Disusun oleh:
Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
0
PENDAHULUAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI 1
Dosen Pengajar:
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
2. Andi Sri, M.Si., Apt.
3. Siti Jamilatul, M.Farm., Apt.
4. Estu Mahanani, M.Si., Apt.
Pertemuan
Topik Metode
Ke-
1 Pendahuluan dan Cek Alat R
2 Sediaan Larutan 1 P
3 Sediaan Larutan 2 R
4 Sediaan Suspensi 1(Basah) P
Sediaan Suspensi 2 P
5
(Kering)
6 Sediaan Suspensi 3 R
7 Presentasi Tugas Formulasi R
8 Ujian Tengah Semester T
9 Sediaan Emulsi P
10 Evaluasi Sediaan Cair P
Emulsi dan Evaluasi R
11
Sediaan Cair
12 Sediaan Setengah Padat 1 P
13 Sediaan Setengah Padat 2 R
14 Presentasi Tugas Formulasi R
15 Ujian Akhir Semester T
16 Remedial T
Keterangan: R (Responsi); P (Praktikum); T (Test)
1
Sistem Penilaian
Formatif : 30% (laporan + pretest + tugas)
UTS : 30% - 40%
UAS : 30% - 40%
Pelaksanaan Praktikum
1. Pembagian kelompok
Satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok
mempunyai penanggung jawab.
2. Waktu
Setiap sesi praktikum dilaksanakan selama 2 jam.
3. PreTest
Sewaktu-waktu akan diberikan pretest atau posttes sebelum praktikum.
4. Responsi
Responsi diselenggarakan setiap selesai satu modul praktikum. Mahasiswa wajib
mempersiapkan diri untuk mengikuti responsi. Responsi akan membahas hasil
praktikum dan landasan teorinya.
5. Tata tertib praktikum
a. Praktikan diharuskan memakai jas dan sandal lab yang bersih.
b. Peralatan khusus yang harus dibawa: serbet/ tissue, zalfkart/sudip, wadah
untuk mengemas sediaan.
c. Absensi/ kehadiran praktikum 100%. Apabila berhalangan hadir harus ada
keterangan resmi. Syarat ikut ujian minimal kehadiran 80%.
d. Disiplin kerja
- Praktikan sudah siap di laboratorium 5 menit sebelum praktikum dimulai.
Praktikan yang datang terlambat akan diberikan sanksi.
- Pekerjaan dilakukan dalam kelompok.
- Tanggung jawab pengerjaan tugas merupakan tanggung jawab bersama.
- Semua peralatan harus bersih baik pada saat pengerjaan maupun pada saat
akhir praktikum.
- Alat praktikum diperiksa terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum.
Kehilangan alat setelah praktikum merupakan tanggung jawab pemilik
meja/ kelompok praktikum.
6. Jurnal praktikum
2
- Masing-masing peserta praktikum diwajibkan untuk membuat jurnal praktikum
pada setiap praktikum dengan cara tulis tangan pada kertas polio.
- Mahasiswa yang tidak membuat jurnal atau belum selesai tidak diperkenankan
ikut praktikum sampai jurnalnya selesai.
- Isi jurnal praktikum :
Tujuan praktikum
Formula
Sifat fisiko kimia dan fungsi masing-masing komponen formula (langsung
tuliskan pustakanya)
Penimbangan bahan
Bagan alur kerja
Pustaka
7. Laporan praktikum
Mahasiswa wajib membuat laporan praktikum yang dikumpulkan pada saat responsi.
Format laporan:
Hasil
Pembahasan
Pustaka
3
MODUL 1
PREFORMULASI
1.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan penelusuran
data preformulasi dari pustaka. Untuk itu, mahasiswa perlu menguasai dua hal yaitu data
apa saja yang harus ditelusuri dan pustaka apa saja yang dapat diakses untuk mendapatkan
data tersebut.
4
BAGAN PEMBUATAN RANCANGAN PREFORMULASI
1.3. TUGAS
Buat preformulasi senyawa obat yang tertera pada tabel! Data preformulasi meliputi:
1. Nama senyawa
2. Struktur molekul
3. Berat molekul
4. Pemerian: warna, rasa, bau, penampilan.
5
5. Kelarutan
6. Titik leleh
7. Keasaman/ kebasaan: pH, pKa, pKb
8. Sifat kristal
9. Distribusi ukuran partikel
10. Stabilitas: terhadap udara, lembab, panas
11. Catatan tambahan yang tidak diuraikan di atas dan dianggap perlu
KELAS KELOMPOK
1 2 3 4
A Parasetamol Na Diklofenak Kloramfenikol Asam asetil
salisilat
B Piroksikam Amoksisilin Asam askorbat Difenhidramin
HCl
C Hidrokortison Asam Cefiksim Thiamin HCl
Asetat Mefenamat
D Metronidazol Ibuprofen Asam salisilat CTM
6
MODUL 2
SEDIAAN LARUTAN
2.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan formulasi sediaan larutan oral
2. Menjelaskan cara pembuatan sediaan larutan oral
7
Dalam sediaan larutan pada umumnya ditambahkan flavour untuk memperbaiki
penampilan sediaan dan mempermudah pemberian terutama pada anak-anak. Flavour
terdiri atas empat rasa utama yang dapat dirasakan oleh indera perasa yaitu: pahit, manis,
asam, dan asin yang dapat ditutup dengan flavour sbb:
Asin, ditutup dengan vanilla, mint, peach, maple.
Pahit, ditutup dengan rasa kacang, coklat, kombinasi mint, dan NaCl dalam
konsentrasi kecil.
Manis, disertai penawar rasa buah dan vanilla.
Asam, ditutup dengan rasa jeruk, raspberry, strawberry.
Pemanis selalu ditambahkan dalam sediaan larutan oral untuk meningkatkan cita
rasa. Sukrosa merupakan bahan pemanis yang banyak dipakai karena secara kimia dan
fisika stabil dalam pH larutan 4,0 – 8,0. Dalam pemakaian sering dikombinasikan dengan
sorbitol, gliserin, dan poliol yang lainnya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kristal gula pada penyimpanan. Kristalisasi terjadi pada daerah leher botol yang dikenal
dengan istilah ‘cap locking’. Pemanis sintetis yang sering digunakan antara lain sakarin
dengan kadar kemanisan 250 – 500 x sukrosa. Di dalam sediaan farmasi penggunaannya
terbatas, karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian. Pemanis sintetis aspartam
mempunyai kadar kemanisan sekitar 200 x sukrosa tanpa memberikan rasa pahit setelah
pemakaian.
Selain flavour dan pemanis, pewarna ditambahkan untuk memperbaiki penampilan
sediaan larutan. Zat warna yang digunakan tertentu sesuai dengan ketentuan penggunaan
zat warna khusus untuk obat.
Bahan peningkat kelarutan perlu ditambahkan jika jumlah obat yang akan dilarutkan
tidak cukup larut dalam medium pelarutnya. Golongan elektrolit lemah dan senyawa
nonpolar sering menunjukkan kelarutan yang tidak begitu baik dalam air. Oleh karena itu,
diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kelarutan zat berkhasiat yang bisa
dilakukan antara lain dengan penggunaan pelarut campur (kosolven), pengontrolan pH,
solubilisasi miselar, dan kompleksasi. Bila peningkat kelarutan yang ditambahkan berupa
alkohol sebagai pelarut campur, maka sediaan tersebut disebut eliksir. Pelarut campur
lainnya yang dapat digunakan adalah gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan lainnya. Upaya
peningkatan kelarutan dengan kosolvensi lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
cara yang lainnya. Prinsip dasar penambahan pelarut campur sebagai bahan peningkat
8
kelarutan suatu zat adalah sifat polaritas dari bahan yang akan dilarutkan maupun bahan
pelarutnya.
Pemilihan pelarut non air yang dapat bercampur dengan air terbatas, karena sifat
pelarut tersebut tidak inert dan dapat terjadi iritasi. Untuk memperkirakan kelarutan suatu
zat dalam pelarut campur perlu dilihat harga konstanta dielektriknya. Suatu pelarut campur
yang ideal mempunyai harga konstanta dielektrik diantara 25 hingga 80. Kombinasi
pelarut campur yang banyak digunakan dalam sediaan farmasi adalah campuran antara
alkohol-air atau pelarut lain yang sesuai, antara lain sorbitol, gliserin, propilenglikol, dan
polietilenglikol.
Prosedur pembuatan sediaan eliksir secara umum sama dengan pembuatan sediaan
larutan sejati. Yang berbeda adalah cara melarutkan bahan berkhasiatnya. Ada dua cara
melarutkan bahan berkhasiat ke dalam pelarut campur:
1. Bahan berkhasiat dilarutkan dalam salah satu pelarut dengan kelarutan bahan berkhasiat
yang paling besar, kemudian tambahkan pelarut lain sekaligus.
2. Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masing-masing pelarut yang akan
dikombinasikan tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam
pelarut campur tersebut.
Penambahan bahan pembantu yang lainnya dalam sediaan sirup berdasarkan data
preformulasi dan disesuaikan dengan sifat bahan berkhasiat yang akan dibuat.
9
*Paracetamol yang diambil yang serbuk
Prosedur Pembuatan
F1
1. Masukkan propilen glikol ke dalam gelas beker, panaskan dalam penangas air
bertemperatur 40oC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik.
2. Tambahkan parasetamol ke dalam propilen glikol. Aduk hingga homogen.
3. Tambahkan gliserol, dan sebagian aquades. Aduk hingga parasetamol larut
sempurna.
4. Tambahkan sakarin dan sorbitol ke dalam larutan di atas. Aduk hingga larut.
5. Tambahkan pasta anggur. Aduk hingga larut. Genapkan dengan aquadest hingga
volume yang diinginkan.
6. Evaluasi organoleptis dan kejernihan sediaan.
7. Masukkan ke dalam botol
F2
1. Masukkan propilen glikol ke dalam gelas beker, panaskan dalam penangas air
bertemperatur 40oC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik.
2. Tambahkan parasetamol ke dalam propilen glikol. Aduk hingga homogen.
3. Tambahkan gliserol, dan sebagian aquades. Aduk hingga parasetamol larut
sempurna.
4. Tambahkan syrupus simplex ke dalam step 1. Aduk hingga homogen.
5. Tambahkan pasta anggur. Aduk hingga larut. Genapkan dengan aquadest hingga
volume yang diinginkan.
6. Evaluasi organoleptis dan kejernihan sediaan.
7. Masukkan ke dalam botol
F3
1. Masukkan gliserol dan 25 ml aquadest ke dalam gelas beker, panaskan dalam
penangas air bertemperatur 40oC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik.
2. Tambahkan parasetamol ke dalam step 1. Aduk hingga homogen..
3. Tambahkan sakarin (yang sudah dilarutkan dengan sedikit air) dan sorbitol ke
dalam larutan di atas. Aduk hingga larut.
10
4. Tambahkan pasta anggur. Aduk hingga larut. Genapkan dengan aquadest hingga
volume yang diinginkan.
5. Evaluasi organoleptis dan kejernihan sediaan.
6. Masukkan ke dalam botol
F4
1. Masukkan propilen glikol ke dalam gelas beker, panaskan dalam penangas air
bertemperatur 40oC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik.
2. Tambahkan parasetamol ke dalam propilen glikol. Aduk hingga homogen.
3. Tambahkan sebagian aquades. Aduk hingga parasetamol larut sempurna.
4. Tambahkan sakarin (yang sudah dilarutkan dengan sedikit air) dan sorbitol ke
dalam larutan di atas. Aduk hingga larut.
5. Tambahkan pasta anggur. Aduk hingga larut. Genapkan dengan aquadest hingga
volume yang diinginkan.
6. Evaluasi organoleptis dan kejernihan sediaan.
7. Masukkan ke dalam botol
Prosedur Pembuatan
11
1. Masukkan 40 ml bahan 10 ke dalam gelas beker, didihkan dan dinginkan hingga
40-50 oC.
2. Larutkan bahan 3 – 5 ke step 1. Aduk hingga larut.
3. Dalam gelas beker terpisah, larutkan bahan 1 ke dalam 10 ml bahan 10. Aduk
hingga larut. Masukkan ke dalam step 1. Aduk homogen.
4. Dalam gelas beker terpisah, larutkan bahan 6 ke dalam 10 ml bahan 10. Aduk
hingga larut. Masukkan ke dalam step 1. Aduk homogen.
5. Tambahkan bahan 2 ke step 1. Aduk homogen.
6. Campurkan bahan 7 – 9 dan aduk hingga larut. Tambahkan ke step 1. Aduk
homogen.
7. Genapkan volume larutan hingga 100 ml.
8. Cek pH larutan, organoleptis, dan kejernihan sediaan.
9. Masukkan ke dalam botol.
Catatan:
Kalibrasi gelas beker utama sampai volume 100 ml dengan aquadest.
Buat syrupus simplex terlebih dahulu dan jangan lupa disaring dengan kain. Buat
perhitungan dan penimbangannya di jurnal.
Siapkan pasta anggur dan flavour yang akan digunakan. Buat perhitungan dan
penimbangannya di jurnal.
12
MODUL 3
SEDIAAN SUSPENSI
3.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan formulasi sediaan suspensi oral
2. Menjelaskan cara pembuatan sediaan suspensi
Bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan suspensi tidak jauh berbeda dengan
sediaan larutan, hanya saja dalam sediaan suspensi ditambahkan zat tambahan lain untuk
menjaga stabilitas fisik sediaan seperti bahan pensuspensi, bahan pembasah, dan
flocullating agent. Hal ini terkait dengan proses pendispersian serbuk yang melalui tiga
tahap yaitu tahap pembasahan serbuk, tahap pendistribusian serbuk, dan tahap stabilisasi
serbuk yang sudah terdispersi.
13
1. Bahan pembasah
Bahan pembasah berfungsi untuk meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Ada
tiga jenis pembasah yang bisa digunakan, yaitu golongan surfaktan, golongan pelarut,
dan golongan koloid hidrofilik. Surfaktan terutama HLB 7-9 bekerja dengan
memperkecil sudut kontak antara partikel zat padat dan cairan pendispersi sehingga
lebih mudah dibasahi. Golongan pelarut seperti alkohol, polietilen glikol, gliserin, dan
propilen glikol bekerja dengan cara menggantikan udara di permukaan serbuk dan
meningkatkan penetrasi pembawa ke dalam serbuk. Koloid hidrofilik seperti akasia,
tragakan, alginat, xanthan gum, dan turunan selulosa akan berperan sebagai koloid
pelindung dengan cara melapisi partikel padat hidrofob dengan lapisan
multimolekularnya. Hal ini akan memberikan sifat hidrofilik pada permukaan partikel
padat sehingga lebih mudah dibasahi.
Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan untuk bahan berkhasiat dengan zeta
potensial positif dan negatif, sedangkan surfaktan nonionik lebih baik sebagai bahan
pembasah karena mempunyai rentang pH yang cukup besar dan toksisitasnya yang
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan di bawah harga KMK, karena apabila
terlalu tinggi dapat terjadi solubilisasi, busa, dan memberikan rasa yang tidak enak.
2. Bahan pensuspensi
Bahan pensuspensi dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang digunakan
berdasarkan tipe dispersi, konsentrasi yang dibutuhkan dan sifat fisika kimia bahan
yang didispersikan. Fungsi dari bahan pensuspensi adalah untuk mencegah
pengendapan partikel terdispersi berdasarkan sifat rheologi dari sediaan suspensi dan
meningkatkan viskositas larutan. Bahan pensuspensi terbagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
Derivat selulosa larut air: Na CMC, metil selulose (MC), dll.
Polisakarida: Acacia gum, Na alginat, tragakan, starch, dll.
Tanah liat (Clay): bentonit, Al-Mg Silikat, dll.
Sintetik: Carbomer (carboxy vinyl polymer), colloidal silicon dioxide
14
Viskositas tidak cepat berubah oleh pengaruh suhu dan pada penyimpanan
Tahan terhadap pengaruh elektrolit dan tidak terurai pada rentang pH yang besar
Dapat bercampur dengan bahan berkhasiat dan bahan pembantu lain
Nontoksis
3. Flocullating agent
Partikel padat yang terdispersi akan mengalami deflokulasi atau flokulasi tergantung
dari sifat partikelnya. Partikel yang mengalami deflokulasi secara fisik akan
memberikan penampilan yang baik, tetapi kemungkinan untuk terjadinya caking cukup
besar. Sedangkan partikel yang mengalami flokulasi, secara fisik penampilannya
kurang baik, tetapi kemungkinan untuk terjadinya caking sangat kecil.
Oleh karena itu, partikel terdispersi harus diatur zeta potensialnya agar memberikan
penampilan baik secara fisik tetapi juga tidak mudah caking. Surfaktan, clay, polimer
hidrofilik, dan elektrolit biasa digunakan untuk mengatur flokulasi partikel terdispersi
ini.
15
3. Gerus masing-masing zat dan campurkan sampai homogen
4. Timbang campuran sediaan sebanyak serbuk yang dibutuhkan untuk volume suspensi
60 mL.
5. Masukkan ke dalam botol, kemudian rekonstitusi dan evaluasi
Apabila diperlukan pembasah untuk zat yang hidrofob, maka penambahan zat
pembasah dilakukan dengan cara disemprotkan ke dalam masa granul. Sebagai cairan
pengikat dipakai pelarut yang mudah menguap.
16
3.3. TUGAS PRAKTIKUM
3.3.1. Suspensi Basah
Buatlah sediaan suspensi dengan formula dan prosedur di bawah ini sebanyak 100 ml!
Formula sediaan suspensi parasetamol
No. Bahan Jumlah (mg/5 ml)
F1 F2 F3 F4
1. Parasetamol micronize (lebihkan 2%) 250 250 250 250
2. Sukrosa 1000 1000 1000 1000
3. Methyl Paraben 5 5 5 5
4. Propyl Paraben 1,5 1,5 1,5 1,5
5. Na Sitrat 0,3 0,3 0,3 0,3
6. Propilen glikol 400 400 400 400
7. Sorbitol 70% 750 750 750 750
8. Carboxymethylcellulose Sodium 100 - - -
9. Tragakan - 75 - -
10. Xanthan gum - - 75 -
11. Natrium Alginat - - - 100
12. Sunset Yellow 10% qs qs qs qs
13. Pasta Jeruk 10% qs qs qs qs
14. Aquades ad 5 ml ad 5 ml ad 5 ml ad 5 ml
Prosedur Pembuatan
1. Tambahkan 20 ml aquades ke dalam gelas beker. Panaskan hingga 90oC (M1)
2. Tambahkan sukrosa ke dalam M1, aduk hingga larut. Turunkan suhu M1 hingga
50-55oC.
3. Tambahkan Na Sitrat ke dalam M1, aduk hingga larut, saring dan bilas saringan
dengan aquades.
4. Larutkan methyl paraben dan propil paraben dalam propilen glikol (M2).
Dispersikan Na CMC ke dalam M2. Aduk hingga homogen. Tambahkan 20 ml
aquades panas 90oC, aduk hingga Na CMC larut dan mengembang.
5. Tambahkan M1 ke dalam M2, aduk hingga homogen.
6. Campurkan sorbitol dengan 10 ml aquades dingin dalam gelas beker yang lain.
Tambahkan parasetamol dan aduk hingga homogen (M3).
17
7. Tambahkan campuran M1 dan M2 ke dalam M3, aduk hingga homogen dengan
pengaduk magnetik. Bilas wadah M1 dan M2 dengan aquades, masukkan ke dalam
M3. Aduk hingga homogen. Cek homogenitas suspensi yang dihasilkan.
8. Tambahkan pasta jeruk dan sunset yellow hingga rasa dan warna yang diinginkan.
Aduk hingga homogen.
9. Cek pH suspensi 5,70,5. Adjust dengan 20% larutan asam sitrat atau Na sitrat.
10. Tambahkan aquades hingga 100 ml. Aduk hingga homogen.
11. Cek homogenitas suspensi.
12. Saring suspensi melalui saringan 630 mikron (dispensasi).
Catatan: tragakan, xanthan gum, dan natrium alginat diperlakukan sama dengan Na
CMC.
Prosedur Pembuatan
1. Campurkan simetikon dengan sukrosa no. 3 dalam lumpang. Aduk hingga
homogen.
18
2. Tambahkan no. 4 dan no. 6-9 ke dalam lumpang tadi. Aduk hingga homogen (M1).
3. Campurkan no. 5 dan no. 1 dalam lumpang yang lain. Aduk hingga homogen (M2).
4. Campurkan M1 ke dalam M2. Aduk hingga homogen. Ayak dengan ayakan mesh
20.
5. Masukkan sejumlah serbuk untuk suspensi ke dalam botol 120 ml untuk 100 ml
sediaan yang sudah dikalibrasi 100 ml.
Evaluasi Sediaan
Tambahkan aquades ke dalam botol hingga tanda kalibrasi dan rekonstitusi dengan cara
membolak-balikkan botol secara teratur. Hitung waktu yang dibutuhkan untuk
merekonstitusi serbuk tersebut dari awal pengocokan hingga diperoleh sediaan yang
homogen. Amati homogenitas suspensi dan kekentalannya!
MODUL 4
SEDIAAN EMULSI
19
4.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan formulasi sediaan emulsi
2. Menjelaskan cara pembuatan sediaan emulsi
2. Bahan pembantu
a. Emulgator: terdapat berbagai macam emulgator tergantung dari mekanismenya
dalam proses stabilisasi emulsi. Golongan pertama adalah emulgator koloid
hidrofilik yang membentuk film multimolekular yang kuat di sekeliling globul
minyak. Koalesen dapat dicegah karena adanya barier hidrofilik antara globul
minyak dan fase air. Contoh dari emulgator golongan pertama ini adalah golongan
polisakarida dan derivatnya seperti gom arab, tragakan, natrium alginat, kitosan,
metil selulosa, natrium karboksi metil selulosa, dll.
Golongan yang kedua adalah golongan surfaktan yang bekerja dengan cara
menurunkan tegangan antarmuka. Surfaktan memiliki gugus polar dan nonpolar
yang akan berasosiasi di permukaan globul membentuk film monolayer yang kuat
yang merupakan barier bagi globul-globul tersebut agar tidak terjadi koalesensi.
Stabilitas emulsi akan meningkat dengan meningkatnya viskositas dan kekuatan film
pada permukaan globul.
20
Surfaktan terdiri dari beberapa tipe yaitu: anionik, kationik, zwitterionik, amfoterik,
dan non-ionik. Surfaktan ionik dapat mempengaruhi daya interaksi listrik dari
masing-masing globul. Karakteristik gugus surfaktan ditentukan dari harga HLB
yang dapat menggambarkan sifat hidrofobisitas dan hidrofilisitas surfaktan tersebut.
Kombinasi surfaktan dengan harga HLB rendah dan harga HLB tinggi yang
ditambahkan dalam suatu formula emulsi adalah untuk mendapatkan harga HLB
yang mendekati harga HLB butuh minyak yang digunakan. Untuk menghitung
konsentrasi masing-masing surfaktan dipakai perhitungan aligasi atau aljabar
sederhana, dengan memasukkan harga HLB surfaktan dan harga HLB butuh minyak.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah surfaktan sbb:
Misalnya akan digunakan kombinasi surfaktan A dengan harga HLB A dan surfaktan
B dengan harga HLB B dengan konsentrasi total surfaktan sebanyak 5 %.
Rumus:
(A x a) + (B x (5 – a) = HLB butuh minyak x 5
Akan diperoleh nilai a yaitu konsentrasi surfaktan A, sedangkan konsentrasi
surfaktan B diperoleh dari selisih konsentrasi total surfaktan dengan konsentrasi
surfaktan A (5 – a).
Golongan yang ketiga adalah emulgator partikel padat terbagi halus. Partikel padat
ini diadsorpsi pada antarmuka minyak/air, membentuk film koheren yang secara
fisik mencegah koalesen globul yang terdispersi. Jika partikel padat ini terbasahi
oleh air maka akan membentuk emulsi o/w, dan sebaliknya jika partikel padat
terbasahi oleh minyak maka akan membentuk emulsi w/o. Contoh emulgator
golongan ini adalah bentonit, veegum, Mg-Al trisilikat.
22
Tambahkan bahan-bahan lain (dalam bentuk terlarut) sedikit-sedikit sambil terus
diaduk.
Tambahkan sisa air sampai volume yang ditentukan sambil terus diaduk.
Masukkan ke dalam tabung sedimentasi dan amati kecepatan sedimentasi yang
terjadi.
23
4. Syrupus simplex 500 500
5. Propilen glikol 500 500
6. Ol. Citrus 0,25 gtt 0,25 gtt
7. Yellow color 5 5
8. Nipagin 6,5 6,5
9. Nipasol 3,5 3,5
10. Aquadest ad 5ml 5ml
Prosedur Pembuatan
A. (Gom Basah)
1. Timbang dan takar semua bahan
2. Campur gom arab dengan aquadest 2 kalinya, aduk hingga terbentuk mucilago dengan
homogenizer pada kecepatan 700 rpm. Sambil terus diaduk tambahkan oleum ricini
sedikit demisedikit sampai terbentuk corpus emulsi (berupa massa putih susu kental
homogen) (M1).
3. Larutkan nipagin dan nipasol ke dalam propilen glikol (M2).
4. Masukkan syrupus simplex dan M2 ke dalam M1 sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk.
5. Campurkan yellow color dan sisa air hingga homogen (M3).
6. Sambil terus diaduk tambahkan M3 ke dalam M1 hingga homogen (M3).
7. Tambahkan ol. citrus ke dalam M1, aduk hingga homogen. Genapkan volume emulsi
hingga 200 ml dan aduk lagi hingga homogen.
8. Masukkan ke dalam botol 100 ml.
9. Evaluasi sediaan emulsi.
B. Gom Kering
1. Timbang dan takar semua bahan
2. Campur gom arab dengan oleum ricini hingga terdispersi homogen dengan
homogenizer pada kecepatan 400 rpm. Naikkan kecepatan menjadi 700 rpm lalu
tambahkan aquades 2x berat gom arab secara sekaligus sampai terbentuk corpus
emulsi (berupa massa putih susu kental homogen) (M1).
24
3. Prosedur selanjutnya sama dengan gom basah.
Catatan:
Untuk F2 hanya dibuat dengan metode gom basah, di mana tragakan dikembangkan
dengan aquadest 20x nya.
Prosedur Pembuatan
1. Panaskan fase minyak dan fase air pada suhu 60-70oC. Pastikan semua fase berada
dalam fase cair (fase padat sudah melebur atau melarut). Untuk fase minyak, lebur
bahan yang memiliki TL lebih tinggi terlebih dahulu.
25
2. Campurkan fase minyak ke fase air untuk F2 dan fase air ke fase minyak untuk F3
secara sekaligus sambil diaduk dengan homogenizer dengan kecepatan 700 rpm.
Suhu pengadukan tetap dipertahankan 60-70oC sampai diperoleh emulsi yang
homogen.
3. Turunkan suhunya sampai 40oC lalu tambahkan parfum sambil diaduk.
4. Masukkan 50 ml ke dalam botol.
5. Evaluasi sediaan
Evaluasi Sediaan
1. Evaluasi tipe emulsi
Tipe emulsi ditentukan dengan metoda pengenceran dengan air sedikit-sedikit. Jika
emulsi dapat diencerkan dengan air maka tipe emulsi tersebut adalah o/w.
2. Uji sentrifugasi
Sentrifugasi sediaan emulsi dan amati hasilnya apakah terjadi pemisahan fasa atau
tidak.
3. Uji organoleptis
Amati bau, rasa, dan warna sediaan emulsi yang dihasilkan.
4. Uji stabilitas fisik
Masukkan 50 ml sediaan emulsi ke dalam tabung sedimentasi. Ukur tinggi awal
sediaan emulsi (h0). Amati pembentukan creaming ataupun koalesen. Ukur tinggi
creaming setiap hari sampai hari ke-7.
5. Pengukuran ukuran globul
Ukuran globul diamati dengan menggunakan mikroskop. Teteskan sampel emulsi
di atas kaca objek, kemudian tutup dengan kaca penutup. Amati dengan mikroskop
dan ukur distribusi ukuran globulnya.
26
MODUL 5
EVALUASI SEDIAAN CAIR
5.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan jenis dan
prosedur evaluasi sediaan cair.
27
Selain persyaratan resmi yang ada di FI, ada beberapa evaluasi lain yang menjadi
persyaratan industri untuk menjaga mutu sediaan. Evaluasi tersebut antara lain:
1. Evaluasi organoleptik: bau, rasa, warna, penampilan.
2. Penetapan tipe emulsi (khusus sediaan emulsi)
3. Analisis ukuran droplet (khusus sediaan emulsi)
4. Evaluasi stabilitas fisik emulsi (khusus sediaan emulsi)
a. Pengukuran tinggi creaming/sedimentasi
b. Uji sentrifugasi
5. Distribusi ukuran partikel (khusus suspensi)
6. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi (khusus suspensi)
7. Penetapan waktu rekonstitusi (khusus suspensi kering)
Prosedur Pembuatan
1. Tambahkan 100 ml aquades ke dalam gelas beker. Panaskan hingga 90oC.
IPC : cek suhu dengan termometer
28
2. Larutkan methyl dan propyl paraben ke dalam aquades tadi, aduk dengan pengaduk
magnetik (M1).
IPC : cek kelarutan methyl dan propyl paraben
3. Tambahkan sukrosa ke dalam M1, aduk hingga larut. Turunkan suhu M1 hingga
50-55oC.
IPC : cek kelarutan sukrosa; cek suhu dengan termometer
4. Tambahkan Na Sitrat ke dalam M1, aduk hingga larut, saring dan bilas saringan
dengan aquades.
IPC : cek kelarutan Na Sitrat; cek kejernihan hasil penyaringan
5. Dispersikan Na CMC ke dalam sekitar 15 ml gliserin dalam gelas beker yang lain.
Aduk hingga homogen. Tambahkan 100 ml aquades hangat 50oC, aduk hingga Na
CMC larut dan mengembang (M2).
IPC : cek homogenitas dispersi Na CMC dalam gliserin; cek kelarutan dan
pembentukan musilago Na CMC
6. Campurkan sisa gliserin dengan 10 ml aquades dingin dalam gelas beker yang lain.
Tambahkan parasetamol dan aduk hingga homogen (M3).
IPC : cek homogenitas dispersi parasetamol
7. Tambahkan M1 dan M2 ke dalam M3, aduk hingga homogen dengan pengaduk
magnetik. Bilas wadah M1 dan M2 dengan aquades, masukkan ke dalam M3. Aduk
hingga homogen. Cek homogenitas suspensi yang dihasilkan.
IPC : cek homogenitas dispersi parasetamol
8. Tambahkan sorbitol ke dalam M3, aduk hingga homogen.
9. Tambahkan pasta jeruk dan sunset yellow hingga diperoleh rasa dan warna yang
diinginkan. Aduk hingga homogen.
IPC : cek homogenitas dan kualitas warna yang dihasilkan
cek pH suspensi 5,70,5. Adjust dengan 20% larutan asam sitrat atau
Na sitrat.
10. Tambahkan aquades hingga 500 ml. Aduk hingga homogen.
IPC : Cek homogenitas dan volume suspensi.
11. Kemas sediaan dalam botol coklat 60 ml sebanyak 8 botol.
29
Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, dan rasa. Selain itu diperiksa juga
perlengkapan dan kebersihan etiket, brosur, kotak, dan penandaan pada pengemas.
2. Evaluasi pH sediaan
Ukur pH sediaan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
3. Viskositas sediaan
Viskositas sediaan diukur dengan viskometer Haake 6+ dengan kecepatan dan
nomor spindel yang sesuai.
4. Volume terpindahkan
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih
dari 250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan
volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan
volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
30
- Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang
dari 95%.
Catatan:
Dalam praktikum ini berhubung jumlah sediaan terbatas, maka evaluasi hanya
dilakukan terhadap 5 botol sediaan. Jika masuk ke kategori B, maka tidak
dilakukan penambahan sediaan yang diuji (dispensasi).
5. Stabilitas fisik
Sediaan yang dituang ke dalam gelas ukur pada evaluasi volume terpindahkan
dilanjutkan untuk evaluasi stabilitas fisik sediaan. Ukur tinggi awal sediaan (ho),
tinggi endapan yang terbentuk (hu), dan tinggi flokul yang terbentuk (hi). Hitung
volume sedimentasi (F) dengan rumus:
F=hu/ho. Hitung pula derajat flokulasi dengan rumus:
β = (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)
6. Berat jenis
Berat jenis sediaan ditentukan dengan menggunakan piknometer dengan cara
membandingkan bobot sediaan dengan bobot air dengan volume yang sama pada
temperatur 25oC.
31
MODUL 6
SEDIAAN SETENGAH PADAT
6.1. KOMPETENSI
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan formulasi sediaan setengah padat
2. Menjelaskan cara pembuatan sediaan setengah padat
32
2. Tahap terjadinya proses partisi bahan aktif ke dalam masing-masing lapisan kulit yang
ditentukan oleh koefisien partisi bahan aktif terhadap komponen pada setiap lapisan
kulit.
3. Tahap difusi bahan aktif melalui lapisan kulit ditentukan oleh kecepatan difusi melalui
membran setiap lapisan kulit.
4. Tahap terjadinya pengikatan bahan aktif dengan komponen stratum korneum, lapisan
epidermis dan dermis, atau terjadinya mikroreservoir pada lapisan lemak pada daerah
subkutan.
5. Tahap eliminasi melalui aliran darah, kelenjar limfa, atau cairan jaringan.
Selain tahap-tahap di atas, absorpsi perkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
lain seperti antara lain: umur dan kondisi kulit, daerah pemberian kulit, aliran darah, efek
metabolisme pada ketersediaan hayati pemberian secara topikal, dll. Perlu juga ditentukan
profil farmakokinetika obat yang berhubungan dengan absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi.
Untuk menentukan parameter keberhasilan rute pemberian obat melalui kulit perlu
dilakukan percobaan secara in vitro dan in vivo.
33
Pemilihan bahan pembawa berdasarkan pada sifat zat aktif yang akan digunakan dan
keadaan kulit tempat pemberian sediaan topikal tersebut. Bahan pembawa sediaan topikal
pada umumnya dapat dikelompokkan dalam:
1. Bahan untuk memperbaiki konsistensi
2. Pengawet, untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme
3. Dapar, untuk menjaga stabilitas zat aktif yang dipengaruhi pH
4. Pelembab, sebagai pelembut kulit pada pemakaian
5. Antioksidan, mencegah reaksi oksidasi fase minyak
6. Pengkompleks, mencegah penguraian zat akibat adanya sesepora logam
7. Peningkat penetrasi, meningkatkan absorpsi zat aktif melalui kulit
Fungsi bahan pembawa adalah untuk meningkatkan atau membantu proses penetrasi
perkutan bahan aktif. Selain itu, tergantung sifat bahan pembawa yang digunakan pada
umumnya berfungsi sebagai protektif (melindungi kulit), emolient (pelembut kulit), serta
dapat mendinginkan kulit, sedangkan sifat nonspesifik lain adalah dapat bersifat oklusif
dan astringent.
Inkompatibilitas (ketidaktercampuran) bahan pembawa dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal sebagai berikut:
1. Bahan obat menjadi tidak aktif
2. Dapat menyebabkan reaksi samping yang tidak diinginkan pada kulit seperti iritasi kulit
dan alergi
3. Pengikatan bahan aktif yang terlalu kuat dalam bahan pembawa sehingga kecepatan
pelepasan zat aktif dari sediaan sangat lambat
34
Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat, aduk homogen sampai dingin
dan terbentuk masa setengah padat.
Tambahkan basis yang sudah dingin sedikit-sedikit ke dalam bahan berkhasiat, aduk
sampai homogen dan tercampur rata.
2. Metode triturasi
Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran
partikel yang dikehendaki.
Timbang basis setengah padat, campurkan satu sama lain dengan metode
pencampuran geometris, sambil digerus dalam mortir hingga homogen.
Tambahkan basis yang sudah tercampur sedikit-sedikit ke dalam mortir yang sudah
berisi bahan berkhasiat.
Aduk sampai homogen dan tercampur rata.
Evaluasi Sediaan
1. Penentuan viskositas sediaan
2. Uji homogenitas
3. Uji stabilitas krim
a. Stabilitas fisika
b. Stabilitas biologi
c. Stabilitas kimia
4. Uji bobot yang dapat dikeluarkan dari kemasan
5. Penentuan kadar zat aktif dalam sediaan
35
No. Formula Jumlah (%)
1. Hidrokortison asetat setara dengan hidrokortison 0,5
2. Adeps Lanae 10
3. Parafin liquidum 10
4. Vaselin flavum Ad 100
Prosedur Pembuatan
1. Tanpa peleburan
a. Dispersikan hidrokortison asetat dalam paraffin liquidum dengan menggunakan
mortar.
b. Tambahkan adeps lanae, aduk hingga homogen
c. Tambahkan vaselin flavum secara geometris, aduk hingga homogen
d. Masukkan ke dalam wadah
e. Evaluasi organoleptik dan homogenitas
2. Dengan peleburan
a. Lebur adeps lanae dan vaselin flavum di atas penangas air hingga melebur
seluruhnya.
b. Dispersikan hidrokortison asetat dalam paraffin liquidum dengan menggunakan
mortar, aduk hingga homogen.
c. Tambahkan leburan poin (a) ke dalam poin (b), aduk hingga homogen.
d. Masukkan ke dalam wadah
e. Evaluasi organoleptik dan homogenitas
36
Prosedur Pembuatan
a. PEG 4000 dan PEG 400 dilebur hingga meleleh sempurna aduk ad homogen.
b. Masukkan ke dalam wadah
c. Evaluasi organoleptik dan homogenitas
Catatan:
Silahkan pilih salah satu prosedur di atas. Dalam skala industri biasanya selalu melibatkan
proses peleburan untuk menjamin homogenitas sediaan.
Prosedur Pembuatan
1. Fase Minyak (Minyak Kelapa, Asam Stearat, Setil Alkohol) dilebur di atas
penangas air hingga suhu 70oC.
2. Pada saat yang sama Fase air (Gliserin, TEA, Nipagin, Air) dipanaskan di atas
penangas air hingga suhu 70oC.
37
3. Campurkan Fase Minyak ke dalam Fase Air sambil terus dipanaskan di atas
penangas dan aduk homogen dengan stirrer hingga terbentuk masa putih seperti
susu.
4. Turunkan temperatur hingga 60-65oC. Tambahkan kloramfenikol, aduk hingga
homogen.
5. Setelah dingin 40oC tambahkan BHT, aduk hingga homogen.
6. Tambahkan parfum kemudian aduk terus hingga homogen.
7. Masukkan ke dalam wadah.
8. Evaluasi sediaan yang meliputi evaluasi organoleptik, pH dan homogenitas.
Prosedur pembuatan
1. Gelling agent didispersikan pada permukaan air, diamkan ±10-15 menit ad
terbasahi aduk sampai terbentuk massa gel (M1).
2. Menthol dilarutkan dalam alkohol 95% (M2).
38
3. Dicampurkan Na-EDTA dengan air secukupnya aduk ad homogen, lalu
ditambahkan propilenglikol aduk ad homogen (M3).
4. Ditambahkan M2 dan M3 ke dalam M1 diaduk hingga homogen.
5. Ditambahkan sisa air, aduk ad homogeny
6. Masukkan ke dalam wadah dan dievaluasi (pH, organoleptis, homogenitas)
39