Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah sejenis penyakit pertumbuhan yang berlebihan, dari sel jaringan

tubuh yang asalnya normal berubah menjadi tidak normal dan bersifat ganas. Sel-sel

tersebut tidak terkontrol dan tidak terbentuk. Kanker dapat menyerang bagian tubuh

siapa saja baik itu bayi, anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini penyebab kanker

belum dapat dipastikan. Khusus kanker untuk anak, penyebabnya diperkirakan

merupakan gabungan antara faktor genetik dan lingkungan (Siswono, 2004).

Jenis kanker yang paling sering terjadi pada anak – anak adalah leukemia (kanker

darah), tumor otak, retinoblastoma, kanker kelenjar getah bening, tumor Wilms,

rabdomiosarkoma dan osteosarkoma. Penyakit leukemia merupakan kanker yang paling

banyak dijumpai dan menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak di Indonesia,

namun penanganan kanker tersebut masing sangat lambat. Itulah sebabnya lebih dari

60% anak penderita kanker yang ditangani secara medis seringkali sudah memasuki

stadium lanjut (Permono, 2006).

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum

tulang yang ditandai oleh proliforasi sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya sel-

sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel

leukosit. Leuksit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan

fungsinya menjadi normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah

merah normal terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik

(Wong, 2008).

1
2

Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah

satu jenis leukemia, dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid

(ditemukannnya sel mieloid: granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML meliputi

leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut,

leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut. Pada keadaan leukemia

terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, sering disertai bentuk leukosit yang lain

dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan hipertrofi ginggiva,

kloroma spinal (lesi massa), lesi nekrotik atau ulserosa perirekal, hepatomegali dan

splenomegali (50% anak) dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 2005).

Insidensi leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk/tahun, untuk

insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di

Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun (Supriatna,

2002). Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama

bulan Agustus-Desember tahun 2006 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33

penderita leukemia, dengan 10 orang menderita AML (40% ) dan 15 orang menderita

AML (60 %) ( Boediwarsono, 2008).

Yayasan Onkologi Anak Indonesia/ YOAI (2006) menyebutkan, setiap tahun ada

4.100 anak terkena kanker. Leukemia bisa menyerang anak dari berbagai golongan umur,

mulai dari anak balita hingga menjelang dewasa muda, bahkan orang dewasa. Pada anak,

leukemia bahkan bisa terjadi sejak anak dilahirkan. Penyakit leukemia ini bisa

disembuhkan jika diketahui pada stadium dini, namun kebanyakan orang tua baru

membawa anaknya berobat kerumah sakit saat sudah mencapai stadium lanjut yakni

stadium dua dan tiga. Pengobatan penyakit leukemia ini membutuhkan waktu yang

cukup lama. Paling cepat lima tahun bahkan bisa lebih jika saat ditemukan sudah
3

mencapai stadium tiga. Pengobatannya sendiri merupakan kombinasi antara lain operasi,

radioterapi dan kemoterapi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis di ruang anak Merak 1

Non Infeksi diketahui bahwa jumlah penderita leukemia pada anak saat ini menempati

posisi 1 di ruangan tersebut, jumlah ini didapat dari keseluruhan anak yang sedang

mengalami kemoterapi dan anak yang baru didiagnosa menderita leukemia,untuk

penderita AML sendiri dalam 3 bulan terakhir berjumlah sebanyak 5 orang. Berdasarkan

uraian diatas maka kelompok tertarik mengangkat kasus Acute Nonlymphoid

(myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML), karena AML merupakan salah satu

penyakit keganasan yang berkaitan dengan system imunologi. Adapun system imunologi

ini adalah sub pokok bahasan penting dalam Mata Kuliah Praktik Profesi Keperawatan

Anak. Penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai topik penulisan makalah

kelompok dengan judul “Asuhan keperawatan An. K dengan Acute Nonlymphoid

(myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) di Merak 1 Non Infeksi RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru tahun 2013”

B. Rumusan Masalah

Faktor penyebab AML yang belum dapat diidentifikasi menyebabkan jumlah

penderita leukemia tidak dapat diperkirakan setiap tahunnya. AML ini seringkali diderita

oleh anak berusia 3-4 tahun (80%), hal ini jelas nantinya tidak hanya akan menjadi

sebagai suatu masalah kesehatan namun dikhawatirkan juga akan mempengaruhi tahapan

tumbuh kembang pada anak. Untuk itu penulis ingin melakukan asuhan keperawatan

mengenai AML di ruangan Merak 1 Non Infeksi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada Pasien

dengan AML di Ruangan Merak 1 Non Infeksi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

b. Tujuan Khusus

1) Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian AML

2) Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis-jenis AML

3) Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi AML

4) Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi AML

5) Mahasiswa mengetahui dan memahami manifestasi klinis AML

6) Mahasiswa mengetahui dan memahami pemeriksaan dan diagnosis AML

7) Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan AML

8) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan AML

9) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pasien

10) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah

11) Mampu melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun

12) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan kepada

pasien
5

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengidentifikasi tindakan keperawatan yang

perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pelaksanaan perawatan pasien dengan

AML

2. Bagi instansi tempat penelitian

Sebagai bahan informasi dan bahan bacaan khususnya tentang masalah AML dan

sebagai motivasi bagi tenaga kesehatan di RSUD Arifin Achmad dalam upaya

menurunkan angka kejadian AML.

3. Bagi penulis

Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan serta menambah ilmu dan wawasan

pembaca sehubungan dengan masalah AML.


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Darah

1. Pengertian

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi

mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam

dan basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas

tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh

tubuh; dan pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke

sasaran. (syaifuddin, 2003: 34)

2. Fungsi Darah

Menurut Evelyn 2002 fungsi darah adalah sebagai alat pengangkut, sebagai

pertahanan tubuh dan menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

a. Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia,

oksigen dan zat kimia yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya

dapat dijalankan dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya.

b. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian

dari karbon dioksida.

c. Sel darah putih menyediakan banyak baha pelindung dank arena grrakan

fagositosis dari beberapa sel maka melindungi tubuh dari serangan bakteri.

d. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan;

menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima

makanannya. Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke

berbagai organ exkretorik untuk dibuang.

e. Harmoni dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah.

6
7

3. Bagian-bagian Darah

a. Sel darah merah

Jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk darah merah seperti saluran

bikokaf tersebut mempunyai inti, warnanya kuning kemerah-merahan, sifatnya

kenyal sehingga bisa berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang sudah

(Syaifuddin, 2003)

Sel darah merah atau eritrosit berupa saluran kecil, cembung pada kedua

sisinya sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang

saling bertolak belakang (Evelyn, 2002)

b. Sel darah putih

Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar 2X sel darah

merah, tetapi jumlahnya lebih kecil (Evelyn, 2002). Bentuknya bening dan tidak

berwarna ukurannya lebih besar dari pritosit, dapat berubah-rubah dan bergerak

dengan perantaraan kaki palsu (stubepodia) mempunyai bermacam-macam inti sel

dan banyak (Syaifuddin, 2003).

Sel polimorfonulitear dan monosit normal dibentuk hanya dalam sumsum

tulang, sebaliknya limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ

limfogen termasuk kelenjar limpa, limpa kelenjar timus forsit dan sisa limfoid

yang terletak dalam usus dan ditempat lain (Syaifuddin, 2003).

c. Trombosit

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah.

Peranannya penting dalam penggumpalan darah. (Evelyn, 2002). Trombosit

merupakan benda-benda kecil yang mati. Bentuk dan ukurannya bermacam-

macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong, warnanya putih. Trombosit

bukanlah sel melainkan berbentuk keeping-keping yang merupakan bagian-bagian


8

terkecil dari sel besar. Trombosit dibuat di susunan tulang, paru-paru dan limpa

dengan ukuran kira-kira 2 – 4 miliron umur peredarannya sekitra 10 hari.

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang di dalam pembuluh darah yang warnanya

merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya oksigen dan

karbondioksida di dalamnya. Darah yang mengandung karbondioksida warnanya merah

tua.Fungsi darah adalah sebagai alat pengangkut, sebagai pertahanan tubuh dan

menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

Darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel darah yang terdiri dari eritrosit (sel darah

merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (pembeku darah) dan plasma darah.Eritrosit

berfungsi untuk mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan

mengikat karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.

Leukosit berfungsi untuk membunuh bibit penyakit yang masuk ke tubuh dan sebagai zat

pengangkut zat lemak dari dinding unsur melalui limpa terus ke pembuluh darah.

Trombosit berfungsi dalam pembekuan darah.Plasma darah sebagian besar terdiri dari air

dan zat-zat di dalamnya misalnya zat makanan, hormon anti body dan lain-lain

(Syaiffudin,2005).

B. Acute Nonlymphoid (Myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML)

1. Anatomi Fisiologi

Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk memberantas bermacam-

macam bahan yang infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri dari Leukosit (sel darah

putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Pertahanan tubuh melawan

infeksi adalah peranan utama dari leukosit atau sel darah putih. Jumlah normal sel

darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm³. Lima jenis sel darah putih yang

sudah diidentifikasikan dalam darah perifer adalah: netrofil (62,0%) dari total),
9

eosinofil (2,3%); basofil (0,4%); monosit (5,3%); limfosit (30,0%). Leukosit ini

sebagian dibentuk dalam sum-sum tulang belakang (granulosit dan monosit dan

sebagian limfosit). Granulosit dan monosit hanya ditemukan dalam sum-sum tulang.

Limfosit dan sel plasma diproduksi dalam berbagai organ limfogen, termasuk

kelenjar limfe, limpa, timus tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dimana saja

dan dalam tubuh, terutama dalam sum-sum tulang dan plak Peyer di bawah epitel

dinding usus. Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai

bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih adalah

bahwa kebanyakan ditranspor secara khusus kedaerah yang terinfeksi dan mengalami

peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap

bahan infeksius yang mungkin ada.

Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sum-sum tulang, normalnya

adalah 4-8 jam dalam darah sirkulasi, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan. Pada

keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan seringkali berkurang

sampai hanya beberapa jam, karena granulosit dengan cepat menuju daerah infeksi,

melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri

dimusnahkan. Monosit juga mempunya masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam,

berada dalamdarah sebelum mengembara melalui membrane kapiler ke dalam

jaringan. Begitu masuk kedalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya

menjadi besar sekali untuk menjadi magrofag dan dalam bentuk ini, sel-sel tersebut

dapat hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, kecuali kalau mereka

dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik. Trombosit dalam darah akan diganti

kira-kira setiap 10 hari atau dengan kata lain, setiap hari terbentuk kira-kira 30.000

trombosit permikroliter darah (Gibson, 2002).


10

a. Granulosit

Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya. Granulosit memiliki

diameter 10-12 µm, dengan demikian lebih besar daripada eritrosit. Dengan

bertambah tuanya granulosit, nukleus terbagi menjadi beberapa lobus: sesuai

dengan namanya leukosit polimorfonuklear (polimorf)

b. Limfosit

Limfosit memiliki nukleus besar bulat atau agak berindentasi, dengan menempati

sebagian besar sel. Limfosit berkembang di dalam jaringan limfe. Ukuran

bervariasi dari 7-15 µm.

c. Monosit

Monosit adalah sel besar, berdiameter sampai 20 µm, dengan nucleus oval atau

berbentuk ginjal. Monosit dibentuk di dalam sum-sum tulang.

d. Trombosit

Adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sum-sum tulang, dan hidup

sekitar 10 hari. Sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa; sisanya bersirkulasi

da dalam darah, di dekat endotel (bagian terdalam lapisan pembuluh darah)

2. Defenisi

Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem

hematopoietik yang mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan

pada sel-sel darah merah namun sangat jarang . Sehingga terjadi ekspansi progresif

dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia

beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari sel-sel darah normal lainnya

(Gale, 2000).
11

Leukimia mieloblastik akut (AML) adalah suatu penyakit yang ditandai

dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri

mieloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat

dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960

pengobatan AML terutama bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu

pengobatan penyakit ini berkembang secara cepat dan dewasa ini banyak pasien AML

yang dapat disembuhkan dari penyakitnya. Kemajuan pengobatan AML ini dicapai

dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi dengan

dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang lebih baik seperti

antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping

pengobatan (Bakta, 2007).

3. Etiologi

Penyebab Akut Limfoblastik Leukimia (AML) sampai saat ini belum jelas, diduga

kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan,

yaitu:

a. Faktor Predisposisi

1) Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia; kelainan

kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi

umumnya); sindrom Bloom.

2) Virus

Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia

mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari

virus). Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat

berakhir dengan leukemia.


12

3) Radiasi ionisasi

Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama

kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja,

maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti

benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.

Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada insidens

penyamakan kulit di negara berkembang, diketahui merupakan zat

leukomogenik untuk AML. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat

menyebabkan AML. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi

kasus leukemia, termasuk AML, pada orang-orang yang selamat bom atom di

Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion

radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan

mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman.

4) Herediter

Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada kembar

monozigot.

5) Obat-obatan

Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

b. Faktor Lain

1) Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol,

arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

2) Faktor endogen seperti ras

3) Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang

dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).


13

4) Faktor lain yang dapat memicu terjadinya AML adalah pengobatan dengan

kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. AML akibat terapi adalah

komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma

multipel, kanker payudara, kanker ovarium, dan kanker testis. Jenis terapi

yang paling sering memicu timbulnya AML adalah golongan alkylating agent

dan topoisomerase II inhibitor.

4. Patogenesis

Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan

proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat

terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang

akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan

mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome)

yang ditandai dengan adanya sitopenia ( anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya

anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan

sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,

sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi,

termausk infeksi oportunis dari flora normal bakteri yang ada di dalam tubuh manusia.

Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar

sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan

lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala

akibatnya (Price & Wilson, 2006).

Sel ganas pada AML myeloblast tersebut. Dalam hematopoiesis normal,

myeloblast merupakan prekursor belum matang myeloid sel darah putih, sebuah

myeloblast yang normal secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah dewasa putih.
14

Namun, dalam AML sebuah myeloblast tunggal akumulasi perubahan genetik yang

"membekukan" sel dalam keadaan imatur dan mencegah diferensiasi. Seperti mutasi

saja tidak menyebabkan leukemia, namun ketika seperti "penangkapan diferensiasi"

dikombinasikan dengan mutasi gen lain yang mengganggu pengendalian proliferasi,

hasilnya adalah pertumbuhan tidak terkendali dari klon belum menghasilkan sel, yang

mengarah ke entitas klinis AML.

Sebagian besar keragaman dan heterogenitas AML berasal dari kenyataan

bahwa transformasi leukemia dapat terjadi di sejumlah langkah yang berbeda di

sepanjang jalur diferensiasi. Skema klasifikasi modern untuk AML mengakui bahwa

karakteristik dan perilaku dari sel leukemia (dan leukemia) mungkin tergantung pada

tahap di mana diferensiasi dihentikan. Spesifik sitogenetika kelainan dapat ditemukan

pada banyak pasien dengan AML, jenis kelainan kromosom sering memiliki makna

prognostik. Para translokasi kromosom yang abnormal menyandikan protein fusi,

biasanya faktor transkripsi yang mengubah sifat dapat menyebabkan penangkapan

diferensiasi. Sebagai contoh, pada leukemia promyelocytic akut, translokasi

menghasilkan protein fusi PML-RARα yang mengikat ke reseptor unsur asam retinoat

dalam beberapa promotor myeloid-gen spesifik dan menghambat diferensiasi

myeloid. Klinis tanda dan gejala hasil AML dari kenyataan bahwa, sebagai klon

leukemia sel tumbuh dan cenderung untuk menggantikan atau mengganggu

perkembangan sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan

neutropenia, anemia, dan trombositopenia (Ngastiyah, 2005).

5. Manifestasi Klinik

Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien AML tidak selalu

dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus AML, sedang 15%
15

pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% mengalami

netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah

tepi akan ditemukan pada 85% kasus AML. Oleh karena itu sangat penting untuk

memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk

menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita AML.

Tanda dan gejala utama AML adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi

yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana telah

disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia

yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi

dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai

dengan DIC. Kasus DIC ini pling sering dijumpai pada kasus AML tipe M3. Infeksi

sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektl, sehingga organ-

organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien AML dengan demam.

Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100

ribu/mm3), sering terjadi leukositosis, yaitu gumpalan leukosit yang menyumbat

aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukositosis sangat bervariasi,

tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan

kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus.

Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi

tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan

leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,

sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah

kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan meninbulkan nyeri tulang

yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakkan gusi sering dijumpai

sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada AML
16

juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan untuk penegakan

diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro spinal yang diambil

melalui prosedur pungsi lumbal.

6. Pemeriksaan Penunjang

Secara klasik diagnosis AML ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,

morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua

dekade tahun yang lalu berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru:

immunophenotyping dan analisis sitogenik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel

dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi Amerika, Perancis dan Inggris

pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi AML yang terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai

dengan M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (French American

British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar AML.

Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien AML adalah Sudan Black B (SSB)

dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan

hasil positif pada pasien AML tipe M1, M2, M3, M4, dan M6 (Ngastiyah, 2005).

Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap jenis sel darah

yang berbeda dan melihat apakah mereka berada dalam batas normal. Dalam AML,

tingkat sel darah merah mungkin rendah, menyebabkan anemia, tingkat-tingkat

platelet mungkin rendah, menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah

putih mungkin rendah, menyebabkan infeksi.

Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang

mungkin dilakukan jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum tulang,

jarum berongga dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan sejumlah kecil

dari sumsum dan tulang untuk pengujian di bawah mikroskop. Pada aspirasi sumsum
17

tulang, sampel kecil dari sumsum tulang ditarik melalui cairan injeksi. Pungsi lumbal,

atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk melihat apakah penyakit ini telah

menyebar ke dalam cairan cerebrospinal, yang mengelilingi sistem saraf pusat atau

sistem saraf pusat (SSP) - otak dan sumsum tulang belakang (Price & Wilson, 2006).

Tes diagnostik mungkin termasuk flow cytometry penting lainnya (dimana

sel-sel melewati sinar laser untuk analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi

untuk membedakan antara jenis sel kanker), Sitogenetika (untuk menentukan

perubahan dalam kromosom dalam sel), dan studi genetika molekuler (tes DNA dan

RNA dari sel-sel kanker). Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa

pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count

(CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound,

Spinal tap/lumbar puncture

Kelainan hematologis yang sering muncul dalam pemeriksaan darah adalah:

a. Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.

b. Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 10 3 /mm3. Leukosit yang ada

dalam darah tepi terbanyak adalah myeloblas.

c. Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung

“badan auer” suatu kelainan yang pathogonomis untuk AML.

7. Diagnosis Banding

Leukemia mieloblastik akut harus dibuat diagnosa banding dan semua

leukemia akut dan anemia aplastik. Apabila ditemukan “Auer body” maka

diagnosabandin g tidak sulit ditegakkan, oleh karena kelainan ini patogonomis untuk

leukemia mieloblastik akut. Apabila tidak ditemukan Auer body maka harus
18

dikerjakan reaksi peroksidase dimana pada mieloblas pereksidase akan positif (Price

& Wilson, 2006).

Anemia aplastik dengan mieloblastik akut yang alekemik di bedakan atas

dasar pemeriksaan sumsum tulang. Secara klinis endokarditis bakterialis mirip

leukemia mieloblastik akaut karena adanya febris, anemi, splenomegali, dan ptechiae.

Tentu adanya riwayat penyakit jantung, splenomegali yang lebih besar dan tidak

adanya kelainan pada gusi dapat membedakan kedua keadaan ini. Anemia pernisiosa

yang disertai splenomegali dan ptechiae dapat menyerupai leukemia mieloblastik

akut. Pada anemia pernisiosa biasanya pasien tidak tampak sakit berat, terdapat

ikterus dan tidak ada kelainan pada gusi (Ngastiyah, 2005)

8. Penatalaksanaan

a. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada

trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi

trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah

dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan

c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat

atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti

vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,

L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya

sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada

pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,

stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih

berhati-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.


19

d. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang

suci hama).

e. Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang

rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak

dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu

transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang

rusak karena kanker (Price & Wilson, 2006).

Menurut Hematologi Klinik (2006), penatalaksanaan utama pasien dengan

AML adalah perbaiki keadaan umum. perbaiki keadaan umum yaitu anemia

diberikan tranfusi darah dengan PCR (Packed red cell) atau darah lengkap.

Trombositopeni yang mengancam diatasi dengan transfusi konsetrat trombosit. Apa

bila ada infeksi diberikan antibiotika yang adekuat. Terapi spesifik seperti terapi

leukemia pada umumnya dimulai dengan tahap induksi dengan Doxorubicin 40

mg/mm2 berat badan hari 1-5. Dilanjutkan denagan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam hari

1-7. Untuk pasien usia di atas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3

hari dan Ara C 5 hari. Obat pengganti adriamycin adalah Farmorubicin. Dilakukan

evaluasi klinis dan hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir mimggu

ketiga. Apabila tidak terjadi remisi atau remisi hanya bersifat parsiil maka terapi harus

diganti dengan regimen lain. Apabila terjadi remisi lengkap (klinis dan hematologis)

maka dimulai tahap konsolidasi. Pada tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm 2

hari 1-2 dan Ara C 1-5. Refimen ini diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu.
20

Apabila keadaan memungkinkan maka diberikan cangkok sumsum tulang pada

saat terjadi remisi lengkap. Terapi standar adalah kemoterapi induksi dengan regimen

sitarabin dan daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara

infus kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari.

Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan

dounorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal, sedangkan bila diberikan sebagai

obat kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien. Dengan terapi

agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40 % angka

kesembuhan keseluruhan). Penderit yang mengalami relaps setelah mendapat

kemoterapi atau transplantasi autolog dapat diterapi dengan CST allogenetik sebagai

terapi penyelamatan. Beberapa subtipe morfologi atau genetik AML mempunyai

prognosis lebih baik (Price & Wilson, 2006).

9. Asuhan Keperawatan Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau

AML)

a. Pengkajian

1) Identitas Anak

a) Umur

AML lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka kejadian

tertinggi adalah pada umur 3 tahun.

b) Jenis kelamin

Leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan.
21

2) Identitas Orang Tua

a) Pendidikan

Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan kurangnya

pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.

b) Pekerjaan

Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia , radiasi

sinar X , sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu sejauh

mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.

(Ngastiyah, 2005)

b. Keluhan Utama

Tanda dan gejala utama AML adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi

yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang , biasanya terjadi dalam

bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa

epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-

paru, kulit dan daerah peri rektl, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa

secara teliti pada pasien AML dengan demam.Gejala leukositosis sangat bervariasi,

tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan

kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus (Ngastiyah, 2005)

c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan

penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko

Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan

penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko

pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar (Price

& Wilson, 2006).


22

d. Riwayat Keluarga

Insiden AML lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang

terserang terlebih pada kembar monozigot (identik) (Price & Wilson, 2006).

e. Riwayat Tumbuh Kembang

Pada penderita AML pertumbuhan dan perkembangannya mengalami

keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,

pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak

keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.

Usia Rata-rata Berat Badan (Kg)


3 hari 3,0
10 hari 3,2
3 bulan 5,4
6 bulan 7,3
9 bulan 8,6
1 tahun 9,5
2 tahun 11,8
4 tahun 16,2
6 tahun 20,0
10 tahun 28,0
14 tahun 45,0
18 tahun 54,0

Table 1.1. Rata- rata


normal sesuai usia
(Wong, Donna L, 2008 : 134)

Pada anak dengan penderita penyakit AML cenderung berat badan menurun,

dan tidak sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal).

1) Riwayat perkembangan motorik kasar pada anak normal (Betz & Cecily, 2002)

a) Mengangkat kepala saat tengkurap

b) Dapat duduk sebentar dengan ditopang

c) Dapat duduk dengan kepala tegak

d) Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri


23

e) Control kepala sempurna

f) Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang

g) Berguling dari terlentang ke miring

h) Posisi lengan dan tungkai kurang fleksi

i) Berusaha untuk merangkak

Pada anak dengan penyakit AML pada umumnya dapat melakukan

aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan

aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).

2) Riwayat perkembangan motorik halus pada keadaan normal(Betz &Cecily,

2002)

a) Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu objek

b) Mengikuti objek dari sisi ke sisi

c) Mencoba memegang benda tapi terlepas

d) Memasukkan benda ke dalam mulut

e) Memperhatikan tangan dan kaki

f) Memegang benda dengan kedua tangan

g) Menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar

Pada umumnya anak dengan AML masih dapat melakukan aktivitas

ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak

membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah

f. Data Psikososio Spiritual

1) Psikologi

Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa

memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang


24

dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah

finansial keluarga.

2) Sosial

Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak

lemah sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang

berat. Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain

yang ringan.

3) Spiritual

Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak

melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.

4) ADL

a) Nutrisi

Anak makan 2 kali sehari, pada AML terjadi penurunan nafsu makan.

Anak suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak

tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga

zat besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka

masak menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan

siap saji dirumah. Gizi merupakan komponen penting lain dalam

pencegahan infeksi. Asupan protein dan kalori yang adekuat akan

memberikan hospes pertahanan yang lebih baik terhadap infeksi dan

meningkatkan toleransi terhadap kemoterapi dan iradiasi.

b) Aktivitas istirahat dan tidur

Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan

tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya


25

dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak

terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia

c) Eliminasi:

Anak gangguan AML pada umumnya mengalami diare, dan penurunan

haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin

sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna

urine kuning keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan

diperianal.

5) Personal Hygiene

Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian

aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.

g. Keadaan Umum

Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis

h. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

1. Pernafasan (Respiration Rate)

Manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas, tachypnea

(Pernafasan >70x/menit), retraksi dada

2. Nasi (Pulse)

Manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat (takikardia)

3. Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi disebabkan oleh hiperviskositas darah

4. Suhu

Pada penderita AML yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,

>37,50C)
26

i. Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. Kepala dan Leher

a) Rongga mulut

Untuk menilai adanya peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri).

Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan bakteri

gram negative usus serta berbagai spesies jamur.

b) Perdarahan gusi,

c) pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap

d) ada atau tidaknya karies gigi.

2. Mata

a) Konjungtiva biasanya anemis.

b) Mata biasanya memiliki gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.

c) Sclera berwarna kemerahan dan ikterik

d) Perdarahan pada retina

3. Telinga terkadang mengalami ketulian

4. Leher terkadang mengalami distensi vena jugularis

5. Perdarahan otak

Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi

intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak, terutama

saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.

6. Pemeriksaan Dada dan Thorax

a) Inspeksi
27

Bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu

pernapasan .

b) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

d) Auskultasi

Suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi penumpukan

secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada

7. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,

ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri

tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa

b) Perkusi adanya asites atau tidak.

8. Pemeriksaan Genetalia

9. Pembesaran pada testis terkadang menyebabkan hematuria

10. Pemeriksaan integument

a) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,

ekimosis, ruam)

b) Nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis

(gejala hipermetabolisme).

c) Peningkatan suhu tubuh

d) Kuku menjadi rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.

11. Pemeriksaan Ekstremitas

a) Adakah sianosis, kekuatan otot

b) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel

leukemia
28

j. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA) adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang

aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung

gugat (Wong, 2004). Menurut Wong (2004), diagnosa pada anak dengan

leukemia adalah:

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

3. Resiko terhadap cedera perdarahan yang berhubungan dengan penurunan

jumlah trombosit

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran

berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake

5. Perubahan membran mukosa mulut stomatitis yang berhubungan dengan

efek samping agen kemoterapi

6. Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan

atau stomatitis

7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens

kemoterapi, radioterapi, imobilitas.


29

9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat

pada penampilan.

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang

menderita leukemia.

11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan

anak.

12. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit

k. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi

untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan

adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau

tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Berdasarkan diagnosa yang ada maka

dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong, 2004).

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi

No. Intervensi Rasional


untuk mendeteksi kemungkinan
1 Pantau suhu
infeksi
Tempatkan anak dalam ruangan untuk meminimalkan terpaparnya
2
khusus anak dari sumber infeksi
Anjurkan keluarga untuk mencuci untuk meminimalkan pajanan pada
3
tangan sebelum menyentuh pasien organisme infektif
Menggunakan masker setiap kali untuk mencegah kontaminasi
4
kontak dengan pasien silang/menurunkan resiko infeksi
menambah energi untuk
Berikan periode istirahat tanpa
5 penyembuhan dan regenerasi
gangguan
seluler
30

Melakukan kolaborasi dalam diberikan sebagai profilaktik atau


6
pemberian obat sesuai ketentuan mengobati infeksi khusus

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas

No. Intervensi Rasional


1 Evaluasi laporan kelemahan, Menentukan derajat dan efek
perhatikan ketidakmampuan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dala aktifitas
sehari-hari
2 Berikan lingkungan tenang dan menghemat energi untuk aktifitas
perlu istirahat tanpa gangguan dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
3 Kaji kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktifitas yang individual dan membantu
diinginkan atau dibutuhkan pemilihan intervensi
4 Menggunakan masker setiap kali untuk mencegah kontaminasi
kontak dengan pasien silang/menurunkan resiko infeksi
5 Berikan bantuan dalam aktifitas memaksimalkan sediaan energi
sehari-hari dan ambulasi untuk tugas perawatan diri

3. Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan

No. Intervensi Rasional


1 Pantau tanda-tanda perdarahan Mengetahui tanda-tanda
perdarahan
2 Anjurkan keluarga untuk Membantu pasien mendapatkan
memberitahukan apabila ada penanganan sedini mungkin.
tanda perdarahan
3 Anjurkan keluarga untuk Keterlibatan keluarga dapat
31

pergerakan pasien membantu untuk mencegah


terjadinya perdarahan lebih lanjut

4 Menggunakan masker setiap kali Keterlibatan keluarga dapat


kontak dengan pasien membantu untuk mencegah
terjadinya perdarahan lebih lanjut
5 Kolaborasi dalam monitor Penurunan trombosit merupakan
trombosit tanda kebocoran pembuluh darah

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)

Tujuan: Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses dan p asien tidak

mengalami mual dan muntah

No. Intervensi Rasional


1 Kaji tanda-tanda dehidrasi Untuk mengetahui tindakan ang
akan dilakukan
2 Berikan cairan oral dan parinteral sebagai upaya untuk mengatasi
cairan yang keluar
3 Pantau intake dan output dapat mengetahui keseimbangan
cairan
4 Kolaborasi Pemberian obat anti menghentikan diare
diare

5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan

efek samping agen kemoterapi

Tujuan: pasien tidak mengalami mukositis oral

No. Intervensi Rasional


1 Inspeksi mulut setiap hari untuk untuk mendapatkan tindakan
adanya ulkus oral yang segera
2 Hindari mengukur suhu oral untuk mencegah trauma
32

3 Gunakan sikat gigi berbulu lembut, untuk menghindari trauma


aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut kasa
4 Berikan pencucian mulut yang sering untuk menuingkatkan
dengan cairan salin normal atau penyembuhan
tanpa larutan bikarbonat.
5 Gunakan pelembab bibir untuk menjaga agar bibir tetap
lembab dan mencegah pecah-
pecah (fisura)
6 Berikan diet cair, lembut dan lunak agar makanan yang masuk
dapat ditoleransi anak
7 Inspeksi mulut setiap hari untuk mendeteksi kemungkinan
infeksi
8 Dorong masukan cairan dengan untuk membantu melewati area
menggunakan sedotan nyeri
9 Hindari penggunaa swab gliserin, dapat mengiritasi jaringan yang
hidrogen peroksida dan susu luka dan dapat membusukkan
magnesia gigi, memperlambat
penyembuhan dengan memecah
protein dan dapat mengeringkan
mukosa
10 Berikan obat-obat anti infeksi sesuai untuk mencegah atau mengatasi
ketentuan mukositis
11 Berikan analgetik untuk mengendalikan nyeri

6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, malaise,

mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis

Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat

No. Intervensi Rasional


1 Anjurkan orang tua untuk tetap Mempertahankan asupan nutrisi
memberikan asi/ susu
2 Dorong masukan nutrisi dengan Karena jumlah yang kecil
33

jumlah sedikit tapi sering biasanya ditoleransi dengan


baik

3 Timbang berat badan pasien Membantu dalam


mengidentifikasi malnutrisi
protein kalori.
4 Kolaborasi dengan tim kesehatan Membantu proses
dalam pemberian nutrisi penyembuhan dalam kebutuhan
nutrisi

7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang

dapat diterima anak.

No. Intervensi Rasional


1 Mengkaji tingkat nyeri dengan skala informasi memberikan data
0 sampai 5 dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan
intervensi
2 Jika mungkin, gunakan prosedur- untuk meminimalkan rasa tidak
prosedur (misal pemantauan suhu aman
non invasif, alat akses vena.
3 Evaluasi efektifitas penghilang nyeri untuk menentukan kebutuhan
dengan derajat kesadaran dan sedasi perubahan dosis. Waktu
pemberian atau obat
4 Lakukan teknik pengurangan nyeri sebagai analgetik tambahan
non farmakologis yang tepat
5 Berikan obat-obat anti nyeri secara untuk mencegah kambuhnya
teratur nyeri
34

8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,

radioterapi, imobilitas.

Tujuan: pasien mempertahankan integritas kulit

No. Intervensi Rasional


1 Berikan perawatan kulit yang cemat, karena area ini cenderung
terutama di dalam mulut dan daerah mengalami ulserasi
perianal
2 Ubah posisi dengan sering untuk merangsang sirkulasi dan
mencegah tekanan pada kulit
3 Mandikan dengan air hangat dan mempertahankan kebersihan
sabun ringan tanpa mengiritasi kulit
4 Kaji kulit yang kering terhadap efek efek kemerahan atau kulit
samping terapi kanker kering dan pruritus, ulserasi
dapat terjadi dalam area radiasi
pada beberapa agen kemoterapi
5 Anjurkan pasien untuk tidak membantu mencegah friksi atau
menggaruk dan menepuk kulit yang trauma kulit
kering
6 Dorong masukan kalori protein yang untuk mencegah keseimbangan
adekuat nitrogen yang negative
7 Pilih pakaian yang longgar dan untuk meminimalkan iritasi
lembut diatas area yang teradiasi tambahan

9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat

pada penampilan.

Tujuan: pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif

No. Intervensi Rasional


1 Dorong anak untuk memilih wig untuk membantu
35

(anak perempuan) yang serupa gaya mengembangkan penyesuaian


dan warna rambut anak sebelum rambut terhadap kerontokan
rambut mulai rontok rambut
2 Berikan penutup kepala yang karena hilangnya perlindungan
adekuat selama pemajanan pada rambut
sinar matahari, angin atau dingin
3 Anjurkan untuk menjaga agar rambut untuk menyamarkan kebotakan
yang tipis itu tetap bersih, pendek
parsial
dan halus
4 Jelaskan bahwa rambut mulai untuk menyiapkan anak dan
tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan keluarga terhadap perubahan
mungkin warna atau teksturnya agak penampilan rambut baru
berbeda
5 Dorong hygiene, berdan, dan alat alat untuk meningkatkan
yang sesuai dengan jenis kelamin , penampilan
misalnya wig, skarf, topi, tata rias,
dan pakaian yang menarik

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang

menderita leukemia.

Tujuan: pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur

diagnostik atau terapi.

No. Intervensi Rasional


1 Jelaskan alasan setiap prosedur yang Untuk meminimalkan
akan dilakukan pda anak kekhawatiran yang tidak perlu
2 Jadwalkan waktu agar keluarga dapat untuk mendorong komunikasi
berkumpul tanpa gangguan dari staff dan ekspresi perasaan
3 Bantu keluarga merencanakan masa untuk meningkatkan
depan, khususnya dalam membantu perkembangan anak yang
anak menjalani kehidupan yang optimal
normal
4 Dorong keluarga untuk memberikan kesempatan pada
36

mengespresikan perasaannya keluarga untuk menghadapi


mengenai kehidupan anak sebelum rasa takut secara realistis.
diagnosa dan prospek anak untuk
bertahan hidup
5 Diskusikan bersama keluarga untuk mempertahankan
bagaimana mereka memberitahu komunikasi yang terbuka dan
anak tentang hasil tindakan dan jujur
kebutuhan terhadap pengobatan dan
kemungkinan terapi tambahan
6 Hindari untuk menjelaskan hal-hal untuk mencegah bertambahnya
yang tidak sesuai dengan kenyataan rasa khawatiran keluarga
yang ada

11. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit

Tujuan: peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan Sb:36oC

No. Intervensi Rasional


1 Observasi tanda vital Tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2 Anjurkan keluarga untuk memberi Peningkatan suhu tubuh
pasien minum mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak
3 Berikan kompres air hangat Dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu
tubuh.
4 Kolaborasi dalam pemberian obat Mempercepat penurunan suhu
tubuh
37

K. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang

telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi

keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap

perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan

dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).

L. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610)

hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :

1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

2. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya

laporan peningkatan toleransi aktifitas

3. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.

4. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah

5. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak

nyaman

6. Masukan nutrisi adekuat

7. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan

bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.

8. Kulit tetap bersih dan utuh

9. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut,

anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan


38

rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan

berpakaian menarik.

10. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga

menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga

mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu

bersama anak.

11. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan

anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan

mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang

adekuat.

Anda mungkin juga menyukai