Anda di halaman 1dari 33

PENGKAJIAN PADA ANAK DENGAN KASUS

MYELODYSPLASTIC SYNDROMS (MDS)

Mata Ajar: Pengkajian Onkologi

Disusun Oleh:

Purnomo

2306193235

MEGISTER ILMU KEPERAWATAN ONKOLOGI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas limpahan
dan hidayah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pengkajian “PADA ANAK DENGAN KASUS MYELODYSPLASTIC SYNDROMS (MDS)”

Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih
kepada:

1. Fasilitator ........... yang senantiasa memberikan bimbingan kepada kelompok

2. Teman kelompok yang selalu kompak dalam menjalani proses tugas makalah ini

3. Teman-teman seperjuangan kelas onkologi 2023 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terima kasih atas dukungannya

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini

Kelompok menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan proses pembuatan
laporan selanjutnya.

Depok, September 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI .3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Tujuan 5

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
B. Identitas Klien. 6

2.1.2 Pemeriksaan Fisik.. 7

2.1.3 Riwayat Kesehatan Klien. 7

2.2 Pengkajian Psikologis. 8

2.3 Pengkajian Eliminasi. 8

BAB III KASUS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Myelodysplastic syndromes (MDS) adalah kelompok heterogen dari kondisi
hematologi klonal yang mempengaruhi sel punca hematopoietik di sumsum tulang
dan bermanifestasi sebagai sitopenia perifer dan displasia morfologis yang dapat
terjadi pada ≥1 seri sel mieloid, sekunder akibat hematopoiesis yang tidak efektif dan
morfologi displastik pada komponen hematopoietik dengan kurang dari 20% blast
dalam darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang sering hiperseluler. MDS dapat
disertai dengan rekurensi kelainan genetik dan peningkatan risiko terjadinya
leukemia mieloid akut (AML). Risiko transformasi leukemia ditentukan sebagian
oleh tingkat atipia dari morfologi, persentase blast di sumsum tulang, dan
sitogenetika MDS. MDS merupakan penyakit yang sering ditemukan pada pasien
lanjut usia. Usia rerata saat onset penyakit sekitar 70 tahun. Myelodysplastic
syndrome dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak. Berbeda dengan
dewasa, MDS jarang terjadi pada anak-anak, MDS merupakan 4% dari semua
keganasan hematologi, dengan insiden 1,8/satu juta anak/tahun pada kelompok usia
0-14 tahun, Paparan berkepanjangan terhadap benzena dalam kadar yang tinggi, agen
kemoterapi, agen khusus alkylating, inhibitor topoisomerase, radiasi, merokok,
infeksi virus dan paparan zat kimia di bidang pertanian dapat meningkatkan risiko
terjadinya MDS.
Agen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi dan kerusakan DNA sehingga
hilangnya integritas kromosom. Riwayat klinis, riwayat penggunaan obat-obatan,
riwayat mendapatkan kemoterapi atau radiasi perlu diketahui terlebih dahulu dalam
menegakkan diagnosis Pasien MDS sering bersifat asimptomatis. Manifestasi
penyakit yang khas termasuk kelelahan dan kelemahan yang disebabkan oleh anemia,
infeksi yang disebabkan oleh neutropenia, atau perdarahan yang disebabkan oleh
trombositopenia atau disfungsi trombosit. Berbagai manifestasi penyakit termasuk
perubahan persisten pada garis sel yang menyebabkan komplikasinya masingmasing,
dan sindrom paraneoplastik. Diagnosis MDS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
hematologi, morfologi sel darah tepi dan sumsum tulang yang menunjukkan
sitopenia pada satu atau lebih garis hematopoetik atau displasia pada hapusan darah,
sebagian besar pasien anak lebih sering ditemukan dengan pansitopenia, bukan hanya
anemia (sumsum tulang hiposelular), pemeriksaan lanjutan sitogenetika serta
immunophenotyping, namun dua pemeriksaan terakhir ini tidak tersedia di semua
rumah sakit di Indonesia sehingga diagnosis MDS terbatas pada pemeriksaan
morfologi sel darah dan sumsum tulang.2,3 Prognosis bervariasi dari anemia kronis
ringan hingga pansitopenia berat dan perkembangan cepat ke AML. Prognosis buruk
jika MDS bertransformasi menjadi leukemia akut. Pada makalah pengkajian ini akan
dipaparkan sebuah kasus Myelodysplastic syndrome pada pasien anak.
B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui landasan teori dalam melakukan pengkajian Myelodysplastic
syndrome pasda anak
Tujuan khusus
Untuk memenuhi syarat tugas pada mata kuliah pengkajian onkologi
BAB II
Tinjauan Teori

A. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi terdiri dari darah dan sumsum tulang, organ utama yang
memproduksi sel darah (Jituwiyono, 2018). Sistem limfatik terdiri dari pembuluh
limfatik dan jaringan. Organ dan struktur lainnya, seperti limpa, hati, dan ginjal, juga
melakukan fungsi yang spesifik. Sistem hematologi adalah sistem utama dimana
nutrisi, oksigen, dan unsur lainnya dibawa keberbagai jaringan dalam tubuh. Pada
saat system pernapasan mengatur oksigen dan membawa karbon dioksida ke eritrosit,
maka eritrosit membawa darah ke semua jaringan, dan membawa oksigen/nutrisi,
serta membawa limbah. Jika aliran ini terganggu, tubuh akan mengalami gangguan
ringan hingga parah. Kekurangan aliran darah menyebabkan infark miokard, strok,
dan kematian jaringan. Sistem hematologi memiliki tiga fungsi umum, yakni
transportasi, regulasi, dan perlindungan. Fungsi ini meliputi pengiriman nutrisi dan
oksigen ke sel, pembuangan limbah, regulasi volume darah, produksisel darah dan
antibodi, serta koagulasi darah. Sistem limfatik mengangkut lemak, menguras cairan
interstisial, dan member kekebalan untuk membantu melindungi tubuh dari infeksi.
Sistem yang bisa terlepas dari pembuluh darah ke sirkulasi sistemik.
1. Darah berbeda dari jaringan ikat lainnya, karena selnya tidak tetap, tetapi bergerak
bebas ke semua sel tubuh (Jituwiyono, 2018). Seperti semua jaringan penghubung,
darah terdiri dari elemen seluler dan matriks ekstraseluler. Elemen interseluler
terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan fragmen sel
yang yang disebut trombosit. Sementara itu, elemen ekstraseluler yang disebut
plasma darah, membuat darah menjadi jaringan ikat yang unik karena bersifat
cairan. Cairan ini, yang sebagaian besar air, terus-menerus menahan unsur-unsur
yang terbentuk dan memungkinkan mereka beredar ke seluruh tubuh di dalam
system kardiovaskular. Kebanyakan sel darah memiliki umur yang pendek,
sehingga membuat tubuh untuk mengisi kembali pasokan selnya terus-menerus.
Proses ini disebut hemapoiesis yang utamanya terjadi pada sumsum tulang.
Selama perkembangan embrio dan dalam kondisi lain, hati dan limpa juga bisa
terlibat dalam proses hematopoiesis.
2. Darah adalah cairan yang selalu beredar yang menyediakan nutrisi, oksigen, dan
pembuangan limbah untuk tubuh. Darah sebagian besar cair, dengan banyak sel
dan protein tersuspensi didalamnya, membuat darah “lebih kental” dari pada air
murni. Rata-rata orang memiliki sekitar 5 liter (lebih dari satu galon) darah.
Faktanya sekitar 7-10% berat badan orang dewasa terdiri dari darah. Perempuan
memiliki sekitar 4-5 liter, sedangkan laki-laki memiliki sekitar 5-6 liter. Perbedaan
ini terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh antara laki-laki dan
perempuan. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat
badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45%
sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau
volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40-47. Diwaktu sehat
volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan
osmotic dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Beredar melalui sistem
vascular dan berfungsi sebagai penghubung antara organ tubuh, darah membawa
oksigen yang diserap dari paru-paru dan nutrisi yang diserap dari saluran
gastrointestinal (GI) ke sel-sel tubuh untuk metabolism sel. Darah juga membawa
hormon, antibodi, dan zat lainnya ke tempat yang dibutuhkan. Selain itu, darah
membawa produk limbah yang dihasilkan oleh metabolisme sel ke paru-paru,
kulit, hati, danginjal, dimana mereka ditransformasikan dan dihilangkan dari tubuh
(Smeltzer dkk., 2010).
3. Suhu rata-rata darah adalah 38 derajat celcius dan memiliki pH 7,35-7,45. Seluruh
darah sekitar 4,5-5,5 kali kental seperti air, menunjukan bahwa ia lebih tahan
terhadap aliran dari pada air. Viskositas ini sangat penting untuk fungsi darah
karena jika darah mengalir terlalu mudah atau dengan terlalu banyak resistensi, hal
tersebut bisa menyiksa jantung dan menyebabkan masalah kardiovaskular berat.
Darah di arteri adalah merah yang lebih cerah dari pada darah di pembuluh darah
karena kadar oksigen yang lebih tinggi ditemukan di arteri.
4. Seperti yang disinggung sebelumnya, darah memiliki tiga fungsi utama:
transportasi, perlindungan, dan regulasi. a. Transportasi Darah mengangkut
oksigen dari paru-paru ke sel-sel tubuh untuk metabolisme. Karbon dioksida yang
dihasilkan selama metabolisme dibawa kembali ke paru-paru oleh darah, dimana
sel-sel nutrisi, mengangkut hormon dan membuang produk limbah, dari hati,
ginjal atau ususnya. b. Regulasi Darah membantu menjaga keseimbangan tubuh.
Misalnya, memastikan suhu tubuh tetap terjaga. Hal ini dilakukan baik melalui
plasma darah, yang bisa menyerap atau mengeluarkan panas, serta melalui
kecepatan aliran darah. c. Perlindungan Jika pembuluh darah rusak, bagaian
tertentu dari gumpalan darah bersatu dengan sangat cepat dan memastikan bagaian
luka berhenti berdarah. 2. Sumsum Tulang Menurut Sugeng Jitowiyono (2018,
hal. 11) Sumsum tulang adalah jaringan lunak, berbentuk seperti agar-agar yang
ditemukan pada rongga interior tulang. Berat rata-rata jaringan ini adalah sekitar
4% dari total berat badan atau 2,6 kg pada orang dewasa dengan berat 65 kg. sel
induk (stem cell) dari sel sumsum tulang menghasilkan sel darah dan sel stroma
baru. Sumsum tulang juga merupakan bagian penting dari sistem limfatik. Sistem
tulang terdiri dari sel punca berukuran besar yang didukung oleh jaringan fibrosa,
disebut stroma. Sumsum tulang terdiri dari 2 jenis jaringan seluler. Hal ini
dikarenakan ada 2 tipe utama sel induk. Salah satu jenis sel induk terlibat dalam
produksi sel darah dan yang lainnya terlibat dalam produksi sel stroma (yang
bertanggung jawab untuk stroma pendukung). Ada dua jenis sumsum tulang,
merah atau kuning, tergantung pada apakah sumsum terdiri dari jaringan
hematopoietic (berwarna merah) atau jaringan lemak (berwarna kuning). Kedua
jenis sumsum tulang sangat vaskular, diperkaya dengan banyak pembuluh darah
dan kapiler. Semua jenis sel darah berasal dari 1 sel induk yang umum. Sel induk
ada sepanjang umur seseorang. Sel induk yang umum menghasilkan 2 sel induk
lainnya, sel induk myeloid, dan selinduk limfoid. Sel punca ini membelah
kemudian menghasilkan sel darah merah (trombosit) dan sebagaian besar sel darah
putih disumsum merah. Eritrosit, granulosit, monosit, trombosit, dan limfosit
semuanya terbentuk di sumsum tulang. Limfosit T berasal dari sel punca limfoid
yang bermigrasi ke timus dan berdiferensiasi di bawah pengaruh hormon timus
thymopoietin dan timosin. Tingkat produksi sel darah dikendalikan oleh
kebutuhan tubuh. Sel darah normal bertahan untuk waktu yang terbatas. Sel darah
putih bertahan dari beberapa jam sampai beberapa hari, trombosits selama sekitar
10 hari, dan sel darah merah selama sekitar 120 hari. Sel-sel ini harus diganti
terus-menerus. 3. Sel Darah Menurut Sugeng Jitowiyono (2018, hal. 13) sel darah
terdiri dari :
a. Sel darah merah Sel darah merah atau eritrosit adalah sel darah yang paling
banyak dalam tubuh. Sel darah ini muncul sebagai cakram dengan identitasi di
permukaan dan mereka tidak memiliki inti, eritrosit umumnya berdiameter 6-8
mikrometer dan kebanyakan orang dewasa memiliki 20-30 triliun eritrosit
ditubuh mereka pada titik tertentu. b. Sel darah putih Sel darah putih atau
leukosit adalah salah satu sarana kekebalan tubuh. Sebagai alat pertahanan
tubuh, sel darah putih berfungsi membantu tubuh melawan berbagai penyakit
infeksi. Ada dua jenis sel darah putih, yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit atau sel polimorfonuklear terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan
basofil. Neutrophil berfungsi melawan bakteri dan jamur, eosinofil melawan
parasit yang lebih besar dan memodulasi respon inflamasi dengan alergi, dan
basofil melepaskan histamin untuk menginduksi respon inflamasi.
b. Plasma dan Protein Plasm Menurut Sugeng Jitowiyono (2018, hal. 14) Plasma
darah (trombosit) adalah cairan yang terdiri dari 90% air, dimana darah
tersuspensi. Plasma memungkinkan sel darah bergerak melalui pembuluh
darah, di dalam air yang dikandungnya. Plasma juga terdiri dari mineral, nutrisi,
dan elektrolit. Trombosit protein plasma terdiri atas tiga bagian utama, yaitu
albumin, globulin, dan fibrinogen.
c. lbumin Ini adalah protein plasma yang paling melimpah dalam tubuh (2,8-4,5
g/100ml) dengan mobilias elektroforesis tertinggi.
d. Globulin Globulin adalah protein globular yang memiliki bobot molekul lebih
tinggi dari pada albumin dan tidak larut dalam air murni namun larut dalam
larut garam encer.
e. Fibrinogen Ini adalah protein berserat dengan berat molekul 340.000. jenis
protein plasma ini memiliki 6 rantai polipeptida yang disatukan oleh hubungan
disulfide. Fibrinogrn berperan penting dalam pembekuan darah dimana ia
diubah menjadi fibrin dan thrombin.
5. Sistem retikuloendotelial Menurut Sugeng Jitowiyono (2018, hal. 17) Sistem
retikuloendotelial merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh manusia dan
terdiri dari sel fagositik. Sistem ini terkait erat dengan sistem limfatik karena
keduanya bersifat structural dan fungsional secara independen. Sistem ini
membentuk garis pertahanan tubuh melawan mikroorganisme, karena sifat
amoeboid dan fagositosis selnya. Selain itu, makrofag jaringan limfoid dianggap
terkait dengan meningkatnya respon imun spesifik oleh sel. Banyak situs utama
sistem ini juga merupakan lokasi penting hemopoiesis.
6. Hemostasis
Menurut Sugeng Jitowiyono (2018, hal. 17) Hemostasis adalah proses alami
dimana aliran darah melambat dan membentuk bekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah saat cidera, hemo bermakna “darah” dan stasis yang berarti
“berhenti”.Selama hemostasis, darah berubah dari cairan menjadi seperti agar-
agar. Hemostasis mencakup tiga langkah yang terjadi dalam urutan cepat: a.
Kejang vascular, atau vasokontriksi, kontraksi pembuluh darah yang singkat dan
intens b. Pembentukan sumbat trombosit Pembekuan darah atau koagulasi yang
memperkuat sumbat trombosit dengan fibrin, berfungsi sebagai lem untuk
menahan bekuan tersebut.

B. Pengertian
Myelodysplastic Syndrome ( MDS ) adalah suatu gangguan kolonal sel system
hematopoietic dengan ditandai adanya dysplasia, sitopenia yang cenderung
bertransformasi ke leukemia myeloid akut ( Acute Myeloblasttic leukemia /
AML ). Diplasia dapat terjadi pada > 1 seri sel myeloid yang dapat menyebabkan
hematopoiesis infeksi di darah tepi dan di sumsum tulang dengan jumlah sel blast
<20 %(Neli Agustin & Maani, 2019).
Myelodysplastic Syndromes (MDS) adalah sekelompok dari beragam kelainan
sumsum tulang dimana sumsum tulang tidak menghasilkan sel darah sehat yang
cukup. MDS sering disebut sebagai “gangguan kegagalan sumsum tulang”. MDS
terutama merupakan penyakit pada orang tua, tetapi dapat juga menyerang pasien
yang lebih muda.
Pada stadium awal, pasien dapat memiliki jumlah sel darah yang rendah atau
mungkin memerlukan transfusi darah. Namun pada stadium yang lebih lanjut,
pasien memiliki kondisi yang tidak berbeda dengan Leukemia Myeloid Akut.

3. Klasifikasi
Beberapa jenis sindrom mielodispastik menurut Barbara, 2014:
1. Anemia refraktori: anemia tanpa adanya peningkatan sel blast.
2. Sitopenia refraktori: neutropenia atau trombositopenia tanpa adanya
peningkatansel blast.
3. Anemia refraktori dengan cincin sideroblast: anemia sideroblast tanpa
adanya peningkatan sel blast.
4. Sitopenia refraktori dengan dysplasia multigalur: anemia atau sitopenia
dengandysplasia lebih dari satu galur tanpa adanya peningkatan sel blast.
5. Anemia refraktori dengan sel blast berlebihhan: anemia dan displasia
dengan peningkatan sel blast didarah dan disusum tulang.
6. MDS dengan sel (5)(q) terisolasi: anemia refraktori dengan atau tanpa
cincinsideroblast tanpa peninngkatan sel blast.
MDS terkait terapi: MDS dalam kemoterapi sititoksik atau irradiasi.

4. Etiologi
Penyebab MDS tidak diketahui, tetapi studi menunjukkan, bahwa ada faktor-faktor
risikotertentu, terkait dengan terjadinya penyakit.
1. Faktor-faktor risiko sindrom myelodysplastic
Faktor-faktor lain, bahwa mungkin meningkatkan kemungkinan
mengembangkan MDS termasuk:
Kehadiran anggota keluarga dengan MDS
a. Sindrom genetik tertentu
b. Sindrom Down
c. Fanconi Anemia
d. Neutropenia bawaan
e. Riwayat Keluarga gangguan trombosit
f. Paparan dosis besar radiasi
g. Paparan bahan kimia tertentu, seperti benzena
h. Dampak dari pestisida
i. Terapi radiasi atau kemoterapi untuk pengobatan kanker
j. Merokok.

5. Manifestasi klinis

Ciri umum yang bisa ditemukan pada MDS ini adalah turunya kadar HB atau
trombositatau bahkan leukosit serta eritrosit yang terkadang jauh melampaui
jumlah
normalnya. Namun untuk lebih memastikan seseorang terkena MDS atau bukan ha
ruslah melalui pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP), dimana pada
pemeriksaa ini dapatdiketahui kelainan kelainan bentuk sel serta perubahan
perubahan pada eritrosit danneutrophil.

6. Patofisiologi

MDS berkembang ketika mutasi klonal mendominasi disumsum tulang,


menekan sel induksehat. Mutasi klonal dapat terjadi akibat predisposisi genetik
atau dari kerusakan sel indukhematopoietik yang disebabkan oleh paparan terhadap
salah satu dari berikut ini: kemoterapi sitotoksik, radiasi, infeksi virus, bahan kimia
genotoksik (misalnya benzena).MDS dapat diklasifikasikan sebagai primer atau
sekunder terhadap penanganan kanker lainyang agresif, dengan paparan radiasi,
agen alkilasi, atau inhibitor topoisomerase II; Hal ini juga terjadi pada pasien
dengan transplantasi sumsum tulang autologous. Pada tahap awalMDS, penyebab
utama sitopeni adalah peningkatan apoptosis (kematian sel terprogram).Seiring
perkembangan penyakit dan berubah menjadi leukemia, mutasi gen lebih
lanjutterjadi, dan proliferasi sel leukemia menguasai sumsum sehat.

7. Pemeriksaan Penunjang

Diperkenalkan pada tahun 1997, IPSS diciptakan untuk menerjemahkan


risiko pengembangan penyakit pasien dari deskripsi yang luas ke dalam standar obj
ekti, IPSS mengidentifikasi tiga faktor penyakit pasien berikut:
1. The percentage of marrow leukemic blast cells (blasts).
2. The type of chromosomal changes, if any, in the marrow cells (cytogenetics).
3. The presence of one or more cytopenias (decrease in the number of cells
circulating inthe blood)
Diagnosis Diferensial yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis differensial
adalah penyakit lain yang memiliki gejala pansitopenia. Penyakit yang memiliki g
ejala
pansitopenia adalah fanconi’s anemia, paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PN
H), myelodysplastic syndrome (MDS), myelofibrosis, aleukemic leukemia, dan
pure red cellaplasia. Pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP) dilakukan
untuk mendiagnosa suatu penyakit yang berhubugan dengan kelaian sumsum
tulang

8. Penatalaksanaan

Terapi utama adalah hindari pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab.
Tetapi seringsulit untuk mengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas
atau idiopatik.Terapi suportif diberikan sesuai gejala yaitu: (1) anemia, (2)
neutropenia, dan (3)trombositopenia.
1. Pada anemia. Pada anemia berikan tranfusi packed red cell jika hemoglobin
kurang dari7g/dl, berikan sampai hb 9-10 g/dl1. Pada pasien yang lebih muda
mempunyai toleransikadar hemogoblin sampai 7-8g/dl; untuk pasien yang
lebih tua kadar hemoglobin dijagadiatas 8g/dl4.2.
2. Pada neutropenia. Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus
dalammenjaga perawatan higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering.
Jika terjadi infeksimaka identifikasi sumbernya, serta berikan antibiotik
spektrum luas sebelummendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram
positif atau negatif. Tranfusigranulosit diberikan pada keadaan sepsis berat
kuman gram negatif, dengan netropenia berat yang tidak memberikan respon
terhadap pemberian antibiotik.
3. Pada trombositopenia. Pada trombositopenia berikan tranfusi trombosit jika
terdapat pendarahan aktif atau trombosit kurang dari <20.000/mm.
Terapi jangka panjang terdiri dari: (1) Terapi imunosupresif, dan (2) terapi
transplantasisumsum tulang.
1. Terapi transplantasi sumsum tulang lebih direkomendasikan sebagai terapi
pertama,dengan donor keluarga yang sesuai. Maka karena itu, terapi
imunosupresifdirekomendasikan pada pasien: (a) lebih tua dari 40 tahun,
walaupun rekomendasi berdasarkan dokter dan faktor pasiennya, (b) tidak
mampu mentoleransi transplantasisumsum tulang karena masalah penyakit
atau usia tua, (c) tidak mempunyai donor yang sesuai, (d) akan diterapi
tranplantasi sumsum tulang, tetapi sedang menunggu untukdonor yang sesuai,
dan (e) memilih terapi imunosupresif setelah menimbang faktorresiko dan
manfaat dari semua pilihan terapi.
2. Terapi imunosupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline
(ALG) atauanti thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang
bertujuan untukmenekan proses imunologik. ALG dapat bekerja meningkatkan
pelepasan haemopoeticgrowth factor. Sekitar 40%70% dari kasus memberi
respon terhadap pemberian ALG.Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi
alergi, dengan pasien mengalami demam,athralgia, dan skin rash sehingga
sering diberikan bersamaan dengan kortikosteroid.Siklosporin menghambat
produksi interleukin-2 oleh sel-T serta menghambat ploriferasi sel-T
dari respon oleh interleukin-2. Pasien yang diterapi
dengan siklosporinmembutuhkan perawatan khusus karena obat dapat
menyebabkan disfungsi ginjal danhipertensi serta perlu diawasi hubungan
interaksi dengan obat lainnya.
3. Adapun pengobatan pada MDS ini umumnya hanya sebatas mengatasi gejala
gejala yangtimbul saja seperti tranfusi darah jika kadar hb anjlog, juga tranfusi
trombosit jika
kadarnya juga turun. Namun pada tingkat lanjut pengobatan bisa dengan meng
gunakan sitostatika jenis Dacogen, Lenalidomide oral atau Hydroxyurea
(Hydrea). Menjaga pola hidup sehatdengan memperbaiki pola makan serta
tidak terlalu banyak melakukan aktifitas aktifitasyang berat konon dapat
menyembuhkan penyakit ini atau minimal menjaga penyakit iniagar tidak
berkembang menjadi leukemia akut.
9. Pathway

Parparan zat kimia, (benzana). Paparanradiasi,


idiopatik, genetic tertentu, radiasi
dankemoterapi, merokok

Kerusakan sel induk


hematopoietic, sell stem

Mutasi Klonal pada


sumsum Tulang
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Sel darah dewasa tidak dapat bertahan, lebih cepat
mati saat masih berada disumsum tulang

Myelodisplastic
Syndrom (MDS)

Nause Komposisi darah Juah Perfusi P


a dibawah normal

Leukosit bisa dibawah


Trombosit rendah
normal/lebih tinggi dari hasil Kadar HB rendah
(trombositoprnia)
normal

Resiko pendarahan Resiko infeksi Intolerasi aktivitas

Resiko kerusakan
Gejala Demam
integritas kulit
10. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder


penurunan hemoglobin, Leukopenia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai oksigen dalam sel
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan komponen kadar
HB
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis
5. Hipertermia b.d penyakit
6. Nausea b.d factor penyakit kerusakan sel darah
7. Resiko pendarahan b.d trombositopenia
BAB III
PEMBAHASAN

A. KASUS
 Seorang anak dibawa ke RS oleh orang tuanya dan Ibu klien mengatakan klien
mengalami mual-muntah 2 hari ini, muntah sesekali berisi air sudah tidak ada
ampasnya lagi, demam 4 hari ini naik turun, tampak pucat, tampak bintik-bintik
merah pada permukaan kulit diseluh tubuh, muncul sekitar 2 hari ini, dan rewel
0
mengeluh sakit kepala dan perut, TTV: saat dikaji Nadi : 128 x/mnt, Suhu: 38,3
C, RR: 28 x/mnt, TD:109/74 mmHg, SpO2 : 96%, tampak lemas, dan mukosa
bibir kering, BB: 14 KG, TB : 107 CM. 1 bulan yang lalu dirawat dengan riwayat
sakit Myelodisplastic Syndrom.
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
Dengan modifikasi format Gordon

Tanggal/jam masuk : 28 Oktober 2023, pukul 13.20 WIB


Ruang/kelas : UGD to ruang anak
No.kamar : 14C
Diagnosa medis :-
Tanggal/jam pengkajian : 28 Oktober 2023, pukul 13.20 WIB

A. DATA PASIEN
1. Nama : An. Z
2. Tempat/ tanggal lahir: Rohill/ 16 Agustus 2019 (4 tahun)
3. Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : melayu/Indonesia
6. Pendidikan :-
7. Alamat : xxxx, xxxx

B. DATA PENANGGUNG JAWAB


1. Nama ayah : Tn. N
2. Usia : 37 tahun
3. Pekerjaan : Buruh
4. Pendidikan : SMA
5. Alamat : Bringin, Rohill
6. Nama ibu : Ny. S
7. Usia : 35 tahun
8. Pekerjaan : Buruh
9. Pendidikan : SMA
10. Alamat : xxxxx…xxxxx

C. KELUHAN UTAMA
1. Alasan utama dibawa ke RS :
Ibu klien mengatakan klien mual-mual, muntah sesekali berisi air sudah tidak ada
ampasnya lagi, demam 4 hari ini naik turun, pucat, bintik-bintik merah pada
permukaan kulit diseluh tubuh, dan rewel mengeluh sakit kepala dan perut.
2. Tanda dan gejala yang dilihat oleh orang tua :
Ny. S mengatakan klien mual-mual, muntah sesekali berisi air sudah tidak ada
ampasnya lagi, demam 2 hari ini naik turun, pucat, bintik-bintik merah pada
permukaan kulit diseluh tubuh, dan rewel mengeluh sakit kepala dan perut.

D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU


1. Penyakit waktu kecil : dirawat karena karena kekurangan darah, pernah
tranfusi darah 3 bulan yang lalu.
2. Dirawat di rumah sakit : riwayat opname selama 1 bulan yang lalu, karena
demam terus menurus
3. Obat-obatan yang digunakan : vitamin, obat mual, obat demam, dan obat penamah
nafsu makan (yang diketahui ibunya)
4. Riwayat operasi : tidak ada
5. Riwayat alergi : Ny. S mengatakan klien punya alergi dengan
makanan seafood
6. Riwayat kecelakaan : tidak ada
7. Imunisasi : hepatitis B, BCG, polio. (Yang dinggat Ny. S)

E. RIWAYAT KELUARGA DISERTAI GENOGRAM


1. Riwayat kesehatan keluarga : Tn. N mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes
2. Genogram :

4 th

Keterangan :
: Laki-laki meninggal : laki-laki hidup : Garis keturunan
: Perempuan meninggal : Perempuan hidup : penunjuk pasien
: Tinggal serumah : Garis perkawinan
F. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh : Ny. S dan Tn. N (orang tua kandung)
2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
3. Hubungan dengan teman sebaya : baik
4. Pembawaan secara umum : ramah
5. Lingkungan rumah :-
G. PEMERIKSAAN
1. Keadaan umum : compos mentis, E4V5M6 (GCS : 15)
2. Antropometri
 BB sekarang : 14 kg
 TB : 107 cm
 LILA (untuk anak usia < 2 tahun)
3. Tanda vital dan respon nyeri
 Nadi : 128 x/mnt
 Suhu : 38,3 0 C
 RR : 28 x/mnt
 TD : 109/74 mmHg
 SpO2 : 96%
4. Diagnosis medis : Myelodisplastic Syndrom (MDS)
5. Pengkajian nyeri
Klien tampak menangis rewel

nyeri dirasakan hilang timbul sejak 2 hari ini dan sekali nyeri dirasakan menetap
P: nyeri semakin memberat saat muntah
Q: nyeri seperti menusuk dan berdenyut-denyut
R: nyeri kepala dan perut
S: skala nyeri 6
T: kadang-kadang muncul

Belakang

Depan
6. Pengkajian Mual

- Ny. S mengatakan anaknya mual sejak 2 hari ini, mual disertai muntah hanya berisi
air saja. Tidak ada ampasnya. Dan nafsu makan berkurang;

H. KEBUTUHAN DASAR
1. Pola makan
Pengkajian Saat ini
Jenis nasi, lauk, pauk
Porsi ½ porsi
Frekuensi 3x sehari (200 cc/ 8 jam)
Diet khusus ML tinggi serat dan
laktosa
Makanan yang disukai bola daging
Pantangan seafood
Nafsu makan Kurang
Kesulitan menelan Tidak ada
Gigi palsu Tidak ada
Data tambahan lain Mual saat ingin makan

2. Pola minum
Pengkajian Saat ini
Frekuensi 6-7 kali sehari
Jumlah (cc) ±200 cc/ 24 jam
Jenis Air putih
Data tambahan lain Tidak ada
3. Pola istirahat dan tidur
Pemeriksaan Saat ini
Jml jam tidur siang (jam 12.00 - 15.00 WIB)
3 jam

Jml jam tidur malam (jam 23.00 - 06.00 WIB)


7 jam

Pengantar tidur Tidak ada


Gangguan tidur Sering terbangun ditengah
malam
Perasaan waktu bangun Sedikit lesu

4. Pola aktivitas latihan


Pemeriksaan Saat Sakit
Mandi 4
Gosok gigi 4
Keramas 4
Potong kuku 4
Berpakaian 2
Eliminasi 2
Mobilisasi 2
Ambulasi 2
Naik/turun tangga 2
Rekreasi 2

Skor :
0 : Mandiri
1 : Dibantu sebagian
2 : Perlu bantuan orang lain
3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
4 : Tergantung/tidak mampu

5. Aktivitas bermain : saat sakit An. Z lebih banyak beristirahat di tempat tidur, dan
jarang bermain dengan temannya saat dirumah.
6. Aktivitas : bermain ditempat tidur
7. Pola eliminasi
Pemeriksaan eliminasi Saat ini
urin
Frekuensi/hari 4-5 kali sehari
Pancaran (Kuat, lemah, Kuat
menetes)
Jumlah/BAK 4-5 kali sehari
Bau Khas urin
Warna Kuning pekat
Perasaan setelah BAK -
Total Produksi urin/hari ± 1200 cc/ 24 jam
(cc)
Kesulitan BAK Tidak ada
Pemeriksaan eliminasi Saat sakit
alvi
Frekuensi 1 kali sehari (terkadang
tidak BAB dalam 1 hari)
Konsistensi Lunak
Bau Bau khas feses
Warna Coklat
Jumlah/ hari ± 100 cc/ 8 jam
Kesulitan BAB Tidak ada

Balance Cairan
Pemeriksaan Jenis (cc/ 24 jam) Total (cc/ 24 jam)
Intake Minum : 1000 cc 1920cc
Makan : 200 cc
Infus KA EN 3B : 720 cc
Output Urine : 1000 cc 1760cc
Feses : 100 cc
Muntah : 00 cc
IWL : 360 cc
Total Total intake-total output + 160 cc

I. KESEHATAN SAAT INI


Pemeriksaan fisik
a. Kepala
1) Inspeksi (kulit, rambut, muka) : kulit wajah putih (pucat) dan bintik-
bintik merah pada seluruh permukaan kulit, rambut bersih dan keriting,
rambut berwarna hitam, dan muka bersih.
2) Palpasi : tidak ada benjolan atau luka diarea
wajah.
b. Sistem sensori persepsi
1) Mata
a) Inspeksi : konjungtiva anemis, sklera putih bening (tidak
ikterik), pupil bulat (isokhor), tidak ada perdarahan, pandangan tidak
kabur, dan merangsang cahaya dengan baik, palpebra elastis serta
persebaran bulu mata baik, dan lensa normal (tidak keruh).
b) Palpasi : tekanan intra okular normal (cairan air mata keluar
melalui sudut dranase mata).
2) Hidung : terlihat bersih, tidak keluar darah, tidak terdapat
sumbatan, fungsi pembau normal, dan simetris antara lubang hidung kanan
dengan kiri.
3) Mulut dan gigi : membran mukosa kering, kulit bibir berwarna sedikit
pucat, tidak ada luka, gigi karies, gusi tidak berdarah.
4) Telinga : terlihat bersih, tidak ada secret yang keluar dari
telinga, fungsi pendengaran baik, dan simetris antara telinga kanan dengan
kiri.
5) Leher : kulit bersih, tidak adanya benjolan, warna kulit putih,
tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid, serta tidak ada luka.
c. Dada (paru-paru)
1) Inspeksi : bentuk dada normal chest (simetris antara kanan dan
kiri), dan frekuensi nafas 28 x/menit.
2) Palpasi : getaran antara dada kiri dan kanan sama (normal)
3) Perkusi : suara sonor
4) Auskultasi : suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas
tambahan.
d. Jantung
1) Inspeksi : bentuk normal dan tidak tampak iktus cordis
2) Palpasi : iktus cordis tidak teraba pada sela antara ICS IV dan
V pada linea clavikularis kiri, dan CRT > 2 detik.
3) Perkusi : batas jantung tampak atas ICS II pada sinistra, bawah
ICS V mid clavicula sinistra, kiri ICS V mid clavicula sinistra, dan kanan ICS
IV linea para sternalis dextra. Selain itu tidak adanya pembesaran jantung.
4) Auskultasi : bunyi jantung lub dup, tidak ada bunyi tambahan
e. Tengkuk
1) Inspeksi : bentuk normal dan tidak membengkok, warna kulit
putih, dan tidak ada luka.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakakan
f. Punggung
1) Inspeksi : warna kulit putih, bentuk normal dan tidak
membengkok, dan tidak ada luka.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
g. Sistem gastrointestinal
1) Inspeksi : bentuk perut tidak bunci, tidak ada bekas jahitan
operasi, tepi perut perut simetris, tidak adanya benjolan, dan tidak terdapat
bendungan pembuluh darah.
2) Auskultasi : peristaltic usus/ bising usus 28 x/mnt
3) Perkusi : terdapat pekak, tidak ditemukan ascites, dan perut
kembung.
4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ditemukan massa, tidak
ditemukan benjolan, tidak ada pembesaran hepar dan lien.
h. Sistem reproduksi (genetalia)
1) Inspeksi : ukuran tampak besar dari ukuran nornamlnya
2) Palpasi : tidak terkaji (karena nyeri bila dipeggang)
i. Rektum
1) Inspeksi : tidak terkaji
2) Palpasi : tidak terkaji
j. Ekstremitas
1) Inspeksi : tidak ada luka, warna kulit putih, tidak ada benjolan,
dan terpasang infus dengan cairan KA EN 3 B 20 cc/jam pada tangan kanan.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan, tidak
ada ascites, dan CRT > 2 detik.
k. Sistem integumen (kulit)
1) Inspeksi : warna kulit putih (Sedikit Pucat), tidak ada bekas
luka, dan tidak ada pembengkakan.
2) Palpasi : turgor kulit elastis dan kembali pada batas normal,
cafillary reffil time > 2 detik, tidak terdapat pitting oedem, suhu kulit hangat
(38.3 0C).
l. Sistem persyarafan
1) Sistem sensorik : telapak kedua tangan dan kaki dapat merasakan benda
permukaan tajam (respon +), tumpul (respon +), halus (respon +), dan kasar
(respon +).
2) Sistem motorik : pasien dapat berdiri seimbang dan kedua ekstremitas
dapat digerakan secara bebas.
m. Sistem muskuloskeletal
1) Kekuatan otot
 Ekstremitas superior dextra : skala 5/5 kekuatan otot normal (pasien
mampu melakukan gerakan penuh, melawan gravitasi dan tahanan
penuh), terpasang infus dengan cairan KA-EN 3A 30 cc/jam.
 Ekstremitas superior sinistra : skala 5/5 kekuatan otot normal (pasien
mampu melakukan gerakan penuh, melawan gravitasi dan tahanan
penuh).
 Ekstremitas inferior dextra : skala 5/5 kekuatan otot normal (pasien
mampu melakukan gerakan penuh, melawan gravitasi dan tahanan
penuh).
 Ekstremitas inferior sinistra : skala 5/5 kekuatan otot normal (pasien
mampu melakukan gerakan penuh, melawan gravitasi dan tahanan
penuh).
R L
5 5

5 5

J. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Personal social
An. Z sudah mampu memakai sendok garpu sendiri, melepas dan memakai pakaian,
menggosok gigi, mandi sendiri.
An. Z juga sudah memiliki kesukaan dengan menyanyi, menari.
2. Adaptif motorik halus
Menggambar orang, lengkap dengan bagian tubuhnya seperti kepala, tangan, kaki,
telinga, rambut, mata, hidung, dan mulut.
Sudah bisa menyusun balok menjadi menara dengan memakai 5-9 buah balok.
3. Bahasa
An. Z berbicara dengan pelafalan semakin jelas dan mudah dimengerti. Sudah bisa
menceritakan kembali kisah yang didengarnya, lalu menyusun kalimat terdiri dari 5
kata. Anak juga sudah bisa menyebutkan dan menunjukkan 1-6 jenis warna. sudah
mulai bicara dengan keterangan waktu yang tepat
4. Motorik kasar
An Z aktif bergerak sudah pandai berlari, memanjat, melompat di tempat, mampu
menyeimbangkan tubuh selama 1-6 detik dengan mengangkat satu kaki, melompat-
lompat seperti kelinci, bahkan sampai jungkir balik.

K. Risiko Jatuh (Humpty Dumpty)


Parameter Kriteria Sk Nil
or ai
Umur < 3 tahun 4
3-7 tahun 3 3
7-13tahun 2
13-18 tahun 1
Jenis kelamin Laki 2 2
Perempuan 1
Diagnosis Kelainan neurologi 4

Gangguan oksigenasi 3 3
(gangguan pernapasan,
dehidrasi, anemia,
anoreksia,
sinkop, sakit kepala, dll)
Kelemahan fisik/kelainan
psikis
Ada diagnosis tambahan
Gangguan kognitif Tidak memahami 3
keterbatasan
Lupa keterbatasan 2
Orientasi terhadap kelemahan 1 1
Faktor lingkungan Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur
Pasien menggunakan alat 3
bantu
Pasien berada di tempat tidur 2 2
Pasien berada di luar area 1
ruang
perawatan
Respon Kurang dari 24 jam 3

terhadap
operasi/obat
Kurang dari 48 jam 2
Lebih dari 48 jam 1 1
Penggunaan obat Penggunaan obat sedative 3
(kecuali pasien ICU yang
menggunakan sedasi dan
paralisis). Hiponotik,
barbitural, fenotazin,
antidepresan,
laksatif/diuretik,
narotik/metadon
Salah satu obat di atas 2
Pengobatan lain 1 1
Total 14
Keterangan (tingkat risiko dan tindakan)

L. Skor 7 – 11 : risiko rendah untuk jatuh


M. Skor ≥ 12 : risiko tinggi untuk jatuh
N. Skor minimal : 7
O. Skor maksimal : 23

P. INFORMASI LAIN
1. Hasil laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.6 10.7-14.7 g/dL
Hematokrit L 19.2 33.0-45.0 %
Eritrosit L 2.7 3.8-5.2 Juta/uL
Leukosit L 48.49 4.50-13.50 Ribu/uL
Trombosit L 29 150-500 Ribu/uL
MCV 85.9 69.0-93.0 fL
MCH 19.6 22.0-34.0 pg
MCHC 24.2 32.0-36.0 g/dL
RDW-SD 33.5 39.0-47.0 fL
RDW-CV 8 10-20 %
Eosinofil% 1.8 1.0-5.0 %
Basofil% 0.2 0-1 %
Linfosit% H 52 25-50 %
Monosit% 4.8 1-6 %
Neutrofil% H 85.3 50-70 %
Immature Granulocyte% 0.7 %
NRBC% 0.0 %
˄
Eosinofil# 0.03 10 3/uL
Basofil# 0.03 10˄3/uL
Limfosit# 1.73 10˄3/uL
Monosit# 0.88 10˄3/uL
Neutrofil# 15.57 10˄3/Ul
NLR H 9.00 <3.13
ALC 1730 >1500 /uL
PDW 8.5 8.0-18.0 fL
MPV 8.7 7.2-11.1 fL
P-LCR 13.5 %
CRP 138.3 0.0-5.0 Mg/L

Elektrolit: 129 135 - 145 mEq/L


Natrium 3.2 3.5 - 4.5 mEq/L
Kalium 93 96-113 mEq/L
klorida

Terapi:

No Obat Dosis Cara

pemberian

1 KA-EN 3A 20 cc/jam IV

2 Sanmol Infus 250 mg/8 jam iv

3 Ranitidine 2x 15 mg IV

4 Ondancentron 2x 4 mg IV

5 PRC LD NAT 2X200 ML IV

6 Tromboapheresis 300 cc iv

7 Merosan 3X500 mg iv
ANALISA DATA

NO. Data Fokus Problem Etiologi Kode Nama

1 DS : Hipertermia Proses penyakit (MDS) D.0130


 Ny. S mengatakan anaknya demam sejak 4 hari yang
lalu naik turun,

DO :
 KU : composmentis (E4V5M6)
 Pemeriksaan ttv :
HR : 128 x/mnt
T : 38.3 0 C
RR : 28 x/mnt
TD : 109/74 mmHg
SpO2 : 96%
 Kulit wajah pasien tampak pucat
 Muka bibir kering
2 DS : Nyeri akut Agen pencedera D.0077
 Pasien mengatakan : fisiologis (MDS)
O: Ny. S mengatakan klien mengeluh nyeri, dirasakan
hilang timbul,
P: nyeri terasa saat terasa mual dan muntah
Q: nyeri terasa menusuk diperut dan berdenyut dikepala
R: nyeri kepala dan perut
S: skala nyeri 6
T: kadang-kadang muncul

DO :
 KU : composmentis (E4V5M6)
 Pemeriksaan ttv :
HR : 128 x/mnt
T : 38.3 0 C
RR : 28 x/mnt
TD : 109/74 mmHg
SpO2 : 96%
 Pasien tampak meringis
3 DS : Nausea Distensi lambung D.0076
 Ibu klien mengatakan mual muntah 2 hari ini muntah (kembung)
berisi air saja, tidak ada ampasnya, dan nafsu makan
berkurang

DO :
 KU : composmentis (E4V5M6)
 Pemeriksaan ttv :
HR : 128 x/mnt
T : 38.3 0 C
RR : 19 x/mnt
TD : 109/74 mmHg
SpO2 : 96%
 Pemeriksaan abdomen : terdapat pekak dan perut
kembung, peristaltic usus/ bising usus 28 x/mnt
 Pasien tampak mual dan lemas
4 DS : Resiko perdarahan Gangguan koagulasi D.0012
 Ibu klien mengatakan terdapat bintik-bintik merah pada (trombositopenia)
permukaan kulit di bagian seluruh rubuh, bintik- bintik
ini muncul 2 hari ini
DO :
 KU : composmentis (E4V5M6)
 Pemeriksaan ttv :
HR : 86 x/mnt
T : 38.3 0 C
RR : 28 x/mnt
TD : 119/78 mmHg
SpO2 : 96%
 Hasil pemeriksaan hematologi : eritrosit rendah 2.7
juta/uL dan trombosit rendah 29 ribu/uL
5.
Diagnosa keperawatan prioritas :

1. Hipertermia b.d proses penyakit (MDS)


2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (MDS)
3. Nausea b.d distensi lambung (kembung)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition.


Missouri:Elseiver Mosby
Herdman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition
and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta
Jane Bain, Barbara. (2014). Hematologi: Kurikulum inti. Barbara Jane Bain; Alih
Bahasa, Anggraini Iriani, dkk. Jakarta: EGC.
Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Di
agnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
Thaha,Wiradewi, L.AA,Sutirta, Y. (2014).
Diagnosis, Diagnosis Differensial dan Penatalaksanaan Immunosupresif dan Tera
pi Sumsum Tulang pada Pasien Anemia Aplastik Sanglah Denpasar: Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana.What are the key statistics about myelodysplastic
syndromes? American Cancer Society. Available.
at http://www.cancer.org/cancer/myelodysplasticsyndrome/detailedguide/
myelodysplasticsyndromes-key-statistics.

Anda mungkin juga menyukai