Kewenangan Pemda DLM Pengelolaan Perbatasan - UNTAN PDF
Kewenangan Pemda DLM Pengelolaan Perbatasan - UNTAN PDF
LAPORAN
PENELITIAN
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
DALAM PENGELOLAAN KAWASAN
PERBATASAN DI ERA OTONOMI DAERAH
(STUDI KASUS DI KALIMANTAN BARAT)
ABSTRAK
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, pengaturan tentang pengembangan kawasan perbatasan secara
hukum berada dibawah tanggung jawab pemerintah daerah. Kewenangan
pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan (border gate) yang
meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina, keamanan dan
pertahanan (CIQS). Meskipun demikian, pemerintah daerah masih
menghadapi beberapa hambatan dalam mengembangkan aspek sosial-
ekonomi kawasan perbatasan. Beberapa hambatan tersebut diantaranya,
masih adanya paradigma pembangunan wilayah yang terpusat, sehingga
kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai “halaman belakang”,
sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan
wilayah perbatasan yang belum sempurna, keterbatasan anggaran, dan
tarik-menarik kepentingan pusat-daerah yang terkait dengan kewenangan.
Berangkat dari beberapa persoalan yang terkait dengan aspek yuridis formal
dan political will pemerintah untuk memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah tersebut, maka penelitian tentang masalah kewenangan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan perbatasan di era otonomi
daerah studi kasus di Kalimantan Barat menjadi sangat penting.
Ada empat hal yang ingin dicapai melalui penelitian ini, yaitu: (1)
Untuk mengetahui situasi dan kondisi kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat yang ada di wilayah perbatasan Kalimantan Barat, (2) untuk
mengetahui berbagai kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan di era otonomi daerah
saat ini, dan (3) untuk mengetahui sejauh mana kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah pusat yang terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan
telah mampu mengakomodasi harapan masyarakat di daerah, dan (4) untuk
mengetahui apa kewenangan, peran, dan fungsi yang dijalankan oleh Badan
Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama (BPKPK) yang ada di
daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Kawasan perbatasan
Indonesia khususnya di perbatasan Kalimantan Barat dengan Negara Bagian
Serawak Malaysia masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi perbatasan di
sepanjang wilayah negara tetangga, Malaysia, sungguh sangat kontras
perbedaannya; (2) kebijakan pengembangan kawasan perbatasan oleh
pemerintah pusat dan daerah masih relatif lambat. Hal ini dikarenakan belum
adanya payung hukum yang jelas sebagai tindak lanjut (penjabaran teknis)
dari Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 serta belum adanya lembaga
khusus di tingkat pusat yang memiliki otoritas penuh dalam pengembangan
kawasan perbatasan; (3) dukungan regulasi dan peraturan tentang
pengelolaan kawasan perbatasan belum memenuhi aspirasi daerah
sehingga kreativitas dan inisiatif pengembangan kawasan oleh pemerintah
daerah terhambat; dan (4) hingga saat ini, belum ada pembagian
kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi
dan kabupaten dalam pengelolaan kawasan perbatasan.
Untuk mengatasi ketertinggalan pembangunan di kawasan
perbatasan, maka penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Percepatan pembangunan kawasan perbatasan harus segera
dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi apalagi ketergantungan
masyarakat perbatasan sangat tinggi terhadap produk dari Malaysia
sehingga dikhawatirkan akan makin melunturkan semangat nasionalisme
dan patriotisme penduduk Indonesia di perbatasan; (2) pembentukan
lembaga khusus yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan secara
penuh harus segera dilakukan sehingga koordinasi antar antar departemen
atau instansi pada level pemerintah pusat serta antara pemerintah pusat dan
daerah berjalan baik dan sinergis; (3) regulasi tentang pengelolaan kawasan
perbatasan harus segera disusun dan diterbitkan khususnya terkait
pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah; dan (4)
kewenangan pemerintah daerah harus diberikan secara jelas dan
proporsional khususnya dalam pembangunan ekonomi yang selama ini
sangat didominasi oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah tidak
bisa banyak berbuat.
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
KATA PENGANTAR
Ketua Peneliti
LAPORAN PENELITIAN i
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. I-1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………. I-1
1.2. Kerangka Analitik ……………………………………………… I-7
1.3. Metodologi Penelitian………………………………………….. I-18
1.4. Tim Peneliti ……………………………………..………………. I-18
1.5. Waktu Penelitian ……………………………………………….. I-19
1.6. Sistematika Penulisan Laporan ……………………………… I-20
LAPORAN PENELITIAN ii
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
BAB I
PENDAHULUAN
a. Sistem Residu
Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-
tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya
menjadi urusan rumah tangga Daerah. Sistem ini umumnya dianut oleh
negara-negara di daratan Eropa seperti Perancis, Belgia, Belanda dan
sebagainya. Kebaikan sistem ini terutama terletak pada saat timbulnya
keperluan-keperluan baru, Pemerintah Daerah dapat dengan cepat
mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu, tanpa
menunggu perintah dari Pusat. Sebaliknya, sistem ini dapat pula
menimbulkan kesulitan mengingat kemampuan Daerah yang satu
LAPORAN PENELITIAN I - 10
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
berbeda dengan yang lainnya tidak sama dalam pelbagai lapangan atau
bidang. Akibatnya bidang atau tugas yang dirumuskan secara umum ini
dapat menjadi terlalu sempit bagi Daerah yang kapasitasnya besar atau
sebaliknya terlalu luas bagi Daerah yang kemampuannya terbatas.
b. Sistem Material
c. Sistem Formal
Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga
Daerah tidak secara apriori ditetapkan dalam atau dengan Undang-
Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
dianggap penting bagi Daerahnya, asal saja tidak mencakup urusan
yang telah diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah yang lebih tinggi tingkatnya. Jadi, urusan yang telah diatur dan
diurus oleh Pemerintah yang lebih tinggi tingkatnya, tidak boleh diatur
dan diurus lagi oleh Daerah. Dengan perkataan lain, urusan rumah
LAPORAN PENELITIAN I - 11
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
d. Sistem Riil
LAPORAN PENELITIAN I - 12
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 13
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 14
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
1. Aspek Ideologi.
Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan
perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti
paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia. Pada saat
ini penghayatan dan peng-amalan Pancasila sebagai ideologi negara dan
falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi,
karena tidak seiramanya antara kata dan perbuatan dari penyelenggara
negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi
Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang
paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.
2. Aspek Politik.
Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya
dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi
untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi
masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama
apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai
LAPORAN PENELITIAN I - 15
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 16
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 17
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 18
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
MINGGU
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Persiapan
3 Perumusan Kuisioner
6 Pengolahan Data
LAPORAN PENELITIAN I - 19
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 20
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN I - 21
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI
MASYARAKAT KAWASAN PERBATASAN
• Potensi perikanan air tawar cukup besar dan memiliki spesies ikan
yang relatif lengkap dan hanya terdapat di beberapa negara di dunia.
LAPORAN PENELITIAN II - 1
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Tabel 2.1
Wilayah Administrasi Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak,
Tahun 2006
NO KABUPATEN KECAMATAN JML DESA Luas (Ha) IBUKOTA
1 SAMBAS Paloh 8 114.884 Liku
Sajingan Besar 5 139.120 Sajingan
2 BENKAYANG Jagoi Babang 6 65.500 Jagoi Babang
Siding 8 56.330 Siding
3 SANGGAU Sekayam 10 84.101 Balai Karangan
Entikong 5 50.689 Entikong
4 SINTANG Ketungau Hulu 9 213.820 Senaning
Ketungau Tengah 13 218.240 Nanga Merakai
5 KAPUAS HULU Empanang 6 35.725 Nanga Kantuk
Putussibau 7 412.200 Putussibau
Badau 7 70.000 Nanga Badau
Batang Lupar 10 133.290 Lanjak
Embaloh Hulu 7 345.760 Benua Martinus
Kedamin 5 535.230 Kedamin
Puring Kencana 6 44.855 Puring Keancana
JUMLAH 112 2.519.744
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat
2.1.3. Kependudukan
LAPORAN PENELITIAN II - 2
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Tabel 2.2
Perkembangan Penduduk Kawasan Perbatasan
Tahun 2004 – 2007
KEPADATAN
KABUPATEN / PENDUDUK (jiwa) LUAS
NO (Orang / Km
KECAMATAN (KM2)
2004 2007 2004 2007
1 KAB. SAMBAS
a. Kec. Paloh 23.165 23.071 1.149 20 21
b. Kec.Sajingan
8.112 7.587 1.391 6 6
Besar
2 KAB.BENGKAYANG
a. Kec.Jagoi Babang 8.240 7.258 655 13 11
b. Kec.Siding 5.323 6.732 563 9 12
3 KAB.SANGGAU
a. Kec. Sekayarn 26.530 26.966 841 32 32
b. Entikong 12.828 13.083 507 25 26
4 KAB. SINTANG
a. Kec.Ketungau
18.228 19.427 2.138 9 9
Hulu
b. Kec. Ketungau
25.572 27.253 2.182 12 12
Tengah
5 KAB.KAPUAS HULU
a. Kec. Empanang 2.563 2.538 357 7 7
b. Kec. Badau 5.656 5.895 700 8 8
c. Kec. Batang Lupar 5.530 5.797 1.333 4 4
d. Kec.Embaloh Hulu 5.029 5.107 3.457 1 1
e. Putussibau 16.922 17.338 4.122 4 4
f. Kedamin 16.22 5.352 3
16.982 3
8
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat
2.1.4. Perekonomian
LAPORAN PENELITIAN II - 3
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Tabel 2.3
Persentasi PDRB Kalimantan Barat Tahun 2004 – 2007 Menurut
Kabupaten Perbatasan dan Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000
BENGKAYA KAPUAS
SEKTOR/ SAMBAS SANGGAU SINTANG
N NG HULU
O 200
SUBSEKTOR 2004 2004 2007 2004 2007 2004 2007 2004 2007
7
1 Pertanian 46,79 47,4 43,38 45 36,78 36,03 41,15 39,23 47,37 43,8
Pertambangan/pengg
2 0,18 0,17 1,68 1,6 1,54 1,1 3,53 3,4 0,98 1,27
alian
3 Industri 9,84 9,46 5,4 5,1 27,92 29,08 9,55 10,09 5,35 3,61
4 Listrik/ air minum 0,24 0,26 0,11 0,1 0,23 0,27 0,27 0,25 0,29 0,32
5 Bangunan 2,41 2,34 6,51 6,26 3,95 3,95 6,43 6,76 11,01 14,32
6 Perdangangan 27,31 27,41 28,33 27,51 15,81 15,86 22,74 23,35 16,08 18,24
Pengangkutan/
7 3,81 3,64 2,64 2,68 2,26 2,35 3,05 2,89 4,39 3,63
komunikasi
Bank/ lembaga
8 4,71 4,47 4,99 4,67 3,07 2,91 3,65 3,61 5,09 5,03
keuangan
9 Jasa-jasa 4,71 4,85 6,96 7,08 8,44 8,45 9,46 10,22 9,44 9,78
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 4
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Tebel 2.4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/ Kota
Provinsi Kalimantan Barat, tahun 2005
LAPORAN PENELITIAN II - 5
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Kondisi tersebut ternyata terjadi pula pada fasilitas air bersih yang hanya
mampu melayani 50 persen penduduk di kawasan Kalimantan Barat.
Sedangkan penduduk kawasan perbatasan di Serawak telah terpenuhi 100
persen fasilitas air bersih.
LAPORAN PENELITIAN II - 6
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 7
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
2. Kendala Geografis
Secara geografis kawasan perbatasan merupakan daerah yang sangat
luas. Di Kalimantan Barat saja panjang garis perbatasan sekitar 966
Km. Apabila diasumsikan lebar perbatasan sejauh 20 Km dari titik
batas, maka luas kawasan perbatasan di Kalimantan Barat sekitar
19.320 Km2 atau sekitar 1,9 juta Ha. Tentu saja dengan luas yang
demikian cukup menyulitkan dalam penanganan terutama ditinjau dari
aspek rentang kendali pelayanan, kebutuhan dana, dan kebutuhan
aparatur. Keadaan ini semakin diperparah lagi oleh kondisi infrastruktur
jalan yang vertikal dan relatif sangat terbatas baik kuantitas maupun
kualitasnya. Akibatnya sebagian besar kawasan perbatasan merupakan
daerah yang tidak dapat dijangkau oleh kenderaan.
LAPORAN PENELITIAN II - 8
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 9
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Dalam hal ini jelas sekali terlihat adanya inkonsistensi antara arah
pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan dengan
kenyataan yang terjadi pada saat pelaksanaan program pembangunan.
Pada saat ini, setelah hampir lima tahun pemerintahan kabinet
Indonesia Bersatu bekerja mengimplementasikan RPJM Nasional 2004-
2009, juga belum terlihat kesungguhannya untuk menjadikan kawasan
perbatasan sebagai beranda depan. Hal ini tampak terutama dari status
hukum kawasan yang masih belum jelas serta besaran alokasi
anggaran yang relatif rendah baik dalam APBN maupun APBD. Tentu
saja hal ini berdampak terhadap kepercayaan dan semangat
pemerintah kabupaten dan masyarakat dalam mengelola perbatasan.
Masyarakat perbatasan mulai apatis dan kurang bersemangat
mendengar rencana pengembangan kawasan perbatasan. Ada
semacam keraguan terhadap kesungguhan pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan di kawasan tersebut.
LAPORAN PENELITIAN II - 10
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
5. Kemiskinan
Kemiskinan menjadi topik yang menarik dibahas ketika diskusi tentang
kawasan perbatasan karena penduduk miskin merupakan sesuatu yang
mudah dijumpai ketika berkunjung ke kawasan ini. Saat ini meskipun
kawasan perbatasan kaya dengan sumberdaya alam dan letaknya
mempunyai akses ke pasar (serawak), tapi terdapat sekitar 45% desa
LAPORAN PENELITIAN II - 11
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
6. Keterbatasan Infrastruktur
Di kawasan perbatasan terdapat Jenis prasarana transportasi laut,
sungai dan darat. Fasilitas transportasi laut menghubungkan Paloh
(kabupaten Sambas) dengan Lundu (Serawak), sedang fasilitas sungai
masih ada namun sudah tidak populer lagi. Jaringan jalan darat di
kawasan perbatasan Kalimantan Barat berbentuk vertikal sehingga
pelayanannya kurang efektif. Panjang jalan darat sekitar 520 km
dengan rincian: 200 km jalan tanah, 30 km jalan batu, 290 km jalan
aspal. Sedangkan menurut fungsinya terdapat 63% jalan kabupaten,
31% jalan propinsi, dan 6% jalan nasional.
LAPORAN PENELITIAN II - 12
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Kondisi tersebut ternyata terjadi pula pada fasilitas air bersih yang
hanya mampu melayani 50 persen penduduk di kawasan perbatasan
Kalimantan Barat. Sedangkan penduduk kawasan perbatasan di
Serawak 100 persen telah terpenuhi fasilitas air bersih.
LAPORAN PENELITIAN II - 13
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 14
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 15
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 16
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun
berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun
vertikal dengan pemerintah daerah terutama dengan masyarakat
perbatasan.
LAPORAN PENELITIAN II - 17
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 18
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 19
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 20
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 21
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 22
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 23
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 24
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN II - 25
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
KAWASAN PERBATASAN
Oleh karena itu, hingga saat ini kita masih harus meluruskan berbagai
kesalahan pemahaman tersebut. Selain itu, persoalan mendasar lainnya
adalah keterbatasan akses dan jauhnya jarak kawasan perbatasan tersebut
dengan pusat kota. Di sisi lain, pembahasan dan penanganan masalah
perbatasan hingga saat ini masih parsial dan bersifat ad hoc, sehingga
penanganan perbatasan sebagai suatu kawasan mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan yang komprehensif dan intergrasi.
b. Bidang Transportasi
Kebijakan pusat yang mendukung keberadaan dan percepatan
pengembangan masyarakat di perbatasan, yaitu :
c. Bidang Perdagangan
Pada bidang perdagangan, kebijakan pusat yang secara khusus
berkaitan dengan pengelolaan kawasan perbatasan yakni dibukanya Border
Entikong sebagai salah satu border yang dapat dilalui oleh kendaraan niaga
oleh pedagang baik dari Indonesia untuk tujuan Malaysia atau sebaliknya,
b. Bidang Keimigrasian
Berkenaan dengan bidang keimigrasian, kebijakan pengelolaan
kawasan perbatasan yang bersifat sentralistik sangat terkait erat dengan
bidang ini. Kebijakan khusus bidang keimigrasian yang selama ini telah
berlaku di kawasan perbatasan yakni adanya kemudahan bagi masyarakat di
sekitar kawasan perbatasan untuk keluar dan masuk ke wilayah terdekat
negara bagian Kuching Malaysia, seperti Tebedu di Entikong di Kabupaten
Sanggau, Serikin di Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang, Lubuk Antu di
Kabupaten Kapuas Hulu, Biawak di Kabupaten Sambas hanya dengan
menggunakan Surat Keterangan Lintas Batas (SKLB) yang sangat terbatas
wilayah cakupannya dan terbatas penggunanya.
c. Bidang SDM/Kependudukan
Untuk bidang kependudukan dan SDM, secara khusus keberpihakan
kebijakan Pemerintah Pusat belum banyak dilakukan, akan tetapi secara
bertahap perhatian untuk peningkatan mutu SDM dan kependudukan yang
berkaitan dengan pengelolaan kawasan perbatasan sudah mulai ada
peningkatan.
“Hanya ada 49 desa yang sudah ada jaringan listrik dari PLN, itu pun
belum mencakup semua keluarga di sana,” kata Kepala Badan Persiapan
Pengelolaan Kawasan Khusus Perbatasan (BP2KKP) Kalimantan Barat,
Nyoman Sudana. Nyoman memerinci, dari 36.612 keluarga yang menghuni
49 desa tersebut, hanya ada 14.757 keluarga yang menikmati listrik dari PLN
dan 1.831 keluarga yang mengusahakan sendiri listrik dengan menggunakan
genset atau memanfaatkan bantuan pembangkit listrik tenaga surya.
perbatasan Aruk (PPLB Aruk) dan masyarakat sekitarnya. Besar daya listrik
yang dibeli dari SEB adalah 200 kVA dan dijual kepada masyarakat dengan
harga yang relatif murah, yaitu sebesar Rp 500 per kWh. Selain dari energi
yang dibeli dari SEB, di daerah Sajingan juga telah tersedia PLTD PLN
dengan kapasitas sebesar 180 kVA (kapasitas mampu sebesar 140 kVA),
dan PLTMH Sajingan dengan kapasitas 100 kVA (kapasitas mampu sebesar
80 kVA). Dengan tersedianya tenaga listrik yang cukup memadai ini
diharapkan kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan akan tumbuh ke
arah positip.
BAB IV
KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT
TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN IV - 1
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 2
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 3
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
infrastruktur memang memerlukan dana yang besar dan untuk itu perlu
adanya optimalisasi koordinasi antar instansi (pusat dan daerah, yaitu:
Dephub dan Depkimpraswil serta Pemda) dalam penanganan wilayah
perbatasan.
LAPORAN PENELITIAN IV - 4
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 5
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 6
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 7
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 8
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 9
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 10
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 11
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 12
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 13
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 14
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 15
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 16
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN IV - 17
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
BAB V
KEWENANGAN , FUNGSI DAN PERAN BADAN PENGELOLAAN
KAWASAN PERBATASAN DAN KERJASAMA (BPKPK)
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Pemerintah kita saat ini juga telah meredefinikan arti penting wilayah
perbatasan. Jika wilayah ini dahulu dianggap sebagai beranda belakang
sekarang dianggap menjadi beranda depan negara. Perkembangan ini patut
disambut baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat setempat yang
secara geografis berbatasan langsung dengan negara lain. Bagi pemerintah
di daerah , ini harus dijadikan sebuah peluang, tentunya melalui upaya-
upaya menyusun rencana strategis pengembangan kawasan perbatasan
yang sinergis dengan upaya pemerintah pusat dalam memfasilitasi
pemerintah daerah mengembangkan wilayah ini.
Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Badan Koperasi & UKM, Kerjasama,
Promosi dan Investasi Provinsi Kalimantan Barat dengan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan ketentuan tersebut, penanganan
urusan kerjasama ditangani oleh Bidang Kerjasama yang dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang membawahi 2 (dua) Kepala Sub Bidang, yaitu
masing-masing Sub Bidang Kerjasama Dalam Negeri dan Sub Bidang
Kerjasama Luar Negeri.
LAPORAN PENELITIAN V - 10
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 11
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 12
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
a. Kabupaten Sambas
1. Program Pekerjaan Umum/Sarana dan Prasarana, antara lain meliputi
pemeliharaan periodik pembangunan dan pembangunan peningkatan
jalan kabupaten, pembangunan jalan Tanjung Harapan, pemeliharaan
pengairan, perbaikan perumahan dan permukiman perkotaan dan
pedesaan, Peningkatan Air Bersih/Pipanisasi, Pengerukan Sungai,
Pengadaan Tanah untuk Run Way Bandar Biduk, Pembangunan
Dermaga Sumpit, Pembanguanan Pos Jaga PLB Aruk, Pembangunan
Sarana dan Prasanana Fisik PPLB Aruk, Pengembangan dan
Rehabilitasi Bangunan kantor dan rumah dinas
2. Program Pendidikan, antara lain meliputi Kegiatan Rehap Gedung
Sekolah, Pembangunan Rumah Dinas Guru, Pengadaan Peralatan
Belajar serta Pembangunan UPT Pendidikan.
3. Program Kesehatan dan KB, meliputi Pembangunan Pustu Dusun
Sasak, Rehap Ruamh Dinas Dokter Puskesmas, Pengadaan Meubler
Rumah Dokter dan Paramedis, Pengadaan Radio Komunikasi Daerah
Sulit dan Keluarga Berencana.
4. Program Pertanian dan Peternakan, meliputi Kegiatan Peningkatan
Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk, Pembangunan Lumbung
Pangan Desa, Penyediaan Saprodi Pertanian, Pengadaan Bibit Sapi
dan Kambing, serta Diversifikasi Pangan dan Gizi.
5. Program kehutan dan Perkebunan, antara lain meliputi Kegiatan
Pembangunan Sumberdaya Kehutanan, Penanaman Karet, Kelapa
Dalam, Kakao, Kopi dan Tebu, Pemeliharaan Tanaman Reboisasi
Hutan Lindung, Pemeliharaan Hutan Rakyat Desa, Pemeliharaana
LAPORAN PENELITIAN V - 13
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
Kebun Karet dan Kebun Entrys Karet, Sosislisasi dan Evaluasi GN-
RHL serta Pengawasan, Pembinaan dan Pengendalian Hutan.
6. Program Kelautan dan Perikanan, meliputi Kegiatan Pengembangan
Budidaya Perikanan, Pengadaan Sarana Tangkap dan Sarana
Pengolahan Ikan, Pembangunan Tempat Pelelangan Ikan dan
Steihger, Pengadaan PLTS untuk Nelayan Pesisir serta Bantuan
Mesisn Goolbox Pengencer dan Vacum Packing.
7. Program Perhubungan Telekomunikasi, meliputi Pembangunan
Dermaga Sasak, Pembangunan dan Peningkatan Pengelolaan
Helipad di Sajingan Besar, Pembinaan dan Pengawasan Tugas –
Tugas Pelabuhan dan Kesyahbandaran, Lalulintas Angkutan,
Pembangunan Dermaga Rakyat di Temajok dan Dermaga Pelabuhan
laut Paloh, Pembinaan Kelompok Informasi serta Pembangunan
Kelompok Informasi Perbatasan (KIMTAS) serta Pembangunan
Pemancar Radio.
8. Program Tenaga Kerja dan Transmigrasi berupa Pelatihan Non
Institusioanal untuk Kegiatan SDM.
b. Kabupaten Bengkayang
1. Progaram Pekerjaan Umum/ Sarana dan Prasarana, antaralain
Pembanguanan/ Peningkatan Jalan dan Jembatan Kabupaten serta
Pemeliharaan secara Periodik, Pembangunan Jalan Sui Take –
Merendang – Sebujit 12 Km, Pembangunan dan Rehabilitasi Jaringan
Air Bersih Desa Siding, Pengembangan prasarana dan sarana
Permukiman Kawasan Pernatasan serta Pembangunan Kantor Bantu
dan Rumah Dinas.
2. Program Pendidikan, meliputi Rehap Gedung Sekolah Dasar dan
Pembangunan SMP Negeri Siding, Pembangunan Asrama Siswa
SMAN 1 Jagoi Babang.
3. Program kesehatan dan KB, meliputi Peningkatan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Jagoi Babang, Pembangunan Puskesmas
Siding.
LAPORAN PENELITIAN V - 14
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 15
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 16
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 17
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN V - 18
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
d) Hingga saat ini, belum ada pembagian kewenangan yang jelas antara
pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam
pengelolaan kawasan perbatasan.
6.2. Saran
LAPORAN PENELITIAN VI - 1
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
LAPORAN PENELITIAN VI - 2
Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah
Studi Kasus Di Kalimantan Barat
DAFTAR PUSTAKA
Mawardi I., 1997, Daya Saing Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu, Prisma 08, hal.51-61.
Mubyarto, L.Sutrisno, P.Sudiro, S.A.Awang, Sulistiyo, A.S.Dewanta,
N.S.Rejeki dan E.Pratiwi, 1991, Kajian Sosial Ekonomi desa-desa
Perbatasan di Kalimantan Timur, Yogyakarta: Aditya Media.
Mukti, Sri handoyo, 2003, Skenario Nunukan Masa Depan, dalam Model dan
Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Kabupaten Nunukan,
Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Edisi Pertama.
Riwu Kaho, Riwu Josef. 1995. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik
Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rencana Detail Tata Ruang dan Kawasan Entikong, 2003. Rencana
Kawasan Pusat Niaga Terpadu dan Industri Pengolahan Entikong,
Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat.
Syaukani HR, Gaffar, Affan, dan Rasyid, Ryaas. 2002. Otonomi Daerah
Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peraturan Perundang-Undangan: