ANEMIA MAKROSITIK
KELOMPOK 8
SAIFUL PO714204222027
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Anemia Makrositik (Sindrom Mielodisplastik, Leukemia
Akut) dapat selesai tepat waktu. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kapita Selekta Hematologi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang Anemia Makrositik (Sindrom Mielodisplastik, Leukemia Akut) bagi para
pembaca dan juga bagi penyusun. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada ibu
Yaumil Fachni Tanjungbulu, S.ST,M.Kes. selaku dosen mata kuliah Kapita Selekta
Hematologi, Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempuraan makalah ini.
Makassar 1 September 2022
Peyusun
i
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….…..i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………………….....1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...2
C. Tujuan………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………..33
B. Saran………………………………………………………………………………….33
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Anemia adalah salah satu kondisi yang paling sering didiagnosis oleh dokter
perawatan primer. Pada tahun 2010, prevalensi anemia global adalah 32,9%, yaitu,
lebih dari 2,2 miliar orang terkena dampaknya. 1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan anemia sebagai jumlah hemoglobin (Hb) kurang dari 13 g/L pada
pria, kurang dari 12 g/L pada wanita nonpregnan, dan kurang dari 11 g/L pada wanita
hamil dan orang tua. Penyebab anemia bervariasi menurut usia, jenis kelamin, dan
geografi, dan anemia defisiensi besi adalah etiologi yang paling umum. (Kassebaum
NJ, 2000)
Leukemia akut adalah gangguan klonal ganas pada organ pembentuk darah
yang melibatkan satu atau lebih garis sel dalam sistem hematopoietik. Gangguan ini
ditandai dengan penggantian sumsum tulang yang difus dengan sel hematopoietik
1
2
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Anemia, Anemia Makrositik, syndrom myelodisplastik, Anemia
Akut?
2. Bagaimana gambaran , Anemia Makrositik, syndrom myelodisplastik, Anemia
Akut?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian, penyebab, dan pemeriksaan laboratorium anemia
makrositik
2. Untuk Mengetahui perbedaan jenis anemia makrositik berdasarkan penyebab
terjadinya
3. Untuk Mengetahui pengertian, patogenesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan
laboratorium syndrom myelodisplastik
4. Untuk Mengetahui pengertian, patogenesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan
laboratorium leukemia akut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sel Darah Merah (Eritrosit)
Pada tubuh manusia sehat atau orang dewasa volume darah mencapai 7% dari
berat badan. Terdapat 3 jenis sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit) dan keping darah (trombosit/platelet). Warnah darah dipengaruhi oleh
kadar oksigen (O2) dan Carbondioksida (CO2) di dalamnya. Darah arteri berwarna
merah muda karena banyak O2 yang berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan darah
vena berwarna merah tua atau gelap karena kekurangan O2. Eritrosit berfungsi dalam
mengantarkan oksigen dan zat makanan yang diperlukan tubuh serta menyingkirkan
CO2 beserta hasil buangan lainnya. Leukosit berperan untuk melindungi tubuh
terhadap benda asing. Trombosit berperan dalam pembekuan darah. Proses
pembentukan sel darah meliputi pembentukan darah secara umum (hematopoiesis),
stadium awal pembentukan eritrosit (eritropoesis), pembentukan leukosit
(leukopoesis) dan trombosit (trombopoesis) (Alivameita dan Puspitasari, 2019).
Gambar .1.
1. Kelainan morfologi eritrosit
Eritrosit normal berbentuk cakram dikonkaf dan tidak memiliki inti sel. Bentuk
bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat
hemoglobin lebih banyak selain itu morfologi eritrosit mampu berubah bentuk agar
mudah melewati kapiler yang kecil. Fariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna eritrosit
dapat dilihat pada apusan darah tepi dengan pemeriksaan secara mikroskopis
menggunakan pewarnaan Wright atau Romanowsky. Adanya variasi morfologi
eritrosit ini diakibatkan oleh kondisi patologis, Variasi morfologi eritrosit dapat dibagi
menjadi variasi dalam ukuran, bentuk, warna, inklusi eritrosit dan perubahan dalam
distribusi eritrosit. (Aliviameita dan Puspitasari, 2019).
3
4
C. Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan klasifikasi morfologis anemia yang memiliki MCV
lebih dari 100 fL, MCH meningkat, namun MCHC berada dalam range normal.
Anemia ini disebut makrositik/ normokromik. Anemia makrositik dibagi menjadi dua
kategori, yaitu proses megaloblastik dan nonmegaloblastik. Jika penyebab anemia
karena defisiensi vitamin B atau asam folat maka disebut anemia megaloblastik.
Tetapi Jika sumber anemia tidak berhubungan dengan kekurangan gizi maka disebut
anemia makrositik tetapi tidak megaloblastik. Kekurangan vitamin B12 atau asam
folat menyebabkan gangguan sintesis DNA, suatu kondisi serius, dan akan
memengaruhi semua sel yang siap membelah diri, sel kulit, sel hematopoietik, dan sel
epitel, serta menimbulkan efek pada sumsum tulang, hapusan darah tepi, dan
menyebabkan kualitas hidup pasien sangat dramatis dan substantif. (Aliviameita dan
Puspitasari, 2019).
1. Anemia Megaloblastik
Proses megaloblastik dapat merusak sintesis DNA, sehingga akan berpengaruh
terhadap sel berinti. Terjadi beberapa perubahan struktur eritrosit dan leukosit
dalam sumsum tulang yang harus diketahui. Prekursor sel darah merah
megaloblastik lebih besar, struktur nuklear kurang terkondensasi, dan sitoplasma
sangat basofilik atau berwarna jauh lebih biru. Ada ketidaksesuaian antara usia
material inti sel dan usia sitoplasma. Ketika tahapan sel tidak sesuai, maka harus
diperhatikan bahwa seri eritrosit normal diprogram untuk dua fungsi spesifik, yaitu
sintesis hemoglobin dan pengeluaran inti sel. Agar inti sel dikeluarkan maka harus
terjadi perubahan dalam ukuran inti dan konsistensi struktur inti. Oleh karena itu,
kromatin diawali dengan baik, retikuler, dan halus harus memiliki tekstur dan
konformasi yang berbeda sebelum dikeluarkan dari normoblas ortokromik. Dalam
eritropoiesis megaloblastik, tekstur dan kondensasi material inti terganggu.
7
Material inti (atau kromatin) rapuh dan tidak memiliki komposisi dan kondensasi
dari inti yang siap dikirim dari sel. Demikian juga, material sitoplasma dalam
prekursor megaloblastik awal sangat basofilik, jauh lebih biru dari prekursor
normal. (Aliviameita dan Puspitasari, 2019).
Badan inklusi eritrosit seperti basofilik stippling dan Howell-Jolly bodies dapat
diamati. Howell-Jolly bodies yang terbentuk dari eritropoiesis megaloblastik lebih
besar dan lebih terfragmentasi dalam penampilan daripada Howell-Jolly bodies
yang normal. Jumlah retikulosit rendah (kurang dari 1%) dan RDW meningkat
karena adanya schistocytes, sel-sel target, dan tear drop cells. Hapusan darah pada
anemia megaloblastik sangat relevan dalam diagnosis dan menunjukkan makrosit,
makro-ovalosit, neutrofil multilobus hipersegmentasi (Gambar 3.5), dan
polikromasia kecil terkait dengan anemia. Adanya neutrofil hipersegmented
(jumlah lobus lebih dari lima lobus) dalam kombinasi dengan anemia makrositik
adalah penanda morfologis untuk anemia megaloblastik. MCV awalnya sangat
tinggi dan mungkin berada di kisaran 100 hingga 140 fL. Pemeriksaan sumsum
tulang tidak diperlukan untuk diagnosis anemia megaloblastik, karena diagnosis
gangguan ini dapat dilakukan secara adekuat tanpa prosedur yang memakan waktu,
mahal, dan invasif. .( Aliviameita dan Puspitasari, 2019)
2. Anemia Nonmegaloblastik
Ketika makrosit tampak pada hapusan darah tepi maka penting untuk
mengamati bentuk, warna, atau hipokromia, karena petunjuk morfologis ini dapat
membantu menentukan apakah makrositosis adalah megaloblastik atau
nonmegaloblastik. Makrosit megaloblastik berukuran besar dan oval, dengan
membran luar lebih tebal dan kurang hipokromia. Makrosit pada hapusan darah
tepi yang tidak memiliki karakteristik ini umumnya bukan berasal dari
megaloblastik. Beberapa keadaan dapat mempengaruhi gambaran darah makrositik
tanpa defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Keadaan yang paling sering terlihat
adalah respon sumsum tulang terhadap anemia hemolitik, yaitu akan tampak
9
Gambar. 4. Jenis morfologi makrosit dipengaruhi oleh berbagai kondisi klinis: (a)
oval makrosit, (b) makrosit hipokromik bulat, (c) makrosit berwarna
kebiruan (dikutip dari Ciesla, 2007 dalam Aliviameita dan Puspitasari, 2019)
ia tidak dapat membuat cukup sel darah sehat. Sel-sel sumsum tulang yang paling
imatur (sel blast) tidak dapat melakukan fungsi spesifik dari sel-sel dewasa dan
mereka menumpuk di sumsum dan darah.
merupakan penentu keparahan MDS. Menurut definisi, 20 persen atau lebih sel blast
di sumsum tulang menunjukkan penyakit telah berkembang menjadi myeloid akut
leukimia (LMA). (Elizabeth Amy DeZern, 2019)
MDS (Mielodiplastik Sindrom) didefinisikan sebagai kelainan sel induk
hematopoietik klonal yang ditandai dengan sitopenia, miyelodysplasia, hematopoeisis
yang tidak efektif, dan peningkatan resiko perkembangan menjadi leukemia myeloid
akut ( AML). Pasien dengan MDS dapat mengalami anemia, perdarahan karena
perdarahan trombositopenia dan infeksi atau demam karena neutropenia. Pemeriksaan
darah tepi menunjukkan sitopenia akibat hematopoesis yang tidak efektif. MDS
diklasifikasikan menurut system klasifikasi WHO berdasarkan kombinasi morfologi,
imunofenotipe, genetika dan fitur klinis (Nagao & Hirokawa, 2016)
ukuran, bentuk, penampilan dan kematangan berbagai sel darah. Pada sindrom
myelodysplastic, sel darah memiliki bentuk atau ukuran yang tidak normal (displasia).
Ahli hematopatologi juga akan memeriksa apusan darah tepi untuk mengetahui adanya
sel blast. Sel blast biasanya ditemukan di sumsum tulang, tetapi biasanya tidak
ditemukan dalam darah orang sehat. Dalam beberapa kasus MDS, sejumlah kecil sel
blast dapat ditemukan dalam darah.
4 Serum Eritropoietin (EPO).
Erythropoietin adalah zat yang dibuat di ginjal. Ini merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi lebih banyak sel darah merah. Mengukur jumlah EPO dalam darah dapat
membantu menentukan apakah EPO rendah. Tingkat EPO yang rendah dapat
menyebabkan anemia dan mungkin merupakan tanda masalah kesehatan seperti MDS.
Tingkat EPO yang rendah juga dapat memperburuk anemia pada orang yang memiliki
MDS. Sebagian besar pasien dengan anemia terkait MDS memiliki kadar EPO serum
yang relatif rendah.
5 Tes Sumsum Tulang: Aspirasi dan Biopsi
Untuk memastikan diagnosis MDS, sampel sumsum tulang pasien harus diambil untuk
pengujian. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi adalah dua prosedur yang dilakukan
untuk mendapatkan sampel sumsum tulang yang diperiksa untuk kelainan. Kedua
prosedur ini umumnya dilakukan pada waktu yang bersamaan. Sampel biasanya
diambil dari tulang pinggul pasien (anestesi lokal digunakan untuk mematikan rasa di
tempat penyisipan). Sumsum tulang memiliki bagian cair dan padat. Untuk aspirasi
sumsum tulang, jarum biopsi berongga khusus dimasukkan melalui tulang pinggul dan
ke dalam sumsum untuk mengeluarkan (menyedot) sampel cairan sel. Dalam biopsi
sumsum tulang, jarum khusus yang lebih lebar digunakan untuk mengambil sampel inti
tulang padat yang mengandung sumsum.
Setelah sampel diambil, ahli hematopatologi meninjau sampel di bawah mikroskop
untuk menilai jenis, ukuran, penampilan, dan kematangan sel. Sebagai bagian dari
penilaian ini, spesialis akan mencatat tanda-tanda myelodysplastic sindrom, seperti
- Sel dengan ukuran atau bentuk abnormal (displasia)
- Jumlah abnormal (terlalu banyak atau terlalu sedikit) dari semua jenis sel darah
- Peningkatan jumlah sel blast
- Jumlah sel yang rendah atau tinggi secara abnormal di sumsum tulang
- Sel darah merah yang memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit zat besi
14
- Sebuah subset dari mutasi mungkin memiliki nilai prognostik. Mutasi pada gen
tertentu telah dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik dan lebih buruk daripada
yang diprediksi oleh Sistem Skor Prognostik Internasional (IPSS) (lihat Sistem
Skor Prognostik Internasional di halaman 10).
- Gen yang paling sering bermutasi pada pasien MDS adalah TET2, SF3B1,ASXL1,
DNMT3A, SRSF2, RUNX1, TP53, U2AF1, EZH2, ZRSR2, STAG2, GBL,
NRAS, JAK2, SETBP1, IDH1, IDH2dan ETV6.
Pengujian mutasi genetik pada sindrom myelodysplastic telah berkembang
dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi lebih banyak tersedia. Kemajuan dalam
pemahaman fitur genetik sindrom myelodysplastic akan membantu dokter
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kondisi penyakit pasien untuk
mengembangkan pengobatan yang ditargetkan. (Elizabeth Amy DeZern, 2019)
d. Etiologi, manifestasi klinik, dan pengobatan sindrom myelodysplastic
Patofisiologi dan etiologi Tahap awal MDS, kematian sel terprogram yang
berlebihan (apoptosis) adalah peristiwa yang dominan disusul oleh sitopenia dengan
derajat yang bervariasi. Selanjutnya, dengan perkembangan penyakit, mutasi gen, dan
transformasi leukemia, menyebabkan penghancuran Bone Marrow oleh sel-sel
leukemia. Mutasi klon adalah pemicu perkembangan MDS yang mengarah ke
penekanan sel induk normal. Mutasi ini mungkin hasil dari kerentanan genetik atau
kerusakan sel induk hematopoietik. (
Kebanyakan pasien dengan MDS tidak memiliki penyebab yang jelas (sekitar
80%) dan disebut sebagai idiopatik atau primer. MDS sekunder menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) berkembang bertahun-tahun setelah terpapar agen yang
diketahui menyebabkan kerusakan kromosom seperti kemoterapi (agen alkilasi,
inhibitor topoisomerase II), radioterapi, logam berat (merkuri, timbal), infeksi virus,
bahan kimia beracun (benzena, fungisida), dan beberapa kondisi autoimun
Ada banyak jenis sindrom myelodysplastic. Sindrom myelodysplastic pertama
dapat bermanifestasi sebagai anemia (penurunan jumlah sel darah merah yang sehat
dalam darah). Sindrom myelodysplastic bisa berkembang sangat lambat, atau bisa
menjadi penyakit yang tumbuh cepat. Kasus MDS yang parah membawa risiko tinggi
berkembang menjadi AML. (Elizabeth Amy DeZern, 2019)
Gambaran apusan darah tepi yang bisa ditemukan pada pasien MDS di antaranya:
1. Seri eritrosit:
16
a) anisositosis
b) poikilositosis
c) basophilic stippling
2. Seri leukosit
a) pseudo Pelger-Huet
b) hipogranulasi netrofil
c) hipersegmentasi netrofil
d) sel blast
3. Seri trombosit
a) Anisositosis
b) giant platelet
Eritrosit anisopoikilositosis
E. Leukemia Akut
Leukemia adalah suatu tipe dari kanker yang berasal dari kata Yunani
leukos putih, haima- darah. Leukemia adalah kanker yang mulai dari sel-sel
darah. Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah
tidak terkontrol dan menggangu pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker
darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah putih yang
diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow) (Padila, 2013). Leukemia adalah
poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang
23
lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian (Nurarif & Kusuma, 2015)
Leukemia adalah keganasan hematologi akibat proses neoplastic yang
disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel
induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progesif dari kelompok (clone) sel
ganas tersebut dalam sumsum tulang kemudian leukemia beredar secara sistemik
(Bakta, 2006 : dalam Desmawati 2013).
Leukemia disebabkan oleh mutasi sumsum tulang pluripoten atau most
primitive stem cells.Neoplastik ini merupakan hasil perkembangan abnormal, sel
leukemia dan gangguan produksi eritrosit, neutrofil, dan trombosit. Sebagai hasil
mutasi sel, dan gangguan hematopoiesis, sel leukemia masuk ke darah perifer dan
menyerang jaringan retikuloendotelial, khususnya limpa, hati, kelenjar getah bening,
dan terkadang sistem saraf pusat. Stem cells leukemia memiliki kemampuan
perkembangan dan maturasi abnormal. Klon mutan dapat menunjukkan fitur
morfologis, sitogenetik, dan imunofenotipik yang unik sehingga dapat digunakan
dalam mengklasifikasikan jenis-jenis leukemia. Banyak leukemia memiliki
gambaran klinis yang serupa, tetapi terlepas dari subtipe, penyakit ini akan berakibat
fatal jika tidak segera diobati.
Untuk menentukan seseorang menderita leukemia, dapat dilakukan dengan
cara evaluasi awal leukemia dengan cara yaitu: memperhatikan gejala yang
timbul, menganalisis hasil pemeriksaan darah lengkap (DL), mengamati jenis sel
yang banyak ditemukan, dan menilai maturasi sel yang banyak ditemukan
(mendominasi). Leukemia merupakan penyakit sumsum tulang yang
menyebabkan produksi sel sumsum tulang normal menjadi terdesak ketika sel-sel
neoplastik abnormal mengambil alih, hasil darah lengkap (DL) umumnya akan
menunjukkan anemia dan trombositopenia. Tingkat anemia dan trombositopenia
cenderung lebih parah pada leukemia akut. Sedangkan ciri khas leukemia kronis
ialah terjadi leukositosis serta hepatosplenomegali.
Jenis sel yang mendominasi dalam darah perifer dan sumsum tulang
didefinisikan menurut garis keturunan sel (cell lineage) sebagai myeloid atau
limfoid. Stem cell myeloid menghasilkan granulosit, monosit, megakariosit, dan
eritrosit. Oleh karena itu, leukemia myeloid dapat melibatkan proliferasi tahap
apa pun dari keempat garis sel ini. Sebaliknya, stem cell limfoid hanya
menimbulkan sel-sel cell lineage limfositik.
24
a b
Gambar. 25. Perbedaan gambaran darah normal dan AML:
(a) Menunjukkan sel pada sumsum normal, bentuk lebih gelap adalah
inti sel. Beberapa nukleus berbentuk lingkaran dan beberapa
berbentuk tapal kuda yang mencerminkan berbagai tahap
perkembangan dan berbagai jenis sel;
(b) Menunjukkan sel-sel blast AML. Sel-sel ini "ditangkap" pada tahap
awal perkembangan. Sel-sel AML pada Gambar b semuanya
25
c. Herediter
Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom
abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia, yang memiliki
insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
d. Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia menjadi retrovirus, virus leukemia
feline, HTLV-1 pada dewasa.
(Padila, 2013)
Patogenesis LMA
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blas) dengan akibat terjadi akumulasi sel blas di sumsum tulang.
Akumulasi sel blas didalam sumsum tulang menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya mengakibatkan sindrom kegagalan
sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya
sitopenia (anemia, lekopenia dan trombositopenia).
Gejala Klinis LMA
Semua tanda dan gejala yang muncul secara tiba-tiba pada pasien dengan
AML disebabkan oleh infiltrasi sumsum tulang dengan sel-sel leukemia dan
kegagalan hematopoiesis normal. Sel-sel leukemia yang menyerang sumsum
28
maka dapat terjadi infeksi serius dan mengancam jiwa. Namun, jika
tindakan pencegahan yang tepat diambil selama terapi, sebagian besar
pasien tidak mengalami infeksi yang mengancam jiwa.
Sebagian besar manifestasi klinis ALL mencerminkan akumulasi ganas,
sel limfoid berdiferensiasi buruk di dalam sumsum tulang, darah tepi, dan,
bagian ekstramedullary. Presentasi dapat menjadi tidak spesifik, dengan
kombinasi gejala konstitusional dan tanda-tanda kegagalan sumsum tulang
(anemia, trombositopenia, leukopenia). Gejala umum termasuk 'gejala B'
(demam, penurunan berat badan, keringat malam), pendarahan atau mudah
memar, kelelahan, dispnea dan infeksi.
2. Pemeriksaan laboratorium Leukemia Akut
- Pemeriksaan laboratorium AML (Leukemia mieloid akut)
Pemeriksaan Darah Lengkap dan hapusan darah tepi merupakan langkah
awal dalam diagnosis laboratorium leukemia. Jumlah sel darah bervariasi pada
pasien dengan AML. Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, ataupun
menurun. Jumlah leukosit ditemukan meningkat lebih dari 100 x 10 9/L sel
kurang dari 20% kasus. Sebaliknya, leukosit kurang dari 5 x 10 9/L dengan
jumlah neutrofil absolut kurang dari 1 x 10 9/L pada sekitar setengah pasien
pada saat diagnosis. Sel blast biasanya terlihat pada pemeriksaan hapusan
darah tepi, namun jumlahnya sedikit pada pasien leukopenia. Inklusi
sitoplasma yang dikenal sebagai Auer rods sering ditemukan dalam persentase
kecil myeloblas, monoblas, atau promyelosit yang terdapat dalam berbagai
subtipe AML. Batang Auer berbentuk bulat panjang, seperti kumparan dan
inklusi terdiri dari granula azurophilic. Eritrosit berinti mungkin ada, serta
myelodysplastic, termasuk pseudo-hiposegmentasi (pseudo Pelger-Huët sel)
atau hipersegmentasi neutrofil, dan hipogranulasi. Selain itu ditemukan
gambaran anemia karena produksi eritrosit yang tidak adekuat. Jumlah
retikulosit biasanya normal atau menurun. Anisopoikilositosis sedikit
abnormal, dengan sedikit poikilosit. Trombositopenia yang parah hampir
selalu ditemukan pada saat diagnosis. Giant trombosit dan trombosit agranular
dapat terlihat. Disseminated intravascular coagulation (DIC) paling sering
dihubungkan dengan salah satu jenis AML, yaitu leukemia promyelocytic
akut. DIC disebabkan oleh pelepasan faktor jaringan seperti prokoagulan dari
31
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebab anemia makrositik diklasifikasikan ke dalam salah satu
kategori berikut, megaloblastik atau nonmegaloblastik. Anemia megaloblastik
disebabkan oleh kekurangan atau gangguan pemanfaatan vitamin B12 atau
folat.
Sindrom mielodispasia (MDS) adalah neoplasma grup mieloid yang
ditandai oleh sitopenia karena hematopoiesis yang tidak efektif, morfologi
darah sumsum tulang yang abnormal dan berisiko untuk berkembang menjadi
leukemia mieloblastik aku.
Leukemia akut adalah gangguan klonal ganas pada organ pembentuk
darah yang melibatkan satu atau lebih garis sel dalam sistem hematopoietik.
Gangguan ini ditandai dengan penggantian sumsum tulang yang difus dengan
sel hematopoietik abnormal yang belum matang dan tidak terdiferensiasi, yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah eritrosit dan trombosit dalam darah
perifer.
B. Saran
a. Bagi Penyusun
Dapat menambah pengetahuan tentang Anemia Makrositik (Sindrom
Mielodisplastik, Leukemia Akut)
b. Bagi Pembaca
Dapat menamba wawasan tentang materi Anemia Makrositik (Sindrom
Mielodisplastik, Leukemia Akut)
c. Bagi Akademik
Makalah ini dapat menambah materi tentang Anemia Makrositik
(Sindrom Mielodisplastik, Leukemia Akut)
34
DAFTAR PUSTAKA
Aliviameita dan Puspitasari. Buku ajar Hematologi Jawa timur : Umsida press;2019
Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Setiati
S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, dkk., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. edisi ke-6, Jakarta: Interna; 2014. hlm. 2589–2599
Bakta IM. Klinik Hematologi Ringkas. edisi pertama Khastrifah, Purba DL,
red., Jakarta: EGC; 2012
Kassebaum NJ, Jasrasaria R, Naghavi M, dkk. Analisis sistematis beban anemia global dari
tahun 1990 hingga 2000. Darah 2014;123:615–24.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell R. Buku Ajar Patologi Dasar Robbins Edisi ke-10.
Singapure : Elsevier; 2019:578-82.
Malcovati L, Lindberg EH, BowenD. 2013. Diagnosis and treatment of primary
myelodysplastic syndromes in adults: recommendations from the European
LeukemiaNet. Blood 122(17); 2943-2963
Nalluru SS., Jindal V, Piranavan P. et al. Infark limpa sekunder untuk sindrom
myelodysplastic: mengungkap lebih banyak etiologi. Perwakilan Kasus AME.
2019;3:31.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Price S A dan Wilson L M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.1, Edisi
6. Terjemahan Pendit, B, U dkk. Jakarta. EGC. 2005: 271-281.
Savage DG, Ogundipe A, Allen RH, Stabler SP, Lindenbaum J. Etiologi dan evaluasi
diagnostik makrositosis. Am J Med Sci 2000;319:343–52
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.
35