Anda di halaman 1dari 21

REFARAT

ANEMIA MAKROSITIK
(ANEMIA HEMOLITIK EKSTRAVASKULER DAN
ANEMIA HEMOLITIK MIKROANGIOPATIK SERTA
MAKROANGIOPATIK)

OLEH

NAMA : BULQIS SYAL DUHA


NIM : PO714203232009
KELAS : RPL TLM 2023

Dosen Pembimbing
Yaumil Fachni Tandjungbulu. S.ST., M. Kes

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat-Nya sehingga refarat
ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis tidak
lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yaumil Fachni Tandjungbulu. S. ST.,
M. Kes sebagai dosen pembimbing Mata Kuliah Kapita Selekta Hematologi dan
dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materi dalam penyusunan refarat “Anemia Makrositik (Anemia
Hemolitik Ekstravaskuler Dan Anemia Hemolitik Mikroangiopatik Serta
Makroangiopatik)” ini.
Penulis sangat berharap semoga refarat ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca dan penulis sendiri.
Bagi saya sebagai penulis, merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan refarat ini, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca demi kesempurnaan refarat ini.

Makassar, 3 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 3
C. TUJUAN.................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI ANEMIA MAKROSITIK ......................................................... 4
B. ANEMIA HEMOLITIK ............................................................................. 5
C. ETIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK .......................................................... 6
D. PATOFISIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK EKSTRAVASKULER........... 8
E. ANEMIA MAKROANGIOPATI DAN MIKROANGIOPATI ................... 11
F. MANIFESTASI KLINIS ANEMIA HEMOLITIK ..................................... 12
G. ANEMIA MAKROSITIK PADA ANEMIA HEMOLITIK ........................ 13
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANEMIA HEMOLITIK ................ 14
I. PENGOBATAN ANEMIA HEMOLITIK .................................................. 15

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN .......................................................................................... 16
B. SARAN ..................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Variasi Ukuran Eritrosit ................................................................ 4


Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Anemia Hemolitik ............................................ 6
Gambar 2.3 Diferensiasi Anemia Hemolitik ..................................................... 11
Gambar 2.4 Sel Schistosit ................................................................................ 12
Gambar 2.5 Investigasi Anemia Makrositik ..................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Eritrosit berfungsi sebagai pengatur utama metabolisme dan kehidupan
dengan menyalurkan oksigen ke sel-sel dan jaringan-jaringan di seluruh tubuh
untuk perkembangan, fisiologis, dan regeneratif. Membran permeabel yang
menutupi komponen eritrosit terbuat dari lipid, protein, dan karbohidrat.
Perubahan komposisi lipid membran menghasilkan bentuk eritrosit yang
abnormal. Membran protein yang abnormal juga dapat menyebabkan bentuk
eritrosit abnormal. Jumlah eritrosit sering digunakan untuk menegakkan
diagnosa jenis anemia berdasarkan penyebabnya. (Andika. et al, 2019).
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti yang mempertahankan
RNA (dapat diwarnai dengan pewarnaan supravital). Jumlah retikulosit dapat
meningkat karena adanya pendarahan akut, pengobatan defisiensi hematinik
(zat besi, asam folat, vitamin B12), serta anemia hemolitik. Pada sumsum tulang
ada sekitar 10%-15% eritroblas yang sedang berkembang akan mati tanpa
menghasilkan eritrosit matur. Proses eritropoiesis yang tidak efektif ini
meningkat pada kasus talasemia mayor, mielofibrosis, dan anemia
megaloblastik. (Andika. et al, 2019).
Penduduk dunia yang mengalami anemia sejumlah sekitar 30% atau 2,20
miliar orang dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropis.
Prevalensi anemia secara global sekitar 51% (WHO, 2018).
Prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur adalah
21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relative tinggi yaitu 23,90%
dibanding laki-laki yaitu 18,40%. Prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat
tinggal menunjukkan tinggal di pedesaan memiliki presentase lebih tinggi yaitu
22,80% dibandingkan tinggal di perkotaan yaitu 20,60%. Jumlah ibu hamil
yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6%,
usia 25-34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6%, dan usia 45-
54 tahun sebesar 24% (Riskesdas, 2018).

1
Berdasarkan morfologi eritrositnya, anemia dapat dikalasifikasikan
menjadi anemia hipokrom mikrositik, anemia normokrom normositik dan
anemia makrositik. Selain itu, anemia juga dapat diklasifikasikan menurut
etiopatogenesisnya antara lain karena produksi eritrosit menurun, kehilangan
eritrosit dari tubuh dan peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh
(hemolisis). (Kadek, 2022).
Hemolisis adalah pemecahan atau pembuangan eritrosit (sel darah merah)
dari sirkulasi pembuluh darah lebih cepat dari normal (normal 120 hari). Gejala
dan tanda yang sering muncul adalah anemia akibat perusakan eritrosit lebih
cepat dari produksinya. Tanda lain yang bisa ditemukan adalah jaundice (sklera
mata dan kulit kekuningan), batu empedu, atau peningkatan jumlah retikulosit.
Peningkatan kadar retikulosit (normal 1,5-2,5%), merupakan respon normal
petanda peningkatan produksi eritrosit di sumsum tulang. Peningkatan
retikulosit dapat dilihat dalam waktu 3-5 hari setelah turunnya Hb. Retikulosit
pada apusan darah tepi bisa dideteksi dengan ditemukannya eritrosit yang
berukuran besar dan berwarna kebiruan (polikromasi). (Dian, 2018).
Terdapat dua mekanisme hemolisis, yaitu hemolisis intravaskuler dan
ekstravaskuler. Hemolisis intravaskuler (intra artinya di dalam dan vaskuler
artinya pembuluh darah) adalah perusakan eritrosit yang terjadi di dalam
pembuluh darah, yang menyebabkan keluarnya isi eritrosit ke dalam plasma
darah. Penyebabnya bisa karena adanya kerusakan endotel pembuluh darah,
aktivasi komplemen darah, atau infeksi yang menyebabkan kerusakan membran
sel secara langsung. (Dian, 2018).
Hemolisis ekstravaskuler (ekstra artinya di luar dan vaskuler artinya
darah) adalah perusakan eritrosit yang terjadi di luar pembuluh darah, yaitu di
makrofag limpa dan hati. Eritrosit normal dapat melewati limpa yang secara
struktur berukuran kecil dan berbentuk seperti labirin dengan leluasa,
sedangkan eritrosit yang memiliki kelainan struktur fisik dan adanya ikatan
dengan antibodi tidak dapat melewatinya sehingga difagositosis dan dirusak
oleh makrofag. (Dian, 2018).

2
Untuk lebih mengetahui mengenai terjadinya anemia makrositik yang
diakibatkan karena berbagai faktor akibat terjadinya hemolitik pada sel darah
merah, maka disusunlah Refarat yang berjudul “Anemia Makrositik (Anemia
Hemolitik Ekstravaskuler Dan Anemia Hemolitik Mikroangiopatik Serta
Makroangiopatik)” ini dengan tujuan sebagai media pembelajaran bagi penulis
dan pihak lain serta sebagai hasil dari penugasan mata kuliah Kapita Selekta
Hematologi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan anemia makrositik?
2. Bagaimana etiologi pada anemia hemolitik?
3. Bagaimana patofisiologi pada anemia hemolitik?
4. Bagaimana gambaran anemia makrositik pada anemia hemolitik?

C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi anemia makrositik?
2. Mengetahui etiologi pada anemia hemolitik?
3. Mengetahui patofisiologi pada anemia hemolitik?
4. Mengetahui gambaran anemia makrositik pada anemia hemolitik?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI ANEMIA MAKROSITIK


Makrositosis merupakan keadaan diameter rata-rata eritrosit lebih dari
8,2 µm, Mean Corpuscular Volume (MCV) lebih dari 100 fL. Adanya
makrositosis berhubungan dengan penyakit liver, defisiensi vitamin B12,
defisiensi folat, neonatus, dan retikulositosis. Sering dijumpai pada anemia
megaloblastik, anemia pada kehamilan, anemia makrositik (anemia pernisiosa,
anemia defisiensi asam folat). Makrositosis disebabkan oleh cacat maturasi inti
sel pada eritropoiesis, adanya defisiensi vitamin B12 atau folat yang
menyebabkan gangguan pembelahan mitosis di sumsum tulang. Selain itu,
adanya peningkatan stimulasi eritropoietin menyebabkan sintesis hemoglobin
meningkat dalam perkembangan sel, sehingga eritrosit berukuran lebih besar
dari ukuran normal. (Andika. et al, 2019).

Gambar 2.1 Variasi Ukuran Eritrosit


(a) Mikrosit, (b) Normosit, (c) Makrosit, (d) Polikromasia
(Andika. et al, 2019)

4
B. ANEMIA HEMOLITIK
Krishnadasan (2021), hemolisis berasal dari kata Yunani aimólysi yang
berarti “pemecahan darah”. Dalam bentuk hemolisis terkompensasi, sumsum
tulang mengimbangi pemecahan sel darah merah dan hemoglobin atau
hematokrit tetap dalam kisaran normal. Sebaliknya, dalam bentuk hemolisis
tanpa kompensasi, hemolisis mungkin terjadi lebih cepat daripada kemampuan
sumsum tulang untuk mengimbanginya. Ini disebut anemia hemolitik.
Dr Krishnadasan juga membedakan antara hemolisis intravaskular dan
ekstravaskular. Dengan yang pertama, penghancuran sel darah merah terjadi
terutama di dalam pembuluh darah. Namun, dengan hemolisis ekstravaskular,
penghancuran sel darah merah terjadi oleh makrofag di hati dan limpa.
Meskipun kami membuat perbedaan ini, kata Dr. Krishnadasan, banyak
penyebab yang mungkin memiliki unsur keduanya. Dehidrogenase laktat
(LDH) yang tinggi dengan haptoglobin yang rendah dapat terlihat pada
keduanya tetapi mungkin normal pada hemolisis ekstravaskular. Sebaliknya,
hemoglobinuria atau hemosiderinuria lebih banyak terlihat pada hemolisis
intravaskular. Kelainan intrinsik pada struktur atau fungsi hemoglobin,
membran sel darah merah, atau metabolisme sel darah merah cenderung
diturunkan. Penyebab ekstrinsik, yang cenderung didapat, meliputi antibodi
yang diarahkan pada sel darah merah, kelainan pembuluh darah, atau adanya
organisme atau racun yang menginfeksi.
Terdapat dua mekanisme hemolisis, yaitu hemolisis intravaskuler dan
ekstravaskuler. Hemolisis intravaskuler (intra artinya di dalam dan vaskuler
artinya pembuluh darah) adalah perusakan eritrosit yang terjadi di dalam
pembuluh darah, yang menyebabkan keluarnya isi eritrosit ke dalam plasma
darah. Penyebabnya bisa karena adanya kerusakan endotel pembuluh darah,
aktivasi komplemen darah, atau infeksi yang menyebabkan kerusakan membran
sel secara langsung. (Dian, 2018).
Hemolisis ekstravaskuler (ekstra artinya di luar dan vaskuler artinya
darah) adalah perusakan eritrosit yang terjadi di luar pembuluh darah, yaitu di
makrofag limpa dan hati. Eritrosit normal dapat melewati limpa yang secara

5
struktur berukuran kecil dan berbentuk seperti labirin dengan leluasa,
sedangkan eritrosit yang memiliki kelainan struktur fisik dan adanya ikatan
dengan antibodi tidak dapat melewatinya sehingga difagositosis dan dirusak
oleh makrofag. (Dian, 2018).

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Anemia Hemolitik


(Dian, 2018)

C. ETIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK


Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu
faktor intrinsik & faktor ekstrinsik (Desrita Ayu, 2019):
1. Faktor Intrinsik
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu
sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam
yaitu:
a. Gangguan struktur dinding eritrosit

6
1) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan
oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini
berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan
pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah
dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang
telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita
sferositosis ditemukan kolelitiasis.
2) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval
(lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan
kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan
menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari
penyakit ini.
3) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.
b. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,
misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sebagai berikut:
1) Definisi glucose-6- phosphate- Dehydrogenase (G-6PD)
2) Defisiensi Glutation reduktase
3) Defisiensi Glutation
4) Defisiensi Piruvatkinase

7
5) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
6) Defisiensi difosfogliserat mutase
7) Defisiensi Heksokinase
8) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c. Hemoglobinopati
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah
mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
hemoglobin ini, yaitu:
1) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
2) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
2. Faktor Ekstrinsik
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
a. Akibat reaksi non imunitas: karena bahan kimia / obat
b. Akibat reaksi imunitas: karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
c. Infeksi, plasmodium, boriella

D. PATOFISIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK EKSTRAVASKULER


Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh
turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur
adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik
cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran
eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan
pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan
bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
(Desrita Ayu, 2019).

8
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan
eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia
ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan
oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang
tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan
eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk
tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis,
perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia
sel sabit atau talasemia. (Desrita Ayu, 2019).
Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:
1. Turunnya Kadar Hemoglobin
Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang masih bisa
mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut
dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat,
sumsum tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia
hemolitik.
2. Hemolitik Ekstravaskuler
Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem retikuloendotelial,
terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim
heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai kerusakan, baik di
membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit
dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme. Globin ini
akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti akan
pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk
disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai
menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan
dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami
konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke
empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen
di urin.

9
3. Hemolitik Intravaskuler
Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami lisis, ia akan
melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin dan
hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat,
jumlah haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun.
Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia).
Jika hal ini terjadi, Hb tersebut akan teroksidasi menjadi methemoglobin,
sehingga terjadi methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di
glomerulus ginjal, hingga terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa
hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan diserap oleh sel-sel epitel,
dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel
ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin
sehingga terjadi hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis
intravaskuler kronis.
4. Peningkatan Hematopoiesis
Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan memicu ginjal
mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di sumsum
tulang. Sel-sel muda yang ada akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan sehingga
terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah,
mengakibatkan polikromasia. (Desrita Ayu, 2019).

10
E. ANEMIA MAKROANGIPATI DAN MIKROANGIOPATI

Gambar 2.3 Diferensiasi Anemia Hemolitik


(Lucy Liu, 2021)

Anemia hemolitik mikroangiopati adalah hemolisis intravaskular yang


disebabkan oleh pergeseran atau turbulensi berlebihan dalam sirkulasi.
Pergeseran atau turbulensi yang berlebihan dalam sirkulasi menyebabkan
trauma pada sel darah merah (sel darah merah) di darah tepi, menyebabkan sel
darah merah terfragmentasi (misalnya segitiga, bentuk helm) yang disebut
schistosit. Schistosit pada apusan perifer bersifat diagnostik. Schistosit
menyebabkan lebar distribusi sel darah merah yang tinggi, mencerminkan
anisositosis. (Evan, 2022).

11
Gambar 2.4 Sel Schistosit
(Evan, 2022)
Anemia hemolitik mikroangiopati meliputi fragmentasi sel darah merah
yang disebabkan oleh cedera mikrovaskuler serta alat mekanis. Penyebab
hemolisis fragmentasi antara lain:
1. Koagulasi intravaskular diseminata , suatu proses konsumtif akibat kelainan
lain seperti sepsis, keganasan, komplikasi kehamilan, trauma atau
pembedahan
2. Katup jantung stenotik atau mekanis, atau disfungsi katup prostetik
(misalnya kebocoran perivalvular)
3. Purpura trombositopenik trombotik
4. Sindrom uremik hemolitik atau kelainan terkait seperti sindrom HELLP
(hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit rendah), dan
sklerosis sistemik, krisis ginjal
5. Kasus yang jarang terjadi dengan dampak berulang yang signifikan, seperti
hemolisis pukulan kaki (hemoglobinuria pawai), pukulan karate, berenang,
atau permainan genderang tangan. (Evan, 2022).

F. MANIFESTASI KLINIS ANEMIA HEMOLITIK


1. Demam
2. Mengigil
3. Nyeri punggung dan lambung
4. Perasaan melayang
5. Penurunan tekanan darah yang berarti

12
6. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil
pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil
ekskresi yaitu urin dan feses.
7. Hemoglobinemia: adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak
ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang
berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem
keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
8. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
9. Retikulositosis: produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi
banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit
banyak ditemukan. (Desrita Ayu, 2019).

G. ANEMIA MAKROSITIK PADA ANEMIA HEMOLITIK

Gambar 2.5 Investigasi Anemia Makrositik


(Jecko, 2017)

13
MCV yang tinggi juga mungkin disebabkan oleh kelebihan alkohol dan
penyakit hati atau penggunaan obat-obatan seperti hydroxycarbamide.
Makrositosis akibat hemolisis kronis dikaitkan dengan peningkatan jumlah sel
darah merah yang belum matang, yang tampak sedikit lebih besar dan lebih biru
dibandingkan sel darah merah normal (makrosit polikromatik) pada film darah
tepi yang diwarnai Romanowsky. Hitung retikulosit otomatis atau pewarnaan
supravital pada apusan darah dapat digunakan untuk memastikan
retikulositosis. Anemia yang tidak diobati terkait dengan polikromasia
kemungkinan mengindikasikan kehilangan darah atau hemolisis. Kombinasi
fragmen sel darah merah, trombositopenia, dan polikromasia menunjukkan
anemia hemolitik mikroangiopati. Ini adalah keadaan darurat medis karena ini
mungkin merupakan ciri dari purpura trombositopenik trombotik, yang
memerlukan pengobatan segera, biasanya dengan pertukaran plasma. Oleh
karena itu, gambaran ini harus memicu tes lebih lanjut seperti jumlah trombosit,
studi koagulasi, penilaian fungsi ginjal, pengukuran konsentrasi ADAMTS13
dan pencarian infeksi atau penyakit neoplastik. (Jecko, 2017).

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANEMIA HEMOLITIK


1. Pada umumnya adalah normositik normokrom, kecuali diantaranya
thalasemia yang merupakan anemia mikrositik hipokrom.
2. Penurunan Hb >1g/dl dalam 1 minggu
3. Penurunan masa hidup eritrosit <120hari
4. Peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari peningkatan bilirubin
serum
5. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
6. Hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau kehitaman
7. Hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia
8. Haptoglobin serum turun
9. Retikulositosis
10. Morfologi abnormal sel: mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell,
hipokrom mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit. (Desrita Ayu, 2019).

14
I. PENGOBATAN ANEMIA HEMOLITIK
Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun
secara umum ada 3:
1. Terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi namun
dengan pengawasan ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell untuk
mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis
tinggi atau juga bisa hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag.
2. Terapi suportif-simptomatik; bertunjuan untuk menekan proses hemolisis
terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi
asam folat 0,15 – 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
3. Terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya
penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.
Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan contohnya pada kasus
thalassemia. (Desrita Ayu, 2019).

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Makrositosis merupakan keadaan diameter rata-rata eritrosit lebih dari 8,2
µm, Mean Corpuscular Volume (MCV) lebih dari 100 fL.
2. Hemolisis adalah pemecahan atau pembuangan eritrosit (sel darah merah)
dari sirkulasi pembuluh darah lebih cepat dari normal (normal 120 hari).
Gejala dan tanda yang sering muncul adalah anemia akibat perusakan
eritrosit lebih cepat dari produksinya.
3. Terdapat dua mekanisme hemolisis, yaitu hemolisis intravaskuler dan
ekstravaskuler. Hemolisis intravaskuler adalah perusakan eritrosit yang
terjadi di dalam pembuluh darah, yang menyebabkan keluarnya isi eritrosit
ke dalam plasma darah dan hemolisis ekstravaskuler adalah perusakan
eritrosit yang terjadi di luar pembuluh darah, yaitu di makrofag limpa dan
hati.
4. Makrositosis akibat hemolisis kronis dikaitkan dengan peningkatan jumlah
sel darah merah yang belum matang, yang tampak sedikit lebih besar dan
lebih biru dibandingkan sel darah merah normal (makrosit polikromatik)
pada film darah tepi yang diwarnai Romanowsky.

B. SARAN
Anemia makrositik dapat terjadi karena beberapa sebab diantaranya
karena anemia hemolitik atau terjadinya pemecahan/apoptosis sel darah merah
kurang dari masa hidupnya (120 hari). Hemolisis terhadap sel darah merah ini
dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
serta bisa dipengaruhi oleh pola hidup yang dijalani. Sehingga sangat perlu
untuk menjaga pola hidup yang sehat dan mencukupi kebutuhan makanan dan
minuman yang bergizi seimbang untuk menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aliviameita Andika., & Puspitasari. 2019. Buku Ajar Mata Kuliah Hematologi
Umsida Press. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Braunstein, Evan M. . 2022. Anemia Hemolitik Mikroangiopati (Anemia Hemolitik


Traumatis). Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins.

Hanggara Dian Sukma. 2018. Aspek Laboratorium Anemia Hemolitik. Patologi


Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.

Liu Lucy MD. 2021. Anemia Of Renal Failure. Lineage Medical, Inc. Santa
Barbara.
Ol eh

Ravi Krishnadasan, 2021. Anemia Hemolitik: Autoimun dan Selebihnya. J Adv


Praktek Oncol. Pusat Kanker Universitas Arizona, Tucson, Arizona.

Riskesdas. 2018. Hasil Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Sutanegara, kadek Diah Permata. Devi Rahmadhona. 2022. Anemia Aplastik: Dari
Awitan Hingga Tatalaksana. Jurnal Kedokteran Unram. Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Tachil Jecko., & Imelda Bates. 2017. Pendekatan Diagnosis dan Klasifikasi
Gangguan Sel Darah. Hematologi Praktis. Elsevier Ltd.

Tangdialla, Desrita Ayu. 2019. Anemia Hemolitik Intravaskuler Dan


Ekstravaskuler. Tugas PK. Fakultas Kedokteran. Universitas Cendrawasi.

WHO. 2018. The Global Prevalence Of Anemia in 2018. Geneva: World Health
Organization.

17

Anda mungkin juga menyukai