Anda di halaman 1dari 5

1.

Rumah Limas (Rumah Adat Provinsi Sumatera Selatan/Sumsel)

Rumah Limas Palembang Sumatera Selatan


2. Rumah Nuwo Sesat (Rumah Adat Provinsi Lampung)

Nuwo Sesat Rumah Adat Provinsi Lampung


3. Dalam Loka Samawa (Rumah Adat Nusa Tenggara Barat/NTB)

Dalam Loka Samawa Nusa Tenggara Barat


4. Sao Ata Mosa Lakitana (Rumah Adat Nusa Tenggara Timur/NTT)
Sao Ata Mosa Lakitana NTT
5. Rumah Lamin (Rumah Adat Provinsi Kalimantan Timur/Kaltim)

Rumah Lamin Rumah Adat Kalimantan Timur


6. Laikas (Rumah Adat Provinsi Sulawesi Tenggara/Sultra)

Laikas (Rumah Adat Sulawesi Tenggara)


7. Istana kesultanan pontianak (Rumah Adat Provinsi Kalimantan Barat)
Keterangannya

Rumah Limas :
Rumah Limas merupakan prototype rumah tradisional Palembang, selain ditandai denagn atapnya
yang berbentuk limas, rumah limas ini memiliki ciri-ciri; - Atapnya berbentuk Limas - Badan rumah
berdinding papan, dengan pembagian ruangan yang telah ditetapkan (standard) bertingkat-
tingkat.(Kijing) - Keseluruhan atap dan dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang
tertanam di tanah - Mempunyai ornamen dan ukiran yang menampilkan kharisma dan identitas rumah
tersebut Kebanyakan rumah Limas luasnya mencapai 400 sampai 1.000 meter persegi atau lebih, yang
didirikan di atas tiang-tiang kayu Onglen dan untuk rangka digunakan kayu tembesu Pengaruh Islam
nampak pada ornamen maupun ukiran yang terdapat pada rumah limas. Simbas (Platy Cerium
Coronarium) menjadi symbol utama dalam ukiran tersebut. Filosofi tempat tertinggi adalah suci dan
terhormat terdapat pada arsitektur rumah limas.
Ruang utama dianggap terhormat adalh ruang gajah (bahasa kawi= balairung) terletak ditingkat
teratas dan tepat di bawah atap limas yang di topang oleh Alang Sunan dan Sako Sunan.
Diruang gajah terdapat Amben (Balai/tempat Musyawarah) yang terletak tinggi dari ruang gajah (+/-
75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas baik untuk adat, kehidupan serta dekorasi.
sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga show/etlege dari kekayaan pemiliki
rumah.
Pangkeng (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik
atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar (kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Pada ruang belakang dari segala terdapat pawon (dapur)
yang lantainya sama tingkat dengan lantai Gegajah tetapi tidak lagi dibawah naungan atap pisang
sesisir.
Dengan bentuk ruangan dan lantai berkijing-kijing tersebut, maka rumah Limas adalah rumah secara
alami mengatur keprotokolan yang rapi, tempat duduk para tamu disaat sedekah sudah ditentukan
berdasarkan status tersebut di masyarakat.

Rumah Nuwo Sesat :


Rumah adat orang Lampung biasanya didirikan dekat sungai dan berjajar sepanjang jalan utama yang
membelah kampung, yang disebut tiyuh. Setiap tiyuh terbagi lagi ke dalam beberapa bagian yang
disebut bilik, yaitu tempat berdiam buway . Bangunan beberapa buway membentuk kesatuan
teritorial-genealogis yang disebut marga. Dalam setiap bilik terdapat sebuah rumah klen yang besar
disebut nuwou menyanak. Rumah ini selalu dihuni oleh kerabat tertua yang mewarisi kekuasaan
memimpin keluarga.

Arsitektur lainnya adalah “lamban pesagi” yang merupakan rumah tradisional berbentuk panggung
yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk. Rumah ini berasal dari desa Kenali
Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat.. Ada dua jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya
merupakan rumah tinggal bagi para Kepala Adat (penyimbang adat), yang dalam bahasa Lampung
juga disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu Lawang Kuri (gapura),
Pusiban (tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga "naik" ke rumah); Anjung-anjung (serambi
depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung
(tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak
penyimbang bumi atau anak tertua), kebik rangek (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak
kedua), kebik tengah (yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).

Bangunan lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat tempat para
purwatin (penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat (musyawarah). Karena itu balai ini juga
disebut Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah ijan geladak (tangga masuk yang
dilengkapi dengan atap).
Atap itu disebut Rurung Agung. Kemudian anjungan (serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil,
pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi), ruang tetabuhan (tempat menyimpan alat musik
tradisional), dan ruang Gajah Merem ( tempat istirahat bagi para penyimbang) . Hal lain yang khas di
rumah sesat ini adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung), yang berwarna putih,
kuning, dan merah, yang melambangkan tingkat kepenyimbangan bagi masyarakat tradisional
Lampung Pepadun.

Arsitek tradisinoal Lampung lainnya dapat ditemukan di daerah Negeri Olokgading, Teluk Betung
Barat, Bandar Lampung. Negeri Olokgading ini termasuk Lampung Pesisir Saibatin .Begitu
memasuki Olokgading kita akan menjumpai jajaran rumah panggung khas Lampung Pesisir, dan di
sanalah kita akan melihat Lamban Dalom Kebandaran Marga Olokgading, yang menjadi pusat adat
istiadat Marga Balak Olokgading. Bangunan ini berbahan kayu dan di depan rumah berdiri plang
nama bertuliskan “Lamban Dalom Kebandaran Marga Balak Lampung Pesisir”. Bentuknya sangat
unik dan khas dengan siger besar berdiri megah di atas bangunan bagian muka .
Sampai sekarang lamban dalom ini ditempati kepala adat Marga Balak secara turun temurun.

Meskipun berada di perkotaan, fungsi rumah panggung tidak begitu saja hilang. Lamban Dalom
Kebandaran Marga Balak berfungsi sebagai tempat rapat, musyawarah, begawi, dan acara-acara adat
lain. Di Lamban Dalom ini ada siger yang berusia ratusan tahun, konon sudah ada sebelum Gunung
Krakatau meletus. Siger yang terbuat dari bahan perak ini adalah milik kepala adat dan diwariskan
secara turun temurun.Siger ini hanyalah salah satu artefak atau peninggalan budaya yang sudah
ratusan tahun usianya disimpan oleh Marga Balak. Selain siger ada juga keris, pedang, tombak
samurai, kain sarat( kain khas Lampung Pesisir seperti tapis), terbangan( alat musik pukul seperti
rebana), dan tala(sejenis alat musik khas Lampung sejenis kulintang) dan salah satunya dinamakan
Talo Balak.

Rumah Dalam Loka Samawa :

Rumah kuno tersebut terbuat dari kayu yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah III (sekitar tahun 1885 M). Saat ini digunakan/dimanfaatkan
sebagai "Museum Daerah Sumbawa" tempat penyimpanan benda-benda sejarah
Kabupaten Sumbawa. Istana ini merupakan dua bangunan kembar ditopang atas tiang kayu
besar sebanyak 99 buah, sesuai dengan sifat Allah dalam Al - Qur'an (Asma'ul Husna). Di
Dalam Loka ini kita dapat melihat ukiran motif khas daerah Samawa, sebagai ornamen pada
kayu bangunannya. Miniatur Dalam Loka ini dapat dilihat di Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) Jakarta.Sebelum Dalam Loka dibangun di atas lokasi yang sama pernah dibangun
pula beberapa istana kerajaan pendahulu. Diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala
Sawo dan Istana Gunung Setia. Istana-istana ini telah lapuk dimakan usia bahkan
diantaranya ada yang terbakar habis di makan api.Sebagai gantinya, dibangunlahsebuah
istana kerajaan yang cukup besar ukurannya beratap kembar serta dilengkapi dengan
berbagai atribut. Istana yang dibangun terakhir ini bernama Dalam Loka.Tidak jauh dari
Istana Tua, sekitar 500 meter kearah utara pada tahun 1934 dibangun sebuah istana
modern oleh Belanda.Hingga kini istana yang lebih populer disebut Wisma Praja atau
Pendopo Kabupaten itu masih berdiri kokoh. Wisma Praja ini sempat menjadi kantor terakhir
Sultan Sumbawa, dibagian depannya ada sebuah bangunan bertingkat tiga yang juga
sangat unik. Bangunan ini dikenal dengan " Bale Jam " atau rumah lonceng, karena dilantai
3 bagunan ini tergantung lonceng berukuran besar yang khusus didatangkan dari Belanda.
Genta ini setiap waktu dibunyikan oleh seorang petugas, sehingga semua warga
mengetahui waktu saat itu. Sekarang tidak lagi terdengar suara lonceng, Setelah itu
keluarga Sultan Kaharuddin III pindah ke Bala Kuning, ini adalah sebuah rumah besar ber-
cat kuning didiami sultan Sumbawa hingga beliau wafat.

Rumah Lamin :
Sebagian besar penduduk Kalimantan Timur khususnya suku Dayak hidup secara
berkelompok atau kekerabatan suku Dayak sangatlah kuat. Maka hal ini dibuktikan dengan
rumah yang mereka bangun, sebagian besar rumah yang dibangun mereka secara
berkelompom juga, selalu saja lebih dari 1 kepala kelaurga. Contohnya Rumah Adat Lamin
yang diresmikan pada tahun 1987. Rumah yang berbentuk panggung tersebut tidak kurang
dihuni 12 kepala keuarga atau skitar 50-100 orang. Diperkirakan ukuran rumah lamin sekitar
dengan panjang mencapai 30 meter, lebar 15 meter dan tinggi sekitar 3 meter.

Anda mungkin juga menyukai