Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATAKULIAH

HEMATOLOGI
SEMESTER AKHIR 2019/2020

ANEMIA MAKROSITIK

DISUSUN OLEH

NAMA : Chintya Jessica Kilo


NIM : N011191051
KELAS :B

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Anemia Makrositik ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Hematologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang anemia mikrositik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Usmar selaku dosen bidang studi
hematologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Makassar, 29 Maret 2020

Chintya Jessica

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR   .................................................................................................................................................i


DAFTAR ISI  ................................................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah  ................................................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................................2
1.3. Tujuan ....................................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................................4
2.1. Defenisi anemia  ................................................................................................................................4
2.2. Jenis – Jenis anemia  .........................................................................................................................4
2.3. Defenisi anemia mikrositik  ..........................................................................................................5
2.4. Gejala anemia mikrositik …………………………..........................................................................5

2.5. Penyebab anemia mikrositik …………………..............................................................................5

2.6. Patofisiologi ………………………………………………………………................................................6

2.7. Etiologi ………………………………………………………………………………………………………..6

2.8. Pencegahan anemia mikrositik ……………………………………………………………………..7

2.9. Pengobatan anemia mikrositik ……………………………………………………………………..7

BAB III PENUTUP  ..................................................................................................................................................9


            3.1. Kesimpulan   ........................................................................................................................................9
            3.2. Saran .......................................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ………….................................................................................................................................10

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya sel darah merah: konsentrasi


hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia
adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Defiisiensi besi
adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein
pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena
kekurangan zat besi.
1.2.   Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari anemia ?
2. Apa saja jenis-jenis anemia ?
3. Apa pengertian dari anemia mikrositik ?
4. Apa gejala dari anemia mikrositik ?
5. Apa penyebab dari anemia mikrositik ?
6. Jelaskan patofisiologi dari anemia mikrositik ?
7. Jelaskan etiologi dari anemia mikrositik ?
8. Bagaimana pencegahan dari anemia mikrositik ?
9. Bagaimana pengobatan dari anemia mikrositik ?
1.3.   Tujuan
1. Agar mengetahui apa itu anemia.
2. Agar menget ahui jenis-jenis anemia.
3. Agar mengetahui apa itu anemia mikrositik.
4. Agar mengetahui gejala anemia mikrositik.
5. Agar mengetahui penyebab anemia mikrositik.
6. Agar mengetahui patofisiologi anemia mikrositik.
7. Agar mengetahui etiologi anemia mikrositik.

2
8. Agar mengetahui pencegahan dari anemia mikrositik.
9. Agar mengetahui pengobatan dari anemia mikrositik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anemia


Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemogoblin yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin,
hitung eritrosit dan hematocrit (packed red cell) (Bakta, 2006).
2.2. Jenis – Jenis Anemia
Adapun jenis-jenis anemia yaitu (Depkes,2008):
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia yang diakibatkan kurangnya zat besi. Zat besi merupakan bagian dari
molekul hemoglobin.
2. Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang diakibatkan kurangnya vitamin c yang berat dalam jangka waktu lama.
Penyebab kekurangan vitamin c biasanya adalah kurangnya asupan vitamin c dalam
makanan sehari-hari.
3. Anemia Makrositik
Anemia yang diakibatkan kurangnya vitamin B12 atau asam folat. Anemia ini
memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar (makrositer) dengan
kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih tinggi (hiperkrom) dan MCV
tinggi.
4. Anemia Hemolitik
Anemia yang terjadi apabila sel darah merah dihancurkan jauh lebih cepat dari
normal. Umur sel darah merah anemia hemolitik lebih pendek daripada normalnya.
Sum-sum tulang penghasil sel darah merak tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh
akan sel darah merah.
5. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel

4
sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin yang bentuknya abnormal. Sehingga
mengurangi jumlah oksigen dalam sel.
6. Anemia Aplastik
Anemia yang terjadi karena pembuatan darah merah terganggu. Pada anemia
aplastik, terjadi penurunan produksi sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit).
Anemia aplastik disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus dan terkait
dengan penyakin-penyakit lain.
2.3. Pengertian Anemia Mikrositik
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi berkurang, yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin berkurang (Marizal, 2007).
2.4. Gejala Anemia Mikrositik
Penderita anemia mikrositik akan mengalami tanda-tanda sebagai berikut
(Supandiman,2003):

1. Penurunan berat badan.


2. Mudah kelelahan.
3. Kulit wajah,ujung-ujung jari kaki dan tangan ,lidah serta kelopak mata berwarna
pucat.
4. Sering mengalami pusing.
5. Terkadang mengalami sesak nafas.
6. Terjadi beberapa iritasi terutama dibagian lidah.

2.5. Penyebab Anemia Mikrositik


Penyebab terjadinya anemia mikrositik (Husaini, 1999):

a) Kehilangan besi (perdarahan menahun)


b) Asupan yang tidak adekuat / absorbsi bei yang kurang
c) Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas)
Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik adalah
a. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. Thalasemia (gangguan globin)

5
d. Anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
2.6. Patofisiologi Anemia Mikrositik
Patofisiologi anemia mikrositik (Kohgo,2008):

1.    Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap:

a.       Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin
(simpanan besi).
b.      Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi Hb
masih normal).
c.       Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun
(eritrosit menjadi mikrositik hipokrom).
2.    Anemia pada penyakit kronis
Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang mendasarinya.
Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada feritin yang tinggi dan
TIBC yang rendah.
3.    Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi yang ada di
sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang baru terbentuk dan
menumpuk pada mitokondria perinukleus.
4.    Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena sintesis hb
yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang
normal.
2.7. Etiologi Anemia Mikrositik
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik (Murray,2003):

1. Faktor nutrisi
 kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi dalam asupan
makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah daging, rendah vitamin C.

2. Kebutuhan besi meningkat

6
 prematuritas, anak dalam masa petumbuhan dan kehamilan

3. Gangguan absorbsi besi


 gastrektomi, colitis kronik

4. Perdarahan kronik
 saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker
lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, hemoroid

 saluran genitalia wanita ; menoraghia, mtroraghia

 saluran kemih ; hematuria

 saluran nafas ; hemoptoe

2.8. Pencegahan Anemia Mikrositik


Bila anemia ini disebabkan karena kelainan genetik pada fungsi penyerapan zat
besi, maka penderita cukup mengatasi penyakit ini dengan cukup beristirahat dan
megurangi aktifitas yang terlalu berat agar tubuh tidak mengalami kelelahan. Istirahat juga
akan mengurangi efek letih pusing dan kekurangan tenaga. Bagi seseorang yang normal,
tetap harus mewaspadai gejala anemia mikrositik hipokrom karena penyebabnya juga bisa
dipengaruhi pola makan yang kurang baik. Oleh karena itu cegah penyakit ini dengan
mencukupi asupan gizi dan perbanyak makanan kaya zat besi, asam folat serta Vitamin B.
setiap kali beraktifitas, sempatkan untuk istirahat dan cukupi kebutuhan tidur.
Jadi kesimpulannya, anemia mikrositik hiprokomik sulit disembuhkan bila penyebabnya
dipengaruhi oleh faktor genetik, namun dapat dicegah resikonya bagi orang yang sehat
dengan pola makan dan pola hidup yang baik (Soebroto, 2010).

2.9. Pengobatan Anemia Mikrositik


Adapun pengobatan anemia mikrositik sebagai berikut (Davey, 2005):
1. Anemia defisiensi besi
a) Terapi besi oral Ferro sulfat, mengandung 67mg besi Ferro glukonat,
mengandung 37 mg besi.

7
b) Terapi besi parenteral biasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa
mentoleransi penggunaan besi oral. Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi
intramuskular Ferri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi intravena
lambat atau infus
c) Pengobatan Lain Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani Vitamin C diberikan 3 x 100mg per hari untuk
meningkatkan absorpsi besi Transfusi darah, pada anemia def. Besi dan
sideroblastik jarang dilakukan (untuk menghindari penumpukan besi pada
eritrosit)
2. Anemia pada penyakit kronik. Tidak ada pengobatan khusus yang mengobati penyakit
ini, sehingga pengobatan ditujukan untuk penyakit yang mendasarinya. Jika anemia
menjadi berat, dapat dilakukan transfusi darah dan pemberian eritropoietin.
3. Anemia sideroblastik. Penatalaksanaan anemia ini dapat dilakukan dengan veneseksi
dan pemberian vit b6 (pyridoxal fosfat). Setiap unit darah yang hilang pada veneseksi
mengandung 200-250 mg besi.
4. Thalasemia. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb >10
g/dL. Tetapi transfusi darah yang berulang kadang mengakibatkan penimbunan besi,
sehingga perlu dilakukan terapi kelasi besi

8
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anemia mikrositik adalah suatu keadaan kekurangan besi (Fe) dalam tubuh yang
mengakibatkan pembentukan eritrosit atau sel darah merah mengalami ketidakmatangan
(imatur). Sel darah merah yang terbentuk ukurannya lebih kecil dari normal dan
hemoglobin dalam sel darah merah berjumlah sangat sedikit penyakit ini disebut juga
defisiensi zat besi. Defisiensi besi merupakan penyebab terpenting suatu anemia
mikrositik, dengan ketiga indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) berkurang dan sediaan apus
darah menunjukkan eritrosit yang kecil (mikrositik) dan pucat (hipokrom).
3.2. Saran

Diharapakan agar mahasiswa dapat mempelajari makalah ini agar dapat


mengetahui tentang penyakit anemia serta cara pengobatan.

9
Daftar Pustaka

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta:EGC.

Davey, Patrick. 2005. Medicine at a Glance. Jakarta:EGC.

Depkes. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Depkes RI

Husaini, MA. 1999. Anemia Gizi. Jakarta:Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang.

Kohgo, Y. 2008. Body Iron Metabolismand Pathophisiology of Iron Overload. Internasional


Journal of Hematology, Vol 88 Pg 7-15,11.

Marizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Yogyakarta:Jurnal Kesehatan Masyarakat FK Unad.

Murray, Darryl. 2003. Biokimia Harper. Jakarta:EGC

Soebroto, I. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta:Bangkit.

Supandiman, I Sumatri. 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik.
Bandung: Q-Communication.

10

Anda mungkin juga menyukai