Anda di halaman 1dari 45

MODUL

REMUNERATION SYSTEM
Based on Performance

DRHAPS

Dr. Hanna Permana Subanegara MARS

drhap-Remuneration System-2009

REMUNERATION SYSTEM
PENDAHULUAN Assalamualaikum W.W. Perkembangan industri rumah sakit semakin tampak dengan berbagai kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Mutu pelayanan yang bisa diterima oleh masyarakat pengguna, merupakan isue penting dalam bidang kesehatan, khsususnya pelayanan di rumah sakit. Pada sisi lain rumah yang sakit terbanyak di Indonesia adalah rumah sakit milik pemerintah, yang pada dasarnya masih dikelola secara birokrasi, akibat kepemilikan pemerintah dan persepsi awal bahwa rumah sakit adalah mutlak merupakan institusi yang bersifat sosial. Namun akhir-akhir ini, kesadaran mulai timbul dari berbagai fihak, baik pemerintah maupun para pakar dan pemerhati rumah sakit di Indonesia. Bahwa tidak bisa lagi suatu institusi rumah sakit termasuk rumah sakit milik pemerintah, dikelola secara birokratis. Karena di rumah sakit rumah sakit terjadi transaksi-transaksi, yang mau tidak mau harus dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip bisnis. Kaitan dengan telah terbitnya Undang Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yang ditindak lanjuti dengan PP No 23 tahun 2005 Tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dan Peraturan Menteri Keuangan RI diantaranya yang berkaitan dengan tatacara administratif, dan sistem remunerasi di PPK-BLU, menyadarkan kita semua bahwa rumah sakit haruslah dikelola dengan konsep bisnis sehat. Namun suatu hal yang menarik bahwa masa mendatang rumah sakit pemerintah yang sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik yang paling mendasar, haruslah dikelola secara profesional dan efektif yang bisa memberikan pelayanan yang berkualitas standar. Sebagai pendorong maka terbit Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sistem Remunerasi pada PPK-BLU, dengan sendirinya maka akan terjadi pemberdayaan institusi PPKBLU untuk memungkinkan mengatur sistem remunerasinya secara rasional. Karenanya modul Sistem Remunerasi akan sangat berguna bagi para manager PPK-BLU sebagai dasar untuk meningkatkan kompetensi, khususnya bagaimana menkreasi remunerasi bagi seluruh karyawan institusi PPK-BLU.

Dr Hanna Permana Subanegara, MARS.

drhap-Remuneration System-2009

Daftar Isi Halaman 1. Pemahaman Sistem Remunerasi 4 - 7

2.

Pendekatan Pengaturan Penggajian

8 - 13

Dampak Hubungan Kinerja Upah

14 17

4.

Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi

18 26

5.

Sistem Akuntabilitas

27 - 38

6.

Dokumen Sistem Remunerasi RS

39 - 43

drhap-Remuneration System-2009

REMUNERATION SYSTEM
Dr. Hanna Permana Subanegara MARS

POKOK BAHASAN I PEMAHAMAN SISTEM REMUNERASI


Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Hubungan Sistem Kinerja Upah Sistem Akuntabilitas Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Dokumen Sistem Remunerasi RS

TUJUAN Pahamnya para peserta mengenai sistem remunerasi dan faktor faktor yang berpengaruh. METODA 1. Ceramah 2. Diskusi PRODUK SASARAN 1. Terwujudnya pemahaman yang dalam mengenai sistem insentif karyawan 2. Pentingnya mengetahui keterkaitan antara sistem insentif dengan kenerja karyawan 3. tergambarnya faktor yang berpengaruh dalam penyusunan ssistem insentif karyawan

PENGERTIAN SISTEM REMUNERASI Remunerasi merupakan salah-satu unsur yang cukup penting untuk diketahui oleh para manajer rumah sakit karena menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan. Seringkali ketidak seimbangan upah, gaji atau insentive antara kelompok dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga adminstratif serta tingkatan manajer rumah sakit menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana sistem remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang lebih fleksibel.

Sistem remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif merit dan bonus pegawai pada suatu perusahaan. Sistem ini berbeda beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, sangat bergantung kepada kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memberikan upah terhadap para karyawannya.

drhap-Remuneration System-2009

Berbagai perusahaan termasuk pada lingkungan pemerintah telah menggunakan sistem ini dengan cara pendekatan yang berbeda-beda. Pada umumnya pendekatannya berdasarkan keahlian atau kompetensi karyawan yang dihubungkan dengan waktu yang dibutuhkan dalam bekerja sesuai dengan profesinya masing masing. Dengan demikian, akan sangat berbeda gaji dasar karyawan dengan kompetensi yang tinggi yang ditentukan dengan indikator indikator tertentu misalnya pendidikan karyawan yang lebih tinggi akan berbeda dengan karyawan yang berpendidikan rendah. Artinya harga tiap satuan waktu antara yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah akan sangat berbeda. Pada beberapa perusahaan menggunakan satuan waktu dan jenis pekerjaan apa yang dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan. Yang paling sulit ditentukan adalah besaran rupaih dari satuan waktu tersebut, apalagi di rumah sakit yang merupakan institusi padat karya, padat teknologi dan padat modal memperlihatkan variabilitas yang sangat tinggi. Terdapat sekitar 62 jenis ketenagaan di suatu institusi rumah sakit, dari mulai dokter spesialis konsulen, spesialis, dokter umum, dokter gigi spesialis dan umum, sarjana farmasi, sarjana keperawatan, akuntan, sarjana komunikasi, perawat analis dan tenaga administrasi lainnya. Keragaman ini menimbulkan kesulitan tersendiri, dalam menentukan besaran yang layak bagi para karyawan dengan perbedaan keahlian dan banyak jenisnya. Jika menggunakan pendekatan waktu maka harus dipikirkan harga per satuan waktu dari masing masing jenis profesi atau keahlian karyawan. Pendekatan ini agak sulit untuk diterapkan di rumah sakit. Karena harga persatuan waktu akan menjadi lahan perebutan antar profesi di rumah sakit. Rumah sakit pada intinya adalah suatu institusi yang memberikan pelayanan kesehatan individu. Karenanya didalam rumah sakit akan tampak dua jenis kelompok karyawan yaitu pertama adalah karyawan yang bekerja pada pelayanan langsung terhadap pelanggan atau pasien yang mengakibatkan munculnya transaksi keuangan antara pasien dengan rumah sakit misalnya tenaga dokter, perawat, analis, asisten apoteker dan sejenisnya. Kelompok ini selanjutnya berada pada suatu tempat yang disebut sebagai Revenue center atau pusat pendapatan. Kelompok kedua adalah karyawan yang menunjang pekerjaan para pemberi pelayanan langsung yang berada pada suatu tempat yang dikenal dengan cost center atau pusat biaya, misalnya kepala bidang keuangan, kepala bidang administrasi, customer service, IPSRS, laundry dan sejenisnya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka kelompok pada revenue center adalah penghasil uang. Dan para penghasil uang inilah yang memiliki nilai jasa pelayanan. Misalnya jasa pelayanan visite, jasa tindakan bedah, jasa ekspertisi tontgent, jasa keperawatan jasa farmasi dan sejenisnya. Sedangkan para karyawan penunjang tidak mungkin memunculkan jasa pelayanan misalnya jasa pelayanan bagian keuangan, jasa pelayanan IPSRS dan sejenisnya. Jika demikian maka komponen jasa pada tarif rumah sakit akan muncul khusus untuk para pemberi pelayanan terhadap pelalanggan atau pasien, misalnya dokter, perawat, analis, asisten dan sejenisnya. Yang perlu dipikirkan adalah bahwa pelayanan rumah sakit adalah pelayanan dalam bentuk tim dan tim tersebut secara utuh terdiri dari para karyawan pada revenue center dan para karyawan pada cost center. tidak mungkin salah satunya ditiadakan. Namun pada satu sisi drhap-Remuneration System-2009 5

para karyawan pada revenue center muncul jasa pelayanan sedangkan karyawan pada cost center tidak muncul jasa pelayanan. Apakah ini berarti bahwa para tenaga administrasi, tenaga pendukung lainnya tidak mendapatkan jasa seperti halnya tenaga pada revenue center yang jelas muncul dalam komponen tarif rumah sakit. Tentu saja tidak demikian, karena pelayanan rumah sakit adalah pelayanan tim, maka sudah selayaknya karyawan pada kelompok cost center juga mendapat tambahan insentif. Pengaturan insentif, gaji dan merit ataupun bonus inilah yang perlu diatur oleh sistem remunerasi yang berkekuatan hukum. Pada rumah sakit yang menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) baik pusat maupun Daerah, sudah diamanatkan bahwa sistem remunerasi merupakan salah satu perangkat dengan PPK BLU seperti tertuang didalam PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pola Penerapan keuangan Badan Layanan Umum. HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN KINERJA DAN PENGGAJIAN Dari hasil penelitian, 43% responden menyatakan ada hubungan yang erat antara menejemen kinerja atau sistem akuntabilitas dengan pengajian atau sistem remunerasi, ternyata upah masih merupakan elemen yang cukup penting dalam manajemen kinerja. Hal yang perlu dipahami disini adalah bahwa dengan pemberian upah yang memadai dengan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang maka akan meningkatkan motivasi orang yang bersangkutan untuk berkinerja lebih baik. Sisi lain dari pengertian ini adalah bahwa jika seseorang tidak mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan target dan standar yang telah ditentukan maka karyawan yang bersangkutan tidak semestinya mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab upah sudah ditentukan berdasarkan kinerja waktu dan target/standar yang telah disepakati sebelumnya. Prinsip disini adalah No performance no pay. Hal ini disebabkan karena upah mendorong kinerja dan kemampuan karyawan atas dasar tiga alasan yaitu :

Bisa mamotivasi SDM untuk menjadi lebih baik kinerjanya, mengembangkan keterampilan dan kemampuan mereka. Sebagai ilustrasi. tidak sedikit karyawan yang hanya mengandalkan senioritas semata, dia tidak berkinerja sesuai dengan yang diharapkan pimpinan organisasi, dia hanya memerintah dan dia merasa bahwa dialah yang berkuasa didalam organisasi karena lamanya dia bekerja ditempat tersebut. Aturan main ditabrak dan cenderung arogan. Keadaan ini akan menyulitkan prinsip kesetaraan dan kepatutan didalam penyusunan sistem remunerasi didalam organisasi yang bersangkutan

drhap-Remuneration System-2009

Menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah penting Disini jelas bahwa kinerja harus didukung kemampuan atau kompetensi secara utuh yang terdiri dari skill, knowledge dan attitude. Jadi pesan kinerja akan tampak jelas jika karyawan memiliki indikator kinerja yang dapat diukur, target dan standar kinerja. Setelah karyawan melaksanakan pekerjaannya kemudian dianalisa kinerjanya melalui pencapaian target dan standarnya maka indikator akan terukur dengan sendirinya.

Merupakan keterbukaan dan keseimbangan penghargaan kepada SDM berdasarkan pada kinerja, kemampuan atau sumbangsih mereka trerhadap organisasi. Upah dalam bentuk gaji sebenarnya adalah penghargaan atau pekerjaan dinilai dengan harga tertentu. Semestinya setiap jenis kinerja yang telah sesuai dengan standar/target maka harus dihargai sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya didalam sistem remunerasi. Sifatnya harus terbuka atau transparan. Artinya berapa score dalam siustem indexing seseorang dalam perusahaan harus dibuka secara transparan terhadap seluruh karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut. Hakekat yang perlu diperhatikan dan disimak lebih dalam oleh para manajer dan seluruh karyawan adalah, bahwa keterbukaan bukanlah telanjang bulat. Para manajer harus tetap memiliki hak prerogatif dalam hal hal tertentu yang bersifat sensitif. Sebab jika telanjang bulat maka akan terjadi tarik menarik dan saling adu kekuatan diantara kelompok profesi yang ada didalam perusahaan.

drhap-Remuneration System-2009

POKOK BAHASAN II PENDEKATAN PENGATURAN PENGGAJIAN


Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Hubungan Sistem Kinerja Upah Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Sistem Akuntabilitas Dokumen Sistem Remunerasi RS

TUJUAN Tergambarnya berbagai cara pendekatan dalam penyusunan sistem remunerasi khususnya gaji karyawan METODA 1. Ceramah, paparan 2. Diskusi PRODUK SASARAN 1. Terbukanya wawasan para peserta terhadap sistem remunerasi khususnya penggajian 2. Tergambarnya pendekatan pengaturan upah 3. Peserta bisa menentukan pendekatan apa yang akan digunakan dalam menyusun sistem remunerasi

PENDEKATAN Ada dua dasar pendekatan pengaturan upah dengan kinerja yaitu untuk perorangan atau tim dan hubungan antara kemampuan dan upah dan pendekatan ketiga adalah campuran keduanya yang disebut sebagai kontribusi yang berhubungan dengan pengupahan (Remuneration). Penyesuaian manajemen kinerja dan gaji Menggunakan prosedur hukum dari Leventhal 1980 Konsistensi hukum Hal ini dimaksudkan agar dalam menyusu sistem remunerasi diperlukan dasar hukum yang jelas. Khusus untuk PPK-BLU maka jelas dasar hukumnya adalah UU Nomor 1 tahun 2004 dan PP Nomor 25 Tahun 2005. selanjutnya dasar hukum untuk institusi pelayanan publik di daerah daerah maka seharusnya PPK-BLUD menyusun sistem remunerasi yang kemudian dikukuhkan atau ditetapkan oleh ketetapan Kepala daerah. Setelah ditetapkan maka secara hukum adalah sah dan hal ini sesuai dengan amanat yang tercantum dalam PP Nomor 23 tahun 2005.

drhap-Remuneration System-2009

Proses alokasi harus konsisten antara SDM dengan jumlah waktu yang digunakan Pada pendekatan ini yang digunakan adalah waktu seorang karyawan dalam melaksanakan proises pekerjaannya. Jadi pendekatannya adalah waktu. Aturan pencegahan penyimpangan Perlunya pengaturtan atau aturan main untuk pencegahan adanya penyimpangan proses pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan. Pencegahannya berupa ketentuan yang dikenal dengan sistem akuntabilitas. Dimana setiap karyawan memiliki indikator kinerja, sasaran target atau standar pekerjaan yang seharusnya dikerjakan. Aturan yang cermat Aturan yang cermat adalah menyangkut hal hal kecil, artinya setiap apapun yang merupakan konsensus harus tertuang dalam sistem remunerasi secara tertulis, jangan hanya berdasarkan kesepakatan lisan saja. Aturan yang benar Aturan yang benar adalah aturan yang berdasarkan kepatutan, kesetaraan dan proporsionalitas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak dalam organisasi. Aturan yang representatif Aturan didalam sistem penggajian haruslah bisa mengakomodasi semua pihak yang terlibat didalamnya. Perlu dihindarkan kelompok satu ingin melebihi kelompok lain atau individu satiu ingin lebih dari individu lain hanya karena senioritas dan sejenisnya. Aturan yang etis Aturan yang etis adalah aturan yang bisa dirasakan transparan dan adanya penghargaan bagi masing masing individu yang bekerja dalam organisasi. Prinsip kebersamaan yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi inilah sebagai dasar etika dari sistem penggajian.

Hubungan kerja upah Hubungan kerja dengan upah individu berkaitan erat dengan peningkatan upah sebagai dasar pembayaran atau bonus untuk menghargai kinerja yang terukur dari individu bersangkutan yang terdiri dari :

Metoda operasi Yang diukur disini adalah apa metoda kerja yang diterapkan oleh seorang pekerja perusahaan. Apakah dengan metoda fisik berdasarkan skill saja, atau berdasarkan knowledge yang memunculkan inovasi inovasi perusahaan ataukah gabungan keduanya. Ataukah hanya pekerja kasar biasa. Kejelasan ini diperlukan dan biasanya pada perusahaan perusahaan yang sudah mapan dilakukan pada saat rekruitmen pertama. Mereka sudah menentukan standar pegawai secara jelas untuk pekerjaan yang sesuai yang dibutuhkan oleh perusahaan. Disini

drhap-Remuneration System-2009

diterapkan the right man on the right place. Yang celakanya pada institusi pemerintah khusus hal ini sangatlah jarang ditemukan bahkan rekruitmen pegawai tidak jelas dasarnya. Walaupun sebenarnya ketentuan pemerintah tentang itu sudah ada. Akibat sistem rekruitmen atau penerimaan pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan maka akan timbul kesulitan didalam menyusun sistem kinerja upah, karena ketidak jelasan kompetensi karyawan. Khusus di rumah sakit maka sebenarnya banyak tenaga atau pegawai yang tidak sesuai kompetensinya dengan jenis pekerjaan yang seharusnya mereka kerjakan. Terjadi distorsi antara kinerja dengan kompetensi yang tersedia.

Struktur penggajian Struktur gaji pada perusahaan parusahaan swasta sangat bervariasi. Mereka menggunakan index index tertentu dan kebanyakan menggunakan pendekatan waktu yang dikaitkan dengan metode pekerjaan, beberapa perusahaan menambah bonus, tantiem, tunjangan tunjangan sesuai dengan bonafiditas perusahaan yang bersangkutan. Hampir setiap perusahaan memiliki sistem remunerasi yang berbeda beda satu sama lain dan sangat bergantung dari kebijakan hukum yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Pada institusi pemerintah struktur penggajian berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku yang selama ini telah dilaksanakan bagi seluruh pegawai negeri sipil maupun militer. Karenanya sistem penggajian didalam sistem remunerasi pada RSD tidak diberikan secara detail karena penggajian sudah diatur tersendiri

Peningkatan gaji dan kinerja Secara logika saja setiap kinerja akan dihargai dengan nilai tertentu. Maka jika kinerjanya meningkat sudah selayaknya nilaipun menjadi meningkat, artinya akan terjadi peningkatan gaji jika kinerja karyawan yang bersangkutan meningkat. Pada pegawai negeri sipil kenaikan gaji berkala justru ditentukan berdasarkan waktu, setiap tahun adal kanaikan gaji berkala dan perubahan status pensisikan, bukan ditentukan oleh kinerja PNS yang bersangkutan. Maka banyak kinerja PNS terkesan merosot dan buruk karena yang mereka kejar adalah pendidikan. Ada trend yang cukup mengkhawatirkan pada jajaran RSD, dimana dengan banyaknya lembaga pendidikan S1 maupun S2 yang tersebar di daerah daerah, banyak karyawan mengambil pendidikan tersebut tanpa disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan mereka. Akibatnya banyak sarjana dan pascasarjana yang sulit ditempatkan pada tempat yang seharusnya. Mereka hanya mengejar status pendidikan sarjana atau pascasarjana dengan harapan penyesuaian gaji mereka akan meningkat secara bermakna. Poada sisi lain penyusunan sistem remunerasi khususnya sistem insentif akan menghadapi kepelikan yang cukup rumit, sebab para sarjana yang secara harfiah tidak dibutuhkan oleh rumah sakit akan tetapi kenyataannya ada di rumah sakit dan mereka menuntut upah kesarjanaannya.

drhap-Remuneration System-2009

10

Untuk hal tersebut diatas maka konsep sistem remunerasi khususnya dalam sistem insentif akan diberikan indexpendidikan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang sesuai pula. Misal sarjana pendidikan tetapi bekerja sebagai kepala administrasi kepoegawaian tentunya sarjana pendidikan tersebut tidak berlaku.

Mengurangi kecepatan kemajuan Yang dimaksud disini adalah, komponen kinerja akan merupakan ukuran untuk peningkatan upah karyawan. Jadi jika kinerja karyawan tersebut tidak sesuai dengan standar atau target yang telah dicantumkan didalam sistem akuntabilitas karyawan, maka secara otomatis upah akan dibayarkan sesuai dengan pencapaian target karyawan yang bersangkutan. Seringkali pengukuran kinerja malah menjadi menurunkan motivasi mereka yang tidak terbiasa dengamn sistem remunerasi yang benar. Kaibatnya terjadi penurunan kinerja mereka sendiri dan akan berakibat terhadap upah yang akan mereka dapatkan.

Peningkatan hubungan kerja upah Kinerja upah jika menggunakan no performance no pay maka akan jelas hubungannya antara kinerja dengan upah karyawan. Barang siapa berkinerja tinggi maka akan mendapat take home pay yang lebih tinggi dibanding karyawan dengan kinerja buruk. Sistem ini lumrah dan umum diberlakukan dalam sistem remunerasi diberbagai perusahaan diberbagai belahan dunia. Karenanya dengan amanat PPK BLU maka diperlukan sistem remunerasi yang memadai dengan konsep ini agar kinerja perusahaan pemerintah dapt diukur dengan baik. Artinya akan terwujud performance base employee. Namun budaya perusahaan milik pemerintah saat ini termasuk rumah sakit, masih menganut budaya kebebasan, siapa kuat akan menjadi pemenang. Karenanya sering terjadi kecemburuan sosial diantara kelompok profesi di rumah sakit. Terkesan ada kelompok eksklusif atau kelompok elite di rumah sakit yang memiliki penghasilan yang cukup besar dan didalam rumah sakit itu sendiri terdapat kelompok mediocore yang memiliki penghasilan biasa biasa saja. Hal inilah yang dapat memicu perseteruan yang tidak berujung pangkal dan bahkan telah berlangsung bertahun tahun lamanya. Dan inilah pula yang menyebabkan terjadinya demotivasi kelompok mediocore dalam berkinerja.

Rasionalisasi hubungan kerja upah Tiga preposisi yang sering kali mendahului muncul untuk pembenaran : Hubungan kerja upah merupakan motivator efektif karena melayani biaya insentif dan penghargaan SDM sesuai dengan tindakan dan kinerja yang dicapainya Hubungan kerja upah memperjelas pesan kepada karyawan bahwa organisasi membutuhkan karyawan dengan kinerja tinggi Hubungan kerja upah merupakan aset, dan gaji menjadi berhubungan dengan kontribusi masing-masing individu drhap-Remuneration System-2009 11

Kriteria kinerja gaji

Individu dan tim harus memiliki sasaran yang jelas dan standar dari kinerja yang diinginkan Disini diamanatkan bahwa setiap karyawan harus menjalankan sistem akuntabilitas atau sistem pengukuran kinerja secara jelas. Dan barang siapa berkinerja tinggi maka secara otomatis akan mendapat insentif yang semakin meningkat.

Harus mampu berada pada jalur kinerja untuk mencapai target dan standar dan mampu mengukur kinerja mereka Kinerja memang harus diukur dengan tepat sebab harga insentif akan sangat ditentukan oleh kinerja karyawan yang bersangkutan. Karenanya sistem akuntabilitas tidak bisa dipisahkan dengan sistem remunerasi.

Mereka harus ada pada posisi mempengaruhi kinerja melalui perubahan, perilaku dan keputusan-keputusan mereka Seperti telah diulas sebelumnya bahwa kinerja sangat ditentukan oleh kompetensi karyawan. Kompetensi adalah gabungan antara keterampilan atau skill, ilmu pengetahuan atau knowledge dan sikap perilaku karyawan atau attitude. Perilaku sangat menunjang erat kinerja. Sebab keputusan mengenai kinerja baik atau buruk sangat bergantung keputusan individu yang bersangkutan yang akan sangat kuat dipengaruhi oleh attitude mereka.

Mereka harus mengerti penghargaan apa yang mereka dapatkan untuk pencapaian tujuan Perlu keterbukaan dan transparansi, berapa harga dari kinerja yang mereka lakukan. Sehingga mereka akan tahu persisi bahwa jika mereka bekerja dengan baik mereka akan mendapatkan nilai tertentu sesuai dengan hitungan hitungan didalam sistem remunerasi. Disamping mengetahui tatacara dan aturan main yang tertuang didalam sistem remunerasi merekapun harus diberi pengertian bahwa sistem remunerasi akan sangat erat kaitannya dengan kinerja mereka. Dan apa saja kinerja yang mereka harus hasilkan akan tertuang didalam sistem akuntabilitas kinerja karyawan

Penghargaan mengikuti sedekat mungkin dengan layanan yang mereka berikan Disinilah inti sistem remunerasi, artinya penghargaan atau harga yang akan muncul per kinerja seharusnya sesuai dengan pekerjaan yang mereka kerjakan dan sesuai pula dengan pendidikan atau tepatnya kompetensi yang mereka miliki. Khusus untuk RSD PPK-BLUD Sebaiknya harus memulai penempatan tenaga yang tepat sesuai dengan kompetensinya dan mereka harus dihargai sesuai dengan bobot kinerjanya. Tentunya tidak ada lagi tenaga yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan mereka kerjakan pada masa mendatang.

drhap-Remuneration System-2009

12

Penghargaan haruslah menyeluruh Pemberian insentif maupun bonus haruslah menyebar dan menyeluruh kepada setiap karyawan. Jadi tidak bisa sistem ini hanya berlaku pada kelompok tertentu saja, akan tetapi harus berlaku kepada seluruh individu karyawan pada perusahaan tersebut. Dan seluruh karyawan mengetahui dan dilibatkan didalam penyusunan sistem remunerasi melalui perwakilan perwakilan mereka.

Penghargan haruslah mengena walaupun tidak mudah untuk dilaksanakan, yang dimaksud disini adalah bagaimana penghargaan bisa enak dan layak diterima oleh penerima penghargaan Hal ini meruipakan hal yang aling siulit dilaksanakan oleh para manajer perusahaan. Sebab setiap karyawan akan selalu merasa merekalah yang paling berguna, yang paling berjasa terhadap perusahaan, yang paling penting didalam perusahaan, yang paling berpendidikan tinggi didalam perusahaan, yang paling berpengalaman didalam perusahaan tersebut dan yang palingt senior didalam perusahaan. Akibat dari ini mereka menuntut lebih dari karyawan lain dan lucunya semua karyawan berpendapat dan perpikiran sama akibatnya terjadi tarik menarik yang tidak logis dan tidak masuk akal. Banyak karyawan yang hanya memikirkan dan membayangkan penghasilan seperti boss mereka didalam perusahaan tanpa memikirkan bagaimana meningkatkan kompetensi diri agar kinerjanya bisa meningkat. Akibatnya muncul kecemburuan yang tidak berujung pangkal dan tidak tahu alasan apa yang menyebabkan kecemburuan tersebut terjadi bahkan diri mereka sendiri, yang ada hanyalah rasionalisasi.

Penghargaan dasar haruslah dikomunikasikan dan mudah dimengerti Disini tersirat bahwa dalam menyusun sistem insentif haruslah simple dan mudah untuk dimengerti. Jangan berjelimet dengan berbagai teori yang ada yang hanya akan menimbulkan kesalahan persepsi dari seluruh karyawan.

drhap-Remuneration System-2009

13

POKOK BAHASAN III


DAMPAK SISTEM INSENTIF HUBUNGAN KERJA UPAH
Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Sistem Hubungan Kinerja Upah Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Sistem Akuntabilitas Dokumen Sistem Remunerasi RS

TUJUAN 1. Tergambarnya dampak dari sistem insentif yang diterapkan yang berdasarkan kinerja 2. Tersedianya bekal bagi para peserta didalam mengeliminir dampak insentif yang berbasis kinerja METODA 1. Ceramah 2. Pemaparan 3. Diskusi PRODUK SASARAN 1. Tersusunnya sistem remunerasi yang mampu mengeliminasi dampak yang tidak diinginkan 2. Sistem remunerasi yang fleksible dan akuntable.

DAMPAK DARI SISTEM INSENTIF HUBUNGAN KERJA UPAH Berdasarkan survey 74% responden percaya bahwa hubungan kerja upah bisa meningkatkan kinerja. 67% mempercayai bahwa pesan organisasi mengenai kinerja menjadi jelas. 57% percaya bahwa penghargaan yang diberikan cukup adil. Hanya 14 % mengatakan tidak adil. Keuntungan hubungan kerja upah

Mampu memotivasi Memberi pesan yang benar Adil dalam penghargaan Memberikan kejelasan pengertian akan penghargaan dan mengenali hasil pencapaian

Kerugian hubungan kerja upah


Tidak menjamin motivator Harus berdasar pada penilaian dan sulit mengukur kinerja Hubungan kerja upah akan meneyebabkan kenaikan gaji secara cepat Skema hubungan kerja upah sulit dilola secara baik Hubungan kerja upah akan menjadi kebiasaan untuk menghitung pendapatan

drhap-Remuneration System-2009

14

hubungan kerja upah dapat menyebabkan penurunan kualitas karena yang dikejar hanya target kuantitatif hubungan kerja upah lebih bersifat jangka pendek

Kriteria untuk menginstalasi dan monitoring


Akankah ada skema acuan, atau skema yang ada mampu memotivasi SDM ?. Apakah mungkin menjaga keterbukaan dan metoda pengukuan kinerja yang konsisten ? Adakah manajemen kinerja yang efektif yang berdasar pada pengukuran dan penilaian kinerja yag sesuai dengan sasaran? Dapatkah para manajer dilatih secara konsisten dan adil? Apakah penghargaan akan adil dan dikaitkan dengan kinerja yang konsisten? Apakah pendanaannya cukup untuk memberikan penghargaan? Akankah ada skema saat ini atau skema yang akan diajukan yang bisa memuaskan semua kriteria untuk efektifitas kinerja, gaji, sistems, nama, target dan standar ? Apakah skema tersebut memiliki biaya efektif ?

Hubungan kemampuan dengan upah

Bagaimana dia bekerja Pada bagian ini adalah analisa yang tepat bagaimana seseorang bekerja apakah dengan menggunakan alat biasa, alat canggih, alat yanhg berbahaya. Kemudian apakah dikerjakan sendiri, dikerjakan dengan teamwork. Apakah pekerjaan yang memerlukan pemikiran tersendiri, atau pekerjaan yang memerlukan konsentrasi penuh, atau pekerjaan yang hanya fisik saja tidak memerlukan pemikiran yang penuh. Apakah pekerjaan yang memerlukan keputusan berisiko ataukuah tidak.

Profil kemampuan / kerangka kerja digunakan sebagai dasar untuk penilaian Penilaian kompetensi karyawan secara detail. Apakah tingkat pendidikannya, bagaimana kemampuan pemikirannya, bagaimana keterampilannya dan apakah keduanya sesuai dengan bentuk dan jenais pekerjaan yang ia tekuni.

Mengukur kemampuan Yang dimaksud disini adalah kemampuan pengendalian diri dan kemampuan mengendalikan emosi. Hal ini untuk mengetahui kecocokannya dengan jenis pekerjaannya misalnya ada karyawan yang senang bekerja berhadapan dengan banyak orang dan ada pula yang tidak.

Perbedaan antara kinerja dan kemampuan yang ada kaitannya dengan upah Adakah kemungkinan perbedaan kinerja dengan jenis pekerjaannya. Kalau ada maka perlu penilaian tersendiri agar sistem insentif bisa diterapkan secara adil dan transparan

drhap-Remuneration System-2009

15

Upah dikaitkan dengan kemampuan Kemampuan dinilai tersendiri berdasarkan pendidikan dan pelatihan khusus yang bersertifikat. Makin tinggi pendidikan maka nilai index akan semakin tinggi. Jadi khusus untuk rumah sakit maka perawat mahir akan lebih tinggi nilai indexnya dibanding perawat biasa, demikian pula karyawan yang memiliki sertifikat pelatihan akan lebih tinggi nilai indexnya dibanding karyawan yang tidak memiliki sertifikat pelatihan yang bersertifikat.

Kondisi penting pengenalan gaji yang dihubungkan dengan kemampuan Kondisi yang perlu diciptakan adalah bahwa sistem remunerasi harus jelas mencantumkan kompetensi yang bersangkutan yang akan dinilai berdasarkan indexing. Dan ukuran untuk dilakukan indexing adalah berdasarkan : Basic index Position index Competency index Emergency index Risk Index Performance index

Tim berdasarkan penggajian Didalam organisasi rumah sakit maka akan ada tiga kelompok besar yaitu dokter dan non dokter dan direksi. Khusus dokter sistem distribusi insentif ditujukan kepada individu karena dokter adalah individu yang menghasilkan jasa pelayanan di rumah sakit, sedangkan yang sumber dana bisa diatur dalam sistem remunerasi khsusnya sistem insentif adalah yang bersumber dari jasa pelayanan. Sedangkan kelompok non dokter yang menghasilkan jasa lebih bersifat kelompok karena itu sistem distribusi bagi para tenaga non dokter adalah berdasarkan sistem kelompok Sedangkan direksi tidak dilakukan indexing akan tetapi berdasarkan persentase dari sumber insentif.

Keuntungan tim

Mendorong efektifitas tim kerja dan perilaku yang kooperatif Memperjelas tujuan dan prioritas tim Menciptakan kerja yang fleksibel Mendorong keterampilan multi Insentif tim kolektif meningkatkan kinerja Mendorong kekuarng efektifan tim untuk meningkatkan pertemuan tim standar

drhap-Remuneration System-2009

16

Kerugian tim

Hanya bisa bekerja pada tim yang matang Secara individual tidak akan mendapat insentif khusus Tekanan group terhadap individu menyebabkan ketidak nyamanan

Gambar - 21
Paying for past performance

Paying for future success

=
Results

Paying for past performance

Competence

Ada dua pendekatan , pertama pendekatan secara holistik dimana masyarakat mempunyai kontribusi yang didasarkan kepada informasi tentang kemampuan organisasi untuk pelayanan. Kedua, pendekatan meliputi dua jenjang hasil dan kemampuan Gambar - 22

CONTRIBUTION PAY MATRIX

Competence
Results A B C D a 2% 4% B 3% 4% 6% c 2% 4% 6% 8% d 3% 5% 8% 10%

Matriks kontribusi memperlihatkan beberapa karyawan yang memiliki kompetensi yang berbeda kemudian dimasukkan kedalam tabel masing-masing kompetensi memiliki nilai tertentu yang dapat dikalikan terhadap besaran upah yang akan diterimanya.

drhap-Remuneration System-2009

17

POKOK BAHASAN IV DISTRIBUSI INSENTIF DALAM SISTEM REMUNERASI


Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Sistem Hubungan Kinerja Upah Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Sistem Akuntabilitas

TUJUAN 1. Mampunya peserta dalam menyusun sistem distribusi pada sistem insentif karyawan 2. Tersusunnya cara distribusi insentif yang fleksible dan mudah difahami ioleh karyawan METODA 1. Ceramah 2. Bimbingan 3. Diskusi PRODUK SASARAN

Dokumen Sistem Remunerasi RS

1. Tersusunnya cara distribusi insentif yang memadai 2. Tersusunnya sistem insentif yang mudah dipahami karyawan

CARA MENENTUKAN UPAH Perlu difahami bahwa di rumah sakit terdiri dari dua kelompok yang berkaitan dengan pendapatan dan pembiayaan, yaitu kelompok pertama sebagai kelompok Pusat pendapatan atau revenue center, terdiri dari Instalasi rawat darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah sentral, radiologi, laboratorium dan sejenisnya. Kelompok kedua adalah kelompok pusat biaya atau cost center yaitu direksi, rekam medik, IPSRS, dan penunjang administratif lainnya. Sedangkan dilihat dari sisi profesi SDM, rumah sakit terdiri dari tiga kelompok yaitu kelompok dokter, kelompok paramedik dan kelompok staf atau tenaga struktural. Dua kelompok pertama adalah merupakan kelompok SDM yang menghasilkan uang, sedangkan kelompok terakhir adalah kelompok yang membelanjakan uang. Tujuan pengupahan

Membangun image yang baik dari organisasi (Building good image) Menjamin kesejahteraan karyawan (Wellfare) Memberikan morivasi terhadap kinerja karyawan (Motivations) Mempertahankan keberadaan karyawan dalam organisasi (Retaining personel)

drhap-Remuneration System-2009

18

Pengupahan (Remuneration systems) di rumah sakit pada umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu : 1. Basic Salary Yaitu dalam bentuk gaji bulanan yang sifatnya biaya tetap atau fixed cost, yang tidak tergantung kepada produk yang dihasilkan, besar atau kecil produk tidak berpengaruh kepada besarnya biaya yang dikeluarkan. Dasar yang digunakan untuk menentukan basic salary adalah : pangkat, golongan, tingkat pendidikan, lama kerja, jabatan dan sebagainya. tujuan dari basic salary adalah untuk keamanan ( Safety) artinya sebatas memenuhi kebutuhan dasar seseorang karyawan saja. 2. Incentive Adalah tambahan pendapatan bagi karyawan yang sdangat bergantung kepada produk yang dihasilkan, semakin besar produk semakin besar insentif. Dasar yang digunakan bermacam-macam misalnya berdasarkan kinerja karyawan, atau berdasarkan posisi karyawan. Pada umumnya di rumah sakit, dokter spesialis berdasarkan berapa besar tarif jasa pelayanan medik yang melekat kedalam tarif pelayanan medik. Sedangkan paramedik dan tenaga struktural berdasarkan indexing atau scoring. Tujuannya adalah untuk merangsang kinerja dan motivasi karyawan (Motivation). 3. Merit Adalah penghargaan dari organisasi bagi karyawan yang berprestasi, biasanya diberikan pada akhir tahun, atau penghargaan kepada seluruh karyawan dalam bentuk THR. Dasarnya adalah profit margin. Tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi atau kesejahteraan karyawan (Reward). Menurut Griffin,1997, sebelum menentukan besaran upah diperlukan kontrol yang berorientasi kepada framework keuangan. Pembiayaan diperlukan untuk mendukung visi dan strategi, perencanaan dan alokasi modal, reorientasi dan review serta penganggaran terhadap insentif karyawan. Pada prinsipnya sebelum menentukan upah diwajibkan untuk mengetahui terlebih dahulu berapa kebutuhan biaya total (Total Financing Requirement) dari mulai biaya operasional, biaya investasi dan sebagainya, dan didalamnya sudah dianggarkan biaya untuk gaji, insentif dan reward untuk karyawan selama satu tahun. Ada tiga issue penting dalam pengupahan atau insentif terhadap karyawan di rumah sakit yaitu :

Kewenangan direksi dalam menentukan besaran upah bagi seluruh karyawannya. Menentukan total insentif yang layak bagi karyawan Cara mendistribusikan insentif bagi karyawan

Dari ketiga issue ini yang paling rawan adalah cara menentukan sistem distribusi pengupahan atau cara distribusi insentif. Karena masing-masing kelompok, baik itu kelompok dokter, perawat maupun tenaga administratif, merasa yang paling berhak dan paling berjasa terhadap pendapatan rumah sakit, akibatnya sering terjadi ketidak seimbangan dalam menentukan

drhap-Remuneration System-2009

19

besaran insentif bagi masing-masing kelompok yang dapat memicu ketidak puasan disalah-satu fihak. Hubungan Tarif dengan Insentif Seringkali manajemen kurang bisa menentukan Total Financing Requirement rumah sakit, apalagi yang berkaitan dengan insentif. Terutama pada rumah sakit pemerintah, karena masalah tarif yang lebih rendah dibanding biaya satuan. Prinsip penentuan volume insentif haruslah berdasar kepada Total Revenue = Total Cost atau Total Revenue > Total Cost. Sedangkan Total Revenue sangat ditentukan oleh strategi pentarifan ( Price) dan utilisasi (Quantity) Total Revenue = Quantity X Price sedangkan Price = unit cost + tingkat inflasi + profit margin dengan pertimbangan WTP dan ATP atau CLS. Masalahnya pada rumah sakit pemerintah tarif lebih kecil dari Unit Cost, akibatnya Total Revenue lebih kecil dibanding Total Cost. Konsekuensinya TFR tidak bisa dipenuhi oleh pendapatan rumah sakit. Akibatnya besaran insentif pada rumah sakit pemerintah akan menjadi masalah yang sulit dipecahkan karena TFR mau tidak mau harus disubsidi. Berdasarkan sistem insentif semakin tinggi produksi semakin tinggi volume insentif akan tetapi pada rumah sakit pemerintah semakin tinggi produk semakin merugi. Berbeda dengan rumah sakit swasta yang dapat menentukan tarif diatas unit cost sehingga penentuan volume insentif relatif lebih mudah. Teknik Distribusi Insentif Bagi rumah sakit pemerintah gaji sudah ditentukan oleh peraturan pemerintah artianya basic salary telah ditentukan bahkan didalamnya sudah tercantum tunjangan-tunjangan. Sedangkan hampir disemua rumah sakit pemerintah volume insentif dialokasikan dari jasa medik atau jasa pelayanan. Karena komponen tarif rumah sakit pemerintah terdiri dari dua komponen yaitu komponen akomodasi dan komponen jasa pelayanan, jasa pelayanan inilah yang merupakan sumber dana insentif dan diatur pendistribusiannya. Setiap rumah sakit pemerintah yang satu dengan yang lainnya tentunya sangat beragam bergantung dari kebijakan distribusi yang dianut, dan pada beberapa rumah sakit swasta ada yang sama atau mirip dengan sistem distribusi insentif di rumah sakit pemerintah. Konsep distribusi sebaiknya berdasarkan kinerja sesuai dengan teori dari sistem pengupahan yang dikaitkan dengan kinerja karyawan (Fee for performance) dan sebaiknya tidak menganut fee for service . jadi dasarnya adalah kinerja karyawan. Khusus bagi rumah sakit pemerintah insentif dokter spesialis atau siapapun di rumah sakit yang langsung bisa menghasilkan uang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu dalam bentuk persentase dari yang dihasilkannya. Misal tarif operasi appendiks Rp 2000.000,- yang terdiri dari Rp 600.000,- jasa pelayanan operator, 200.000 jasa anaestesi dan sisanya Rp 1.200.000,- adalah biaya kamar operasi dan obat-obatan. Maka perlu disepakati berapa persen jasa bagi dokter spesialis bedahnya atau operator, misalnya didapatkan komitmen bahwa setiap yang menghasilkan uang berdasarkan drhap-Remuneration System-2009 20

ketentuan jasa pelayanan menerima 50% dari jasa pelayanan atau jasa medik. Sisanya 10 % untuk direksi dan 40 % untuk didistribusikan keseluruh perawat maupun satf struktural berdasarkan scoring. Jadi dokter dan direksi sebaiknya tidak berdasarkan scoring akan tetapi sesuai dengan kinerja atau besarnya jasa pelayanan atau jasa medik yang dihasilkan. Makin besar produk operasi yang dilakukan oleh dokter yang bersangkutan maka semakin besar pendapatannya atau jasa pelayanannya, dengan prinsip ini maka setiap yang menghasilkan uang akan berkontribusi kepada jasa pelayanan seluruh karyawan. Konsep distribusi bagi tenaga non dokter dan staff direksi Berdasarkan indexing yang akan menghasilkan score tertentu dan dasarnya adalah kinerja. Cara perhitungannya adalah berdasar kepada :

Besarnya gaji pokok Posisi atau jabatan Pendidikan yang ada kaitannya dengan pelayanan Emergensi Resiko Kinerja

Selanjutnya ditentukan indeks bagi masing masing dasar perhitungan tersebut, kemudian tentukan bobotnya dan pada akhirnya kalikan index dengan bobot maka akan didapat nilai atau score karyawan. Score seorang karyawan dibagi total score dikalikan dengan total volume insentif sama dengan jumlah insentif karyawan yang bersangkutan.

drhap-Remuneration System-2009

21

Alat Bantu Indexing Perorangan Nama Jabatan Gaji


No

: : :
Object Index Rating Score (Indeks X Bobot)

1. 2.

GAJI Setiap Rp 100.000 nilai indeks = 1 COMPETENCY a. SD b. SMP c. SMU d. D1 e. D3 f. S1 g. Dokter/Apoteker/Nurse h. S2 i. Dokter Spesialis j. S3 RISK a. Grade I b. Grade II c. Grade III d. Grade IV EMERGENCY a. Grade I b. Grade II c. Grade III d. Grade IV POSITION a. Fungsional b. Kepala Ruangan/Seksi c. Kepala Bidang/Bagian/Instalasi/SMF d. Ketua Komite/SPI PERFORMANCE Adalah 2 kali nilai basic index SKORE TOTAL INDIVIDU

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3.

1 2 4 6

4.

1 2 4 6 1 2 3 4

5.

6.

drhap-Remuneration System-2009

22

Alat Bantu Indexing Total Rumah Sakit


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 NAMA UNIT KERJA BI INDIVIDUAL INDEXING PI CI EI RI SCORE Per.I

300 301 302 TOTAL HOSPITAL INDEXING 16.800

Contoh : Mr Molotova dengan total score 250, dimana score performance adalah 120 Jika volume insentif dalam bulan tersebut Rp 200.000.000,- sedangkan SKORE TOTAL RS = 16.800 poin, maka insentif Drs Boma Molotova pada bulan tersebut adalah Score Total Individu (performance X Score performance) Insentif = ------------------------------------------------------------------------- X Dana Pos Remunerasi Score Total Seluruh karyawan drhap-Remuneration System-2009 23

Basic Index Basic index khusus bagi RSD PPK-BLUD dapat ditetapkan sesuai dengan gaji pokok PNS sedangkan bagi tenaga honorer disetarakan perhitungannya dengan PNS. Setiap nilai Rp 100.000 maka sama dengan 1 (satu) nilai index. Jadi nilai index seorang pegawai dengan gaji pokok Rp 800.000,- akan mendapat nilai index sebesar 8 (delapan). Pegawai honorer lulusan SMA dan telah bekerja selama 4 (empat) tahun dapat disesuaikan dengan gaji pokok PNS lulusan SMA dengan masa kerja 4 (empat) Tahun. Persamaan ini hanya untuk menentukan nilai basic index karyawan honorer. Jika ada pegawai PNS pindahan dan baru bekerja di RS, maka tetap gaji pokoknya dihitung sesuai dengan gaji pokok PNS yang bersangkutan. Position Index Merupakan penilaian harga terhadap jabatan atau posisi pegawai tidak membedakan antara PNS dan Non PNS. Untuk memudahkan maka dibuat suatu nilai awal atau nilai harga jenis jabatan seluruh pejabat baik struktural maupun fungsional di RS.
Jabatan Ketua Komite Medik, SPI Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Instalasi, Kepala Sub-bidang, Kepala Sub-bagian, Kepala Ruangan, Panitia Panitia Fungsional (tidak memiliki jabatan) Nilai 6 4 2 1

Competensi Index Adalah penilaian harga kompetensi karyawan yang diukur melalui tingkatan pendidikan yang sesuai dengan jenis pekerjaan. Hal ini penting karena banyak yang berpendidikan tinggi akan tetapi tidak pada jenis pekerjasan yang sesuai. Seorang kepala ruangan adalah sarjana S1 Pendidikan, sedangkan pendidikan dasarnya adalah seorang D3 Keperawatan, maka yang akan dihitung kompetensi tenaga yang bersangkutan adalah D3 Keperawatan, demikian pula dengan tenaga tenaga lain. Kompetensi berdasarkan pendidikan harus ditentukan nilai harga awalnya untuk memastikan bahwa nilai tersebut adalah nilai harga awal bagi tenaga dengan kompetensi tertentu, namun nilai harga awal ini akan menjadi tidak berarti manakala mereka menduduki jabatan yang tidak sesuai dengan pendidikannya. Setiap seorang memiliki keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan pelatihan yang bersertifikat. Misalnya pelatihan PPGD dihitung berdasarkan lamanya pelatihan

drhap-Remuneration System-2009

24

Nilai Kompetensi sebagai nilai harga awal


Hari Pelatihan SD dan sederajat SMP dan sederajat SMU dan sederajat D1 dan sederajat D3 dan sederajat S1/D4 Dokter, apoteker. Nurse S2 Spesialis S3 Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nilai harga pelatihan sebagai nilai harga tambahan


Hari Pelatihan 2 s/d 7 hari 8 s/d 14 Hari 15 s/d 30 hari 31 s/d 120 hari 121 s/d 180 hari Nilai 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Emergency Index Adalah nilai harga untuk tenaga tenaga atau karyawan yang bekerja pada daerah emergensi yang setiap saat harus siap melaksanakan tugas tanpa mengenal batas waktu. Tingkatan emergensi sangat bergantung kepada jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai bersangkutan.
Tingkatan Emergensi Tingkat Emergensi Grade I -Administrasi perkantoran Tingkat Emergency Grade II -Administrasi maupun keuangan yang melaksanakan shift malam -Gizi, Laundry -Farmasi -Rawat Jalan -CSSD -Radiologi non shift -Laboratorium non shift Tingkat Emergensi Grade III -Rawat Inap -Radiologi shift -Laboratorium Shift -Laboratorium shift Tingkat Emergensi Grade IV -Bedah Central -ICU,ICCU,NICU -IGD Nilai 1

drhap-Remuneration System-2009

25

Risk Index Adalah penilaian harga resiko yang harus ditanggung oleh tenaga tenaga atau pegawai yang bekerja di suatu unit tertentu Yang dimaksud resiko disini adalah resiko yang berkaitan dengan penyakit yang setiap saat akan mengenai diri karyawan yang bersangkutan. Sudah berbuat sesuai dengan standar proteksipun mereka akan tetap terkena resiko tersebut. Resiko lainnya adalah resiko fisik, resiko lain lainnya. Akan tetapi resiko kehilangan uang atau barang tidak masuk kedalam katagori resiko disini. Penilaian harga resiko
Tingkatan Resiko Tingkat Resiko Grade I -Administrasi perkantoran Tingkat Resiko Grade II -Administrasi maupun keuangan yang melaksanakan shift malam -Gizi -Farmasi -Gigi & Mulut Tingkat Resiko Grade III -Rawat Inap -Laboratorium -Laboratorium -CSSD Tingkat Resiko Grade IV -Bedah Central -ICU,ICCU,NICU -IGD -Radiology -Laundry Nilai 1

Performance Index Adalah penilaian harga tingkat kinerja berdasarkan sistem akuntabilitas yang telah ditentukan berdasarkan hasil kinerja karyawan yang bersangkutan. Nilai kinerja ini memiliki nilai 2 (dua) kali lipat dari basic index. Dengan demikian sistem remunerasi akan berbasis kinerja dimana perbandingan antara Kinerja dan yang bukan kinerja 50 berbanding 50. Khusus penilaian kinerja akan dibahas dalam pokok bahasan kinerja. Dimana setiap orang atau setiap karyawan harus memiliki indikator keberhasoilan kinerja dan target atau standar kinerja yang telah ditetapkan didalam sistem akuntabilitas (accountability system). Kemudian hasil kinerja akan diukur secara periodik setiap bulan.

drhap-Remuneration System-2009

26

POKOK BAHASAN V SISTEM AKUNTABILITAS


Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Sistem Hubungan Kinerja Upah Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Sistem Akuntabilitas Dokumen Sistem Remunerasi RS

TUJUAN 1. Meningkatnya kemampuan peserta dalam menyusun sistem remunerasi yang berbasis kinerja 2. Tersusunnya sistem akuntabilitas kinerja di perusahaan METODA 1. Ceramah 2. Bimbingan 3. Diskusi PRODUK SASARAN 1. Fahamnya para peserta dalam menerapkan sistem akuntabilitas kinerja pada perusahaannya. 2. Tersusunnya sistrem remunerasi yang berbasis kinerja

Pengertian Manajemen Kinerja Manajemen kinerja adalah proses alami dari manajemen, bukan sebuah sistem atau teknik. Manajemen kinerja juga berkaitan dengan pengelolaan konteks bisnis (lingkungan internal dan eksternal organisasi). Hal ini lebih lanjut akan mempengaruhi bagaimana mengembangkan, bagaimana menata, apa yang akan dilakukan dan bagaimana operasionalisasi organisasi. Manajemen kinerja merupakan langkah lebih lanjut dari rencana strategik dalam strategic management system. Manajemen kinerja itu sendiri meliputi penetapan akuntabilitas dan penerapan perencanaan (establish accountability), evaluasi, pelaksanaan pemantauan serta umpan balik (monitor implementations and provide feed back). Manajemen kinerja adalah suatu pendekatan strategis dan terpadu untuk mendukung keberhasilan organisasi melalui perbaikan kinerja dari semua orang yang bekerja, dengan cara pengembangan kompetensi tim serta kontribusi individu. Manajemen kinerja berkaitan dengan setiap orang yang ada dalam organisasi, bukan saja manajer, tetapi merupakan tanggung jawab seluruhnya, baik manajer maupun anggota organisasi yang lain. Secara singkat, praktek terbaik dari proses manajemen kinerja adalah bagian dari suatu keseluruhan (part of a holistic).

drhap-Remuneration System-2009

27

Manajemen kinerja menurut Michael Armstrong dan Angela Baron (1998) adalah suatu Strategi dan pendekatan terpadu yang mendukung kesuksesan suatu organisasi melalui suatu peningkatan kinerja dalam organisasi dengan mengembangkan kemampuan tim serta kontribusi dari individu. Menurut Flacky (1987) manajemen kinerja adalah komunikasi seorang manajer dengan pekerja sampai terjadi pemahaman bersama tentang pekerjaan apa yang diselesaikan, bagaimana pekerjaan itu diselesaikan dan bagaimana kemajuan pekerjaan terhadap hasil yang diinginkan. Selanjutnya Flacky berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah seperti payung yang di dalamnya termasuk perencanaan kinerja, telaahan (review) kinerja dan penilaian kinerja. Sebagaimana diuraikan di atas pembentukan akuntabilitas dalam manajemen strategik merupakan hal yang penting, terutama bagi instansi pemerintah yang harus mempertanggungjawabkannya kepada publik, seperti yang telah ditetapkan dalam INPRES Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggung jawaban secara periodik. Akuntabilitas kinerja pada hakekatnya merupakan sinergi dari akuntabilitas manajerial, akuntabilitas kegiatan dan program yang saling mendukung dan saling terkait satu sama lain. Akuntabilitas manajerial menitik beratkan pada efisiensi dan kehematan dalam penggunaan harta kekayaan, sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya. Akuntabilitas ini mempersyaratkan agar pegawai dan pejabat tidak hanya menjawab yang berkaitan dengan peraturan yang ada, akan tetapi juga untuk menetapkan suatu proses yang berkelanjutan seperti perencanaan dan penganggaran, sehingga memungkinkan penyelenggaraan pelayanan terbaik. Proses akuntabilitas menitik beratkan pada apakah kebijakan dan kegiatan mendukung pencapaian misi organisasi. Sedangkan akuntabilitas program pada dasarnya memberikan perhatian yang besar pada pencapaian hasil kegiatan organisasi/pemerintah. Dalam hal ini, seluruh aparat dipandang berkemampuan untuk menjawab pencapaian hasil yang berawal dari misi organisasi, bukan hanya sekedar kepatuhan terhadap kebutuhan hierarkhi dan prosedur. Tujuan sistem akuntabilitas kinerja organisasi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja organisasi sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya organisasi yang baik dan terpercaya. sasaran sistem akuntabilitas kinerja organisasi adalah: menjadikan organisasi yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masarakat dan lingkungannya; terwujudnya transparansi organisasi; terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional; terpeliharanya kepercayaaan masyarakat kepada organisasi. Terukurnya kinerja karyawan. Pelaksanaan strategi organisasi yang sudah dirumuskan harus terencana jelas dan spesifik, bisa dalam bentuk rencana strategis, business plan atau Strategic action plan, siapa yang harus melaksanakan dan diminta pertanggung jawabannya, sehingga terlihat keterpaduan harmonis antara responsibiltas dan akuntabilitas.

drhap-Remuneration System-2009

28

Manajemen Strategis dan Akuntabilitas Hal yang sangat penting dalam penerapan sistem akuntabilitas adalah perlu kelengkapan perencanaan strategis karena sistem akuntabilitas merupakan salahsatu perangkat dalam manajemen strategis. Dokumen yang harus dimiliki oleh organisasi adalah rencana strategis (Strategic planning) atau rencana bisnis (Corporate business plan) sedangkan setiap pejabat baik struktural maupun fungsional harus memiliki rencana aksi strategis ( Strategic action plan) dan rencana bisnis (Business plan unit kerja). Rencana bisnis organisasi akan dijabarkan oleh masing-masing pejabat didalam organisasi tersebut, dan rencana bisnis tersebut memiliki thema-thema atau target-target yang harus dicapai oleh organisasi, sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard, yang terdiri dari empat perspektif yaitu, pembelajaran dan pengembangan SDM, proses usaha, kepuasan pelanggan dan perspektif keuangan. Target-target strategis dengan perspektif-perspektif inilah yang harus dijabarkan dan dicapai oleh pejabat struktural maupun pejabat fungsional kedalam strategi masing masing unit. Rencana Aksi Strategis Karena itu setiap pejabat struktural yang tidak menghasilkan uang atau cost center harus memiliki strategi unit kerjanya masing-masing dalam bentuk rencana aksi strategis atau strategic action plan. Didalamnya terdiri dari visi, misi dan value unit kerja, tujuan, sasaran target dan strategi unit kerja. Sasaran satrategi dijabarkan kedalam bentuk program dan selanjutnya program dijabarkan kedalam bentuk kegiatan. Kegiatan inilah yang akan diukur keberhasilannya melalui sistem monitoring dan evaluasi yang merupakan akuntabilitas pejabat yang bersangkutan terhadap jabatannya. Jadi jika pejabat yang bersangkutan tidak memiliki strategic action plan maka akan sangat sulit mengukur kinerja atau kegiatan pejabat yang bersangkutan karena yang diukur bisa saja hanya kegiatan rutin mereka. Rencana Bisnis Agak berbeda dengan rencana aksi strategis, rencana bisnis unit kerja atau business plan unit kerja harus dimiliki oleh para pejabat yang berkerja pada unit kerja yang menghasilkan uang. Para pejabat tersebut perlu menganalisa produk dan pasar dalam menyusun strategi bisnisnya. Dokumen rencana bisnis ini berisi, visi, misi dan value unit kerja, analisa produk dan pasar, prediksi permintaan pasar dan prediksi pembiayaan dan pendapatan, tujuan, sasaran, dan strategi unit kerja. Sasaran strategi dijabarkan kedalam program dan program dijabarkan kedalam bentuk kegiatan-kegiatan. Kegiatan inilah yang akan diukur keberhasilannya dan dari hasil pengukuran kegiatan akan bisa diukur keberhasilan program dan pada akhirnya dapat diukur keberhasilan unit kerja tersebut dalam melaksanakan misi unit kerjanya.

drhap-Remuneration System-2009

29

Dari gambaran diatas bisa dilihat bahwa strategi organisasi bisa dicapai jika setiap unit kerja memiliki strategi untuk mencapai sasaran atau thema-thema organisasi. Dan jika ini diterapkan maka konsep strategi berdasarkan balanced scorecard bisa diaplikasikan dengan lebih mudah. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Hal ini membutuhkan artikulasi yang jelas mengenai suatu misi organisasi dan mengenai tujuan dan sasaran yang dapat diukur, dan berhubungan dengan hasil program, berdasarkan hasil pengukuran kegiatan-kegiatan. Untuk mencapai pengukuran kinerja yang obyektif, akurat dan terpercaya ada enam hal yang perlu dilakukan yaitu penetapan indikator kinerja, penetapan kriteria, penetapan standar kinerja atau target, pengumpulan data kinerja, pengukuran kinerja dan evaluasi pengukuran kinerja. 1. Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Dalam menetapkan alat ukur kinerja (indikator kinerja), harus dapat diidentifikasikan suatu bentuk pengukuran yang akan menilai output dan outcome yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari personil organisasi membuat kemajuan menuju tujuan dan sasaran dalam perencanaan strategis. Indikator merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasiindikasi terjadinya perubahan tertentu. Indikator yang baik haruslah sensitif dan juga spesifik. Di rumah sakit sesungguhnya sudah ada indikator-indikator pelayanan dan kegiatan, misalnya rekam medik yang sebenarnya merupakan indikator untuk melihat apakah pelayanan medis dokter dan asuhan keperawatan dilaksanakan, format laporan rumah sakit juga merupakan indikator kinerja rumah sakit, misalnya BOR, LOS, TOI, NDR, GDR dll, namun hanya merupakan indikator output yang tujuannya mengetahui sejauhmana pemanfaatan tempat tidur, sejauhmana lama perawatan rata-rata di rumah sakit, berapa lama tempat tidur kosong, berapa besar kematian pasien diatas 48 jam dan berapa besar kematian pasien dibawah 48 jam. Indikator-indikator ini berguna untuk melihat kinerja rumah sakit secara umum. Namun hal ini tidak cukup, karena masih banyak kegiatan lain yang perlu dipantau secara berkesinambungan. Sayangnya indikator indikator ini jarang digunakan sebagaimana mestinya termasuk bagaimana mekanisme pemanfaatan indikator-indikator ini sebagai alat untuk melakukan antisipasi dalam bentuk perubahan, perbaikan, pengamanan dan perencanaan kedepan.

drhap-Remuneration System-2009

30

Yang terjadi saat ini, para manajer rumah sakit hanya mengetahui adanya perubahan atau penyimpangan dari standar setelah terjadi (Output) namun belum memanfaatkan indikator input, proses, outcome, benefit dan impact untuk mengetahui lebih dini bahayabahaya manajemen apa yang sedang dihadapi dan dampak apa yang akan terjadi akibat pelayanan di rumah sakit. Karenanya sering terjadi tuntutan hukum akibat ketidak puasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. hal ini disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan karena hanya melihat indikator output saja. Apalagi jika indikator yang ada tidak pernah menjadi bahan dasar ( Evidance based) untuk pengambilan keputusan masa mendatang. Ada hal yang sangat penting tetapi belum merupakan kebutuhan, yaitu belum membudayanya mekanisme akuntabilitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Padahal akuntabilitas ini sangat penting artinya untuk mengetahui kinerja sebenarnya dari pemberi pelayanan (Provider) apakah ia berprofesi dokter, perawat, manager atau tenaga administrasi lainnya. Akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan indikator dan standar. Lemahnya budaya akuntabilitas dapat menjebak profesi kearah rutinitas yang menyebabkan hilangnya inovasi-inovasi Peter Drucker. Akibatnya kesalahan-kesalahan dan kekeliruan pelayanan yang telah dan sedang terjadi malah menjadi hal yang rutin dan biasa, sehingga rasa bersalah akan semakin hilang (Lost of guilty feeling), dan hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, sehingga mendarah daging dalam diri para provider. Indikator terdiri dari : a. Input Yang dapat mengukur perubahan pada bahan, alat, sistem, prosedur atau orang yang memberikan pelayanan, misalnya jumlah dokter yang memberikan pelayanan, kelengkapan peralatan yang sesuai standar, adanya prosedur tetap dll. b. Proses Yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan, misalnya pelayanan yang sesuai dengan prosedur tetap, pelayanan dengan senyum, kecepatan pelayanan dll. c. Output Yang dapat menjadi tolok ukur perubahan pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah pasien yang dioperasi, jumlah pasien poli yang terlayani, kebersihan ruangan dll. d. Outcome Yang dapat menjadi tolok ukur perubahan pada perilaku pelanggan akibat hasil pelayanan misalnya kejadian infeksi nosokomial, keluhan pelanggan, kepuasan pelanggan dll.

drhap-Remuneration System-2009

31

e. Benefit Yang dapat menjadi tolok ukur indikasi perubahan pada keuntungan baik dari fihak pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan, biaya pelayanan yang lebih murah, meningkatnya pendapatan dll f. Impact Yang dapat menjadi tolok ukur adanya indikasi perubahan pada jangka panjang dan berpengaruh kepada organisasi atau masyarakat luas. Misalnya menurunnya angka kematian ibu, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan dll. Dalam menetapkan indikator kinerja terdapat 3 hal pokok yaitu: a. Penetapan awal indikator kinerja dan data awal. Bagi organisasi atau pemerintah yang baru pertama kali membuat pengukuran kinerja dapat mengikuti langkah-langkah umum sebagai berikut: Teliti tugas pokok dan fungsi organisasi Teliti tujuan kebijakan dan program-program yang ada Teliti sasaran program, sasaran pelaksanaan tugas dan target-target yang ditetapkan instansi yang lebih tinggi Buat daftar indikator input, proses, output, outcome, benefit dan impact. Pilih indikator-indikator yang paling mengena. Pengembangan indikator kinerja Suatu indikator kinerja bagi suatu organisasi harus dikembangkan terus menerus. Ada kemungkinan indikator yang ditetapkan pertama kali ternyata banyak kelemahannya. Untuk itu perlu penyempurnaan-penyempurnaan. Suatu indikator kinerja yang sudah ditetapkan dan dipakai harus dievaluasi dampak penggunaannya. Hal ini penting untuk dilakukan, karena pengukuran kinerja dalam perjalanannya dapat menimbulkan ekses-ekses negatif, jika penetapannya tidak tetap. Penggunaan manajemen berorientasi hasil Penetapan indikator kinerja akan sangat penting dalam kaitannya dengan caracara manajemen melaksanakan tugas-tugas organisasi yang berorientasikan kepada hasil. Yang paling utama adalah penetapan indikator outcome, pengukuran, dan analisis atau evaluasi hasil pengukurannya. Ini bukan berarti, pengukuran kinerja dengan menggunakan indikator input dan proses tidak berguna, akan tetapi bagaimanapun yang harus diutamakan adalah pengukuran kinerja berdasarkan ukuran-ukuran yang menggambarkan pencapaian hasil. Nilai atau karakteristik tertentu yang digunakan untuk mengukur/menghitung indikator kinerja dapat dinyatakan dalam: unit sumber daya, unit produk saja, hasil, outcome, nilai yang dikumpulkan, mutu, ketepatan, keakuratan, cakupan, pilihan, biaya, aset, produktivitas, frekuensi, dan lain-lain. Sekali pemilihan indikator-indikator telah ditetapkan, maka sudah harus ditekankan bahwa semua unsur dalam organisasi harus komit terhadap drhap-Remuneration System-2009 32

b.

c.

2.

Kriteria

pemakaian indikator-indikator ini untuk pengukuran pencapaian hasil. Pemilihan suatu indikator mungkin saja melibatkan faktor politis, akan tetapi sejauh mungkin harus dilakukan secara logis, sesuai dengan permasalahan yang ada dan sumber daya yang tersedia.

Merupakan spesifikasi dari indikator, misalnya keberhasilan peningkatan mutu pelayanan, yang menunjukkan mutu sangat baik, baik, sedang, kurang dan buruk. Atau keberhasilan pendapatan, tinggi sedang, rendah. Atau spesifik terhadap kepuasan pelanggan. Jadi kriteria merupakan ciri khas tentang apa yang dinginkan untuk diukur atau diketahui adanya perubahan/penyimpangan dari standar yang telah ditentukan. 3. Penetapan Standar Kinerja Standar kinerja adalah pernyataan dari suatu kondisi yang ada ketika pekerjaan dilakukan secara efektif. Standar kinerja dapat merupakan ukuran tingkat yang diharapkan yang dinyatakan dalam suatu pernyataan kuantitatif. Standar kinerja dapat bersumber dari peraturan perundang-undangan, keputusan manajemen, pendapat para ahli, atau atas dasar pengalaman tahun-tahun sebelumnya, dan harus diperhatikan : Identifikasi pelanggan yang jelas. Melakukan survei jenis dan mutu pelayanan yang diinginkan secara periodik. Penyediaan kotak pengaduan/saran serta menerima keluhan pelanggan. Menyediakan informasi pelayanan yang mudah diakses pelanggan. Penetapan jangka waktu pelayanan maksimum (keadaan normal) Usaha-usaha perbaikan garis depan (front line) Pemahaman standar adalah tingkat performans (Performance level) atau keadaan yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performans atau kondisi tersebut.

Suatu norma atau persetujuan/kesepakatan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik; Suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu; Standar dapat ditentukan berdasarkan, ketentuan yang ada misalnya dari standar pelayanan rumah sakit, standar profesi kedokteran, standar akreditasi, atau standar lain baik nasional maupun internasional, atau jika tidak ditemukan standar yang dinginkan, maka dapat dibuat standar lokal yang disepakati bersama.

4.

Pengumpulan Data Kinerja Pengumpulan Data Kinerja adalah proses pengumpulan dan pengolahan data atas indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan secara periodik melalui formulir kendali mutu, laporan bulanan, hasil survei/sensus, konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait.

drhap-Remuneration System-2009

33

5.

Pengukuran Kinerja Tujuan dan sasaran jangka panjang yang sedang dicoba untuk dicapai, dinilai dengan menelaah (review) kemajuan indikator kinerja. Sekali rencana strategis organisasi menetapkan tujuan dan sasaran jangka panjang, organisasi harus menyiapkan rencana kinerja tahunan yang akan memperlihatkan kemajuan yang akan dibuat. Dengan perkataan lain, pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja digunakan pula untuk menilai pertanggungjawaban pencapaian tujuan dan sasaran program. Unsur-unsur kunci sistem pengukuran kinerja organisasi meliputi: perencanaan dan penetapan tujuan; pengembangan pengukuran yang relevan pelaporan hasil-hasil secara formal penggunaan informasi Cara pengukuran kinerja menurut INPRES Nomor 7 tahun 1999 dan James Whithaker (1993) pada dasarnya dapat dilakukan sebagai berikut. Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan. Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan. Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan kinerja nyata dengan kinerja instansi-instansi lain yang unggul di bidang-nya atau dengan sektor swasta. Kecenderungan (trend) data kinerja untuk tahun-tahun dalam rencana lima tahunan yang berjalan. Suatu angka atau pernyataan mengenai kinerja hanya mempunyai arti jika digunakan untuk mengidentifikasikan kesenjangan antara tingkat kinerja nyata dari organisasi dengan tingkat kinerja yang diidentifikasikan sebagai tujuannya.

6.

Evaluasi, Pemantauan dan Umpan Balik (Feed Back) Di dalam evaluasi hasil pengukuran kinerja dikemukakan penilaian dan penjelasan pencapaian tujuan kinerja. Di samping itu perlu dikemukakan analisis dan sebab-sebab tercapai/tidak tercapainya tujuan/sasaran. Dalam bagian ini perlu juga dikemukakan hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan. a. Evaluasi Pengukuran Kinerja Evaluasi pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk kepentingan para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan. Perhitungan-perhitungan dan pengukuran yang banyak dan rumit tidak akan berguna kalau tidak dievaluasi secara memadai. Evaluasi hendaknya ditekankan pada analisis hasil pengukuran kinerja, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disajikan informasi yang berguna bagi pengambil keputusan.

drhap-Remuneration System-2009

34

b. Teknik analisis Analisis dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang suatu satuan kerja instansi pemerintah/organisasi. Analisis ini akan memberikan jawaban tentang tindakan-tindakan apa yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja. Pembobotan setiap indikator yang disajikan Setelah dilakukan pembandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang diinginkan, akan diperoleh kesenjangan (gap) baik positif maupun negatif. Untuk dapat menilai apakah suatu satuan kerja/organisasi telah mencapai tingkat keberhasilan tertentu, perlu dilakukan pembobotan atas setiap indikator. Keberhasilan pencapaian hasil akan diperoleh dari perkalian capaian setiap sasaran dengan bobot setiap indikator. Sebagai bahan pertimbangan, pemberian bobot harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Indikator yang paling menggambarkan pencapaian hasil diberi bobot tertinggi. Indikator yang paling erat kaitannya dengan tujuan program/kegiatan diberi bobot yang tinggi. Indikator yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan kebijakan instansi yang lebih tinggi diberi bobot tinggi. Indikator yang paling menonjol diberi bobot yang tinggi. Indikator yang hanya menggambarkan output diberi bobot lebih rendah dari pada indikator yang menggambarkan outcome. Skala nilai/bobot yang dapat diterapkan dilakukan melalui judgement dari instansi/organisasi yang bersangkutan. Sebagai acuan dapat digunakan metode CARL (capability, accesability, readyness, leverage) atau metode BRYANT maupun metode DELPHI. Membuat simpulan hasil analisis Untuk membuat simpulan hasil analisis keseluruhan keberhasilan, satuan kerja instansi pemerintah/organisasi yang melakukan berbagai tugas dan menjalankan berbagai program/kegiatan, hendaknya dihitung rata-rata nilai tertimbang yang berasal dari pembobotan masing-masing indikator yang dicapai. Skala pengukuran kinerja dapat dibuat berdasarkan pertimbangan masing-masing organisasi. Untuk tahap awal dapat dipakai skala pengukuran ordinal, misalnya: sangat baik, baik, sedang dan kurang. Pemantauan Di samping evaluasi, langkah yang diperlukan untuk mengetahui efek dari penetapan suatu kebijakan adalah pemantauan. Fungsi pemantauan juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana sasaran dapat dicapai termasuk kendala yang dihadapi. Pemantauan merupakan suatu upaya pengumpulan informasi, baik yang berasal dari dalam sistem maupun berasal dari luar sistem. Adapun yang melatar-belakangi perlunya pemantauan adalah karena adanya

drhap-Remuneration System-2009

35

ketidakpastian (uncertainty) dan cepatnya perubahan terhadap apa yang terjadi pada saat pelaksanaan kebijakan. Fungsi pemantauan.

mengetahui tingkat kepatuhan (compliance) dalam pelaksanaan program sesuai dengan standar dan prosedur yang ditentukan; mengetahui pemanfaatan penggunaan sumberdaya dan pelayanan; memperoleh informasi untuk membantu menghitung perubahan sosial dan ekonomi; sebagai implementasi suatu kebijakan; menghasilkan informasi yang menjelaskan outcome suatu kebijakan memiliki keberhasilan atau kegagalan.

Umpan Balik
Hasil evaluasi dan pemantauan digunakan sebagai umpan balik untuk tindakan koreksi atau penyempurnaan misi, tujuan dan sasaran serta strategi organisasi. Umpan balik merupakan sebagian dari proses evaluasi, oleh karena itu umpan balik merupakan penyampaian masukan (Feedback) berdasarkan informasi atau laporan pelaksanaan suatu rencana serta proses penyesuaian pelaksanaan rencana untuk masa yang akan datang berdasarkan pelaksanaan di masa yang lalu yang tidak sesuai denga standar yang telah ditentukan. Proses umpan balik merupakan salah satu mata rantai dari berbagai faktor penentu kebijakan. Memberikan umpan balik berdasarkan fakta adalah bagian penting dalam diskusi kinerja dan pengembangan. Tujuan umpan balik adalah meningkatkan pemahaman agar dapat mengambil tindakan yang tepat. Tindakan dapat bersifat korektif mewujudkan adanya sesuatu yang tidak beres atau bersifat korektif dalam memanfaatkan peluang yang berdasar umpan balik tersebut. Dalam hal ini umpan balik merupakan penguatan dan dapat memberikan intuisi yang kuat. Menurut Michael Armstrong dan Angela Baron (1998) umpan balik 360 derajat yang banyak diterapkan, yakni pengumpulan data kinerja secara sistematik yang diberikan oleh pihakpihak yang berkepentingan (stakeholders) kepada perorangan atau kelompok. Penggunaan umpan balik 360 derajat antara lain adalah: untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan manajemen; untuk mendukung proses human resources seperti penilaian dan resourcing and succession planning; untuk mendukung keputusan pembayaran. Metodologi umpan balik 360 derajat dilakukan melalui kuesioner, rating, memperoleh data, saran tanggapan dan tindakan. Umpan balik 360 derajat dilakukan karena keprakstisannya, sesuai dengan organisasi dan hierarkhi, membantu manajer yang terbatas pengetahuannya dan merefleksikan nilai-nilai untuk masukan dalam manajemen kinerja.

drhap-Remuneration System-2009

36

Peran Komite Medik Komite medik sebagai penanggung jawab mutu pelayanan medik berperan sebagai pengendali mutu pelayanan medik di RS. Hal ini sesuai dengan tugas dan fungsi Komite Medik yaitu : Tugas Membantu Direktur untuk menyusun standar pelayanan dan memantau pelaksanaan pelayaan. Memantau pelaksanaan tugas tenaga medis Meningkatkan program pelayanan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dibidang medik Wewenang Memberikan usul rencana kebutuhan tenaga medis Memberikan pertimbangan pemeliharaan, pengadaan peralatan medis dan alat kesehatan Monitoring dan evaluasi penggunaan obat-obatan di RS Monitoring dan evaluasi efektifitas pemanfaatan peralatan kedokteran Pembinaan etika profesi Rekomendasi kerjasama antara RS dengan Fakultas Kedokteran, FKG atau institusi kesehatan lain Tanggung Jawab Komite medik bertanggung jawab kepada Direktur RS, Ketua panitia yang berada dibawah Komite Medik bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik Pemantauan kinerja dokter agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan erat kaitannya dengan clinical governance, bagaimana Komite Medik melakukan pemantauan terhadap para dokter yang memberikan pelayanan di RS. Cara pemantauan dapat menggunakan Strategic Action Plan (SAP) yang didalamnya tercantum rencana strategis, aplikasi strategis dan evaluasi strategis dalam bentuk sistem akuntabilitas. Karenanya diperlukan Standar Pelayanan Minimal dirumah sakit, diperlukan juga standar lain yang erat kaitannya dengan mutu pelayanan dokter di RS. Hal yang cukup penting adalah bagaimana Komite Medik menentukan indikator-indikator sebagai patokan sinyal jika terjadi penyimpangan mutu pelayanan.. Bentuk teknis pemantauan pada para dokter adalah : Audit Medik Grand Visite Komite Medik bersama seluruh dokter Referat Kematian Pasien, dll. Hasil audit medik inilah sebagai dasar monitoring mutu pelayanan medik, Komite Medik memiliki kewenangan untuk menentukan izin bagi para dokter dalam memberikan pelayanannya berupa privilege, jika dinilai dokter yang bersangkutan telah dianggap mampu memberikan jenis

drhap-Remuneration System-2009

37

pelayanan tertentu. Dilain fihak Komite Medik memiliki kewenangan pula untuk mengurangi privilege dokter jika dokter tersebut dianggap kurang mampu memberikan pelayanan mediknya. Clinical governance akan memperlihatkan akuntabilitas para dokter terhadap apa yang dikerjakannya. Sehingga jika pada suatu saat terjadi tuntutan terhadap dokter, Komite Medik sudah siap dengan akuntabilitasnya. Oleh karena itu setiap SMF perlu memiliki strategic action plan yang akan memperlihatkan kegiatan SMF yang strategis dan kegiatan ini akan diukur sama seperti SAP dan Business plan Unit kerja lain. Hanya bedanya SMF lebih ditekankan kepada pengukuran kinerja proses, output dan outcome saja, misalnya indikator prosesnya berdasarkan time respons atau time motion, outputnya berapa target hasil pelayanan SMF, sedangkan outcomenya adalah seberapa besar kepuasan pelanggan terhadap pelayanan SMF. Ringkasan akuntabilitas Sistem akuntabilitas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan manajemen strategis organisasi Akuntabilitas terdiri dari, monitoring dan evaluasi, yang dimonitor adalah kegiatan-kegiatan, sedangkan kegiatan berasal dari program dan program berasal dari sasaran strategis, sasaran strategis adalah penjabaran dari tujuan unit kerja dan jika kita urut keatas maka tujuan ditetapkan berdasarkan hasil analisa internal maupun eksternal dengan demikian misi yang dijalankan oleh unit kerja bisa diukur. Prinsip utama dalam penerapan sistem akuntabilitas adalah bahwa akuntabilitas tidak mungkin dapat di terapkan sebelum masing-masing unit kerja menyusun strategi, atau lebih jelasnya para pejabat struktural, SMF, Kepala ruangan dan Kepala Instalasi yang tidak menghasilkan uang harus memiliki dokumen Stratewgic action plan, sedangkan pejabat fungsional yang menghasilkan uang misalnya kepala instalasi rawat inap, rawat jalan, bedah central radiologi dan sejenisnya harus memiliki dokumen Business plan. Target-target organisasi yang tercntum dalam rencana strategis ataupun business plan corporate dapat diukur yang datanya berasal dari hasil kegiatan-kegiatan seluruh pejabat rumah sakit. Dalam menyusun strategi sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard dari sejak menetapkan visi dan misi, sehingga pada saat analisa lingkungan keempat perspektif yaitu pembelajaran dan pengembangan SDM, proses usaha, kepuasan pelanggan dan perspektif keuangan bisa tercakup yang akhirnya akan menghasilkan strategi yang mengarah kepada keempat perspektif tersebut.

drhap-Remuneration System-2009

38

POKOK BAHASAN VI DOKUMEN SISTEM REMUNERASI RUMAH SAKIT


TUJUAN 1. Jelasnya gambaran mengenai bentuk sistem remunerasi 2. meningkatnya kompetensi peserta dalam menyusun sistem remunerasi yang baik METODA 1. Ceramah 2. Bimbingan 3. Tanya Jawab PRODUK SASARAN 1. Tersusunnya sistem remunerasi yang baik dan mudah diaplikasikan 2. Terpenuhinya kelengkapan persyaratan administratif bagi RSD PPK-BLUD

Proses Remuneration System Pemahaman Sistem Remunerasi Pendekatan Pengaturan Penggajian Dampak Sistem Hubungan Kinerja Upah Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi Sistem Akuntabilitas Dokumen Sistem Remunerasi RS

Bentuk Umum Sistem Remunerasi Sistem adalah merupakan nyawa dari struktur organisasi. Struktur organisasi tanpa sistem maka ibarat benda mati yang tidak bisa bergerak. Karenanya sistem remunerasi adalah salah satu nyawa untuk menggerakkan berjalannya pengaturan pengupahan didalam perusahaan termasuk di rumah sakit. Pengupahan itu sendiri tersdiri dari Gaji, insentif, merit/bonus. Yang menjadi masalah rumit di rumah sakit dewasa ini adalah pengupahan sudah berjalan dengan baik akan tetapi dasar penguapahan masih kabur dan terkadang ada beberapa rumah sakit yang tidak memiliki sistem secara tertulis. Bentuk umum dari sistem remunerasi hampir sama dengan bentuk peraturan pemerintah, SK dan atau Undang Undang yang harus disahkan berdasarkan penetapan kepala daerah. Kerangka Detail Sistem Remunerasi Kerangka detail sistem remunerasi adalah sebagai berikut: Pendahuluan Ketentuan Umum Sumber pembiayaan / Dana Remunerasi

drhap-Remuneration System-2009

39

Hak dan kewajiban karyawan dalam sistem remunerasi Penanggung jawab remunerasi Pelaksana teknis remunerasi Pelaksanaan penilaian kinerja Siatem gaji karyawan tetap dan karyawan honorer Distribusi insentif Ketentuan lain lain Penutup

Agar dalam menyusun dokumen sistem remunerasi lebih mudah maka akan dijelaskan dibawah ini masing masing detail dari bentuk remunerasi.

Pendahluan

Berisi penjelasan mengenai sistem remunerasi. Alasan mengapa sistem ini dibuat dan apa dampak yang diharapkan dari sistem remunerasi tersebut.

Ketentuan umum Adalah penjelasan mengenai pa yang dimaksud dengan kata atau kalimat yang berada didalam sistem remunerasi, agar kalimat tidak berulang ulang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum, namun bisa bahasa biasa yang penting mudah dimengerti dan mudah dicerna oleh pihak stakeholder. Contoh : 1. Yang dimaksud dengan Direktur adalah direktur RSUD DABEDA 2. Yang dimaksud dengan sistem Remunerasi adalah tatacara pengupahan yang berkekuatan hukum 3. dll sejenisnya

Sumber Pembiayaan Remunerasi Pada bab ini menerangkan tentang darimana sumber dana remunerasi. Khusus bagi RS pemerintah yang menjadi masalah rumit adalah bukan sistem penggajian akan tetapi sistem insentif yang merupakan bagian dari sistem remunerasi. Sistem gaji karyawan sudah ditentukan oleh pemerintah jadi tidak menjadi masalah samapai saat ini, walaupun dirasakan gaji PNS masih berada dibawah kelayakan jika dibanding dengan gaji pegawai negeri di negara lain. Sumber insentif yang merupakan masalah yang sangat sensitif biasanya bersumber dari jasa pelayanan, bisa berasal dari jasa pelayanan dokter, keperawatan dan administrasi. Namun pada umumnya RSD m,enetapkan sumber insentif dari jasa pelayanan. Jasa pelayanan bukan jasa dokter bukan pula insentif dokter akan tetapi merupakan jasa pelayanan tim yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Ketentuan pembagiannya diterapkan berdasarkan sistem remunerasi.

drhap-Remuneration System-2009

40

Contoh 1. Sumber dana insentif berasal dari jasa pelayanan yang muncul didalam tarif pelayanan rumah sakit. 2. Sumber lain dana insentif karyawan adalah bersumber dari 50% keuntungan apotik dan 25% dari keuntungan Jasa sarana dan prasarana RS

Hak dan kewajiban karyawan dalam sistem remunerasi Pada bab ini menjelaskan tentang siapa saja yang berhak mendapat remunerasi. Yang benar adal;ah setiap karyawan baik karyawan tetap atau karyawan honorer berhak mendapat remunerasi. Hanya karyawan KSO (kerjasama operasi) tidak bisa dimasukkan kedalam karyawan yang bisa menerima remunerasi karena karyawan pada KSO adalah karyawan pihak ketiga bukan karyawan perusahaan kita. Remunerasi dalam bentuk insentif bukanlah hak yang setiap saat harus diterima akan tetapi penghargaan terhadap kinerja yang diberikan oleh karyawan terhadap perusahaan. Semakin hebat kinerjanya maka insentif akan semakin besar. Karenanya sistem insentif akan sangat bergantung kepada hasil kinerja karyawan yang bersangkutan dan akan sangat berkaitan dengan volume pelayanan jasa perusahaan misalnya rumah sakit. Semakin tinggi volume pelayanan di rumah sakit maka secara ortomatis insentif akan semakin besar. Contoh 1. Seluruh karyawan PNS akan mendapat gaji sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berlaku. 2. Seluruh karyawan honorer akan mendapat gaji berdasarkan ketentuan penggajian didalam sistem remunerasi ini. 3. Yang berhak menerima insntif adalah seluruh karyawan tetap dan honorer di rumah sakit. Penanggung Jawab Sistem Remunerasi Yang bertanggung jaeab terhadap penyelenggaraan sistem remunerasi adalah direktur keuangan atau wakil direktur keuangan. Sistem remunerasi akan sangat baik jika menggunakan sistem informasi digital atau menggunakan sistem yang tercantum didalam sistem komputerisasi rumah sakit yang bisa di LAN ke sistem akuntansi dan billing system. Contoh 1. Penanggung jawab sistem remunerasi adalah direktur keuangan 2. keputusan untuk menetapkan pengurangan akibat kinerja yang tidak sesuai dengan standar sehingga menimbulkan nilai index yang berkurang sepenuhnya berada pada direktur keuangan.

drhap-Remuneration System-2009

41

Pelaksana teknis Sistem Remunerasi Pelaksana teknis adalah pelaksana yang akan membayarkan insentif karyawan. Seperti lazimnya suatu perusahaan maka yang bertugas melaksanakan kegiatan ini adalah staf keuangan.

Pelaksana penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah pekerjaan yang tersulit dari sistem remunerasi karena pada umumnya RSD atau rumah sakit pemerintah tidak terbiasa dengan budaya penilaian kinerja. Akibatnya banyak mengalami hambatan yang cukup serius jika tidak ditangani dengan benar dan teliti. Banyak karyawan merasa haknya dipotong padahal kinerjanya menurun, sekali lagi perlu ditegaskan bahwa sistem remunerasi berbasis kepada kinerja, jadi jika kinerjanya merosot maka secara otomatis insentifnya juga merosot. Akibat adanya resistensi seperti ini maka pelaksana penilaian akan mengalami hambatan yang tidak kecil. Pelaksana penilaian kinerja secara umum dilaksanakan oleh kepala Bidang SDM atau Direktur administrasi, bertugas mengumpulkan dan menilai kinerja masing masing karyawan.

Sistem gaji karyawan Pada bab ini ditegaskan gaji dan tatacara penggajian karyawan baik yang pegawai negeri maupun tenaga honorer. Gaji PNS hanya dicantumkan bahwa sistem penggajian PNS mengacu kepada sistem penggajian yang ditetapkan berdasarkan peraturan poemerintah yang berlaku. Sedangkan gaji non PNS harus ditegaskan secara rinci dan bagaimana dengan kenaikan gaji berkalanya serta bagaimana persiapan pembayaran pensiunnya.

Distribusi Insentif Dalam bab ini dijelaskan secara rindi mengenai distribusi insentif. Konsepnya barang siapa yang menghasilkan jasa pelayanan yang tercantum didalam tarif rumah sakit maka yang bersangkutan diwajibkan untuk memberikan kontribusi bagi seluruh karyawan rumah sakit. Persentasenya berdasarkan kesepakatan antara penyusun sistem insentif. Misalnya dokter spesialis bedah mengoperasi appendix dalam tarif tercantum jasa pelayanan operasi sedang Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah), maka dalam sistem ini dokter tersebut hanya menerima insentif langsung yang akan diberikan kepadanya pada awal bulan berikutnya sebesar Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah), atau sekitar 50% dari jasa yang tercantum didalam tarif layanan rumah sakit. Sisanya masuk kedalam Pos Remunerasi. Demikian pula kelompok perawat yang ada di rawat inap mendapat jasa total perawatan sebesar Rp 25 juta (duapuiluh lima juta rupiah) dalam sebulan. Maka kelompok perawat rawat inap hanya akan mendapat insentif langsung kelompok sebesar Rp 12.500.000,- (duabelas juta lima ratus ribu rupaih) atau sekitar 50%. Sisanya didistribusikan

drhap-Remuneration System-2009

42

kedalam Pos Remunerasi. Demikian selanjutnya dan berlaku bagi siapa saja yang menghasikan jasa pelayanan dan tercantum didalam tarif rumah sakit. Pada distribusi insentif ada dua bagian distribusi : 1. Insentif langsung yang hanya berlaku kepada setiap karyawan penghasil jasa pelayanan 2. Insentif tidak langsung, adalah insentif yang bersumber dari Pos Remunerasi. Ini berlaku bagi seluruh karyawan rumah sakit dan distribusinya menggunakan sistem score berdasarkan indexing. Falsafah dasarnya adalah bahwa setiap penghasil jasa berkewajiban memberikan kontribusi pendapatannya kepada para karyawan lainnya di rumah sakit. Dengan demikan maka akan terjadi koherensia dan kebersamaan diantara karyawan rumah sakit. Contoh Seorang dokter spesialis bedah orthopedi dengan kinerjanya menghasilkan jasa Rp 38.000.000,- (tigapuluh delapan juta rupiah) berdasarkan sistem insentif, maka yang ia dapatkan langsung adalah 50% X Rp 38.000.000,- = Rp 19.000.000,- (sembilanbelas juta rupiah), artinya dokter yang bersangkutan memberikan kontribusi kedalam Pos Remunerasi sebesar Rp 19.000.000,- (sembilanbelas juta rupiah). Arti lainnya adalah dokter yang bersangkutan telah konstribusi kepada seluruh karyawan sebesar Rp 19.000.000,(sembilanbelas juta rupiah). Kemudian dokter tersebut memiliki score individu, setelah perhitungan kinerja selesai sikerjakan maka akan tampak ytotal dana yang ada didalam Pos Remunerasi. Dan jika telah diketahui total score seluruh karyawan rumah sakit. Maka dokter tersebut akan mendapat lagi insentif tidak langsung berdasarkan score yang dia miliki. Jelas bahwa penghasil uang akan mendapat insentif langsung dan insentif tidak langsung. Khusus bagi karyawan yang berada pada cost center hanya akan mendapat insentif tidak langsung. Inilah transparansi sistem insentif, akan terjadi dokter merasakan uang yang berasal dari keperawatan, dari farmasi dan dari sumber lain demikian juga seluruh karyawan. Akan terjadi saling mendukung dalam menuinjang pendapatan individu karyawan di rumah sakit.

drhap-Remuneration System-2009

43

Kepustakaan
Anthony.Robert N, Govindarajan.Vijay, MANAGEMENT CONTROL SYSTEMS, 9Th Edition, McGraw-Hills Companies, USA, 1998. Brinzius. Jack A. & Campbell. Michael D, Getting Result a Guide for Government Accountability, 1990. Cortada. James W, Total Quality Management for Information Systems Management, Mc Grou-Hill. Inc., 1995. Craig, James. C. Grant.Robert M., Strategic Management, 1993. Day.George S, Reibstein.David J, DYNAMIC COMPETITIVE STRATEGY, The Wharton School, with Robert Gunther, John Willey & Sons, Inc, USA, 1997. Griffin.Ricky W, MANAGEMENT, 5Th Edition, Houghton Mifflin Company, Boston, Toronto, Geneva, Illionis, Palo Alto, Princenton, New Jersey, 1999. Griffith, John R. THE WELL MANAGED COMMUNITY HOSPITAL, Health Administration Press, Ann Arbor, Michigan, 1987. Hendry.John, Johnson.Gerry, Newton.Julia, STRATEGIC THINKING, Leadership and Management of Change, John Willey & Son, Chicester-New York- Toronto Singapore, West Sussex England, 1993. Kaplan. Robert S, Norton. David P, THE STRATEGY FOCUSED ORGANIZATION, How Balanced Scorecard Companies Thrive the New Business Enviroment, Harvard Business School Press, Boston, 2001. Levin. Richard I, Rubin. David S, Stinson. John P, QUANTITATIVE APPROACHS TO MANAGEMENT, 6th Edition, Exclusive rights by Mc Graw-Hill Book Co, Singapore Manufacture and Export, 2nd Printing,1996. Mintzberg, Henry, Ahlstraud. Bruce and Lampel. Joseph, Strategy Safary a Guided Tour Through The Wilds of Strategic Management, 1998. Osborne. David and Ted Gaebler, REINVENTING GOVERNMENT How The Enterpreneurial Spirits is Transforming the Public Sector, 1996. Picken. Joseph C, Dess. Gregory G, MISSION CRITICAL, The 7 Strategic Traps that derail even the Smartest Companies, IRWIN, Professional Publishing, U.S.A, 1997. Ringland.Gill, SCENARIO PLANNING, Managing for the Future, John Willey & Sons Ltd, Baffins Lane, Chichester, West Sussex PO19 1UD, England, 1998. Sheehy.Barry, Bracey.Hyler, Frazier.Rick, WINNING the RACE for VALUE, Strategies to Create Competitive Adventage in Emerging Age of Abundance, Amacom, American Management Association, USA, 1996. Schulz, Rockwell, Ph.D - Johnson, Alton C, Ph.D, MANAGEMENT OF HOSPITALS AND HEALTH SERVICES, Strategic Issues and Performance, Third Edtion, The C.V. Mosby Company, St, Louis, Baltimore Philadelphia, Toronto, 1990. Sonnenberg. Frank K, MANAGING WITH A CONSCIENCE, How to improve performance through integrity, trust and commitment, McGraw-Hill, 1994. Werther Jr.William B, Davis. Keith, HUMAN RESOURCES AND PERSONNEL MANAGEMENT, 5Th Edition, McGrawHill, USA, 1996.

drhap-Remuneration System-2009

44

Whittaker. James, The Government Performance and Result Act a Mandate for Strategic Planning and Performance Measuremet, 1993.

drhap-Remuneration System-2009

45

Anda mungkin juga menyukai