PANDUAN PRAKTIK KLINIK Anastesi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK Anastesi
JOMBANG
2014
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………………………. I
A. Pendahuluan
Anestesi untuk laparatomi dapat terjadi setiap saat hal hal yang harus
anestesi.
B. Persiapan Pra-Bedah
- Mencari tanda tanda dehidrasi, apabila ada harus koreksi setidaknya sampai
volume cairan intra vaskuler cukup (ditandai dengan tilt-test yang negatip).
- Mengosongkan lambung secara aktif dengan memasang masslang diameter
besar dan menghisap secara aktif, lalu melepasnya sebelum dilakukan induksi.
- Apabila penderita masih febris harus diupayakan turun, setidaknya sampai
tempertur rectal 38,5° c
A. Pendahuluan
Steralisasi pada wanita dapat dilakukan pada saat post partum atau pada saat
penderita tidak post partum (masa interval). Operasi ini umumnya merupakan hasil
kerja sama antara depkes- BKKBN dalam upaya mensukseskan program kb
nasional, sehingga masalah keterbatasan biaya harus diipertimbangkan dalam
pemilihan teknik anestesi yang digunakan, tetapi harus tetap aman bagi penderita.
B. Persiapan Pra-Bedah
1. Sebelum dimuali anestasi harus dipastikan cukup tidak puasa, minimal 6 jam
2. untuk kasus post partum harus diberikan syrup Mg Trisilikat untuk mengurangi
tingkat keasaman lambung.
3. untuk kasus interval, memastikan bahwa penderita datang ke RS dengan diantar
oleh pengantar dewasa yang bisa bertanggung jawab.
C. Tehnik Anastesi
Yang dipilih umumnya adalah tehnik intravena dengan ketamin, kecuali ada
kontra indikasi terhadap pengunaan obat ketamin
D. Pasca Bedah
A. Pendahuluan
Anestesi untuk bedah Caesar dapat terjadi setiap saat. Hal yang harus selalu
diingat adalah perubahan fisologis pada ibu hamil, terutama system respirasi,
sirkulasi, pemberian obat anestesi pada ibu hamil dapat mempengaruhi hamil,
karena sebagain obat dapat menembus sawar uri sehingga masuk kejanin .
pengelolaan anestesi ibu hamil perlu mempertimbangkan tiga faktor, yaitu obat baik
untuk ibu, untuk janin dan tidak mempengaruhi kontraksi rahim.
a. induksi ketamin bolus 1-1 mg/kg diikuti subsinil kolin 1 mg/kg untuk
memudahkan intubasi. Setelah bayi lahir baru diberikan ether inhalasi bila
pasien bangun sebelum bayi dilahirkan dapat ditambahkan setengah dosis
ketamin K
b. induksi dengan etomidate 0,1 – 0,2 mg /kg BB bila tidak ada bisa diganti
dengan propofol dengan dosis 2-3 mg/ kg BB sebelumnya disuntik trculium
0,6 mg/kg BB untuk memudahkan intubasi. Rumatan anestesi N2O/ 02 pada
waktu bayi terpegang gas N20 dihentikan sampai tali pusat dipotong segera
setalah tali pusat dipotong anesetesi dilanjutkan dengan isofluran/
sefoflurane/ enflurane teknik ini dilkukan pada eklamsia atau pre eklamsia
berat
4. Monitoring Ibu
a. Tensi
b. Nadi
c. EKG
d. SA O2
e. Produsi urine
5. Posisi terlentang dengan ganjal dipinggul kanan atau meja miring kekkiri sedikit
untuk menghindari supine hipotensive syndrome.
7. Penilaian Bayi Setelah dilahirkan yaitu bayi dinilai dengan score apgar, penilaian
dilakukan satu menit dan lima menit setelah dilahirkan.
E. Pesanan Perawat
A. Pendahuluan
B. Persiapan PraBedah
D. Pasca Bedah
Penyulit : waspada terhadap edema subglotik atau terjadinya laserasi mukosa jalan
nafas.
Terapi : humidified oksigen, steroid.
A. Pendahuluan
B. Persiapan PrabBedah
1. Fokus utama evaluasi prabedah: mencari tanda-tanda bahwa dalam keadaan
eutiroid. Indikator: berat badan naik, tremor halus hilang, gangguan irama
jantung hilang.
2. Waspada terhadap adanya penekanan trakea. Pastikan foto leher (AP/Lat),
terutama bila struma besar, atau bila ada gangguan nafas.
3. Lugolisasi : 8-14 hari – tumor lebih padat, lebih mudah pembedahan,
pendarahan berkurang.
4. Pembedahan darurat pada hipertiroid: diberikan B-blocker untuk menghambat
efek simpatomimetik dari hiperteroid. Harus diingat bahwa pemberian B-blocker
dapat menimbulkan masalah pada CHF.
Lab : EKG
Endokrin T4 T3 TSH
Hipertiroid ! ! Normal/
Lab: fungsing tiroid, Ca,Mg, fosfat, alkalin fosfatase, glucose
BUN, serum kreatinin, elektrolit.
Faal hemastatis, darah lengkap, hitung trombosit
G. Akhir Pembedahan
Bahaya obtruksi jalan nafas : kerusakan nervous rekuren trakeomalasi, atau
hematoma. Pastikan dengan laringoscopi sebelum ekstubasi.
H. Pasca Bedah
1. Penyulit
Kerusakan nervur laryngeal recurrent :
- Bila terjadi bilateral: pasien tidak mampu berbicara dan memerlukan
reintubasi.
- Bila unilateral: serak, tes fungsi pita suara: kemampuan mengucapkan
huruf i. Trakeomalsia atau hematoma yang menyebabkan gangguan jalan
nafas
- Terapi: intubasi cepat untuk menyelamatkan jiwa, jahitan dibuka untuk
mengurangi tekanan akibat hematoma.
- Hipoparatiroid : manifest sebagai stridor ( 24- 48 jam pasca bedah )
- Terapi: periksa kadar Ca bila perlu segera diganti.
- Krisis tiroid dapat menimbulkan malignan hipertermia.
I. Pengelolaan Nyeri
Sesuai standart
A. Pendahuluan
Mortalitas pasien yang mengalami infark jantung pada waktu dilakukan anestesi
cukup tinggi (50%), dibanding dengan yang tidak menjalani anastesi atau
pembedahan, pembuluh darah koroner akan mengalami vasodilatasi bila kebutuhan
oksigen otot jantung meningkat kan iskemia akan terjadi bila kebutuhan tersebut
tidak dipenuhi, misalnya pada pasien dengan penyakit jantung koroner.
B. Persiapan Pra-Bedah
1. Menggali riwayat penyakit
- adanya nyeri dada: onset frekuensi penjalaran kaitan dengan aktifitas
- ada tidaknya aritmia
- obat yang diminum sejak kapan, contnuitas, obat mana yang paling aktif
- ada tidaknya tanda payah jantung kiri atau kanan
2. Memperhatikan adanya faktor predisposisi
- usia tua, obesitas, laki laki, riwayat keluarga, hipertensi, diabetus militus, perokok
berat, hiperlipidmia,
3. Memperhatikan faktor resiko anastesi dan pembedahan
- Ringan : angina mudah terkontrol dengan istirahat atau obat, tidak ada disritmia
atau gagal jantung, tidak megalami ami 1 tahun sebelumnya
- Ringan sampai sedang : keluhan terkontrol dengan obat tidak ada aritmia atau
payah jantung. Ami 6-12 bulan sebelumnya.
- Sedang sampai berat keluahan terkontrol dengan obat, mungkin ada aritmia
atau tanda gagal jantung, ami 3-6 bulan sebelum operasi (kalau operasi tidak
darurat sebaiknya ditunda 6 bulan setelah ami).
- Berat : angina intraktabel, dengan atau tanpa aritmia/ tanda gagal jantung, ami
< 3 bulan. (hanya untuk operasi dengan monitoring lengkap).
- obat obatan yang digunakan, dan harus tetap diberikan sampai pagi hari
operasi:
- Golongan nitrate
- Beta blocker
- Calcium antagonis (nifedipin, diltiazen).
- Aspirin perhatian pembekuan darah
Pemeriksaan laboratorium :
Pilihan anestesia :
- regional ( untuk operasi di daerah perineum, abdomen, tungkai bawah)
- anestesi umum : perhatikan saat induksi, pilihan obat anestesi, saat pulih
sadar. Induksi dan intubasi dapat menyebabkan hipoksia, hipertensi dan
takikardia: gunakan obat pelumpuh otot golongan non dipolarisasi dan
premedikasi sebelum induksi dengan fentanyl dosis 2-4 µ g/ kg BB
Obat anestesi : halutan, enflural, isoluran, atau sefoflurane dan supleman narkotik.
Monitoring : Denyut nadi 60-80 x/menit
MAP 90 mmHg
SaO2 >95 %
Hindari vasokonstriksi
D. Pasca Bedah
Pada waktu pulih sadar dapat terjadi menggigil (terutama bila anastesi dengan
holotan) rasa nyeri,dan hipoventilasi.
F. Penanganan Perawatan
- Monitoring selama pembedahan berlangsung
- Denyut jantung bila <60 atau >80/menit=segera lapor
- MAP <90mmHg=lapor
- Vasokontriksi perifer (akral dingin)=lapor
- Pemberian oksigen sesuai standar
A. Pendahuluan
Asthma bronchial adalah suatu penyakit yang didefinisikan sebagai naiknya
kepekaan terhadap segala rangsangan, sehingga menyebabkan sumbatan aliran
udara pernafasan yang sulit kembali (reversible), serta didapatkan perubahan
inflamasi kronis submukosa jalan nafas.
Pathogenesis asthma menggambarkan pelepasan mediator kimiawi secara
mendadak (histamine, otrin, prostaglandin). Hipotesis lain karena abnormalitas
pengaturan tonus jalan nafas oleh saraf otonom.Didapatkan radang kronis pada jalan
nafas.
B. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk,
terdengar wheezing dan serangan akut, takipnea gejala/tanda hanya didapatkan
pada waktu serangan akut.
C. Persiapan Pra-Bedah
Tujuan untuk mencegah terjadinya serangan akut dan mengoptimalkanfungsi
paru pasien.
Pelaksanaan :
- Fisioterapi nafas
- Hidrasi yang cukup
- Antibiotik
- Bronkodilator ( aminophilin )
- Antihistamin
- Bila perlu : kortikosteroid
Pada pembedahan terencana bila mungkin dilakukan pemeriksaan FEV,
sebelum pemberian obat bronkodilator dan sesudah pemberian bronkodilator. Bila
ada keraguan faal nafas dan oksigenasi, dilakukan pemeriksaan analisis gas darah.
E. Pasca Bedah
Tujuan : mencegah terjadinya serangan mendadak.
Obat-obatan : antibiotik, bronkodilator, hidrasi cukup.
F. Pesanan Perawat
Perhatikan keluhan pasien : sesak, batuk-batuk, Timbulnya takipnea, wheezing
Bila didapatkan kedua hal tersebut segera lapor dokter, siapkan obat-obat
bronkodilator.
SUMBER RUJUKAN
- Anesthesia and co-existing diseases.
- ABC asthma
- Principle and Practice of Medical Intensif Care
- Pocket Manual of Anasthesia
- Clinical Anasthesia Proceduras of the Massachusetts General Hospital
- Handbook for Anasthesia and Co-existing diseases
- Manual of Medical Therapeutics
- Medical Pharmacology at a glance
NYERI PASCA BEDAH
A. Pendahuluan
Pengalaman nyeri pasca bedah untuk masing masing pasien bervariasi
intensitasnya. Pengelolan nyeri pasca bedah yang tidak adekuat mencapai 60%.
Morbiditas pasca bedah akan meningkat sebagai akibat pengaruh tidak langsung
dari nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Dengan demikian penanggulangan nyeri
pasca bedah akan dapat mengurangi penyakit tersebut.
Manjemen:
1. Tujuan : mencegah penyulit sebagai akibat tidak langsung nyeri pasca bedah
2. Kriteria : menggunakan visual analog scale ( VAS ) :
0 = tanpa nyeri
10 = sangat nyeri
Untuk anak anak digunakan “wong baker”
Pelaksanan
1. Profilaksis :
- informasi perbedaan yang baik dan benar pada waktu kunjungan prabedah
- premedikasi
- teknik pembedahan yang baik
- perawatan luka pembedahan
2. Terapi aktif
Non-invasif : analgesic sistemik : narkotika, NSAID, tramadol.
Invasif : - Analgesi regional : epidural/spinal dengan narkotik atau obat anastesi
lokal.
- Blok interlokal.
- P.C.A ( Patient Control Analgesia ) atau PCFA
C. Pesanan Perawatan
1. Monitoring: frekuensi nafas, Tensi, Nadi, EKG, Mual/muntah, Produksi urine,
Timbulnya Urtikaria, V.A.S.
2. Lapor : tanda-tanda dini penyulit tindakan( infasif/non-invasif)
A. Pendahuluan
B. Persiapan
A. Pendahuluan
Cedara tulang leher dapat menyebabkan kerusakan medulla spinalis yang
berakibat gangguan neurologist (motorik, sensorik, dan otonom)atau kelumpuhan
otot pernpaasan, dan gangguan sirkulasi. Beratnya gangguan sesuai dengan luas
dan tinggi kerusakan medulla tersebut. Berat ringannya kelumpuhan motorik dan
sensorik diklasifikasikan menurut frengkel. Kompresi di daerah servikal dapat
menyababkan gangguan napas sebagai akibat kelumpuhan otot pernapasan dan
diafragma.
B. Persiapan
1. imobilisasi dengan colar brace bantal pasir tidur pada alat datar dan keras
2. cairan diberikan dengan monitoring CVP
3. bila ada bradikardi diberikan sulfas atropine diteruskan dengan pemberian
dopamine infuse continue
4. bila bradikardi membandel dipertimbangkan pemasangan pace macker
5. pasang pipa lambung dan kateter urin lengkap
6. dilakukan pengukuran faal Napas.
1. pre-medikasi sulfas atropine 0,5 mg IM bila perlu diulang dengan dosis yang
sama IV sebelum induksi
2. induksi dengan midazolam atau propofol dengan atau tanpa obat pelumpuh otot,
tergantung pada derajat kelumpuhan (frankle) dan kondisi pasien. Obat
pelumpuh otot pilihan: NON DEPOLARISASI yang mula kerja dan lama kerjanya
pendek
3. suplemen analgetik: fentanyl atau narkotik yang lain
4. intubasi dengan pipa tracheal non Kink dengan memepertahankan posisi kepala
in line
5. monitoring: sesuai standar dengan memepertahankan MAP > 60 mmHg end tidal
PaCO2 28-30 mmHg
6. bila pendekatan pembedahan dari posterior, pasien di posisikan tengkurap
dengan cara “log rolling” sambil mempertahankan kepala dalam posisi in Line.
D. Pasca Bedah
1. Akhir anastesi dilakukan ekstubasi pada keadaan pasien sadar baik dan fungsi
nafas sesuai pengukuran pra bedah
2. bila kerusakan diatas servikal V, tidak dilakukan ekstubasi dan diberikan bantuan
nafas minimal selama 24 jam pertama di icu
3. perawatan intensif diperlukan pada pasien dengan gangguan fungsi pernapasan
dan sirkulasi.
F. Pesanan Perawatan
1. Observasi fungsi nafas, Sirkulasi, defisit neurologi, suhu.
2. Observasi produk urine
3. Dijaga agar tidak terjadi dilatasi lambung dengan memperhatikan caiaran dari
pipa lambung.
A. Pendahuluan
Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
yang bertujuan untuk : (1) mencegah berhentinya pernapasan dan atau sirkulasi
melalui pengenalan dan penanganan segera memberikan bantuan eksternal terhadap
ventilasi dan sirkulasi, terhadap korban ynag mengalami henti jantung dan napas,
melalui resusuitasi kasus jantung paru atau RJP
Tujuan utama melakukan rjp – BHD ialah memberikan okseigen ke otak, jantung dan
organ vital yang lain:
Indikasi
1. gawat napas
2. gawat sirkulasi
B Tahapan BHD
1. A: Airway – Pembebasan jalan napas, memebebaskan jalan napas secara
manual HEAD TILL juga dilakukan untuk pasien trauama, chin lift juga boleh
untuk pasien trauma, nect lift tidak boleh dilakukan sama sekali, jaw trust hanya
dilakukan sebagai pilihan terakhir jika cara lain tidak berrhasil.
2. B: breating – bantuan pernapasan, kali hembusan satu detik disususl dengan
hembusan keduasebalah ekhalasi, bila sudah di intubasi napas buatan 10x/
menit, bila belum diintubasi atau dipasang LMA maka setiaap 30 pijatan jantung
diselingi 2 kali tiupan napas (ratio 30:2), Usahakan dada terangkat , @ 500-600
ml atau volume tidal 6-8cc/kg BB Beri oksigen 100% lebih dini.
3. C: circulation – bantuan sirkulasi, pijat dulu baru tiup, pijat jantung yang pertama
tanpa meraba karotis, titik tumpu pijat jantung pada setengah bagaian bawah
sternum, bila belum bila belum diintubasi atau dipasang LMA maka setiaap 30
pijatan jantung diselingi 2 kali tiupan napas (ratio 30:2) bila sudah di intubasi pijat
jantung 100x/ menit, diperioritaskan agar tidak ada cela, push hard, push fast,
pijat jantung 100x/ permenit. Napas buatan 10 x/ menit, beri kesempatan diding
toraks untuk re coll setelah pijatan, jika trachea sudah diintubasi tidak usah
singkronasi antara pijat napas. Dua atau satu penolong tidak dibedakan.
C. Pijat jantung
Langsung letakkan tangan pada setengah bagian sternum, pijat jantung 30x
disusul dengan napas 2X. Pijat jantung dan napas buatan, Saat pijat jantung hitung
dengan suara keras
Satu, dua, tiga, empat, SATU
Satu, dua, tiga, empat, DUA
Satu, dua, tiga, empat, TIGA
Satu, dua, tiga, empat, EMPAT
Satu, dua, tiga, empat, LIMA
Satu, dua, tiga, empat, ENAM
Total = 30x pijatan, disela dengan 2X tiupan napas.
D. Posisi penolong
Tegak lurus diatas dada pasien dengan siku lengan lurus menekan tengah tengah
dada, tekan sedalam 2 inchi. Perabaan nadi karotis dari tengah ke lateral dalam
waktu max 5 detik.
F. Pengunaan DC Shock
DC shock:
1. Oles dulu paddles Dengan jelly ECG Tipis rata, baru Kemudian : Switch ON,
Pasang paddles Pada posisi apex Dan parasternal (boleh terbalik)
2. Tempelkan di dada, baru Charge 360 joules (Non-synchronized)
bawah bebas,
Samping bebas,
Atas bebas,
3. Tekan dua tombol paddles bersama, Lepas paddles dari dada, lanjutkan chest
compression
4. Segera pijat jantung lagi, Setelah 2 menit baru raba lagi/ baca lagi ECG.
G. Pasca Resusitasi