: untuk
membedakan dengan appendicitis (pada appendicitis, colok
dubur akan didapatkan nyeri jam 10.00 – 11.00, sedangkan
kolik ureter tidak didapatkan).
c. Pemeriksaan laboratorium
- Sedimen urine : Eritrosit > 2 l/lpl
- DL, RFT, LFT, Faal Hemotasis
- Kultur urine dan tes kepekaan antibiotika
- Kadar kalsium, phosphat dan asam urat dalam serum serta
ekskresi kalsium, phosphat dan asam urat dalam urine 24
jam.
d. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos Abdomen : akan nampak gambaran klasifikasi
sepanjang ureter 1/3 proximal, 1/3 tengah atau 1/3 distal bila
batu radio opaque. Batu tidak nampak bila batu non opaque.
- Pyelografi Intravena (IVP) dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui anatomi dan fungsi dari Traktus Urinarius. Adanya
sumbatan karena batu ureter akan nampak sebagai
Hidroureter proximal batu, Hidronephrosis, delayed function
sampai non visualized.
- Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque)
- Pyelografi Retrograde (RPG) : Adalah membuat foto kontras
dari ureter, pyelum dan kaliks ureter yang dipasang dengan
bantuan sistoskop. RPG dikerjakan bila IVP belum cukup
jelas (misalnya terdapat tanda obstruksi tetapi penyebabnya
belum jelas), atau IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain
dapat membantu diagnosa.
- Pyelografi Antegrade (APG) : Berlawanan dengan pyelografi
retrograde maka pada APG kontras dimasukkan melalui
saluran ke kaliks (nefrostomi) yang telah dibuat.
- Foto Thoraks
- USG / renogram : bila ginjal non visualized
Ureterorenoscopy (URS) :
Adalah mengambil / memecahkan batu ureter dengan alat
ureteronoscope yang dimasukkan lewat muara meter dengan
bantuan cytoscope.
1. Ureterolithotomi proksimal
Alat :
- Dexon 4-0 : 2 buah
- Catgut plain 2-0: 1 buah
- Vicryl 1-0 : 2 buah
- Zeyde 3-0 : 2 buah
- Maagslang No. 8 : 1 buah
- Redon drain set
Teknik Operasi :
- Sebelum dilakukan operasi foto BOF pre operatif (1 jam sebelum
operasi)
- Pasang dauer kateter 16 Fr dan urobag
- Pasang foto-foto (BOF/IVP) di light box
- Setelah dilakukan anesthesi, pasien diletakkan dalam posisi
lumbotomi dengan sisi yang ada batu diatas.
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidone Iodine mulai dari
papilla mammac-umbilikus-collum vertebra-simphisis pubis.
- Persempit lapangan operasi dengan dock steril
- Insisi kulit mulai ICS XI kearah umbilikus ± 10 cm lapis demi lapis
sambil merawat perdarahannya. (Struktur yang diinsisi : kulit,
lemak subcutis, MOE, MOI in transversus abdominis). Buka
fascia m. lumbo dorsalis agak ke posterior ± di posterior axillary
line (agar tidak merobek peritoneum) sepanjang ± 1-2 cm,
pisahkan peritoneum dengan steel doppers kearah medial,
setelah peritoneum terpisahkan, perlebar insisi sesuai dengan
insisi diatasnya.
- Pasang spreader
- Cari ureter dengan cara buka fascia gerota yang terletak
didepan muskulus ilco psoas dgn ciri :
- berupa saluran warna putih
- tidak berdenyut
- berjalan bersama dgn a. spermatika in-terna pd laki atau a.
ovarica pd wanita.
- Teugel ureter dengan nelaton kateter no. 8 di proksimal batu.
- Raba batu dan bersihkan ureter
- Insisi ureter dgn mess No. 15 tepat didaerah batu
- Keluarkan batu dengan stein tang
4. URS
2. Di Poliklinik Urologi
- Rawat luka, angkat jahitan pd hari ke 10 – 14
- Evaluasi UL, DL dan Kultur urine, bila ada tanda-tanda ISK
berantas dengan antibiotika sesuai dengan uji kepekaannya
- Cegah/hilangkan faktor predisposisi timbulnya batu lagi
- Evaluasi BOF/IVP 6 bulan paska operasi
- Minum banyak (>3 l/hari) dan aktif berolah raga.
DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Hematuria baik mikroskopik/ makroskopik, disuria
karena infeksi, demam disertai menggigil, dapat juga terjadi
retensi urine bila batu menyumbat leher buli atau dapat
tanpa keluhan (“silent stone”).
b. Pemeriksaan Klinis :
1. Status umum
2. Status urologis :
-inspeksi : suprapubik dapat terlihat menon jol bila retensi
urine
-palpasi : suprapubik menonjol atau teraba keras bila batu
sangat besar
3. Rectal toucher : teraba batu bila batunya sangat besar
c. Pemeriksaan laboratorium :
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Faal haemostasis
- Faal hati & faal ginjal :
- Urine kultur dan sensitivity test
- Kalsium, phosphat, asam urat dalam darah
- Eskresi kalsium, phosphat, asam urat dalam urine tampung 24
jam
PENATALAKSANAAN
1. Vesicolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan
dari vesika urinaria
2. Lithotripsi adalah tindakan penghancuran batu buli – buli
secara endoskopik dengan lithotriptor
3. Trokar lithotripsi adalah tindakan pengeluaran batu di buli-buli
pada anak-anak yang besarnya < 10 mm, dengan kombinasi
endoskopik dan trokar.
Vesikolitotomi
Indikasi :
- batu buli-buli dengan > 2 cm
- batu buli-buli yang tidak dapat dipecahkan dengan lithotriptor
- batu buli-buli multiple
Alat :
- folley kateter F 16
- urobag
- Redon drain set no. 14
Persiapan Operasi :
- Persetujuan operasi
- Puasa
- Antibiotika profilaksis
Teknik Operasi :
Posisi pasien tidur terlentang dengan GA
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone jodine (paha
atas ; genitalia eksterna, prosesua xyphoidius).
Persempit lapangan operasi dengan doek steril
Insisi kulit midline, mulai 2 jari diatas simphisis ke arah umbilikus
10 cm, lapis demi lapis sampai fascia anterior muskulus rektus
abdominis.
Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba
Pasang spreader millin’s dan sisihkan pre vesikal fat kearah kranial
Dilakukan identifikasi buli (warna kebiruan, banyak pembuluh
darah dan punksi keluar urine)
Teugel buli dgn chromic catgut 1-0 pada sisi kanan-kiri
Insisi buli dengan punch mesch dan perlebar secara tumpul dengan
chrome klem.
Raba batu dengan jari, kemudian keluar kan batu dengan stain tang
(perhatikan jumlah, ukuran dan warna)
Setelah batu keluar spoelling buli dengan PZ (3x), kemudian
evaluasi mukosa buli (tumor, divertikel), muara ureter kanan-kiri
(batu dan ureteric jet)
Pasang kateter F 16 sampai tampak ujung kateter di buli-buli
kemudian spoelling PZ dengan blaas spuit.
Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0
secara jelujur, tunika serosa dgn Dexon 3-0.
Test buli-buli untuk evaluasi kebocoran dengan memasukkan PZ
250 cc lewat kateter, bila tidak ada kebocoran isi kateter dengan
air steril 10 cc.
Cuci lapangan operasi dengan Betadine dan PZ
Pasang redon drain peri vesikal dan fiksasi pada kulit
Tutup lapangan operasi lapis demi lapis, muskulus rektus
abdominis dengan Dexon 1-0, fascia anterior muskulus rektus
abdominis dengan Dexon 1-0, subkutan dengan plain catgut 3-0,
kulit dengan Zeyde 3-0.
Lithotripsi
Indikasi : Batu buli simple dengan ukuran <2,5 cm
Alat :
- Alat untuk irigasi dan slang steril
- Sumber cahaya dan kabel fibre optic
- Busi roser 18 s/d 27 Fr
- Sistoskopi set dgn sheath 25 Fr & teleskop 30 º & 70 º
- Ellik Evacuator
- Alat lithotriptor mekanik :
+ Alligator lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang
terpendek max. 1½ cm.
+ Hendrickson type lithotrite, untuk batu dgn ukuran panjang
terpendek max. 2½ cm
+ Peralatan desinfeksi
Persiapan :
- Puasa, antibiotika profilaksi 1 jam sebelum tindakan,
tindakan dengan bantuan
Teknik Operasi :
Posisi lithotomi
Tindakan antiseptik
Panendoskopi untuk diagnosa dgn sistoskopi anak
Buli diisi irigan sampai penuh semaksimal mungkin sampai teraba
pada supra pubis
Lakukan insisi longitudinal sepanjang 1,5 sampai dengan 2 cm
sampai menembus linea alba pada jarak 2,5 cm dari suprapubik
di garis mediana.
Lakukan punksi sistostomi dengan trokar campbell yang sudah
dipasangi amplatz. Daerah punksi dipastikan dengan melihat
dinding anterior buli yang terdorong oleh ujung trokar.
Setelah trokar berhasil masuk amplatz didorong ke dalam buli dan
setelah kelihatan amplastz dalam buli (secara endoskopis) baru
trokar dapat dicabut.
Lubang luar amplatz ditutup dengan jari dan ujung amplatz yang
berada dalam buli diusahakan agar dapat dimasuki batu.
Buli-buli diisi maksimal dengan cairan irigan, setelah penuh
dilakukan penekanan yang gentle pada abdomen pada abdomen
pada saat bersamaan jari yang menutup amplatz dilepas .
Dengan manuver ini diharapkan batu akan ikut keluar bersama
cairan irigasi.
Buli dikosongkan
Pasang kateter urethra
Bekas luka sistostomi dibiarkan terbuka, kalau perlu hanya
dilakukan oposisi kulit
Kateter dibuka setelah 48 – 72 jam
Anak kencing spontan KRS
2. Di Poliklinik Urologi :
- Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol beri-kutnya tiap 3
bulan
- Sistoskopi dilakukan 3 bulan setelah lithotripsi
- Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bln setelah operasi
- Setiap kontrol penderita periksa laboratorium (darah lengkap,
urin lengkap, faal ginjal, urin kultur dan sensitivity test).
- Usahakan diuresis yang adekuat : minum 2 – 3 l / hari,
sehingga dicapai diurese 1,5 l/hari
- Diet, tergantung dari jenis batunya.
- Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu
struvit.
DIAGNOSIS
A. Anamnesa :
Keluhan Utama :
- Keluar darah lewat uretra
- Tidak bisa kencing
- Hematom urine infiltrat darah uretra / srotum.
Anamnesa kausal :
- Trauma tajam
- Trauma tumpul : : cara terjadi berupa straddle injury atau
fraktur pelvis (bahkan fraktur)
- Trauma akibat instrumentasi uretra berupa pemasangan
kateter atau sistoskopi.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
2. Status umum
3. Status urologis / lokalis
Inspeksi :
- Keluar darah lewat meatus uretra
- Buli-buli penuh
- Hematom/urin Infiltrat darah uretra atau skrotum
Palpasi :
- Teraba buli penuh
- Pembengkakan di uretra, perineum, dan skrotum
- Nyeri tekan
Colok dubur :
- Terdapat prostat melayang
C. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Fungsi ginjal
D. Pemeriksaan Radiologis
- Foto polos abdomen / pelvis
- Uretrografi
PENATALAKSANAAN
Sistostomi : adalah tindakan mengalirkan kencing melalui lubang
yang dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urine dan
menghindari komplikasi.
Macam Sistostomi :
1. Sistostomi trokar
2. Sistostomi terbuka
Sistostomi Trokar
Alat yang diperlukan :
1. Trokar khusus yang terdiri dari :
A. “Sheath” setengah lingkaran
B. Kanula berlobang (“Hollow Obtutor”)
2. Kateter folley Ch 18 atau 20 F
3. Kantong penampung urine (“urine bag”)
Indikasi :
Seperti indikasi sistostomi pd umumnya dgn syarat
- Buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba
- Tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah
- Tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur
pelvis
Cara Melakukan :
- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dikerjakan
padanya & diminta persetujuan tertulis.
- Sebaiknya operator berdiri disebelah kiri penderita. Cek ulang
semua alat dan siap pakai.
- Semua alat yang diperlukan diatur ditempat khusus dan
diletakkan sehingga terjangkau oleh operator.
- Operasi dikerjakan dengan teknik aseptik. Cukur rambut pubis.
- Daerah operasi desinfeksi dan ditutup dengan “doek” lubang
steril.
- Di daerah yang akan di insisi (2-3 jari) diatas simpisis, dilakukan
infiltrasi anastesi dengan larutan xylocain linea alba.
- Trokar set, dimana canulla dlm keadaan terkunci telah pd
“Sheath” ditusukkan melalui insisi tadi ke arah buli dgn posisi
telentang miring ke bawah.
- Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah
kaudal sebesar 15-30%.
- Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli akan ditandai dengan :
1. Hilangnya hambatan pada trokar
2. Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
- Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
- Secepatnya canulla dilepaskan dari “Sheath”nya dan
secepatnya pula foley kateter, maksimal Ch. 20 F, dimasukkan
dalam buli-buli melalui kanal dari “sheath” yang masih
terpasang.
- Pangkal kateter segera dihubungkan dengan “urine bag” dan
balon kateter dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih
10 cc.
- Sekarang “sheath” dapat dilepas dan kateter ditarik keluar
sampai balon menempel pada dinding buli-buli.
- Insisi ditutup dengan kasa steril dan difiksasi kekulit dengan
plester.
Sistostomi Terbuka
Alat yang diperlukan :
Seperti alat-alat pada sistostomi trokar, hanya tidak memerlukan
khusus.
Cara operasi :
Batu ginjal adalah semua batu baik opaque maupun non opaque
yang berada di ginjal
1. Pielolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang berada di pielum dengan batu sekunder
yang dapat diambil melalui pielum.
Persiapan operasi :
- Persetujuan operasi
- Puasa sejak malam harinya
- Lavemen
- BOF pre operasi
- Profilaksis antiobiotika sesuai kultur.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi
atas (misalkan batu ginjal kanan, maka posisi miring kiri,
bagian kanan di sebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai
pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan, linea
skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke
arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi diperdalam
lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus
intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di
depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum
dilepaskan dan disisihkan penempe-lannya pada fascia
seperlunya (sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi
terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka lebih kurang sepanjang
tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan
diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan
dengan menggu-nakan pinset anatomis & gunting Metzembaum
bila perlu dilakukan kauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal
pada kedua kutubnya dengan kasa dan di identifikasi pielum
dengan mencari hubungannya pada ureter.
- Pielum dibuka dengan insisi berbentuk huruf “V”, kemudian batu
diluksir keluar dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder
yang kemungkinan ada juga di cari dan diluksir keluar.
2. Bivalve nefrolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang bercabang dan memenuhi seluruh sistema
pelvio kaliseal atau dengan batu sekunder yang banyak.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi
atas (misalkan batu ginjal kanan, maka posisi miring kiri,
bagian kanan disebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai
pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan, linea
skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah
umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi diperdalam
lapis demi lapis dgn memotong fascia eksterna, muskulus
intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis depan
sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum
dilepaskan dan disisihkan penem-pelannya pada fascia
seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi
terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka lebih kurang sepanjang
tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan
diteugel dgn kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan dgn
menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila
perlu dilakukan cauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dr lemak dilakukan fik sasi ginjal pd
kedua kutubnya dgn kasa basah.
- Dipisahkan pada daerah pedikel ginjal antara pedikel dengan
ureter/pielum
- Pedikel ginjal (tidak termasuk ureter) di klem dengan klem non
traumatis menggunakan Satinsky klem. Kemudian ginjal
didinginkan dengan memakai es PZ secukupnya. Klem
Satinsky harus dibuka tiap 30 menit.
- Kapsula renalis dibuka tepat pd tepi lateral ginjal
- Dilakukan pengirisan pada Broder’s line sepan-jang tepi ginjal
pada daerah korteks sampai mencapai daerah sistema pelvio-
caliceal.
Classical LUTS :
1. Voiding symptom : WAHIDIT
Weakness of stream
Abdominal straining
Hesitensy
Intermittensy
Disuria
Imcomplete bladder emptying
Terminal dribble
2. Storage symptom : FUrNIB
Frekuensi
Urgensi
Nokturia
Incontinensia
Bladder pain
DOXAZOSIN
Dimulai dgn dosis : 1, 2, 4 mg, max 8 mg.
Efek samping :
Dizziness 15%
Asthenia 10%
Somnolen 4%
Headache 10%
TAMSULOSIN
selective 1-alfa adrenoceptor antagonist
Tidak berpengruh pada tekanan darah
2. 5-ARI :
Walsh Caribean family defisiensi DHT
FINASTERIDE
Menurunkan DHT 75 %
Vol prostat turun 30%
PSA turun 50%
Sel epitel atrofi mati prostat involusi
Bila PSA pre th/ 2 x lipat tidak dipengaruhi
Biasanya untuk prostat > 40 grm
Efek samping :
Impoten 2,1 %
Libido 1%
Ginecomasti 0,4%
RT : pembesaran prostat :
- Grade I : berat < 20 gram
- Grade II : berat 20 - 40 grm, jelas menonjol , batas lateral >, &
dangkal, sulkus median ttb / +
- Grade III : berat > 40 grm, batas atas tak teraba, teraba supra
simpisis. indikasi open/Millins
Uroflowmetri :
- Jumlah urin yang representatif : 200 - 300 cc
- Flow rate Max : - non obstruktif : > 15 cc/dt
- border line :
10 - 15 cc/dt
- obstruktif :
< 10 cc/dt
- Grafik normal bifasik
DIAGNOSIS
1. Anamnesa : Keluhan utama & lamanya keluhan
2. Pemeriksaan Klinis :
Status umum
- Inspeksi : Penonjolan supra pubik bila terjadi retensi urin
dengan buli penuh.
- Palpasi : Buli-buli teraba diatas pubis apabila terjadi
retensi urin.
- Rectal toucher : Prostat teraba membesar
konsistensi kenyal
3. Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, Faal hemostasis, Faal hati, Faal Ginjal,
Elektrolit (K, Na), Urinalisis, Kultur urin dan test kepekaan
antibiotika.
4. Pemeriksaan Foto Radiologi
- BOF
- IVP : Pada kasus BPH tanpa retensi urin
- USG : Ada gangguan faal ginjal (SC > 4 )
- Foto thoraks
5. Pemeriksaan penunjang lain :
- Uroflowmetri harus dikerjakan apabila penderita masih
bisa kencing atau untuk evaluasi pasca terapi.
Tehnik Operasi
- Pasang foto-foto pada light box
- Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam
posisi lithotomi
- Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi
tanpa Pisau (VTP)
- Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis
scrotum dan sebagian dari kedua paha dan perut sebatas
umbilikus
Alat – alat :
- Prostaprobe (dapat disterilkan dalam Glutaral-dehyde
selama 15 menit dan dicuci dgan PZ)
- Sarung tangan steril 3 pasang
- Kondom 2 buah
- Xylocain 2% jelly
- Analgesik dan antibiotik
- Doek steril
- Disposable syringe 5 cc= 2; 10 cc = 2
- Larutan PZ
- Folley kateter 16 F=1 & Urobag = 1
Persiapan penderita :
Tehnik Operasi :
- Posisi penderita tidur telentang
- Ukur temperatur aksilar dan catat hasilnya
- Dilakukan pemeriksaan TRUS dengan probe 7,5 MHz untuk
mengukur volume prostat : 0,52 x D1 x D2 x D3 (D1 =
penampang longitudinal/sumbu panjang prostat; D2 =
penampang melintang/ sumbu lebar prostat ; D3 = penampang
melintang/ sumbu tinggi prostat) dan mengukur panjang uretra
pars prostatika.
- Kateter uretra bila ada dilepas
- Masukkan probe 2,5 atau 2,0 dari prosta probe sesuai program
yang diminta pada uretra.
- Masukkan probe rektal dan fiksasi pada tempatnya dengan baik
- Jalankan mesin sesuai prosedur
- Cek dan monitor probe rektal dan uretra secara berkala,
dengan probe USG pada buli-buli.
- Bila telah selesai lepaskan probe per uretram dan probe rektal
- Pasang kateter per uretram No. 16 dan urobag
- Penderita harus kontrol tiap minggu sampai pelepasan kateter
di hari ke XIV.
Indikasi
1. Pyonefrosis akut dan kronis
2. Infected hidronefrosis
3. Bilateral hidronefrosis
4. Sebagai bagian dari test Whitaker
5. Sebagai bagian PNL
6. Hidronefrosis unilateral terapi tindakan definitif tidak dapat
cepat dikerjakan (lebih dari 2 minggu).
Tehnik Operasi
A. Persiapan penderita :
- Inform consent
- Pasang infus
Cara
- Tetap pertahankan antena pada tempatnya .
Perawatan Nefrostomi
Untuk nefrostomi dengan indikasi 1 & 2 (infeksi) maka pemberian
antibiotika sejak sebelum tindakan diteruskan.
Pedoman :
a. Jenis antibiotika berdasarkan kultur dan antibiogram
b. Bila belum ada kultur dan antibiogram :
c. Kombinasi ampicillin/ derifatnya dan aminogliko-sida
d. Cephalosporin generasi III, untuk kasus gagal ginjal berat
Bila tidak infeksi cukup diberikan obat golongan nitrofurantorin atau
asam nalidisat peri operatif.
1. Perhatikan kateter / pipa drainage, jangan sampai buntu karena
terlibat, dll.
2. Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari
nefrostomi
3. Usahakan diuresis yang cukup
4. Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala
5. Bila ada boleh spoeling dengan larutan asam asetat 1%
seminggu 2x
6. Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi
untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter silikon.
Persiapan penderita:
1. Sedative (valium) dan analgetika kalau dianggap perlu dapat
diberikan
2. Antibiotika diberikan mulai sehari sebelumnya bila terdapat
bakteriuria bermakna
3. Tidak diperlukan puasa
4. Untuk batu ureter distal penderita diusahakan defekasi (bab)
dahulu dan buli-buli dalam keadaan terisi (jangan miksi dahulu
sebelum ESWL).
Alat
I I. Menyalakan dan Booting Unit :
a. Power dan regulator bekerja pada 220 volt
b. Tombol M-24 di unit Control Console harus terangkat (tombol
berwarna merah)
c. Power Supply Unit (PSU) :
1. Tangkai berwarna merah putar ke arah ON, lampu kuning
menyala.
2. Kunci putar ke arah ON.
3.Tekan tombol hitam - lampu hijau menyala.
Sebagian unit telah menyala , kecuali X - ray unit.
V. Tambahan
1. Usahakan melakukan tembakan dengan memanfaatkan
ultrasound.
2. Bilamana tidak memungkinkan dengan ultrasound dapat
digunakan X - Ray dengan catatan pada waktu balon X-Ray
mengembang, energi akan berkurang 25%. Untuk itu bila
selesai memonitor dengan X-Ray, balon harus dikempeskan
dengan menekan tombol M-21.
3. Tembakan dimulai pada posisi tombol M-10 dan M-11 paling
rendah (power dan frekwensi).
4. Tekan tombol M-6 sampai menyala dan dilanjutkan dengan
menekan tombol M-9 sampai menyala. Power dan frekwensi
Indikasi URS :
1. Diagnosa
- Evaluasi filling defect atau obstruksi pada radiologi
- Evaluasi gross hematuri unilateral
- Evaluasi maligna cytologi unilateral
- Surveilance pada terapi konservatip tumor tractus urinous
atas
2. Tindakan
- Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal basket (tertentu) :
+ diambil dengan forceps atau
+ dipecah (lithotripsi)
- Biopsi tumor /polyp ureter
- Reseksi tumor
- Dilatasi strictura
- Pengambilan benda asing
TEKNIK OPERASI :
1. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : lithotomi
2. Dilakukan retrograde pyelografi untuk melihat anatomi ureter
3. Bila perlu dilatasi muara ureter
4. Masukkan alat URS secara avue dan bantuan fluoroskopi
5. Lakukan tindakan yang diperlukan
6. Bila batu perlu dihancurkan dipakai Elektro Hidrolik Litholapasy
atau Lithoclast (Pneumatik) atau sarana lainnya
7. Bila perlu pemasangan ureter kateter / DJ Stent
Pemeriksaan klinis
1. Status Umum : Tanda vital, berat badan, status penampilan
(Karnofsky).
2. Status Urologi : Adanya masa suprasimfiser, tanda invasi
organ terdekat, tanda-tanda metastase.
Palpasi : masa suprasimfiser, masa daerah flank.
Colok dubur : Adanya masa pada buli-buli dan prostat.
Bimanual palpasi pada keadaan narkose
Pemeliharaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Faal Hemostasis
- Faal hati
- Faal Ginjal
- Urinalisis
- Kultur Urin dan tes kepekaan.
- Sitologi Urin, dinilai menurut sistim Broder, di bagi 5 kelas :
Kelas I : tidak di ketemukan sel
Kelas II : di ketemukan sel yang normal
Kelas III: diketemukan sel dengan perubahan atipik
Kelas IV: di ketemukan sel yang mencurigakan ganas
Kelas V : di ketemukan sel-sel ganas.
Pemeriksaan Radiologis :
- Thoraks foto PA / lateral
- IVP
- USG buli-buli, ginjal dan abdomen
- CT Scan abdomen, dikerjakan dgn indikasi ttt.
Pemeriksaan Sistoskopi :
Pemeriksaan ini dikerjakan bila pemeriksaan yang disebut diatas di
ketahui hasilnya. Dan bila hasilnya menyokong adanya karsinoma
buli-buli, maka penderita sekaligus dipersiapkan untuk dilakukan
reseksi tumor dan “staging”.
Histopatologi :
Pemeriksaan histopatologi untuk menentukan :
1. Jenis Karsinoma. Sebagian besar karsinoma buli-buli berasal
dari epitel (mukosa). Yang sering adalah karsinoma sel
transisi (TCC), karsinoma sel skuamosa, adeno karsinoma
2. Derajat Infiltrasi. Ditentukan berdasarkan infiltrasi sel ganas
terhadap membrana basalis (lamina propria) dan lapisan otot
buli-buli.
3. Derajat degenerasi / deferensiasi. Ditentukan berdasarkan
susunan dan tebalnya lapisan sel, gambaran inti sel dan
perbandingan antara inti sel dengan sitoplasma.
Derajat I : diferensiasi baik (well differentiated)
Derajat II: diferensiasi sedang (moderatly diffe-rentiated )
Derajat III: diferensiasi jelek (poorly differen-tiated)
Derajat IV: diferensiasi tak beraturan (undiffe-rentiated )
Staging Procedures
Bimanual palpasi dgn GA sebelum dan sesudah TURB
Transurethral resection of the bladder tumour (TURBT)
a. TURBT determines the depth of tumour invasion.
b. During TURBT, the following are recommended:
Bladder washings for cytology before resection
Resection of tumour down to detrusor muscle
Even if the cancer is muscle invasive, complete
debulking is preferable
Separate biopsy of the base of the tumour
Directed biopsies of any abnormal mucosa
A random biopsy of "normal" mucosa near and far from
the tumour and a biopsy of the prostatic urethra (especially if
the tumour is near the bladder neck) should be taken
separately. Otherwise multiple biopsies of normal mucosa are
not usually helpful.
Computed Tomography (CT)
a. The CT scan may overstage bladder cancer if deep biopsies of
the bladder have been performed prior to the scan because of
post-operative oedema. Scheduling the scan, where possible,
either before or 1 month after the TURBT may reduce the
chance of this error.
b. The CT scan has recognised limitations in detecting minimal
pelvic nodal disease or microscopic invasion of adjacent
organs.
c. A CT scan of the pelvis is useful in assessing extra-vesical
spread for muscle-invasive tumours and in detecting pelvic
lymphadenopathy.
d. CT-guided fine needle aspiration biopsy of pelvic lymph node
may be performed to document lymph node metastases for
patients in whom radical surgery is not appropriate.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI scanning can be as useful as CT scanning and in some
centres has been shown to be superior. MRI however has not
replaced CT scans in routine practice.
Chest radiograph (CXR)
a. Routine chest radiographs are usually performed to detect
pulmonary metastases.
Regional Node :
Hipogastrika
Obturator
Iliaca
Perivesikal
Pelvik
Sacral dan presacral
Sistektomi Partial
Pengangkatan buli-buli secara parsial (sebagian buli-buli) sebatas
daerah tumor. Adapun teknik operasi dengan cara pendekatan
supra pubik, identifikasi buli-buli dan kelenjar getah bening daerah
pelvis, ligasi arteri vesicalis superior, dilakukan limfadenektomi
daerah pelvis dan wide eksisi tumor minimal 2 cm daerah bebas
tumor.
Radikal Sistektomi
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki
dilakukan pangangkatan buli-buli, peritoneum daerah pelvis,
prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal,
termasuk limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pengangkatan
buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk peritoneum daerah
pelvis, uretra, serviks, uterus sepertiga dinding depan vagina,
ligamen maupun ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis.
Diversi urin dikerjalan berdasarkan persetujuan dokter, penderita
maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang
inkontinen. Metode yang biasa digunakan adalah dengan cara
Coffey atau cara Bricker.
Radiasi
Radiasi yang diberikan adalah eksternal radiasi dengan dosis 6000
– 7000 rad diberikan selama 5-8 minggu untuk tujuan kuratip dan
2000 rad untuk preoperatip (sistektomi).
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan secara topikal intravesikal.
Terutama pada Superfisial bladder cancer.
Penanganan karsinoma buli-buli
a. Partial Sistektomi
Indikasi :
Tumor tunggal, T1-T3, lokasi tumor pada dinding lateral buli-
buli, atap buli-buli (dome), tumor pada divertikel, adeno
karsinoma daerah dome yang berhubungan dengan urachus.
Teknik Operasi
Pendekatan Retroperitoneal.
Persiapan operasi pada umumnya.
Pemberian antibiotika profilaksis, premedikasi.
Setelah anestesi general, penderita diletakkan dalam posisi
supine.
Dilakukan pemasangan kateter No. F 16
Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan povidone yodine di
daerah penis, skrotum, sebagian dari pangkal paha, kateter,
perut sebatas umbilikus, & vulva (wanita).
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Insisi midline supra pubik, perdalam lapis demi lapis.
Identifikasi buli & peritonium disisihkan ke kranial.
Bebaskan dinding buli kearah lateral & posterior.
Identifikasi KGB ipsilateral dengan cara mengikuti percabangan
anterior dan posterior arteri iliaka interna, sampai tampak pedikel
arteri vesikalis superior, ligasi arteri vesikalis superior.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan
pemeriksaan froozen section.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah
dapat memprediksi letak tumor yang sudah dilakukan evaluasi
sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai
memperkirakan insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh
dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga sampai
empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat
sentimeter dari tepi tumor, sehingga terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat
sebelumnya pada dinding buli-buli, dilakukan insisi dinding buli-
buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem
sehingga tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli-
buli tampak jelas, sambil melakukan hemostasis yang baik
dengan elektro surgikal.
Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan
mengenai muara ureter (karena lokasi tumor dekat dengan
muara), maka dapat digunakan stent kateter ureter.
b. Radikal Sistektomi
Follow Up :
Tahun I : setiap 3 bulan
Tahun II : setiap 4 bulan
Tahun III : setiap 6 bulan & seterusnya.
BCG Immunotherapy
Intravesical BCG has been shown to be effective in reducing
tumour recurrence rate. IIb/B
Follow-Up Surveillance
Cystoscopy is recommended in the following schedule: 3-
monthly for the first year, 6-monthly for the next 4 years and
annually for the next 5 years. Low risk tumours do not require
such frequent surveillance. (IV/C)
Cytologic surveillance should accompany every cystoscopic
examination. (IV/C)
To detect upper tract urothelial cancer, an IVU is
recommended at least once in two years, or else in the
presence of positive cytology with negative cystoscopy. (IV/C)
Urin test untuk deteksi tumor buli:
Sitologi urin; void or bladder washing
BTA Stat test; mengukur faktor komplemen H-related
protein.
BTA tract test; immunoassay kuantitatif dgn menggunakan
antibodi monoklonal.
NMP22; mengukur nuclear matrix protein secara kuantitatif
TRAP assay; mengukur aktivitas telomerase
DIAGNOSIS
Anamnesa :
- Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan,
pengobatan dan rujukan
- Gejala-gejala obstruksi infravesikal
- Tanda-tanda metastase
Pemeriksaan klinis :
Status umum : Tanda vital, Berat badan, Status penampilan
(Karnofsky)
Status urologi :
Inspeksi : Tanda-tanda pembesaran kelenjar regional /
juksta regional, tanda-tanda invasi organ terdekat, tanda-
tanda metastase.
Palpasi : Kelenjar inguinal, kelenjar hypogas-trika, kelenjar
Virchow, massa tumor di supra pubik.
Colok dubur : Nodulus, konsistensi prostat berdungkul
keras, mobilitas, invasi perkontinuitatum ke vesikula
seminalis, rektum.
Pemeriksaan laboratorium :
- DL, UL, FH, RFT, LFT, SE, Cultur urin, PSA, AFP
Causa :
Aging, genetic factor, hormones, growth factors, environment, diet
tinggi fat, familial brest cancer.
Embriologi:
Zona central dan vesikula seminalis berasal dari Wolfian duct,
berkembang dibawah pengaruh testosteron.
Zona lainnya berasal dari mesenchim sinus urogenital, berkembang
dibawah pengaruh DHT.
Sel Epitel dan stromal mampu menghasilkan DHT, krn sama-
sama memiliki reseptor androgen.
Sebagian besar DHT yg dihasilkan oleh sel epitel berdifusi ke sel
stromal , dimana reseptor androgen paling banyak.
Pada stromal ikatan DHT + AR akan menstimulasi inti stroma untuk
memproduksi GF dan GF ini akan menyebabkan sel epitel dan
stromal tumbuh dan berkembang.
Patologi :
AdenoCa : 95 %. Lapisan sel basal hilang. 95 % berasal dari zona
perifer, 25 % dari zona transisional.
Tu yg berasal dari zona transisional biasanya lebih kecil,
differensiasi baik (gleason 1 dan 2)
Tu yg berasal dari zona perifer differensiasi lebih buruk, (gleason 2,
3 atau 4), volume lebih besar dan sering invasi ke extrakapsuler,
vesikula seminalis dan metastase ke limfe node.
Grading histologi :
Interpretasi PSA :
Kadar PSA : 0,5 – 4 ng/cc normal
4 – 10 ng/cc 20 % kanker
> 10 ng/cc 50 % kanker
Meningkat > 20 % /
tahun perlu biopsi
PSA < 10 ng/cc : Ca
masih terbatas pd Gland
PSA terikat pada
A-ACT : alfa-antichemotripsin
AMG : alfa-2-macroglobulin
Free PSA tidak terikat dgn komponen tersebut
Yang dapat diperiksa dengan PS assay :
Free PSA (F)
PSA-A-ACT
Total PSA (T)
F/T ratio : free PSA : total PSA
Bila ratio turun Ca.
Bila ratio meningkat benign
PSA dalam kaitan dgn perlunya Biopsi :
1. PSA Density.
2. PSA Velocity
3. Age-spesific PSA references ranges
4. Molekular form of PSA (% free PSA)
PSA Density :
Oleh Benson dari Columbia Univ. ’92
PSA : Vol Prostat.
Indikasi bila PSA 4-10 ng/l
Cutt-off : 0,15 ng/l > 0,15 Ca prostat
Masih kontroversi
Spesifisitas 95 %
Free PSA :
Enzimatically inactive
Uncomplex
Free
Nilai : 5 – 50 % dari total PSA
Cut-off 25 % sensitifitas 95 %
Anti Androgen :
1. Sterodi :
- Cyproterene acetat
- Megastrol acetat
2. Non-steroid :
- Flutamide
- Nilutamide
- Bicalutamide
Free PSA PSA < 2 PSA 2-4 PSA 4-10 PSA >10
10% Ann.DRE & Biopsi Biopsi Biopsi
PSA
11-26 Ann.DRE & Ann.DRE & Biopsi Biopsi
PSA PSA
> 26 % Ann.DRE & Ann.DRE & Ann.DRE & Biiopsi
PSA PSA PSA
Pemeriksaan radiologis :
-
Thoraks foto PA/lateral
-
IVP
-
USG abdomen
-
TRUS
-
Bone survey/scanning
-
CT scanning
-
MRI
bila diperlukan
Uretrosistoskopi :
Adanya kecurigaan invasi pada uretra, bladder neck, buli-buli
dilakukan uretrosistoskopi.
Staging Batasan
Stage A1 Fokal
Stage A2 Difuse
Stage B1 Tumor pd 1 lobus kurang dari 1,5 cm
Stage B2 Tumor pada 2 lobus lebih dari 1,5 cm
Stage C Ekstensi ekstrakapsuler ke lemak
periprostatik, bladder neck atau vesikula
seminalis
Stage C1 Invasi vesikula seminalis (-)
Stage C2 Invasi vesikula seminalis (+)
Stage D1 Metastase regional ke kel. Lymfe pelvik
atau hydronefrosis karena obstruksi
uretra
Stage D2 Metastase kelenjar jauh, tulang, paru,
liver dan jaringan lunak lain
Stadium :
Stage I : T1aG1
Stage II : T1aG2-4, T1-2 anyG
Stage III: T3 any G
Stage IV: T4 any G, any T with N1, any T any N M1
Terapi Ca Protat :
1. Organ confined Prostatic Cancer (St A & B/ < T2c) :
a. Surgery : Radical prostatectomy : Survival 85-90 %
b. Radioterapi : Ext Radiasi ( 6000-7000 cGy), Brachiterapi
(implantasi radioaktif)
Survival 65 – 90 %
c. Wachtfull waiting (progres 10 – 25 % dlm 10 thn)
= Lower grade, small volume, and Life expectancy < 10
tahun
2. Advanced Prostatic Ca:
a. Locally advanced disease : St C (T3NoMo)
External radiasi
Androgen Ablation
b. Metastatic disease/ Late prostatic Ca St D (T3N+M+)
Hormonal therapy
PROSTATEKTOMI RADIKAL
- Teknik suprapubik, insisi midline suprapubik sampai dengan 2 cm
di atas umbilikus membuang prostat, vesikula seminalis beserta
lymfedenektomi pelvik meninggalkan jaras syaraf vaskuler.
- Tehnik perineal, insisi mercy pada perineal membuang prostat,
vesikula seminalis, jaras syaraf vaskuler terpotong, insisi kedua
di atas untuk lymfedenektomi pelvik.
RADIASI EKSTERNA
Radiasi eksterna dengan rasdioterapi simulator (a.l :
Xymatron) baik untuk terapetik, adjuvan maupun paliatif.
Indikasi pada early prostatic Ca :
-
Localized Ca.
-
Life expectancy 7 – 10 thn
-
Bedah tidak suitable atau tidak mau
Dosis :
a. Low grade : 6000-7000 cGy kearah prostat.
b. High grade : 7000 cGy kearah prostat
5000 cGy area sekitar pelvik
Komplikasi EBRT :
Frekuency, urgency, nocturia, diarea (50%)
DE (14%), Cystitis (8%), striktur dan enteritis
KEMOTERAPI
Dengan sitostatika pd kasus hormonal resisten
PENGOBATAN PALIATIF
Terutama pengobatan bebas nyeri pada keganasan lanjut.
HORMONAL TERAPI
Orkhidektomi subkapsuler, dengan anestesi lokal infiltrasi ke
arah funikulus atau anestesi umum atau regional, insisi pada
raphe, dibuka rongga kanan kiri, buka tunika vaginalis keluarkan
isi testis dengan meninggalkan epididimis dan kapsul.
Medikamentosa :
- Estrogen, preparat DES dosis 3 mg/hari
- LH-RH agonis : leuprolide acetate, goserlin
- Antiandrogen : ketoconazole, flutamide
KOMBINASI ANDROGEN BLOKADE
Kombinasi antiandrogen dengan LH-RH analog atau
orkhidektomi
RADIASI EKSTERNA
- Stage A1, A2, B1 dimana lymfedenektomi hasil (-) radiasi pada
prostat saja dosis total 6400 cGy selama 6,5 minggu.
- Stage A2, B tanpa lymfedenektomi radiasi dengan dosis 4500
cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000
cGy selama 2 minggu
- Stage A2, B dengan lymfedenektomi hasil (+) area radiasi
diperluas sampai dengan Th 2 sampai L5 dengan dosis 4500
cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000
cGy selama 2 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (-) radiasi area pelvik
dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah
prostat saja 2000 cGy selama 2,5 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (+) radiasi area pelvik bila
kelenjar para aorta positif juga diradiasi dengan dosis 4500 cGy
selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2500 cGy
selama 2,5 minggu
- Stage D1 area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5
minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2000 cGy selama
2 minggu
TRAUMA GINJAL
Klasifikasi :
Klasifikasi Patologis:
1. Kontusio : hematoma subkapsuler kapsul intak
2. Laserasi minor : kortek parenchym ginjal rusak,
medulla & sistem kalisial intak
3. Laserasi mayor : kerusakan kortek s/d medulla atau
sistem kalisial
4. Trauma Vaskuler: oklusi atau ruptur vasa renalis
Bila urin bocor masuk rongga intra peritoneal ileus paralitik
Klasifikasi Patologis :
1. Trauma renal minor (85 %) grade I & II
2. Trauma renal mayor (15%)
3. Vasculer injury (1 %) blunt trauma
Late Pathologic Finding :
1. Urinoma :
-Perinefric renal mass
-Hidronefrosis
-Abcess formation
2. Hidronefrosis :
-Hematome/ekstravasasi urin fibrosis Hidronefrosis
3. Arteriovenous fistel jarang
4. Renal vascular hipertension.
Clinical Finding :
-Hematuria gross/ mikroskopis
Derajat hematuri tdk berkaitan dengan derajat trauma
-Flank pain
-Echimosis di flank
-Fraktur iga bawah
-Nyeri abdomen acut abdomen
-Teraba mass.
Langkah Dx/ Trauma Tumpul Ginjal
Trauma tumpul abdomen / pinggang
Multi trauma
DIAGNOSTIK
a) Anamnesa :
Keluhan, kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma
( mode of injury ), riwayat penyakit ginjal sebelumnya ( batu
ginjal, hidronefrosis, kista )
b) Pemeriksaan klinis :
Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah
atau adanya syok karena berkurangnya volume darah atau
cairan intravaskuler. Dicari apakah ada kerusakan organ lain
akibat proses rudapaksa yang dialami penderita.
Status Urologis :
Inspeksi : Dilihat apakah ada jejas, hematome, luka terbuka,
luka tusuk, luka masuk atau luka keluar akibat tembakan
didaerah perut bagian atas ( kiri atau kanan ), pinggang
(kanan atau kiri) Dicari apakah ada gross hematuria.
Palpasi : Dicari apakah ada tanda patah tulang iga 12, dan
tanda penumpukan darah didaerah ginjal. Biasanya ditemui
adanya nyeri tekan ataupun nyeri ketok pada daerah ini.
Auskultasi : Pada kasus dimana sudah terjadi inhibisi cairan
dari retroperitoneal kedalam rongga peritoneal biasanya
ditemui tanda ileus paralitik.
1. Eksplorasi emergensi
A. Persiapan Pra Bedah gawat darurat. :
- Melakukan resusitasi kardio-pulmonal, agar optimal untuk
pembedahan emergensi
- Mempersiapkan kebutuhan cairan dan darah yang
dibutuhkan untuk pembedahan
- Memasang kateter uretra
- Melakukan informed consent
E. Nefrektomi
Pada tindakan nefrektomi parsial (atas atau bawah),
sebaiknya dilakukan ligasi arteri segmental terlebih dulu
Kalau diputuskan untuk melakukan nefrektomi total
tindakan diawali dengan memasang klem hilus, kemudian
nefrektomi dan kemudian dilakukan double ligasi pada
arteri dan vena renalis secara terpisah dengan benang
sutera No. 1
2. Terapi Konservatif
DIAGNOSIS
a. Anamnesa :
Keluhan utama :
- nyeri didaerah supra simphysis
- kencing darah atau bercampur darah
- tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Anamnesa kausal :
- instrumentasi didaerah urethra buli-buli
- Riwayat trauma/ fr. Pelvis
- Hematri, Anuria
- Infiltrat urin prevesikal
- Trauma perut bawah pd keadaan buli penuh
b. Pemeriksaan klinis :
1. Status umum : Tensi, nadi, respirasi (ingat ABCD, karena
biasanya disertai dgn trauma ditempat lain)
2. Status urologi :
Inspeksi :
- adanya jejas didaerah symphysis atau pelvis
- kwalitas urine yang keluar ( hematuria )
- abdomen distended bagian bawah (supra simphysis)
Palpasi
- nyeri tekan di supra simphysis / abdomen bawah
abdomen tegang (peritonismus)peritoneal iritasi,
jejas/riwayat trauma
- buli-buli tak teraba (kosong)
- terdapat infiltrat urine di daerah prevesikal
- tidak dapat kencing
- gross heaturia
- RT : landmark tdk dpt dibedakan hematom luas
c. Pemeriksaan laboratorium :
Sedimen urin
Darah lengkap
RFT, LFT, FH
Kultur urin
d. Pemeriksaan radiologis :
- Foto polos abdomen dan sistografi
- IVP (bila juga dicurigai ada trauma di upper tract dan vital
sign-nya stabil
- Foto thoraks
e. Pemeriksaan penunjang :
- Test buli-buli :
Masukkan PZ 300 cc melalui kateter perurethra, kemudian
keluarkan lagi bila jumlah yang keluar lebih sedikit trauma
buli-buli.
- Sistoskopi
Terapi :
Diversi urin harus adekuat
Drainage urin dari prevesikal area
Jahit ruptur buli
Pada ruptur intraperitoneal : - Eksplorasi laparatomi
- Bladder repair
TEKNIK OPERASI
- Beri profilaksis antibiotika (ampisili 2 gr) sebelum operasi (bila
ada hasil kultur urin, profilaksis sesuai kultur).
- Pasang foto sistografi (bila ada) pada kotak cahaya
- Setelah dilakukan anesthesi, baik regional ataupun general
penderita diletakkan dengan posisi terlentang.
- Desinfeksi (dengan larutan povidon iodin 10%) didaerah paha
atas, skrotum, penis sampai di processus xyploideus.
- Pasang duk kecil dibawah skrotumnya
- Persempit lapangan operasi dengan duk steril
- Insisi kulit midline 10 cm, lapis demi lapis dan rawat
perdarahan
Urofarmakologi
Nama obat Pengaruh SS otonom Pengaruh
pd SSS SSPS pd miksi
Efedrin Ret. Urin
Imipramin Ret. Urin
Fanilefrin Ret. Urin
Amfetamin Ret. Urin
Metamfetamin Ret. Urin
Klinefelter’s syndrome :
Fost common form of primery hypogonadism and infertility in males.
Cromosome : 47,XXY
Incidence Ca mamma 20 x lebih tinggi
Delay in the onset of adolescence
Hialinisasi dan fibrosis tubulus seminiferus >>>
FSH >> dan Testosteron <<
Terapi androgen replacement :
- Testosteron 50 – 100 mg / i.m./montly.
True Hermafrodism
Ambigius genetalia
Cromosome : 46,XX (60%) atau 46,XY (20%).
Ovotestis in the inguinal region or labioscrotal folds
Criptorchidism and hipospadia are often
Female Pseudohermaphroditism.
Normal ovaries with ambigius external genetalia.
Mascullinization
Congenital adrenal hperplasiaautosomal recessive
Male Pseudohermaphroditism.
Have testis, but external genetalia not completely masculinized.
Causa : -Defect in testicular differentiation
-Kegagalan sekresi testosteron
-Faillure of target tissue response to testosterone or
dihidrotestosteron
-Kegagalan konversi testosterone menjadi
dihidrotestosteron.
Definition
Hypospadias may be defined classically as an association of three
anatomical anomalies of the penis that is :
1. an abnormal ventral opening of the urethral meatus which can be
located anywhere on the ventral aspect of the penis (the urethral
meatus may appear narrow, but is only exceptionally stenotic);
2. an abnormal ventral curvature of the penis (chordee);
3. an abnormal distribution of the foreskin around the glans with the
ventrally deficient hooded foreskin.
Looking carefully at these anomalies, hypospadias might be defined
as an atresia of the ventral radius of the penis. The corpus
spongiosum distal to the ectopic urethral meatus is atretic and is
one of the major factors of the penile chordee; the frenular artery is
always missing, even when the foreskin is intact, and in some rare
cases the ventral aspect of the corpora cavernosum is also atretic.
The aetiology of the poor development of the ventral tissues of the
penis is unclear; impaired hormonal production or receptivity,
genetic disorders or vascular anomalies have been suggested but
never confirmed, although the anomaly may have an increased
incidence in members of the same family.
Hypospadias cripple.
These usually require a complete revision of the repair. The urethral
plate, even when scarred, may be preserved in many cases and an
onlay buccal mucosal graft performed. When the tissues are too
scarred, a complete excision of the previously reconstructed urethra
is required and a tubular urethroplasty using buccal or bladder
mucosa is then recommmended.
Current techniques used by paediatric urologists. Paediatric
urologists tend to use single-stage procedures, which are usually
performed when the patient is 18-24 months of age.
Glanular hypospadias
MAGPI, described by Duckett in 1981, is not an advancement of the
meatus but a reshaping of the glans, which gives the illusion that
the urethral meatus has been moved to the tip of the penis. The
MAGPI
Mathieu
Onlay urethroplasty
The transverse preputial island flap technique
The Yelsnar procedure
Complications
These modern techniques should give :
Trias Hipospadia :
1. Letak OUE lebih proximal
2. Ada chordae penis bengkok.
3. Preputium bagian ventral minimal/ tidak ada, bagian dorsal
berlebihan.
Operasi hipospadia :
Usia 1 tahun chordektomi.
Usia 1,5 tahun rekonstruksi uretrae
Kalau terjadi fistel + 6 bulan lagi. fistulektomi.
TUJUAN EVALUASI:
1. Membuktikan benar tidaknya keluhan
2. Membedakan impotensi organik/
psikogenik.
3. Menentukan diagnosa etiologi dan
faktor penyebab.
4. Menentukan cara terapi
5. Evaluasi hasil terapi pasien dan pasangannya.
Pemeriksaan :
1. ANAMNESA :
- Lengkap, detail dan teliti
- Aspek seksual, medis, bedah psikis dan kebiasaan.
2. FISIK DIAGNOSTIK :
Sistematis dan menyeluruh
3. LABORATORIUM :
- DL, UL, RFT, Kadar gula darah, Hormonal.
4. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. NPT test
b. Test tekanan darah penis dan penobrachial indeks (PBI)
c. Test farmakologi
d. Kavernosometri & kavernosografi
e. Arteriografi
f. Test konduksi saraf dan cetusan potensial
TERAPI IMPOTENSI:
1. PSIKO/SEKS TERAPI
Bila penyebabnya psikogen
2. MEDIKAMENTOSA
a. Substitusi androgen
b. Yohimbine hidrochloride
c. Farmakologi intra kavernosa :
- Papaverine HCL
- Papaverine Phentolamin
- PGE1
Insiden priapismus (ereksi > 6-8 jam) :
- Papaverine 9,5%
- Papaverine phentolamin 5,3%
- PGE1 2,4%
Penanganan :
- Aspirasi darah 90 - 150 cc
- Injeksi intra kavernosa adrenergik
- Shunting dengan winter
3. PEMBEDAHAN
a. Vaskuler
b. Pemasangan penis protesa
PROTOKOL IMPOTENSIA
Kunjungan I :
Anamnese
DP : vital sign, GE, Pulsasi a. femoralis, poplitea, daan
dorsalis peddis
LAB : RFT, BSN/2J PP, Testosteron, Prolaktin.
Kunjungan II :
PASANGAN INFERTIL :
Tidak punya anak setelah satu tahun perkawinan
Tanpa kontrasepsi
Koitus dengan frekwensi normal
Etiologi :
PRE TESTIKULAR : - Endokrinopati
- Sexual
dysfunction
TESTICULAR : - Kriptorkismus
- Orkhitis
- Obat-obatan
- Infeksi
- Varikokele, dll
POST TESTIKULAR :
1. Gangguan ejakulasi :
- Volume turun s/d (-)
- Retrograd
- Volume meningkat
2. Obstruksi :
- Vasektomi
- Trauma
- Infeksi, dll
ANAMNESA :
- Lama perkawinan / frekwensi koitus / potensi / libido
- Penyakit-penyakit sebelumnya
- Penggunaan obat-obatan / radiasi / daerah testis
Fisik :
- Tanda-tanda seks sekunder/ginekomasti
- Penis : hypospadia / Chorrdae, dll
- Testis : N = 2,5 x 4,5 cm
- Lebih baik Orchidometer
- Epididimis / vas deferens
- Varicocele
Analisis semen
- Tiga hari abstinensi
- Pemeriksaan min. 2x (interval 2 mg - 3 bln)
- Volume : 1,5 - 5,3
- Densitas
- Motilitas
- Morfologi
Pemeriksaan lain :
-
Test penetrasi in-vitro
-
Test penetrasi in-vivo
-
Test fertilasi in-vitro (dengan telur harmster)
-
Test immunologik
-
Pemeriksaan hormonal :
-
FSH, LH, Testoteron, Prolaktin, Thiroid
Terapi :
1. MEDIKAMENTOSA
- Manipulasi hormon gonadotropin, FSH, LH
- Macam : Clomiphen
HCG
Bromocriptin
Testosteron
Simphatominetik
Kortikosteroid
2. PEMBEDAHAN
- Vasoligasi vena spermatika interna
- Vaso-vasostomi & Vaso epidimostomi
3. INSEMINASI ARTIFISIAL
- Menggunakan sperma suami
- Menggunakan sperma donor
4. VERTILISASI IN-VITRO
Bayi tabung
Prinsip : induksi ovulasi -- pengambilan ovum -- persiapan
sperma -- inkubasi ovum dan sperma dalam media -- transfer
embrio ke dalam uterus.
5. KONSELING
- Penjelasan yang hati-hati dan sabar
- Alternatif adopsi
Prinsip ART :
1. Sperma dibuat mudah masuk ruang perivitelin
2. Meng-injeksi sperma kedalam ruang perivitelin / ooplasma
Teknik ART :
1. PZO (Partial Zona Dissection). Membuat celah pada zona
pellucida.
Cara : Oosit Enzim Hialurudinase (menghilangkan
humulus. diletakkan dalam kulturmsukrosa hipertonik
ooplasma mengkerut dan ruang perivitelin membesar robek
dengan jarum. Masih perlu sperma 500 ribu – 1 juta. Fertilitas
79 %.
2. SUZI ( SubZonal Insertion).
Perlu 50 ribu sperma
Caranya seperti PZO, tapi tidak dirobek. Langsung ditusuk
jarum dan injeksi sperma 1 – 50 sperma.
3. ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).
Cara : 1 spermatozoa 1 sel telur
Hypogonadotropic
hypogonadism
I. Absent Ejaculation
1. Drugs
2. Surgery
3. Vascular occlusion
4. Diabetes mellitus
5. Psychologic disturbances
II. Azoospermia
1. Seminiferous tubular sclerosis
a. Klinefelter's syndorma
b. Chromatin-negative Klinefelter's syndorma
2. Germinal aplasia
a. Idiopathic
b. Drug/radiation exposure
c. Klinefelter's syndorma with mosaicism
d. XYY syndroma
3. Maturation arrest
a. Idiopathic
b. XYY syndroma
c. Varicocele
4. Ductal obstruction
5. Endocrinopathy
III.Oligospermia
1. Idiopathic
2. Cryptorchidism
3. Varicocele
4. Systemic Infection
5. Endocrinopathy
IV. Normal but Infertile
1. Gynecologic abnormality
2. Abnormal coital habits
3. Acrosomal defects
4. Immunologic
5. Unexplained
V. Asthenospermia
1. Spermatozoal structural
2. Prolonged abstinence
3. Idiopathic
4. Genital tract. Infection
5. Antisperm antibodies
Tranfusi :
- PRC : 4 x x BB = cc max / hari = 10 cc/kg BB
- WB : 8 x x BB = cc
- Tranfusi Albumin / hari : max : 1 gr / kg / x
Dalam gram : x BB x 80 / 100 x 1 grm
Dalam % : 20 % = x (BB x 80 / 20) x 1 cc
25 % = x (BB x 80 /
25) x 1 cc
- Plasma (3%) : 100/3 x a x 1 cc
max : 20 cc / kg/ x
Hb toleransi :
Hb : 8 grm/ dL
Ht : 25 %
Alb : 2,5 grm/ dL
Tranfusi Plasma :
Indikasi :
1. Koreksi defisiensi faktor pembekuan
2. Koreksi defisiensi Ig heriditer.
3. Koreksi hipovolemia karena plasma leakage (DHF)
No. 1 dan 2 dosis : 1 jam I = 10 cc/ kg BB/ jam
jam
berikutnya : 1 cc/ kg BB/ jam
No. 3 dosis : 10 - 20 cc/ kg BB
Dopamin :
1. Dosis rendah(CVP dbn, TD ): 2 micro-grm/kg BB/mnt
JEF & GWK 153
u/ meningkatkan flow rate pre renal
mengaktifkan reseptor dopaminergic
vasodilatsi renal vascular diuresis
adrenergik efek minimal
2. Dosis sedang (CVP , TD , urine ) : 2 - 8 micro-grm /kg BB /
mnt
u/ meningkatkan tensi
stimulasi beta-1 HR , CO
3. Dosis tinggi : 8 – 20 micro-grm/ kg BB/mnt
stimulasi alfa-1
retensi perifer
GFR
Cara membuat sediaan :
1 ampul dopamin = 200 mg
200 mg dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%
1 cc = 200 / 500 = 0,4 mg
1 cc = 400 micro-grm
20 tts = 400 micro-grm
1 tts = 400 / 20
= 20 micro-grm
Bila BB = 50 kg
Dosis kecil = 2 micro-grm x 50 /mnt
100 micro / mnt 100 / 20
= 5 tts / mnt
Dobutamin :
- Selektif beta-1 agonis
- CO , efek inotropik lebih baik
- Retensi perifer sedikit
- T, RBF, aliran darah mesenterik
Dossage :
1 ampul = 250 mgr = 20 cc
Dosis awal : 0,5 micro-grm /kgBB/mnt
Cardiogenik syok 2 – 10 micro-gr /kg/mnt
Range dose : 2 – 20 micro-gr /kg/ mnt
Cara membuat sediaan :
250 mgr dalam 250 cc D5 atau PZ
AR DS:
1. Fase I :
- Gangguan perfusi dan metabolisme
- Ronkhi basah
- Foto normal
2. Fase II :
- Foto tampak kelainan
- Hipoksemia tak dpt diperbaiki dgn cara biasa respirator
3. Fasse III :
- Hipoksemia kuat
- Foto tanda udem paru (infiltrat difuse)
4. Fase IV : - Cardiac aritmia
- Sepsis
Tingkat dehidrasi :
Cairan hilang % BB Gejala klinis
A. Ringan (< 5 % BB) Irritable, bibir kering, kulit hangat &
kemerahan, turgor sedikit , rasa haus.
B. Sedang (10 % BB) Gelisah , mata cekung, tek. Intraoculer ,
demam, pucat, turgor , demam ,
takikardi, ubun cekung, oliguri.
C. Berat (> 15 % BB) Apatis / somnolent, hipotonia, mata
cekung , tek. Intra oculer jelas turun,
pucat/ cianosis, turgor , hiperpireksia,
kkejang, nadi lemah , ubun sangat
cekung.
Pemberian NPE :
A. Kurang dari 5 hari :
hari I RD5 : D5 = 2 : 3 ( =500 kcal)
hari II & III RD5 : D10 = 2 : 3 (800 kcal)
hari IV & V RD5 : D20 = 2 : 2 (1000 kcal)
5. GCS
14 - 15 :5
11 - 13 :4
8 - 10 :3
5-7 :2
3-4 :1
<3
:0
Score : 1 - 16
Bila trauma score 9 harapan hidup 9/16 x 100 %
Koreksi elektrolit :
Kalium Normal : 3,5 - 5 meq/L
Kebutuhan : 1 - 2 mg/ kg/ hari
Defisit K+ x BB
K+= ------------------------ x cc
10
Cara masuk masukkan koreksi (KCl 15 %) dlm drip D5
dengan monitor EKG.
Indikasi koreksi kalium bila K < 2,5
Defisit x BB
BE = -----------------------
3
Step :
1. Evaluasi pH :
- Low asidosis – primery lesion
- High alkalosis – primery lesion
- Normal normal/ mixed
2. Evaluasi [HCO3-] :
- High metabolik alkalosis
- Low metabolik asidosis
3. Evaluasi pCO2 :
- High (hipercapnia) respiratori asidosis
- Low (hippocapnia) respiratori alkalosis
4. Combine information :
- pH : Low asidemia
- [HCO3-] : Low metabolik acidemia
- pCO2 : Low respiratori alkalosis
overall penderita acidemia dgn lesi primer metabolik asidosis
dengan proses kompensasi respiratori alkalosis.
Metabolik alkalosis :
-Retensi HCO3-
-Loss H+ >>
Causa :
Loss H+ GIT : muntah >>
Renal Loss H+ : -Minerallocortikoid excess
- Hipoparathiroid
Retensi Bicarbonat :
- Pemberian NaHCO3 >>
- Tranfusi masif
Gangguan Asam Basa mempengaruhi distribusi K+
Asidosis K+ keluar sel Hiperkalemia
Alkalosis K+ masuk sel Hipokalemia
Metabolik Asidosis
- Prod. H+ >>
- Ekskresi H+ <<
HCO3 -
Ada 2 macam :
1. Anion gap meningkat
2. Anion gap normal.
Anion Gap : Perbedaan antara Na serum dan jumlah Cl +
bicarbonat.
Bila Anion gap (>14 mEq/lt) berarti terjadi penambahan
asam : RF, Ketoasidosis, laktic acidosis
Bila anion gap normal (12 mEq/lt) berarti kehilangan
bicarbonate dengan retensi cloride : RTA, Urinari diversion,
pangkreatic fistel, diarhea.
Causa :
Produksi asam organik >> :
Ketoasidosis diabetik
Sepsis, Shock, Perfusi
Obat-obatan
Kegagalan mekanisme ekskresi Ren :
Oliguri ARF
CRF
Renal Tubular Asidosis
Bicarbonat Loss >>> :
GE, Fistel pangkreas
Gx/ :
- Aritmia, Lemah otot
- ECG : peak T wave, flat P wave, QRS melebar
Terapi :
a. Acut :
*Gluk hipertonik(D40%) + 10 - 20 UI RI.
Cont. :
Hiperkalemia 7, 8 meq di terapi dgn cara :
D40 % 25 cc + 2 unit insulin I.V. ( boleh 2 x dgn jarak 1
jam, diantaranya diberi Kalium glukonas)
Comprehensive Urologi :
- 10 IU RI + 50 cc D50% i.v. ~ > 5 menit
- 250 mg furosemid / i.v > 30 menit
- Kayexalate 60 gr/ oral – eks mll GIT
*Clsium glukonas (10 %) : 10 - 20 cc / iv (cardioprotector)
*Dialisis
*Sodium bicarbonat “ 50 - 100 mEq/ iv
*Pemberian elektrolit :
Defisit + kebutuhan /hari = ………/ 24 jam
Defisit = Elekt Normal - elektrolit yg ada x BB x 0,6 meq
b. Cronik :
- Diet rendah K
Tiap perubahan pH 0,2 menimbulkan perub. K = 1 mEq
Kenaikan 3 mEq Na. serum defisit air 1000 cc
Terapi :
* NaCl 3 % , kec. infus : 1 mEq/L/hari (max)
* Infus PZ / RL
Defisit x BB
Natrium : ----------------------- x cc
12,5
½ : drip, dan ½ lagi bolus.
Atau:
Na defisit = 0,6 x LBW x (140 - Na+)
glukose BUN
P osm = 2 x [Na+] + ------------- + -------
18
2,8
glukose
Efektif P osm = 2 x Na+ + -----------
18
Na+ + K+
Plasma Na+ = -------------------
TBW
Pada hiperglikemia :
Setiap kenaikan glukosa 62 mg/dl akan menurunkan Na : 1 meq/lt
akibat perpindahan air dari sel ke ektra sel
Hiperglikemia P osm meningkat, Na menurun
Hipernatremia :
Water defisit (lt) = 0,5 x LBW x (Na/140 -1)
pH turun 0,1 K+ naik 0,5 meq/lt
Acidemia H+ plasma meningkat masuk intra sel
K+ keluar hiperkallemia
Spinal Shock :
- Fungsi sensoris
- Fungsi motorik
- Fungsi reflek
Fungsi tersebut hilang dibawah lesi
klinis : reflek (-), paraplegi , flakcid
Bowel sterilisasi :
a. Medikamentosa :
Kanamicin = 3x500 mg 3 hari pre op.
Neomicin 4 x 500 mg 2 hari
Metronidazol 3 x 750 mg 2 hari
Tetraciklin 4 x 250 mg 2 hari
Klindamicin 3 x 450 mg 2 hari
b. Mekanik :
- Laxan : bisacodyl
- Lavement : gliserol
Bubur rendah serat 3 hari
Lavament atas dan bawah
Paralytik Ileus :
Klinis :
1. Muntah ( >> isi lambung)
2. Abdomen distended (central) BAB (-)
3. Flatus (-)
4. Bising usus (-)
5. Perkusi tympani
6. Takhikardi
7. hipotensi
BOF :
- Usus distended
Tx/
- Konservatif : - Infus
- NG tube
Cegah adesi usus dengan :
Dextran & gelatin yg telah dimodifikasi
Perlekatan : penyembuhan usus dari dalam
penyembuhan kulit dari luar
Penyembuhan luka :
Hemostasis Hemodinamik
Inflamasi tidak
stabil
stabil
Proliferasi
Remodeling
Peritonitis : Evaluasi
10 cc / kg
ulang
BB
Klinis : - nyeri abdomen
PRC
- mual, muntah
- febris
- perut : distensi, kaku dan nyeri tekan
- bising usus mula-2 meningkat kmd Observasi
Operasi
turun
TakStabil
Stabil
- hipotensi shock
Lab. :
- leukositosis (DL)
- elektrolit bervariasi
- metabolik acidosis Evaluasi
Operasi
ulang
Pre operasi :
- infus (hartman Sol)
- NGT & DK
- AB : ampi, genta, metro
Nadi Tensi RR
Infant 160 80 40
Preschool 120 90 30
Adolescen 110 100 20
Pemberian cairan.
Neonatus :
hari I : 60 - 80 cc/ kg BB
hari II : 80 - 100 cc/ kg BB
hari III dst : 100 cc/ kg BB
Bayi dan Anak :
0 - 10 kg 4 cc/ kg BB/ jam atau 100 cc/ kg BB/ hari
10 - 20 kg 40 cc , u/ tiap kenaikan / kg + 2 cc/ kg
atau 1000 cc + 50 cc/ kg BB/ hari.
> 20 kg 60 cc, u/ tiap kenaikan/ kg + 1 cc/ kg
atau 1500 cc + 20 cc/kg BB/ hari
Transfusi :
Tanpa perdarahan PRC :10 cc /kg /hari (sebelumnya tes lasix 1
cc/kg/IV)
Ada perdarahan harus WB -- sesuai jumlah perdarahan
Post tranfusi : Kalsium glukonas (IV) : 1 cc / 100 cc darah yg
masuk .
Lavement PZ 10 cc / kg BB / hari / 2 kali