1765 Chapter II PDF
1765 Chapter II PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1
Karakteristik Pesawat Terbang
1 < 800 m
2 800 - 1200 m
3 1200 - 1800 m
4 > 1800 m
Tabel 2.2
Aerodrome Reference Code (Kode Angka)
B 15 - 24 m 4.5 - 6 m
C 24 - 36 m 6-9m
D 36 - 52 m 9 - 14 m
E 52 - 60 m 9 - 14 m
Tabel 2.3
Aerodrome Reference Code (Kode Huruf)
Kode tersebut berupa kode huruf dan kode angka yang didapat dari
ARFL, wing span, dan outer main gear wheel span masing-masing
pesawat rencana.
• Landasan Bersilangan
Landasan ini mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah
berlainan, berpotongan satu sama lain.
• Landasan V Terbuka
Landasan dengan arah divergen, tetapi tidak saling berpotongan.
No A B C D E
1 18 m 18 m 23 m - -
2 23 m 23 m 30 m - -
3 30 m 30 m 30 m 45 m -
4 - - 45 m 45 m 45 m
Tabel 2.4
Lebar Minimal Perkerasan Struktural Berdasar Kode Landasan Pacu
Kriteria 1 2 3 4
Tabel 2.5
Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Standar ICAO
A 2,0 %
B 2,0 %
C 1,5 %
D 1,5 %
E 1,5 %
Tabel 2.6
Standar ICAO dalam Kemiringan Melintang Landasan Pacu
Grafik 2.1
Menentukan nilai Exit Rating berdasarkan FAA
Tabel 2.7
Penggolongan Pesawat Terbang untuk cara-cara Kapasitas Praktis
Dari nilai exit rating yang keluar dan campuran kelas pesawat yang
didapatkan, maka kapasitas operasi per jam dari runway pada kondisi VFR
(Visual Flight Rules) dan pada Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dapat
ditentukan. Kapasitas per jam dapat dilihat pada Grafik 2.2 dan Grafik 2.3
berikut :
Grafik 2.2
Kapasitas per jam landas pacu tunggal dalam kondisi VFR
untuk operasi-operasi campuran (FAA)
Grafik 2.3
Kapasitas per jam landas pacu tunggal, landasan pacu sejajar
berjarak rapat dan landasan pacu – V terbuka dalam kondisi IFR (FAA)
Karena campuran sebenarnya ini berbeda dari yang diberikan pada bagan
kapasitas, maka harus digunakan grafik untuk mendapatkan campuran
interpolasi. Grafik interpolasi tersebut dapat dilihat dengan Grafik 2.4
berikut :
Grafik 2.4
Interpolasi pesawat kelas C dengan pesawat kelas B Ekivalen (FAA)
Perkerasan Rigid R
Perkerasan Fleksibel F
Tabel 2.8
Pengkodean Berdasarkan Tipe Perkerasan
Tinggi 13% A
Menengah 8 % - 13 % B
Rendah 4%-8% C
Sangat Rendah 4% D
Tabel 2.9
Pengkodean Berdasarkan Daya Dukung Subgrade
Tabel 2.10
Pengkodean Berdasarkan Tekanan Ban Maksimum
Tabel 2.11
Pengkodean Berdasarkan Metode Evaluasi
Contoh :
Misal, diketahui nilai PCN = 33, jenis perkerasan lentur, daya dukung sub
grade rendah, tekanan ban maksimum dibatasi sampai 1 MPa, dan metode
evaluasi yang digunakan adalah evaluasi teknis.
Maka penulisan nilai PCN adalah : PCN 33 F/C/Y/T
Tabel 2.12
Tabel 2.13
18 m 4
23 m 6
30 m 8
45 m 12
60 m 16
Tabel 2.14
< 90 m 1
900 m - 1200 m 2
1200 m - 1500 m 3
1500 m - 2100 m 4
> 2100 m 6
Tabel 2.15
Y = a + bx
ditaksir dari sampel {(Xi,Yi) ; I = 1,2,3,…,n}
Penaksiran parameter a dan b garis regresi :
n∑ XiYi − (∑ Xi ) − (∑ Yi)
b=
n∑ Xi − ∑ Yi 2
2
a = Y – bX
Y = a + bX
50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100
Grafik 2.5
Kecenderungan Siklus Yang Meningkat
n n
∑x y = ∑
X Y − (∑ X )(∑ Y ) (∑ X 2 ) 2
∑x y = ∑ X2 −
2 2 2 2
2 2
n n
Y =
∑Y X1 =
∑X 1
X2 =
∑X 2
n n n
Dimana :
b0 = Y – b1X1 – b2X2
(∑ x2 ) 2 (∑ X 1Y ) 2 − (∑ X 1 X 2 )(∑ X 2Y )
b1 =
(∑ X 1 ) 2 (∑ X 2 ) 2 − (∑ X 1 X 2 ) 2
(∑ X 1 ) 2 (∑ X 2Y ) 2 − (∑ X 1 X 2 ))(∑ X 1Y )
b2 =
(∑ X 1 ) 2 (∑ X 2 ) 2 − (∑ X 1 X 2 ) 2
c. Korelasi
Korelasi membahas tentang hubungan antara variabel – variabel yang
terdapat dalam regresi, sehingga kedua analisis ini saling terkait satu
dengan lainnya. Koefisien korelasi merupakan ukuran untuk
mengetahui derajat hubungan pada data kuantitatif.
Secara umum, pengamatan yang terdiri dari dua variabel X dan Y.
Misal persamaan regresi Y = f(X) tidak perlu linear. Jika linear Y = a
+ bX. Apabila Y menyatakan rata – rata untuk data variabel Y, maka
kita dapat membentuk jumlah kuadrat total, JK tot = ∑(Yi - Y)2 dan
jumlah kuadrat residu, JK res = ∑(Yi – Y)2 dengan menggunakan
harga Yi yang didapat dari regresi Y = f(X).
I=
∑ (Y i − Y ) − ∑ (Yi − Y )
2 2
∑ (Y −Y)
2
i
Atau
JKtot − JKres
I=
JKtot
∑ (Y ) − ∑ (Y −Y)
2 2
2 i −Y i
r =
∑ (Y − Y )
2
i
n∑ X i Y − (∑ X i )(∑ Yi )
r=
(n∑ X i
2 2
)(
− (∑ X i ) n∑ Yi 2 − (∑ Yi )
2
)
r Intepretasi
0 Tidak berkorelasi
0.10 – 0.20 Sangat rendah
0.21 – 0.40 Rendah
0.41 – 0.60 Agak rendah
0.61 – 0.80 Cukup
0.81 – 0.99 Tinggi
1 Sangat tinggi
Tabel 2.16
Koefisien Korelasi
d. Ekstrapolasi Eksponensial
Dipergunakan untuk keadaan dimana variabel yang tergantung pada yang
lain, memperlihatkan suatu laju pertumbuhan yang konstan terhadap
waktu. Gejala ini sering terjadi dalam dunia penerbangan untuk proyeksi-
proyeksi tingkat kegiatan yang telah memperlihatkan kecenderungan-
kecenderungan jangka panjang meningkat atau menurun dengan suatu
persentase tahunan rata-rata. Hal ini dapat dihitung dengan rumus dasar :
Y = ab CX
200
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250
Grafik 2.6
Kurva Kecenderungan Eksponensial
2.6 Perkerasan
Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan
yaitu kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya
dukung yang berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa diatas sub
grade dan berfungsi untuk menerima beban diatasnya yang kemudian
mendistribusikan ke lapisan sub grade. Karena itu tiap-tiap lapisan dari atas ke
bawah harus cukup kekerasan dan ketebalannya, sehingga tidak mengalami
perubahan karena tidak mampu menahan beban.
Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau
bandar udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
a. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan sgregat yang
terdiri dari surface, base course dan sub base course. Lapisan tersebut
digelar diatas lapisan tanah asli yang telah dipadatkan.
b. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)
Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan
agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, dibawah
lapisan beton adalah sub base course yang telah dipadatkan dan ditunjang
oleh lapisan grade (tanah asli).
(Pk), tekanan roda (pk), luas kontak area (A), jari-jari kontak (r)
dan panjang jarak antar roda (p).
• Menentukan harga ESWL (Equivalent Single Wheel Load)
Untuk dapat mencari harga ESWL, dicari telebih dahulu harga
pengimbang, dengan menggunakan rumus :
A
r=
π
Dimana, r = Radius bidang kontak (inchi)
A = Luas bidang kontak (inchi2)
Dengan memasukkan harga pengimbang pada kedalaman yang
tertentu dalam Grafik 2.7 diperoleh nilai faktor lenturan.
DEPTH
Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 )
Grafik 2.7
Faktor Lenturan
Grafik 2.8
Faktor Pengulangan Beban
Tabel 2.17
% Tebal Departure
Annual Departure
25.000
50.000 104
100.000 108
150.000 110
200.000 112
Tabel 2.18
Perkerasan Bagi Tingkat Departure > 25.000
Grafik 2.9
Penentuan Tebal Perkerasan untuk Dual Wheel
surface dan lapisan base. Maka, tebal subbase sama dengan tebal
perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.
• Menghitung tebal perkerasan permukaan ( surface )
Tebal surface langsung dilihat dari Grafik 2.10 yang berupa tebal
surface untuk daerah kritis dan non kritis.
Grafik 2.10
Penentuan Tebal Base Course Minimum
LCN
E
S
W
L
TEKANAN RODA
Grafik 2.11
Hubungan Tekanan Roda dan ESWL
Grafik 2.12
Kurva Perencanaan Perkerasan Lentur Landasan
Grafik 2.13
Kurva Pengecekan Perkerasan Lentur Landasan
CBR
FAA
Tabel 2.19
Perbandingan Klasifikasi Tanah Subgrade CBR-FAA
• Waktu Konsentrasi
Nilai waktu konsentrasi dihitung dengan rumus :
tc = t0 + td
Dimana : tc = Waktu konsentrasi (jam)
t0 = Waktu masuk (jam)
3,64 x(1,1 − C ) x L 0
=
3
S0
C = Koefisien Run Off
L0 = Panjang saluran terjauh (m)
S0 = Slope lahan
∆h
=
L0
∆h = Beda tinggi (m)
td = Waktu aliran (jam)
Lsaluran
=
Vrencana
• Intensitas Hujan
Dihitung dengan rumus:
2
R ⎛ 24 ⎞ 3
I= ⎜ ⎟
24 ⎝ tc ⎠
Dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam)
R = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
tc = Waktu konsentrasi (jam)
• Debit Limpasan
Untuk menghitung debit limpasan air hujan digunakan rumus:
Q = Cgab . Cs . I . A
Dimana : Q = Debit air hujan (m3/detik)
Cgab = Koefisien Run Off
Cs = Koefisien Tanah
2tc
=
2tc + td
I = Intensitas hujan (m/detik)
A = Luas daerah tangkapan (m2)
• Kapasitas Saluran
Debit aliran suatu saluran dinyatakan sebagai hasil perkalian dari
kecepatan aliran dan luas penampang, yang dinyatakan dalam
persamaan Manning.
Persamaannya : Q = V . A
Dengan :
1 2 3 12
V= R S
n
dan
A
R=
P
Dimana : Q = Kapasitas saluran (m3/detik)
V = Kecepatan aliran di saluran (m/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
S = Kemiringan dasar saluran
n = Koefisien kekasaran Manning
R1 + R2 + R3 ..... + Rn
R=
n
di mana :
4
2 n
Gambar 2.1
Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung
A1R1 + A2 R2 + .... + An Rn
R=
A1 + A2 .... + An
A1 R1 + A2 R2 + .... + An Rn
=
Atotal
di mana :
1 2 A2
A1
n
3
An
A3
Gambar 2.2
Pembagian daerah dengan cara Thiessen
c. Metode Isohyet
Cara ini merupakan metode yang akurat untuk menentukan hujan
rata – rata namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini
memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap – tiap stasiun hujan.
⎛ R + R2 ⎞ ⎛ R + R3 ⎞ ⎛ R + Rn ⎞
A1 ⎜ 1 ⎟ + A2 ⎜ 2 ⎟ + ....... + An −1 ⎜ n −1 ⎟
__
⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠
R=
A1 + A2 + ....... + An −1
n
⎡ ⎛ Rn −1 + Rn ⎞⎤
∑ ⎢A n −1 ⎜
⎝ 2
⎟⎥
⎠⎦
__
R=
i =1 ⎣
n
∑A
i =1
n −1
di mana :
Gambar 2.3
Pembagian daerah cara garis Ishohyet
Periode ulang,
Peluang KT
T (tahun)
1,001 0,999 -3,05
1,005 0,995 -2,58
1,010 0,990 -2,33
1,050 0,950 -1,64
1,110 0,900 -1,28
1,250 0,800 -0,84
1,330 0,750 -0,67
1,430 0,700 -0,52
1,670 0,600 -0,25
2,000 0,500 0,00
2,500 0,400 0,25
3,330 0,300 0,52
4,000 0,250 0,67
5,000 0,200 0,84
10,000 0,100 1,28
20,000 0,050 1,64
50,000 0,020 2,05
100,000 0,010 2,33
200,000 0,005 2,58
500,000 0,002 2,88
1000,000 0,001 3,09
Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.
Tabel 2.20
Nilai faktor frekuensi KT dalam Nilai Variabel Gauss
__
Χ = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang
atau periode ulang dan tipe model matematik
distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang (tabel Nilai faktor frekuensi KT dalam
Nilai Variabel Gauss )
S = standar deviasi sampel
0,5
⎡ n ⎛ __ 2 ⎤
⎞
⎢∑ ⎜ Χi − Χ ⎟ ⎥
= ⎢ i =1 ⎝ ⎠ ⎥
⎢ n −1 ⎥
⎢ ⎥
⎣⎢ ⎦⎥
G = koefisien kemencengan
3
n
⎛ __
⎞
n∑ ⎜ log Χi − log Χ ⎟
i =1 ⎝ ⎠
=
(n − 1)(n − 2)s 3
Tabel 2.21
Nilai k untuk distribusi Log – Pearson III
d. Distribusi Gumbel
__ ⎛ Υ
Τ − Υn ⎞
Χ Τ = Χ + ⎜⎜ r ⎟*S
⎟
⎝ Sn ⎠
di mana :
⎧ Τ − 1⎫
ΥΤr = − ln ⎨− ln r ⎬
⎩ Τr ⎭
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,8898 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.
Tabel 2.22
Reduced Mean (Yn)
Tabel 2.23
Reduced Variate ( ΥΤr )
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,2260 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096
Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, 2003.
Tabel 2.5
Reduced Standard Deviation (Sn)