Anda di halaman 1dari 21

POKOK – POKOK PIKIRAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT


TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

DAFTAR ISI

I.  PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
B.  IDENTIFIKASI MASALAH
C.  TUJUAN DAN MANFAAT
D.  METODE PENELITIAN
II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
B. PRAKTIK EMPIRIS
III. PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
IV. ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
V.  LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A.   LANDASAN FILOSOFIS
B.   LANDASAN SOSIOLOGIS
C.  LANDASAN YURIDIS
VI. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
A.  JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN
B.  MATERI YANG AKAN DIATUR
VII. PENUTUP
A.  KESIMPULAN
B.  SARAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Otonomi Daerah menuntut Pemerintah Daerah dapat mandiri dalam


pengelolaan kekayaan atau aset yang dimiliki Pemerintah Daerah. Artinya
bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola aset-aset
yang dimiliki. Hal demikian membutuhkan seperangkat alat justifikasi
pengelolaan aset dan keuangan. Hal hal mengenai seperangkat alat justifikasi
diantaranya adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri, Peraturan Daerah dan lain-lain. Oleh karena itu akan tercipta
kondisi Good Government Governance secara nyata. Barang milik daerah
merupakan sumber daya yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan
pemerintahan daerah. Barang milik daerah menjadi sumber daya ekonomi
bagi pemerintah daerah untuk dapat dimanfaatkan di masa kini dan masa
depan, sehingga membutuhkan pengelolaan dengan baik. Barang milik
daerah dapat diperoleh dari pemerintah maupun masyarakat dan dapat
diukur dalam satuan uang yang diperlukan untuk fasilitasi bagi masyarakat
pada umumnya.
Barang Milik Daerah (BMD) telah diatur oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah. Elemen penting tujuan barang milik
daerah diatur agar pengelolaan barang milik daerah berjalan secara efektif
dan efisien. Barang milik daerah yang berada dalam pengelolaan pemerintah
daerah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah daerah, tetapi juga barang
milik daerah pihak lain yang dikuasai pemerintah daerah dalam rangka
pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah. Jika
barang milik daerah tidak dikelola dengan semestinya, justru akan menjadi
beban biaya karena sebagian dari barang milik daerah tersebut
membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya
(terdepresiasi) seiring waktu.
Tantangan bagi pengelolaan setiap jenis barang milik daerah berbeda
sesuai dengan karakter barang milik daerah tersebut. Sistem pengelolaan
harus sesuai dengan sistem dan prosedur yang diatur dalam Peraturan
Daerah yang sedang disusun. Hubungan antar pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, serta pihak-pihak yang terkait lainnya diatur sedemikian
rupa dalam Peraturan Daerah yang sedang disusun. Karena itu, pengelolaan
barang milik daerah harus dilandasi oleh kebijakan dan regulasi yang
mencakup berbagai aspek pengelolaan barang milik daerah. Dalam hal ini
pemerintah daerah memiliki peluang untuk mengelola barang milik daerah
sesuai dengan kondisi daerah sehingga memberikan manfaat bagi
masyarakat secara optimal.
Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) dilaksanakan berdasarkan
asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas dan kepastian nilai. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah dan Bab 2 Ruang Lingkup Pasal 2 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah, yaitu :
a. pejabat pengelola barang milik daerah;
b. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
c. pengadaan;
d. penggunaan;
e. pemanfaatan;
f. pengamanan dan pemeliharaan;
g. penilaian;
h. pemindahtanganan;
i. pemusnahan;
j. penghapusan;
k. penatausahaan;
l. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
m. pengelolaan barang milik daerah pada SKPD yang menggunakan pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
n. barang milik daerah berupa rumah negara; dan
o. ganti rugi dan sanksi.
Barang Milik Daerah (BMD) juga menjadi sumber konflik kepentingan
di dalam pengelolaannya. Oleh karena itu secara filosofis perlu diatur,
sehingga terdapat harmoni dalam pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).
Artinya, dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah ini selain menjadikan ketentuan Pasal 511
ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagai acuan yang mengamanatkan
bahwa “Peraturan Daerah tentang pengelolaan barang milik daerah yang
telah ditetapkan agar menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri”, juga mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang
terkait dalam pelaksanaan.
Terkait dengan peraturan perundang-undangan maka acuan yang
harus digunakan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Antara lain yang diatur
dalam Pasal 7 dan Pasal 8, yaitu :

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Daerah Provinsi; dan
f. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

(1) Jenis Peraturan Perundang-Undangan selain sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengaan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah penganut asas legalitas,


dimana disebutkan bahwa tidak ada perbuatan dapat dipidana apabila belum
ada pengaturannya dalam undang-undang, ‘nullum delictum, nulla poena sine
praevia lege poenali”1. Oleh karena itu dalam menetapkan suatu kebijakan
didalam pemerintahan daerah maka harus diformulasikan kedalam bentuk
produk hukum perundang-undangan. Karena tidak dapat membuat
kebijakan yang membawa implikasi pembebanan kepada masyarakat
maupun keuangan negara/daerah tanpa ada dasar hukum yang menjadi
dasar pelaksanaan kebijakan.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Barang Milik Daerah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam


penyelenggaraan pemerintahan tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya
syarat dengan potensi konflik kepentingan. Gambaran umum pengelolaan
Barang Milik Daerah (BMD) selama ini adalah :
1. Belum lengkapnya data mengenai jumlah, nilai, kondisi dan status
kepemilikannya.
2. Belum tersedianya database yang akurat dalam rangka penyusunan
Neraca Pemerintah.
3. Pengaturan yang ada belum memadai dan terpisah-pisah.
4. Kurang adanya persamaan persepsi dalam hal pengelolaan Barang Milik
Daerah (BMD).

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari penyusunan peraturan daerah tentang Pedoman


Pengelolaan Barang Milik Daerah ini adalah sebagai dasar hukum atas
pemberlakuan Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Selain itu juga
untuk latar belakang, arahan dan dukungan dalam perumusan pengaturan
dan pengendalian serta menguraikan mengenai pokok-pokok pengaturan
pengelolaan Barang Milik Daerah serta arah penyusunan pedoman
pelaksanaan di bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah dengan segala
dimensinya secara menyeluruh dan terpadu.

1
Pasal 1 KUHP, (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan terjadi. (2) Apabila ada perubahan perundang-undangan
sesudah perbuatan itu terjadi, maka haruslah dipakai ketentuan yang teringan bagi terdakwa.
Manfaat dari penyusunan pokok-pokok pikiran ini adalah merupakan
gambaran umum atau referensi bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan
dalam penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan daerah.
Pembentukan peraturan daerah harus melahirkan peraturan yang dapat
mewakili rasa keadilan dari berbagai pihak, bukan hanya pemerintah daerah
atau masyarakat yang merasa mendapatkan manfaat dan yang tidak kalah
penting adalah sebagai bentuk perlindungan hukum bagi SKPD dan para
pihak yang terlibat didalam pelaksanaan peraturan ini nantinya baik
terhadap auditor maupun penyidik hukum.

D.METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011


tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 56 ayat (2)
yang mengamanatkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah harus disertai
dengan penjelasan atau keterangan Naskah Akademik. Dimana ketentuan
mengenai teknik penyusunan naskah akademik tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-
Undang ini.
Adapun pengertian Naskah Akademik menurut Lampiran Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011, adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap satu masalah
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji secara
yuridis-normatif dilengkapi pula dengan pendekatan yuridis-komparatif
dan yuridis-empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini berusaha menggambarkan tentang permasalahan-
permasalahan dalam penyelenggaraan Pengelolaan Barang Milik Daerah
dan upaya-upaya penyempurnaan dalam peraturan perundang-undangan
untuk mengatasinya.
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan penelitian hukum atau penelitian lain. Menurut pendapat
Soetandyo Wignjosoebroto, sebagaimana ditulis M. Syamsudin dalam
buku Operasionalisasi Penelitian Hukum, penelitian hukum dapat
dibedakan menjadi dua model, yaitu :
1. Penelitian Hukum Doktrinal.
2. Penelitian Hukum Nondoktrinal.
Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian-penelitian atas
hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang
dianut oleh sang pengonsep dan/atau sang pengembangnya. Metode
doktrinal lazim disebut sebagai metode penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum nondoktrinal, penelitiannya menggunakan
sosiolog orientasi struktural. Sekaligus juga hukum adalah manifestasi
makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi antar mereka. Dan tipe kajian sosiologi atau antropologi hukum,
mengkaji law is it is in (human) action.
Sejalan dengan kehidupan yang banyak mengalami perubahan-
perubahan transformasi yang sangat cepat, terkesan kuat bahwa hukum
(positif) tidak dapat berfungsi efektif untuk menata perubahan dan
perkembangan. Berbagai cabang ilmu sosial terutama sosiologi
dimanfaatkan untuk ikut menyelesaikan berbagai masalah dan
perubahan sosial yang amat relevan dengan perubahan hukum. Pada
akhirnya hukum tidak lagi dimaknakan sebagaimana norma-norma yang
eksis secara eksklusif di dalam suatu legitimasi yang formal. Dari segi
substansinya, hukum terlihat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris
wujudnya, namun yang terlihat secara sah dan bekerja untuk memola
perilaku-perilaku aktual warga masyarakat.
Sebagaimana yang termuat dalam Lampiran I Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, Penelitian hukum dapat dilakukan melalui
metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang
menelaah terutama data primer yang berupa Peraturan perundang-
undangan, serta data sekunder berupa hasil penelitian, hasil pengkajian,
dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan
wawancara, diskusi dan rapat dengar pendapat. Metode yuridis empiris
adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat
hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di
masyarakat.
Dalam penyusunan Pokok-Pokok Pikiran Rancangan Peratuan
Daerah tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah ini
menggunakan metode yuridis normatif.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penyusunan pokok-pokok pikiran


rancangan peraturan daerah ini adalah bersifat deskriftif analitis, yakni
mendeskripsikan dan menganalisis permasalahan-permalsalahan dalam
penyelenggaraan Pengelolaan Barang Milik Daerah dan menganalisis
tentang upaya-upaya penyempurnaan peraturan perundang undangan
yang mengaturnya, yaitu dengan menggambarkan atau memaparkan
dan menjelaskan suatu keadaan yang didasarkan pada gejala-gelaja dan
fakta-fakta yang diperoleh kemudian dikaji berdasarkan bahan-bahan
kepustakaan yang berhubungan dengan isu hukum mengenai
pembentukan peraturan daerah ini, serta fungsi asas keterbukaan
dalam pembentukan peraturan daerah yang aspiratif.

3. Pendekatan Masalah

Penelitian ini dilakukan secara konfrensif dengan menggunakan


perspektif pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach).
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) teori yang digunakan


adalah teori tentang Good Government Governance, acuan yang digunakan
dalam proses dan struktur hubungan politik adalah ekonomi dan hukum
yang baik atau disebut dengan tata pamong yang baik. Faktor terkuat pada
pelaksanaan Good Government Governance terletak pada good human
resources. Hal tersebut akan terarah jika menggunakan pedoman yang baik.
Dalam hal ini peraturan pemerintah daerah yang sedang disusun mengatur
hubungan manusia yang saling memiliki kepentingan di dalam organisasi
pemerintah daerah.
Dalam teori Good Government Governance terdapat kecocokan dengan
beberapa asas yang baik untuk tercapai kondisi ideal dalam manajerial atau
pengaman barang milik daerah. Asas-asas tersebut adalah :

1. Asas Fungsional
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang
pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan oleh pengelola dan/atau
pengguna barang milik daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggung
jawab masing-masing.
2. Kepastian Hukum
Pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum
dan peraturan perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.
3. Transparansi (Keterbukaan).
Penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan dan
membuka diri terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam
memperoleh informasi yang benar dan keikutsertaannya dalam
mengamankan barang milik daerah.
4. Efisiensi
Penggunaan barang milik daerah diarahkan sesuai batasan-batasan
standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan
Tupoksi pemerintahan secara optimal.
5. Akuntabilitas Publik
Setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat
dipertaggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara.
6. Kepastian Nilai
Pendayagunaan barang milik daerah harus didukung adanya akurasi
jumlah dan nominal barang milik daerah. Kepastian nilai merupakan
salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca Pemerintah dan
pemindahtanganan barang milik daerah.
B. PRAKTIK EMPIRIS

Realitas terjadi dalam pengelolaan barang milik daerah yang sering


ditemui adalah terkait dengan :

a. Pengamanan
Masalah utama dalam pengelolaan barang milik daerah adalah masalah
pengamanan. Utamanya adalah jika terdapat mutasi yang tidak tercatat
atau terdokumentasi menyebabkan barang milik daerah dapat hilang
atau sulit ditelusuri keberadaannya. Masalah pengamana menyangkut
tiga aspek yaitu secara administrasi, fisik dan hukum.
b. Pemanfaatan
Dalam hal pemanfaatan barang milik daerah, banyak barang milik daerah
yang masih menganggur karena sulitnya prosedur pemanfaatannya.
Pemanfaatan barang milik daerah yang menganggur tersebut ada
beberapa prosedur yang harus dilalui baik melalui sewa atau penjualan
kepada pihak ketiga ketika pemerintah daerah belum atau tidak
menggunakan.
c. Pengelolaan
Ketika barang milik daerah dikelola oleh SKPD dan dikerjasamakan
dengan pihak ketiga, maka kontrak yang sudah selesai harus
dikembalikan kepada pengelola barang milik daerah. Namun masalah
yang terjadi adalah siapakah yang harus membuat akta kerjasama
tersebut.
d. Mutasi
Sering terjadi pengabaian administrasi mutasi. Dengan demikian alur
distribusi penggunaan atau pemanfaatan barang milik daerah tidak atau
sulit terdeteksi. Pengembalian dari pemegang barang milik daerah kepada
pengelola barang milik daerah sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena
keterjadian mutasi tidak dilaporkan.
e. Penghapusan
Ketika terjadi rehab bangunan, di sana masih terdapat sisa material yang
dapat digunakan. Berarti harus muncul pada Rencana Angggaran Biaya
(RAB) berikutnya yaitu memanfaatkan material sisa bongkar bangunan
sebelumnya. Hal demikian perlu catatan tentang penghapusan barang
milik daerah gedung lama dan penilaian gedung baru tercatat dengan
jelas.
f. Pengawasan dan pengendalian
Masalah tentang pengawasan dan pengendalian karena belum tersedia
sistem database yang dapat secara langsung memberi tahu kapan
kontrak barang milik daerah dengan pihak ketiga.
g. Penilaian
Sering muncul terjadi masalah terkait dengan kesenjangan harga riil dan
nilai NJOP. Penilaian nilai tanah oleh pemerintah berdasar dengan NJOP
dalam penilaian tanah untuk laporan keuangan dan neraca. Sedang di
luar tanah menggunakan jasa KJPP (apraisal).
BAB III
PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Barang Milik Daerah adalah aset daerah berupa barang bergerak dan
barang tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Daerah yang
sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah serta perolehan lain yang sah yang terdiri dari :
1. Barang-barang yang dikuasai/dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan
barang-barang yang diserahkan penggunaannya/pemakaiannya kepada
Instansi/Lembaga Pemerintah Daerah maupun pada Intansi/Lembaga
lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2. Barang-barang yang dimiliki/dikuasai oleh Perusahaan Daerah, Badan
dan Yayasan yang berstatus kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun
yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun tidak
bergerak, beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu
yang dapat dinilai, dihitung, diukur dan ditimbang termasuk hewan dan
tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.
Pengertian Barang Milik Daerah berdasarkan Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
adalah, meliputi : barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan barang yang berasal dari perolehan
lainnya yang sah, yang meliputi : barang yang diperoleh melalui
hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai
pelaksanaan dari perjanjian atau kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau barang yang diperoleh
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Dalam lain hal, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai
dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan
dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk berkreasi dalam
pengelolaan barang milik daerah, dengan mengacu pada undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Sedangkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, menjelaskan bahwa kewenangan penyelenggaraan pemerintah daerah
lebih besar.
Pengelolaan barang milik daerah juga terkait dengan otonomi daerah.
Barzelay (1991) menjelaskan bahwa otonomi daerah melalui desentralisasi
fiskal terkandung tiga misi utama, yaitu :
1. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah.
2. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta
(berpartisipasi) dalam proses pembangunan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengurus daerahnya, pemerintah daerah dapat meningkatkan kualitas
pelayanan dan memudahkan masyarakat ikut mengontrol penggunaan barang
milik daerah secara baik dan transparan. Dalam hal ini pengelolaan barang
milik daerah dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pelayanan
masyarakat. Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah pada
prinsipnya adalah Kepala Daerah sebagai Kepala pemerintahan daerah. Pada
Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, dijelaskan bahwa kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah adalah Gubernur/Bupati/Walikota yang
berwenang dan bertanggung jawab :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan barang
milik daerah;
c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik
daerah;
d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang
memerlukan persetujuan DPRD;
f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan dan penghapusan
barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan; dan
h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk
kerjasama penyediaan infrastruktur.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah mengamatkan bahwa
barang milik daerah harus dikelola secara efektif dan efisien. Terkait dengan
barang milik daerah berupa kendaraan, maka hal ini dapat dikaitkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik
Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas. Karena di pemerintahan
daerah juga memiliki barang milik daerah berupa kendaran perorangan dinas,
maka perlu diatur pengelolaannya, yang mana membutuhkan pedoman
pengaturannya. Dalam hal ini perlu Peraturan Daerah tentang hal tersebut.
BAB IV
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Suatu perancangan dan penetapan Peraturan Daerah harus


didasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
dilakukan harmonisasi secara vertikal maupun horizontal.

1. Harmonisasi secara vertikal, yaitu proses penyelarasan peraturan


perundang-undangan yang berada dibawah diselaraskan dengan aturan
yang ada diatasnya. Misalnya, Peraturan Daerah, diharmonisasikan
dengan Undang-Undang atau Undang-Undang diharmonisasikan dengan
Undang-Undang Dasar.
2. Harmonisasi   secara   horizontal, yaitu  proses  penyelarasan  peraturan
perundang-undangan  yang  sejajar tingkatannya. Misalnya,  Peraturan
Daerah   diharmonisasikan   dengan   Peraturan   Daerah atau Undang-
Undang diharmonisasikan dengan Undang-Undang. 

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau


peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau
materi yang akan diatur. Disamping itu untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih pengaturan. Adapun peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar berlakunya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah
Laut tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah sebagai
berikut :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah


Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II
Tabalong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2756) dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1820) tentang Penetapan Undang-Undang
Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
3. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang –
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Rebuplik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Rebuplik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang
Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5610);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6041);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 547);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Penilai
Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 549);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Tanah Laut Tahun 2016 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 25);
 
BAB V
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

Landasan filosofis merupakan landasan dan/atau salah satu unsur


agar suatu perundang-undangan itu dikatan baik. Memenuhi unsur filosofis
berarti bahwa hukum yang dibuat sesuai dengan cita-cita hukum sebagai
nilai positif yang tertinggi. Setiap perundangan harus mempunyai landasan
filosofisnya. Landasan ini berkaitan dengan dasar filsafat atau pandangan
atau ide yang menjadi dasar sewaktu menuangkan hasrat dan kebijakan
(pemerintah) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan negara. Suatu
rumusan perundang - undangan harus mendapat pembenaran
(recthvaardiging) yang dapat diterima dan dikaji secara filosofis.
Dalam konteks negara Indonesia yang menjadi induk dari landasan
filosofis ini adalah pancasila sebagai suatu sistem nilai nasional bagi sistem
kehidupan bernegara. Dilihat tujuan dari Peraturan Daerah ini adalah untuk
pengaturan pengelolaan Barang Milik Daerah serta arah penyusunan
pedoman pelaksanaan di bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah dengan
segala dimensinya secara menyeluruh dan terpadu.
Barang milik daerah merupakan salah satu unsur penting
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan pemerintah daerah
menjadi unsur penyelengara pelayanan masyarakat untuk mencapai
kesejahteraan. Barang milik daerah juga menjadi sumber konflik kepentingan
di dalam pengelolaannya. Oleh karena itu secara filosofis perlu diatur,
sehingga terdapat harmoni dalam pengelolaan barang milik daerah. Artinya,
dalam konteks di daerah, supaya tidak terjadi konflik di dalam pengelolaan
barang milik daerah perlu disusun Peraturan Darah untuk mengaturnya,
dalam hal ini perlu disusun Naskah Akademik.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Landasan sosiologis merupakan salah satu unsur agar dikatakan


bahwa perundang-undangan itu dikatakan baik. Hukum yang berlaku secara
sosiologis, apabila kaidah hukum tersebut efektif. Artinya, kaidah hukum
tersebut dapat dipaksakan keberlakuannya oleh penguasa walaupun tidak
diterima oleh warga masyarakat (Teori Kekuasaan) atau kaidah hukum tadi
diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).
Adagium “law in a tool of social engineering”, hukum adalah sebagai alat
dalam membentuk sosial kemasyarakatan, relevansinya dengan Peraturan
Daerah ini adalah bahwa membangun tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah menjadi salah satu goals dari peraturan ini.
Rasa ikut memiliki (sense of bilonging) masyarakat terhadap barang
milik daerah merupakan wujud kepercayaan kepada pemerintah yang
diwujudkan dalam bentuk keterlibatannya dalam merawat dan
mengamankan barang milik daerah dengan baik. Asumsi bahwa barang milik
daerah adalah milik bersama, yang mana pengelolaan berada pada
pemerintah, maka perlu usaha-usaha untuk memanfaatkan dan memiliki
barang milik daerah dengan memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang
berlaku.
Jika demikian maka perbuatan yang merugikan pemerintah dan/atau
masyarakat, misalnya penguasaan, penyerobotan atau penjarahan barang
milik daerah baik oleh masyarakat atau oknum pemerintahan tidak terjadi
atau bisa dieliminasi. Pengaturan yang memadai mengenai pengelolaan
barang milik daerah diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengamanan dan optimalisasi pendayagunaan barang milik daerah
dengan mendasarkan pada kaidah-kaidah atau ketentuan yang berlaku.

C. LANDASAN YURIDIS

Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pedoman Pengelolaan Barang


Milik Daerah merupakan amanat dari Pasal 511 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah, yaitu :

Pasal 511
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan barang milik daerah diatur
dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
(2) Peraturan Daerah tentang pengelolaan barang milik daerah yang telah
ditetapkan agar menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.

Dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, terdapat beberapa asas


yang menjadi landasan yuridis yang perlu diperhatikan, yakni :
1. Asas Lex Superior Derogat Lexatheriorri dan Lex Inferiori
Hukum yang dibuat oleh kekuasaan yang lebih tinggi kedudukannya
mengesampingkan hukum yang lebih rendah.
2. Asas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis
Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum.
3. Asas Lex Posteriori Derogat Lex Priori
Hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama.
4. Asas Delegata Potestas Non Potest Delegasi
Penerima delegasi tidak berwewenang mendelegasikan lagi tanpa
persetujuan pemberi delegasi.
BAB VI
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN

A. JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN

Jangkauan dan arah pengaturan dari Peraturan Daerah tentang


Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah sebagai dasar hukum atas
pemberlakuan Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Ruang lingkup berlakunya Peraturan Daerah ini yaitu di Kabupaten
Tanah Laut khususnya pada SKPD.

Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Tanah Laut.


2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Tanah Laut.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tanah Laut yang
selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah Kabupaten Tanah Laut.
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Tanah Laut.
7. Pengelola Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengelola
Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah.
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD
adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
9. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala SKPD yang mempunyai
fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola
keuangan daerah.
10. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik daerah.
11. Unit kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau
beberapa program.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
13. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
14. Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang
ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang milik
daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
15. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang adalah Pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha barang milik daerah pada Pengguna
Barang.
16. Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus
Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang
diserahi tugas mengurus barang.
17. Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas
menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang
milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang.
18. Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang
diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan,
menatausahakan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
19. Pembantu Pengurus Barang Pengelola adalah pengurus barang yang
membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengelola Barang.
20. Pembantu Pengurus Barang Pengguna adalah pengurus barang yang
membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
21. Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima,
menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung
jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang.
22. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
23. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai
atas suatu objek penilaian berupa barang milik daerah pada saat
tertentu.
24. Penilai Pemerintah adalah Penilai Pemerintah Pusat dan Penilai
Pemerintah Daerah.
25. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan
pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
26. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian
kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan
barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai
dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
27. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat
RKBMD adalah dokumen perencanaan kebutuhan barang milik
daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
28. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang
sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
29. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau
optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan.
30. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
31. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Bupati.
32. Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah
pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka
waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau
sumber pembiayaan lainnya.
33. Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
34. Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang disepakati.
35. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI
adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha untuk
kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
36. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat
PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau
penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
37. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
daerah.
38. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada
pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
39. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah
yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan
pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk
barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
40. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau dari
pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh
penggantian.
41. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan
barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan
sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
42. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau
kegunaan barang milik daerah.
43. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi
dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
44. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
45. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.
46. Dokumen kepemilikan adalah dokumen sah yang merupakan bukti
kepemilikan atas barang milik daerah.
47. Daftar barang milik daerah adalah daftar yang memuat data seluruh
barang milik daerah.
48. Daftar barang pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik
daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang.
49. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data
barang milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa
Pengguna Barang.
50. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah
dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat
dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan.
51. Pihak lain adalah pihak-pihak selain Pemerintah Daerah.

B. MATERI YANG AKAN DIATUR

Adapun materi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah


tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah :
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH
BAB IV PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN
BAB V PENGADAAN
BAB VI PENGGUNAAN
BAB VII PEMANFAATAN
BAB VIII PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
BAB IX PENILAIAN
BAB X PEMINDAHTANGANAN
BAB XI PEMUSNAHAN
BAB XII PENGHAPUSAN
BAB XIII PENATAUSAHAAN
BAB XIV PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
BAB XV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PADA SKPD YANG
MENGGUNAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN
LAYANAN UMUM DAERAH
BAB XVI BARANG MILIK DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA
BAB XVII GANTI RUGI DAN SANKSI
BAB XVIII KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP
BAB VII
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


semakin berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara
optimal karena adanya beberapa permasalahan yang muncul serta
adanya praktik pengelolaan yang penanganannya belum dapat
dilaksanakan.
2. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka perlunya Peraturan
Daerah yang khusus mengatur tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah.

B. SARAN

1. Untuk mencegah terjadinya ketidaktertiban dan agar tidak terjadi


konflik di dalam pengelolaan barang milik daerah serta Barang Milik
Daerah juga merupakan sumber konflik kepentingan di dalam
pengelolaannya, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2. Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi Perencanaan Kebutuhan dan
Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan
Pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan,
Penghapusan, Penatausahaan, Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian. Lingkup pengelolaan Barang Milik Daerah tersebut
merupakan siklus logistik yang lebih terinci, untuk itu perlu adanya
pengaturan khusus.
3. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah merupakan skala prioritas dalam Program Pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut, karena amanat Pasal 511 ayat
(1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
4. Untuk menjalankan amanat tersebut, maka disarankan agar Rancangan
Peraturan Daerah ini dapat untuk diakomodir dan disetujui bersama-
sama sebagai produk hukum daerah Kabupaten Tanah Laut.
DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I Gde Pantja, 2014, Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, hal. 24, PT.
Alumni, Bandung.
Marzuki, Mahmud Peter, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media
Group.
Muhjad, Hadin M, 2008, Dasar-Dasar Penelitian Hukum, Program Magister
Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat.
Pusat Bahasa, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta
SumartoSj, Hetifah, 2003, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia.
Wignjosoebroto, Soetandyo, 2003, Hukum Paradigma, Metode, dan Dinamika
Masalahnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Udang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik
Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Penilai
Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah

Anda mungkin juga menyukai