Anda di halaman 1dari 4

Hal 252

FIG. 9.9. Eosinophilia dalam cairan serebrospinal (cairan otak/CSF). (sumber Charlotte Janita).

FIG. 9.10. Makrofag dengan sel darah merah yang tertelan (RBCs); bisa juga disebut eritrofag. (dari
Carr JH, Rodak BF: Clinical hematology atlas, ed 3, St. Louis, 2008, Saunders).

FIG 9.11. Hemosiderin-laden makrofag; dapat juga disebut siderophage. (dari Carr JH, Rodak BF:
Clinical hematology atlas, ed 3, St. Louis, 2008, Saunders.)
FIG. 9.12. Siderophage dengan Kristal hematoidin intraseluler (cairan cerebrospinal/cairan otak
[CSF], x1000). (dari Rodak BF, Fritsma GA, Doig K: Hematology: clinical principles and applications,
ed 3, St. Louis, 2007, Saunders.)

Reaksi alergi terhadap tekanan intracranial yang tidak berfungsi dengan benar atau
terhadap injeksi intratekal zat asing seperti media kontras radiografi atau obat-obatan (FIG
9.9). Suatu bentuk meningitis yang menyebabkan eosinophil pleositosis juga telah di
deskripsikan; ketika agen penyebab atau pathogen tidak teridentifikasi, istilah yang
digunakan adalah idiopatik eosinofilik meningitis.
Makrofag. Makrofag dalam cairan otak berasal dari monosit dan mungkin sel-sel
induk yang terletak dijaringan retikulo endothelial arachnoid dan pia mater. Walaupun
makrofag tidak terdapat pada cairan otak normal, tetapi makrofag sering ditemukan setelah
pendarahan dan berbagai kondisi lain karena kemampuan aktif fagositiknya. Prosedur
sistem saraf pusat seperti mielografi dan pneumoensefalografi dapat merangsang
peningkatan monosit makrofag dalam cairan otak yang dapat bertahan selama dua atau tiga
minggu setelah prosedur. Makrofag mampu melakukan fagositosis atau menelan sel lain,
seperti sel darah merah dan sel darah putih, dan zat-zat lain seperti zat lemak, pigmen, dan
mikroorganisme. Setelah pendarahan subarachnoid atau serebral, sel darah merah yang
baru-baru ini difagositosis menjadi makrofag. Sel darah merah yang tertelan dengan cepat
kehilangan pigmentasi mereka, dan membentuk vakuola di sitoplasma sel besar ini (FIG
9.10). Kehadiran hemosiderin (pigmen bergranula berwarna coklat atau hitam pada
hemoglobin sel darah merah) diamati paling baik dengan pewarnaan zat besi dari persiapan
sitospin. (FIG 9.11). Selain pembentukan hemosiderin, yang memakan waktu dua hingga
empat hari, Kristal hematoidin akhirnya dapat berkembang. Kristal berwarna kuning atau
merah ini, sering berbentuk jajar genjang, memiliki komposisi kimia yang mirip dengan
bilirubin dan tidak mengandung zat besi. Kristal hematoidin dapat hadir melalui luar sel atau
dalam sitoplasma makrofag (dalam sel) (FIG 9.12). Kehadiran sejumlah kecil eritrofagotik
makrofag tidak selalu menandakan terjadinya pendarahan. Jika pungsi lumbal kedua
dilakukan dalam 8 sampai 12 jam dari tusukan sebelumnya, darah tepi yang memasuki
cairan otak selama prosedur awal dapat bertanggung jawab untuk merangsang aktivitas
yang diamati.
Hal 253

FIG. 9.13. Gumpalan sel pleksus ependymal atau koroid. A. Cairan cerebrospinal (CSF), x200. B.
Cairan cerebrospinal x500. (A. dari Rodak BF, Fritsma GA, Doig K: Hematology: clinical principles
and applications, ed 3, St. Louis, 2007, Saunders. B. sumber Charlotte Janita)

FIG 9.14. Limfoblasts dalam cairan cerebrospinal. (Limfoma).

FIG 9.15. Myeloblast dalam cairan cerebrospinal. (Leukimia myelogenous akut).

Namun, jika Kristal hematoidin hadir atau pewarnaan besi menunjukan makrofag
dimuat hemosiderin (siderophage), pendarahan dalam sistem saraf pusat kemungkinan
besar terjadi. Perhatikan bahwa siderophage ini dapat bertahan selama 2 hingga 8 minggu.
Makrofag juga secara aktif memfagositosis lipid/lemak yang mungkin hadir dalam cairan
otak sebagai akibat dari cedera, abses, atau infark dalam sistem saraf pusat. Makrofag sarat
lipid ini sering disebut dengan lipophage/lipofag dan menampilkan sitoplasma berbusa
dengan nucleus yang sering didorong ke satu sisi.
Sel-sel lain. Sel pleksus ependymal atau koroid kadang-kadang dapat terlihat
tunggal atau rumpun (FIG 9.13). Sel-sel ini memiliki ukuran yang mirip dengan limfosit kecil
dan memiliki inti bulat hingga oval. Sitoplasma mereka cukup hingga melimpah, dan
berwarna abu-abu terang ketika diwarnai dengan menggunakan pewarna wright. Secara
mikroskopis, tidak mungkin untuk membedakan sel-sel ependymal dari sel-sel pleksus
koroid. Sel-sel ini juga dapat disebut sel-sel lapisan ventrikel atau sel-sel koroid ependymal.
Mereka sering terlihat pada pasien dengan saluran atau pirau ventrikel atau cisternal. Dalam
kasus ini, kehadiran mereka tidak signifikan secara klinis, tetapi penting untuk mengetahui
karakteristik sitologis mereka sehingga mereka dapat dibedakan dari sel-sel ganas.
Sel lain seperti sel epitel skuamosa, krondosit (sel tulang rawan), sel yang berasal
dari kontaminasi sumsum tulang, sel berbentuk gelendong, neuron, dan astrosit juga dapat
diamati dalam cairan serebrospinal/cairan otak.
Sel-sel ganas. Sel-sel ganas dapat hadir dalam serebrospinal/carian otak sebagai
akibat dari tumor (contoh: medulloblastoma) sistem saraf pusat primer atau metastasis.
Yang paling umum terlihat adalah sel-sel tumor metastasis dari melanoma dan dari kanker
paru-paru, payudara, atau saluran pencernaan. Leukimia, khususnya leukemia limfoblastik
akut dan leukemia myeloblastik akut, serta limfoma, juga dapat mengakibatkan adanya sel-
sel ganas di cairan otak. Pada pasien dengan limfoma dan leukemia limfoblastik akut
dengan infiltrasi meningeal, peningkatan jumlah limfoblast hadir di cairan otak (FIG 9.14);
pada pasien dengan leukemia myeloblastik akut, terlihat myeloblast yang mudah
diidentifikasi dan seragam. (FIG 9.15). Limfoblast leukemia dan limfoma secara khas
seragam dalam ukuran, bentuk, dan penampilan, berbeda dengan limfosit reaktif yang
ditransformasikan dalam kondisi stimulasi limfoid yang menunjukan variasi signifikan dalam
jenis sel yang ada. Jumlah aktual limfoblast yang ada tidak memiliki kepentingan diagnostic;
bahkan sejumlah kecil secara klinis signifikan. Karena obat yang digunakan dalam
kemoterapi tidak melewati palang darah otak, sel-sel ganas yang memasuki sistem saraf
pusat dapat berkembang biak tanpa terkendali didalam cairan serebrospinal/cairan otak.
Sebagai hasilnya, sebagian besar pasien dengan leukemia limfoblastik akut (80%) dan
leukemia myeloblastik akut (60%) mengembangkan keterlibatan sistem saraf pusat pada
beberapa tahap selama penyakit.

Anda mungkin juga menyukai