Perkembangan sosio kultural dan kemajuan Ilmu Kedokteran saat ini menuntut hubungan
dokter – pasien bukan lagi merupakan hubungan yang bersifat paternalistik tetapi menjadi
hubungan yang didasari pada kedudukan yang seimbang. Ketika dalam hubungan itu disertai
dengan
hak dokter untuk mendapatkan imbalan jasa dari pasien dan pasien bersedia memenuhinya
maka
hubungan itu menjadi hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak
yaitu
dokter dan pasien masing-masing diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan
yang
setara. Kedua belah pihak mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-masing
pihak harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain. Peranan tersebut
bisa
berupa hak dan kewajiban. Seluruh proses tersebut diatas berlangsung dan berlaku dalam
lingkup
Rumah Sakit.
Hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai bentuk
konsekuensi kewajiban profesi yang merupakan batasan atau rambu-rambu hubungan tersebut.
Kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip moral profesi, yaitu autonomy (menghormati
hak-hak
atau memperburuk keadaan pasien) dan justice (keadilan distribusi, meniadakan diskriminasi)
Sebagai salah satu konsekuensi dari hubungan profesionalisme tersebut maka secara tidak
langsung menyangkut masalah pembiayaan Jasa Medis, merupakan hal yang sangat sensitif.
bahwa perhitungan komponen jasa medis yang tidak proporsional berpotensi terjadinya
Mengingat penting dan sangat mendasarnya hal tersebut di atas, maka PB-IDI kembali
membentuk
Pokja Harmonisasi (Tarif) Jasa Medis Dokter (SK No 474/PB/A.4/06/2013 tanggal 19 Juni 2013)
tentang Tim Kelompok Kerja Harmonisasi Tarif Jasa Medis Ikatan Dokter Indonesia .Tugas utama
Pokja adalah menyusun Acuan (Tarif) Jasa Medis Dokter untuk semua tingkat pelayanan (primer,
sekunder & tertier). Acuan Jasa Medis ini diharapkan menjadi salah satu dasar perhitungan
dalam
menetapkan tarif keseluruhan jasa pelayanan sebagaimana yang dirancang dalam pembiayaan
BPJS
– Ina CBG’s. Tidak kurang pentingnya pula bahwa Acuan Jasa Medis ini merupakan dasar
perhitungan dalam mencapai kesepakatan besaran jasa medis yang akan diterima dan atau
diberikan antara Para Dokter dengan Direksi Rumah Sakit; di masing-masing Rumah Sakit.
vi
Esensi dari acuan jasa medis ini adalah pernyataan sikap para dokter anggota IDI bagaimana
selayaknya penghargaan terhadap tindak profesi yang dikonversi dalam bentuk nominal,
sekaligus
menunjukan bagaimana besarnya kontribusi profesi dokter untuk program BPJS ini.
Oleh karena itu sebagai representative dari seluruh dokter Indonesia, IDI telah membuat
suatu ketetapan bersama tentang tata cara pembiayaan imbalan jasa (dikenal dengan jasa
medis)
yang bersumber dari masukan seluruh Perhimpunan Dokter-Dokter dilingkungan IDI, MPPK;
narasumber dari bidang terkait; seluruhnya terhimpun dalam Pokja Harmonisasi Acuan Tarif Jasa
Medis. Sebagai perbandingan kami juga melakukan bench marking jasa medis / take home
pay para
dokter di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, Australia, dan
Jerman.
Setelah melalui proses interaktif dan sangat partisipatif dari seluruh peserta pokja dihasilkan
tarif jasa medis yang cukup berkeadilan, bukan hanya bagi dokter atau tenaga medis tetapi juga
bagi
semua pihak terkait; termasuk Rumah Sakit.
Disepakati dan ditetapkan bahwa Acuan Tarif Jasa Medis menyesuaikan dan selaras dengan
masa transisi periode awal era BPJS - Ina CBG’s, yaitu berdasarkan:
1. Kinerja atau upaya yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa sampai tindakan/prosedur
medis yang diperlukan termasuk rehabilitasi. ini diformulasikan dalam scoring system.
2. Nilai nominal aplikatif yang merupakan bagian dari komponen tarif pelayanan yaitu Relative
Value Unit.
Scoring system merupakan kumpulan dari 5 (lima) variabel, yang bersifat konstan, yaitu:
Relative Value Unit merupakan komponen harga satuan setiap tindakan; bersifat fleksibel
Oleh karena itu sangat penting bahwa terteranya dengan jelas posisi Jasa Medis setiap
dokter / setiap tindakan dalam hal ini Regulasi dari Kemenkes sebagai “pengadil” sangat
dibutuhkan,
vii
untuk menghindari sak-wasangka terhadap Direksi Rumah Sakit sebagai pembagi Jasa Medis
tersebut.
Berdasarkan kesepakatan dan wacana selama pembahasan dalam Pokja Harmonisasi Acuan
Tarif Jasa Medis melalui pertemuan diskusi berkelanjutan yang komprehensif, diyakini bahwa
cara
pembayaran-penghasilan profesi yang paling ideal adalah sistem remunerasi. Namun untuk
menyusun sistem remunerasi tersebut memerlukan referensi dan penelaahan akademis yang
lebih
sempurna serta dibutuhkan waktu yang cukup panjang; sehingga disepakati dalam masa transisi
ini
Penghasilan jasa tetap yang selanjutnya disebut sebagai basic salary merupakan penghasilan
dasar setiap dokter yang besarannya bersifat tetap dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan bersama antara dokter dan Rumah Sakit. Penghasilan dasar ini meliputi / terdiri dari
antara lain: gaji pokok, tunjangan fungsional, tunjangan keluarga, tunjangan natura, dan lain-lain
sejenisnya selain penghasilan dari Jasa Medis. Dikenal juga sebagai fee for position.
Penghasilan jasa Profesi yang selanjutnya disebut sebagai fee for service besarannya
positif terhadap basic salary. Diperhitungkan dari hasil kinerja, performance, atau
produktifitas
dokter yang bersangkutan yang telah melebihi nilai nominal basic salary. dikenal juga sebagai
Fee for
Khusus mengenai basic salary Dokter Pelayanan Primer, acuan tersebut di atas diajukan
Selain kedua hal di atas dinilai perlu “keseragaman” tarif konsultasi di poliklinik, ruang rawat,
viii
Acuan Tarif Jasa Medis tersebut di atas merupakan tarif dasar ( tarif sosial ) bagi perawatan
kelas III; untuk perhitungan tarif profesional dianjurkan menggunakan faktor pengali yang
Seyogyanya komponen tarif jasa medis wajib tertabulasi atau tertulis dengan jelas disamping
Pokja Harmonisasi Acuan Tarif Jasa Medis akan terus bekerja, tidak saja hanya memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan acuan tarif jasa medis ini; namun yang lebih penting lagi adalah
realisasi tarif lanjutan (dengan melakukan survey, study banding, perhitungan real cost) sehingga
serta kesepahaman implementasi clinical pathway yang mempengaruhi biaya pelayanan secara
keseluruhan.
Kami menyadari bahwa acuan (tarif) jasa medis ini masih belum sempurna, masih belum
sesuai benar dengan apa yang kita harapkan, namun ini adalah tahap awal dari salah satu
pernyataan eksistensi para dokter anggota IDI. Koreksi, kritik dan saran para sejawat akan sangat
Terima kasih dan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman sejawat yang sejak
semula dikeluarkannya SK Pokja ini yaitu dari MPPK, unsur pimpinan PB IDI,
perwakilan-perwakilan
seluruh perhimpunan, para konsultan dan tim ahli serta seluruh anggota Pokja; yang hampir
tidak
pernah absen dalam setiap rapat pembahasan sampai tahap akhir rapat pleno dengan penuh
semangat dan keikhlasan berkontribusi demi terwujudnya acuan (tarif) jasa medis ini. Kiranya
Yang
Kepada institusi pembuat regulasi dan pemangku kebijakan di negeri ini, kami nyatakan
inilah kontribusi IDI dalam menyokong program “Universal Health Coverage” dengan tetap
LINGKUP
BEDAH
1 Aff Arch Barr 24.8 25 45 15 5 5 95 20000 1,900,000
2 Aff Arch Barr dan suspensi maksila 24.8 25 45 45 5 5 125 20000 2,500,000
19 Bilateral excision of ectopic breast tissue (mamma aberans) 85.24 25 45 45 15 25 155 20000 3,100,000
20 Bilateral inguinal hernia repair with graft or prosthesis, not otherwise specified 53.17 25 45 45 15 15
145 20000 2,900,000
21 Bilateral multipel excision of lesion of breast with narcose 85.2 25 45 45 15 25 155 20000 3,100,000
25 Bilateral repair of direct inguinal hernia with graft or prosthetis 53.14 25 45 45 15 15 145 20000
2,900,000
26 Bilateral repair of femoral hernia with/without graft of prosthesis 53.31 25 45 45 15 15 145 20000
2,900,000
NO RVU
TOTAL
SKOR