sebagai bintang yang memiliki lima sudut dengan warna latar belakang berwarna hitam. Bunyi sila kelima adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila Pertama – Ketuhanan Yang Maha Esa
Gambar bintang pada simbol Pancasila sila
pertama memiliki arti sebagai sebuah cahaya, yaitu cahaya rohani yang dipancarkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Kelima cahaya rohani tersebut mewakili agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha.
Warna hitam pada latar belakang Bintang
tersebut melambangkan warna alam.
Berdasarkan Ketetapan MPR NO II/MPR/1978
butir – butir pengamalan pancasila sila pertama – Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sebagai berikut. 1.Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 2.Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut- penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. 3.Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 4.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. Sila Kedua – Rantai Arti lambang Pancasila untuk sila kedua adalah mata rantai emas berbentuk lingkaran dan persegi yang saling berkaitan hingga membentuk suatu lingkaran. Bunyi sila kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mata rantai segi empat merupakan lambang laki-
laki dan mata rantai bulat melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkaitan pada simbol tersebut melambangkan hubungan setiap manusia, dimana laki-laki dan perempuan saling membutuhkan. Persatuan ini akan menghasilkan hubungan yang kuat seperti rantai.
Simbol sila kedua ini menunjukkan bahwa
hubungan antar individu di masyarakat Indonesia dilakukan secara adil dan beradab. Tidak ada perlakuan khusus antara laki laki atau perempuan. Tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin. Tidak memandang perbedaan suku, agama, atau ras. Sehingga hubungan masyarakat secara keseluruhan menjadi lebih kuat.
Berdasarkan Ketetapan MPR NO II/MPR/1978
butir – butir pengamalan pancasila sila kedua – Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sebagai berikut 1.Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. 2.Saling mencintai sesama manusia. 3.Mengembangkan sikap tenggang rasa. 4.Tidak semena-mena terhadap orang lain. 5.Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. 6.Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 7.Berani membela kebenaran dan keadilan. 8.Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat- menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain
Sila Ketiga – Pohon Beringin
Simbol sila ketiga dari Pancasila adalah Pohon
Beringin yang memiliki akar dan sulur. Bunyi Sila ketiga dari Pancasila adalah Persatuan Indonesia
Simbol sila ketiga berupa pohon beringin
mengandung makna Pancasila merupakan tempat berteduh atau berlindung bagi seluruh rakyat Indonesia. Sulur dan akar pada gambar pohon beringin merupakan lembang keberagaman suku bangsa di Indonesia.
Sehingga, arti lambang pancasila sila ketiga
dapat diartikan sebagai tempat berteduh yang aman dan nyaman untuk keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Semua suku bangsa bersatu dan berlindung di bawah Pancasila. Berdasarkan Ketetapan MPR NO II/MPR/1978 butir – butir pengamalan pancasila sila ketiga – Persatuan Indonesia adalah sebagai berikut. 1.Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 2.Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. 3.Cinta Tanah Air dan Bangsa. 4.Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia. 5.Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber – Bhinneka Tunggal Ika.
Sila Keempat – Kepala Banteng
Simbol keempat dari Pancasila adalah Kepala
Banteng. Bunyi sila keempat merupakan sila dengan bunyi terpanjang dari sila lainnya dalam Pancasila. Dan bunyi Sila keempat Pancasila adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Banteng adalah hewan yang mempunyai jiwa
sosial. Banteng suka berkumpul dengan sesamanya sehingga kelompok banteng menjadi semakin kuat. Dengan berkumpul dengan sesamanya, banteng dapat terhindar dari terkaman hewan pemangsa.
Sehingga, simbol kepala banteng dapat dimaknai
bahwa rakyat Indonesia merupakan makhluk sosial yang suka berkumpul dan bermusyawarah untuk bermufakat dalam mengambil suatu keputusan.
Singkatnya, simbol kepala banteng merupakan
simbol bahwa segala keputusan yang diambil adalah hasil musyawarah dan mufakat bersama
Berdasarkan Ketetapan MPR NO II/MPR/1978
butir – butir pengamalan pancasila sila keempat – Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. adalah sebagai berikut. 1.Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. 2.Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. 3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 4.Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan. 5.Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah. 6.Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 7.Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Sila Kelima – Padi dan Kapas
Simbol kelima dari Pancasila adalah padi dan
kapas. Bunyi sila kelima dari Pancasila adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Arti lambang pancasila untuk sila kelima
melambangkan kebutuhan dasar semua manusia untuk hidup, yaitu kebutuhan akan pangan dan sandang.
Kebutuhan pangan disimbolkan sebagai padi dan
kebutuhan sandang disimbolkan sebagai kapas. Adanya simbol kelima dari Pancasila menunjukkan bahwa kemakmuran suatu bangsa dapat tercapai melalui kebutuhan pangan dan sandang.
Simbol sila kelima dari Pancasila menjadikan cita
– cita yang harus dipenuhi untuk mewujudkan kemakmuran bangsa.
Berdasarkan Ketetapan MPR NO II/MPR/1978
butir – butir pengamalan pancasila sila kelima – Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah sebagai berikut. 1.Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong. 2.Bersikap adil. 3.Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4.Menghormati hak-hak orang lain. 5.Suka memberi pertolongan kepada orang lain. 6.Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. 7.Tidak bersifat boros. 8.Tidak bergaya hidup mewah. 9.Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. 10. Suka bekerja keras. 11. Menghargai hasil karya orang lain. 12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial Garuda[sunting | sunting sumber]
Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang
sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan. Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain: o 17 helai bulu pada masing-masing sayap
o 8 helai bulu pada ekor
o 19 helai bulu di bawah perisai atau pada
pangkal ekor o 45 helai bulu di leher
Perisai[sunting | sunting sumber]
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal
dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat. Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut[4]: 1.Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam[5]; 2.Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah[6]; 3.Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih[7]; 4.Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[8] di bagian kanan atas perisai berlatar merah[9]; dan 5.Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih. Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika[sunting | sunting sumber]
Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram
sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda- beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.