Anda di halaman 1dari 9

BENTUK PEMBAYARAN PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN

Maryani Thiolisda S dan Rini Widyawati


ABSTRAK
Pelayanan Kesehatan di Indonesia tumbuh dan berkembang secara
tradisional mengikuti perkembangan pasar dan sedikit sekali
pengaruh intervensi pemerintah dalam sistem pembayaran.
Pembiayaan kesehatan atau lebih tepatnya disebut pendanaan,
merupakan suatu cara dalam memungkinkan seseorang memenuhi
kebutuhan medisnya. Mekanisme pembayaran merupakan suatu cara
untuk menetapkan insentif perilaku bagi pelaku pelayanan yang
kompleks, yang mempengaruhi hubungan antara pelaku dan
pembayaran, baik pasien atau pihak ketiga. Beberapa jenis
pembayaran Sistem Prospektif payment terdiri Diagnostic Related
Group (DRG), Pembayaran Kapitasi, Pembayaran per kasus/paket ,
Pembayaran per Diem, Global Budget jika Retrospektif payment
terdiri dari Fee for Service Payment dan per itemised bill

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Setiap warga negara berhak untuk memiliki
akses terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan, dengan biaya yang
terjangkau (Bhisma Murti, 2010). Sistem pembiayaan kesehatan
dalam suatu negara merupakan salah satu pendukung tercapainya
cakupan semesta yang diharapkan. Sistem pembiayaan yang tepat
untuk suatu negara adalah sistem yang mampu mendukung
t e r c a p a i n y a c a k u p a n s e m e s t a . Pembiayaan Kesehatan yang kuat , s t a b i l d a n
berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai
berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu
negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan
akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas
(assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di
suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada
kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya
kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan
efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi
pembiayaan kesehatan yang memuat isu-isu pokok, tantangan,
tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada umumnya adalah
dalam area sebagai berikut:
1. Meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang
Kesehatan
2. Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan
penguatan permeliharaan Kesehatan masyarakat miskin
3. Pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk
didalamnya asuransi kesehatan social (SHI)
4. Penggalian dukungan nasional dan internasional
5. Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional
6. Pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang
didasarkan pada data dan fakta ilmiah
7. Pemantauan dan evaluasi.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara
diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan
pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan
kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding),
menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan
efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta
kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan
kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan
termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Mekanisme pembayaran merupakan suatu cara untuk menetapkan
insentif perilaku bagi pelaku pelayanan yang kompleks, yang
mempengaruhi hubungan antara pelaku dan pembayaran, baik pasien
atau pihak ketiga. Mekanisme pembayaran ini menentukan jumlah
dan aliran uang dari pembayar pihak ketiga atau pasien, atau
keduanya, ke pelaku pelayanan dalam pemberian pelayanan.
Mekanisme pembayaran menetapkan baik unit atau kombinasi
pelayanan yang merupakan dasar pembayaran pelaku maupun tarif
yang harus dibayarkan untuk pemberian pelayanan. Jenis-jenis
pembayaran :
A. Pembayaran berdasarkan pelayanan (fee for service).
FFS Ini adalah jenis sistem pembayaran yang paling disukai oleh
fasilitas kesehatan. Dengan sistem ini, pembayaran dilakukan per
jenis pelayanan yang telah diberikan dengan tarif yang telah
ditentukan oleh Fasilitas Kesehatan. Pembayaran per item
pelayanan, yaitu Tindakan diagnosis, terapi, pelayanan
pengobatan dan Tindakan diidentifikasikan satu persatu kemudian
dijumlahkan dan ditagih rekeningnya. Sistem pembayaran fee for
service ini dinilai oleh para dokter sebagai mekanisme
pembayaran yang paling “adil”, karena dalm sistem ini, insentif
terkait erat dengan kinerja para dokter. Semakin banyak pasien
yang ditanganin oleh seorang dokter, maka insentif yang akan
diterima akan semkain banyak pula. Fee for Service ada yang
tarifnya tetap dan ada yang tarifnya ditentukan belakangan,
setelah menghitung semua sumber daya yang digunakan untuk
melakukan suatu pelayanan. Dengan demikian, sistem ini
membebankan semua risiko finansial kepada pembayar/pasien.
Walaupun sistem ini sudah banyak ditinggalkan dalam asuransi
Kesehatan modern, namun sistem ini masih menjadi favorit
Faskes, terutama Fasilitas Kesehatan swasta karena:
1) Faskes bisa lebih fleksibel dalam menggunakan sumber daya
2) otonomi faskes lebih tinggi untuk menentukan jenis
pelayanan yang diberikan
3) besaran pembayaran berbanding lurus dengan intensitas
pelayanan
Potensi kelemahan sistem ini antara lain:
1. kemungkinan Supplier-Induced-Demand tinggi
2. kecenderungan untuk memberikan pelayanan yang tidak
dibutuhkan oleh pasien (unnecessary services)
3. kemungkinan over utilisasi tinggi
Untuk meminimalisir kelemahan sistem ini, maka diperlukan
pemantauan yang berkelanjutan atas potensi abuse dan
tinjauan utilisasi yang berkesinambungan untuk mencegah
terjadinya overutilisasi (GIZ, 2012)
Keuntungan FFS yaitu;
1. Merupakan mekanisme yang baik untuk memberikan
imbalan yang sesuai dengan tingkat kesulitan keadaan
pasien
2. Pendapatan dokter dapat dihubungkan dengan beban
pekerjaannya
3. Dokter tergerak untuk membuat catatan prakteknya secara
lebih baik
4. Pasien mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi dokter
agar memberikan pelayanan terbaik untuk dirinya.
Kerugian FFS yaitu :
1. Merangsang dokter untuk memberikan pelayanan
berlebihan dengan dasar motivasi ekonomi (menaikkan
pendapatan)
2. Dokter cenderung memberikan pelayanan medik ke
kasus-kasus yang memberikan keuntungan paling besar
3. Mempunyai tedensi meningkatkan inflasi pelayanan
Kesehatan
4. Sulit untuk Menyusun anggaran sebelumnya.
Kapitasi (Prospective Payment System)
Pembayaran dengan jumlah yang ditetapkan berdasarkan jumlah
orang yang menjadi tanggung jawab dokter(biasanya setiap tahun).
Pasien dengan kategori yang berbeda, misalnya berumur lebih dari
75 tahun, mungkin dikenai angka kapitasi yang berbeda pula.
Konsep kapitasi (capitation concept system) adalah sebuah konsep
atau sistem pembayaran yang memberi imbalan jasa pada “health
providers” (pemberi pelayanan Kesehatan/PPK) berdasarkan jumlah
orang (capita) yang menjadi tugas/kewajiban PPK yang
bersangkutan untuk melayaninya, yang diterima oleh PPK yang
bersangkutan dimuka (prepaid) dalam jumlah yang tetap, tanpa
memperhatikan jumlah kunjungan, pemeriksaan, tindakan, obat dan
pelayanan medik lainnya yang diberikan oleh PPK tersebut.
Beberapa masalah dalam pembayaran kapitasi
a. Yang positif
- Memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi, dengan
menegakkan diagnostic yang tepat dan memberikan
pengobatan atau Tindakan yang tepat. Dengan pelayanan
yang baik ini, pasien akan cepat sembuh dan tidak Kembali ke
PPK untuk konsultasi atau Tindakan lebih lanjut yang
merupakan biaya tambahan.
- Memberikan pelayanan promotive dan preventif untuk
mencegah insiden kesakitan. Apabila angka kesakitan
menurun, maka peserta tertentu tidak perlu lagi berkunjung ke
PPK yang akan berakibat utilisasi menjadi lebih rendah dan
biaya pelayanan menjadi lebih kecil
- Memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih dan tidak kurang,
untuk mempertahankan efisiensi operasi dan tetap memegang
jumlah pasien JPK sebagai income security. Hal ini akan
berfungsi baik jika situasi pasar sangat kompetitif, dimana
untuk mencari pasien baru relatif sulit.

b. Yang negative
- Jika kapitasi yang diberikan terpisah-pisah antara pelayanan
rawat jalan tingkat pertama dan rujukan dan tanpa diimbangi
dengan insentif yang memadai untuk mengurangi rujukan, PPK
akan dengan mudah merujuk pasiennya ke spesialis. Dengan
merujuk waktunya untuk memeriksa menjadi lebih cepat.
- Mempercepat waktu pelayanan sehingga tersedia waktu yang
lebih banyak untuk melayani pasien non JPK yang “dinilai”
membayar lebih banyak. Artinya mutu pelayanan dapat
dikurangi, karena waktu pelayanan yang singkat. Jika ini
terjadi, pada kapitasi parsial pihak JPK, pada akhirnya dapat
memikul biaya lebih besar karena efek akumulatif penyakit.
Pasien yang tidak mendapatkan pelayanan rawat jalan yang
memadai akan menderita penyakit yang lebih berat, akibatnya
biaya pengobatan sekunder dan tersier menjadi lebih mahal.
- Tidak memberikan pelayanan dengan baik, supaya kunjungan
pasien kapitasi tidak cukup banyak. Untuk jangka pendek
strategi ini mungkin berhasil tetapi untuk jangka Panjang hak
ini akan merugikan PPK sendiri.

B. Pembayaran Paket atau Berbasis Episode


Pembayaran paket atau berbasis episode pelayanan
kesehatan sesuai dengan indikasi medis tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan; Sistem
pembayaran paket banyak digunakan untuk membayar rumah
sakit dalam kasus kasus tertentu. Pembayaran paket ini mirip
dengan sistem pembayaran DRG, yaitu dengan
mengelompokkan berbagai jenis pelayanan menjadi satu
kesatuan. Pengelompokkan ini harus ditetapkan dulu di muka
disetujui kedua belah pihak, yaitu pihak rumah sakit dan pihak
pembayar.
sebagai contoh, kelompok pelayanan yang disebut paket
misalnya pelayanan persalinan normal, persalinan dengan
sectio, pelayanan ruang intensif akan tetapi tidak berdasarkan
diagnosis penyakit. Rumah sakit akan menerima pembayaran
sejumlah tertentu atas pelayanan suatu kasus, tanpa
mempertimbangkan berapa banyak dan berapa lama suatu
pelayanan kasus, sebagai contoh yang paling umum adalah
persalinan normal, misalnya Rp 2 juta per persalinan normal.
Rumah sakit akan mendapat pembayaran sebesar Rp 2 juta,
meskipun suatu persalinan ada persalinan yang memerlukan
infis, partus lama, ada perdarahan lebih dari normal, ada yang
dirawat satu haru atau empat hari.pemecahan episode
pelayanan yang tidak sesuai dengan indikasi medis (services
unbundling or fragmentation) merupakan klaim atas dua atau
lebih diagnosis dan/atau prosedur yang seharusnya menjadi
satu paket pelayanan dalam episode yang sama, seperti:
a. Pemberi pelayanan kesehatan mengirimkan tagihan terpisah
dari diagnosis yang sama tetapi hasil pemeriksaan penunjang
atau laboratorium yang sebenarnya dapat digabungkan menjadi
terpisah menjadi 3 atau 4 pengajuan padahal dapat
digabungkan menjadi satu grup dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan lebih;
b. Menagihkan beberapa prosedur secara terpisah yang
seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam bentuk paket
pelayanan, untuk mendapatkan nilai klaim lebih besar pada
satu episode perawatan pasien; dan
c. Tindakan operasi lebih dari satu diagnosa penyakit yang dapat
dilaksanakan dalam satu tindakan namun dilakukan tindakan
lebih dari satu dan diklaim terpisah dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan.

C. Model insentif Tabungan Bersama


Mangkunegara mengemukakan bahwa insentif adalah suatu
bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar
kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari
pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi
terhadap organisasi (perusahaan). Menurut Heidjrahman
Ranupandojo dan Suad Husnan, insentif adalah pengupahan
yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang
prestasi yang berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama
dapat menerima insentif yang berbeda karena bergantung pada
prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan financial
kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. insentif
merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar
yang di berikan perusahaan kepada karyawan. Insentif
tabungan bersama berada di antara program individu dan
program seluruh organisasi seperti pembagian hasil dan
pembagian laba. Sasaran kinerja disesuaikan secara spesifik
dengan apa yang perlu dilaksanakan tim kerja. Secara
strategis, insentif tabungan Bersama menghubungkan tujuan
individu dengan tujuan kelompok kerja (biasanya sepuluh orang
atau kurang), yang pada gilirannya biasanya dihubungkan
dengan tujuan-tujuan finansial. Program pembagian keuntungan
terbagi dalam tiga kategori. Pertama, program distribusi
sekarang menyediakan persentase untuk dibagikan tiap
triwulan atau tiap tahun kepada karyawan. kedua, program
distribusi yang ditangguhkan menempatan penghasilan dalam
suatu dana titipan untuk 20 pensiun, pemberhentian, kematian,
atau cacat. Inilah jenis program yang tumbuh paling pesat
kerena keuntungan dari segi pajak. Ketiga, program gabungan
sekitar 20 persen perusahaan dengan program pembagian
keuntungan mempunyai program gabungan. Program ini
membagikan sebagai keuntungan langsung kepada karyawan,
dan menyisihkan sisanya dalam rekening atau tabungan yang
ditentukan. Menurut Cascio, syarat tersebut adalah:
a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas
dan dapat dimengerti.
b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang
diharapkan untuk mereka lakukan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang
masuk akal untuk memperoleh sesuatu
d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar
untuk menentukan renaca insentif.
Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terlambat),
jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang
dibelanjakan. Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan,
sifat dasar pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan
dihitung oleh karyawan itu sendiri.
b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung
menaikkan output.
c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang
terlalu tinggi maupun rendah dapat berakibat buruk.
e. Besarnya upah normal dengan standar jam karja hendaknya cukup
merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.
Secara garis besar, perbedaan antara sistem pembayaran prospektif
dan retrospektif dapat dilihat dalam table berikut:
Table 1. Perbedaan Sistem Pembayaran Prospektif Dan Retrospektif
Uraian Retrospective Payment Prospective
Payment
Pengertian sistem dimana Fasilitas Sistem dimana
kesehatan dibayar dan pembayaran
besarannya ditentukan dilakukan sebelum
setelah pelayanan pelayanan diberikan
diberikan. atau besaran biaya
dan tata cara
pembayarannya
disepakati sebelum
pelayanan diberikan
Contoh Fee for Service line item budget
Payment per itemised kapitasi
bill case-base system
per diem
Global budget
Penerapan Manfaat medis diluar Kapitasi RJTP
padaJKN-KIS Paket INA-CBG Pelayanan RITP
Manfaat non medis INA-CBG
(ambulans)
Keuntungan Otonomi klinis tinggi
 Lebih disukai faskes Biaya lebih
karena lebih flexible predictable lebih
disukai
payer(pembayar)
Mendorong
efisiensi
Verifikasi klaim
lebih cepat
Kerugian Kecenderungan suplier- Tidak disukai
induced-demand tinggi provider
Fraud dan Abuse lebih Otonomis klinisi
tinggi --> tidak efisien terbatas
Proses verifikasi lebih
lama
Risiko finansial payer
lebih tinggi
Biaya unpredictable
Sulit mengendalikan
biaya

REFERENSI

Anell, A., Dackehag, M. and Dietrichson, J. (2018) ‘Does risk-adjusted


payment influence primary care providers’ decision on where to set up
practices?’, BMC health services research, 18(1), p. 179. doi:
10.1186/s12913-018-2983-3.
Ash, A. S. and Ellis, R. P. (2012) ‘Risk-adjusted payment and performance
assessment for primary care.’, Medical care, 50(8), pp. 643–653. doi:
10.1097/MLR.0b013e3182549c74.
BPJS Kesehatan (2019) Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019
Tentang Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis
Kinerja Pada FKTP. Indonesia.
Esmaeili, R. et al. (2016) ‘The Experience of Risk-Adjusted Capitation
Payment for Family Physicians in Iran: A Qualitative Study.’, Iranian Red
Crescent medical journal, 18(4), p. e23782. doi: 10.5812/ircmj.23782.
Hidayat, B. et al. (2018) ‘Evaluasi Sistem Pembayaran Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Era Jaminan Kesehatan Nasional:
Biaya Riil Layanan di Rawat Jalan Tingkat Pertama Sebagai Dasar
Perhitungan Besaran Kapitasi Program JKN’, Ringkasan Riset JKN-KIS,
06.
Kiran, T. et al. (2015) ‘Longitudinal evaluation of physician payment
reform and team-based care for chronic disease management and
prevention.’, CMAJ : Canadian Medical Association journal = journal de
l’Association medicale canadienne, 187(17), pp. E494–E502. doi:
10.1503/cmaj.150579.
Kurnia, A. N. and Nurwahyuni, A. (2015) ‘Analisis Perhitungan Kapitasi
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang Bekerja Sama dengan
BPJS Kesehatan KCU Kota Bogor Tahun 2015’, Jurnal Ekonomi
Kesehatan Indonesia, 2(1).
Langenbrunner, J. C., O’Duagherty, S. and Cashin, C. S. (2009) Designing
and Implementing Health Care Provider Payment Systems. Edited by J. C.
Langenbrunner, S. O’Duagherty, and C. S. Cashin. Washington: The
World Bank. doi: 10.1596/978-0-8213-7815-1.
Nappoe, S. A., Hasri, E. T. and Djasri, H. (2020) ‘Evaluasi Kebijakan
Pencegahan Kecurangan dan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) dalam Era
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) dengan Pendekatan Realist Evaluation’, Jaringan Kebijakan
Kesehatan Indonesia.
Navathe, A. S. et al. (2019) ‘Association Between the Implementation of a
Population-Based Primary Care Payment System and Achievement on
Quality Measures in Hawaii.’, JAMA, 322(1), pp. 57–68. doi:
10.1001/jama.2019.8113.
Zahroh, A. H. et al. (2019) ‘Risk Adjustment of Capitation Payment
System: What Can Indonesia Adopt from other Countries?’, Jurnal
Ekonomi Kesehatan Indonesia; Vol 3, No 1 (2018). doi:
10.7454/eki.v3i1.2408.

Anda mungkin juga menyukai