SISTEM HEMATOLOGI
Puji syukur alhamdulillah, atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT akhirnya kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial modul keganasan darah. Laporan ini kami buat berdasarkan tutorial
pembelajaran berbasis masalah (program based learning) yang telah kami laksanakan sebelumnya.
Dalam laporan ini kami membahas dan memecahkan kasus yang telah kami diskusikan
mengenai macam macam penyakit keganasan darah. Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanya
milik Allah SWT, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan laporan
ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh narasumber dan fasilitator/tutor kami Dr.
Pitut Aprilia yang telah membimbing kami dalam diskusi sehingga laporan ini dapat tersusun.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Penyakit-penyakit keganasan darah perlu dicermati dalam penegakkan diagnosis,
karena umumnya gejala-gejala yang diperlihatkan hampir sama. Ketelitian dalam
mengumpulkan gejala-gejala dan pemeriksaan pendukung sangat diperlukan. Bila gejala dan
pemeriksaan sudah memenuhi, maka diagnosis dan terapi sudah dapat di lakukan.
I. 2 Tujuan Pembelajaran
4
BAB II PEMBAHASAN
II. 1 Skenario
Seorang laki-laki umur 42 tahun datang ke puskesmas karena mengeluh sering lelah, sering
berkeringat dimalam hari, dan perut terasa penuh. Terkadang penderita disertai dengan demam
dan epistaksis. Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran limpa dan hepar dan kelenjar getah
bening. Laboratorium didapatkan jumlah leukosit 54.000/uL hapusan darah tepi ditemukan sel
muda (blast).
Laki-laki, 42 tahun ;
5
II.3 Analisa Problem
6. Apakah hubungan penigkatan jumlah leukosit dengan ditemukannya sel muda pada apusan
darah tersebut ?
11. Jelaskan hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus diatas ?
6
12. Apakah differensial diagnosis nya ?
1. Definisi, klasifikasi, etiologi, dan sifat keganasan darah? 1. Definisi, klasifikasi, etiologi,
dan sifat keganasan darah?
Jawaban :
Definisi:Keganasan adalah proses neoplastik yang mengenai darah dan jaringan pembentuk
darah beserta komponennya
Klasifikasi:
-. Penyakit Limfoproliferatif
-. Penyakit Mieloproloferatif
-. Penyakit Imunoproliferatif
a. Mieloma multiple
b. Makroglobulinemia waldenstrom
Sifat-sifat:
1. Monoklonalitas: Seluruh sel-sel ganas berasal dari mutasi neoplastik satu buah sel.
3. Dominasi klonal: Pada fase selanjutnya, klon sel ganas akan mendominasi klon sel
normal
4. Kepunahan klon normal: Klon sel normal sangat tertekan sehingga akan menghilang
sama sekali.
5. Instabilitas genetik: Sifat genetik sel ganas ini tidak stabil sehingga terus menerus
terjadi perubahan kromosom yang akan mempengaruhi sifat keganasan sel tersebut.
7
1. Faktor-faktor etiologi yang diperkirakan bertanggung jawab ialah :
-. Ionizing radiation
b. Virus :
a.Kelainan kromosom:
b. Defek imunologik:
c. Defek hematologik:
-. Sindroma mielodisplastik
-. Penyakit mieloproliferatif
Karena, pada keadaan patologis hemopoesis terjadi di luar sumsum tulang terutama di lien
(hematopoiesis ekstrameduler). Sel induk yang paling primitif (stem cell pluripotent) bersifat
memperbaiki diri, tidak habis meskipun terus membelah (self renewal) mampu memperbanyak diri
(proliferatif) dan mampu mematangkan diri (diferensiatif).
Sel leukemia juga tumbuh pada jaringan hemopoetik primitif (ekstrameduler) sehingga
menimbulkan pembesaran hati, limfa dan KGB. Yang merupakan tempat pembentukan limfosit.
Pembesaran ini pun terjadi akibat dari infiltrasi leukosit pada organ sehingga terjadi penumpukan,
selain itu juga karena meningkatnya kerja organ-organ ini dalam memproduksi leukosit (limfosit).
8
terhadap benda asing yang masuk baik bakteri, virus dan jamur. Sehingga, jika terjadi defisit
dari leukosit, maka pertahanan tubuh terhadap benda asing itu akan berkurang. Akibatnya
tubuh akan rentan terhadap infeksi benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
6. Apakah hubungan penigkatan jumlah leukosit dengan ditemukannya sel muda pada
apusan darah tersebut ?
Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti karena penyebab kanker dapat
merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada beberapa
faktor yang diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker, sebagai berikut :
Faktor keturunan
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita
kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Jenis kanker yang cenderung
9
diturunkan dalam keluarga adalah kanker payudara, kanker indung telur, kanker kulit dan
kanker usus besar. Sebagai contoh, risiko wanita untuk menderita kanker meningkat 1,5 s/d 3
kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker payudara.
Faktor Lingkungan
- Merokok sigaret meningkatkan resiko terjadinya kanker paru - paru, mulut, laring (pita
suara), dan kandung kemih.
- Sinar Ultraviolet dari matahari
- Radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan
dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang bisa menjangkau jarak yang
sangat jauh. Contoh, orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada
Perang Dunia II, berisiko tinggi menderita kanker sel darah, seperti Leukemia.
Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penting lain penyebab kanker, terutama kanker
pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat menyebabkan kanker adalah :
- Makanan yang diasap dan diasamkan (dalam bentuk acar) meningkatkan resiko terjadinya
kanker lambung
- Minuman yang mengandung alkohol menyebabkan berisiko lebih tinggi terhadap kanker
kerongkongan.
- Zat pewarna makanan
- Logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada makanan laut yang tercemar seperti:
kerang, ikan, dsb.
- Berbagai makanan (manis,tepung) yang diproses secara berlebihan.
Virus
Infeksi
Faktor perilaku
10
- Perilaku yang dimaksud adalah merokok dan mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung lemak dan daging yang diawetkan juga peminum minuman beralkohol.
- Perilaku seksual yaitu melakukan hubungan intim diusia dini dan sering berganti ganti
pasangan.
Stres yang berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang
yang terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat
menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker.
Radikal bebas
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai electron bebas
yang tidak berpasangan dilingkaran luarnya. Sumber - sumber radikal bebas yaitu :
1. Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolisme.
2. Radikal bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun-racun kimiawi dari makanan ,
minuman, udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari.
3. Radikal bebas diproduksi secara berlebihan pada waktu kita makan berlebihan (berdampak
pada proses metabolisme) atau bila kita dalam keadaan stress berlebihan, baik stress secara
fisik, psikologis,maupun biologis.
Keganasan atau peningkatan poliferasi sel, membutuhkan energi yang banyak, sehingga
terjadi hipermetabolik (katabolisme tubuh meningkat) maka produksi panas tubuh pun ikut
meningkat, karena produksi panas tubuh meningkat maka terjadilah vasodilatasi pembuluh
darah perifer sehingga terjadilah pengeluaran keringat berlebih.
11
Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
Mendesak lambung
11. Jelaskan hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus diatas ?
Leukemia lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan, banyak dijumpai juga pada orang kulit
putih dari pada kulit hitam.
12
biasanya pada orang dewasa dan bisa juga pada remaja.
Penyakit ini menghasilkan sel myeloid yang masih muda dalam jumlah yang berlebihan
sehingga menyebabkan berkurangnya sel myeloid yang matang.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75% pasien > 15 tahun.
Saudara kandung pasien LLA mempunyai resiko 4x lebih besar untuk berkembang menjadi
LLA
Kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA
Lebih dari 80% kasus sel-el ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan leukimia sel
T.
ETIOLOGI
Faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA pada
anak.
Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah :
a. Radiasi kronik ;
c. Merokok ;
d. Obat kemoterapi ;
13
f. Pasien dengan sindrom Down dan Wiskon aldrich .
Klasifikasi morfologi
Klasifikasi imunologi the French American
British
Prekursor B acute L1
Lymphoblastik Leukemia
(ALL)- 70% ; common ALL
(50%) ; null ALL ; pre B ALL.
L2
T- ALL (25%)
L3
B- ALL (5%)
GAMBARAN KLINIS
1. Anemia ;
2. Anoreksia ;
5. Infeksi mulut, saluran nafas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis ;
6. Perdarahan kulit, perdarahan gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak ;
7. Hepatomegali ;
8. Splenomegali ;
9. Limfadenopati ;
Gambaran laboraturium
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
14
2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang
3. Sitokimia
5. Sitogenetik
6. Biologi molekular
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
5. Pungsi lumbal
Diagnosis banding
- Limfositosis, limfadenopati dan hepatosplenomegali yang berhubungan dengan infeksi virus dan
limfoma
- Anemia aplastik
1. Metabolik
2. Infeksi
3. Hematologik
3. Profilaksis SSP
1. Terapi molekular
2. Terapi antibodi
15
3. Transplantasi sumsum tulang non-mieloablasi
5. Analisis microarray
Prognosis
Kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja,
dan hanya 30 % yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi
adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasien LLA
dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang.
Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30 %. Pasien usia >60 tahun mempunyai
disease-free survival rate 10 % setelah remisi komplit
Definisi
suatu keganasan hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B
neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati dan organ-organ yang lain.
Epidemiologi
1. Umumnya usia tua ,55-65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun.
2. Laki-laki > wanita , (2,8 : 1)
3. Negara barat 3/100.000
4. Populasi geriatri, insidens diatas usia 70 sekitar 50/100.000
5. Kebanyakan RAS Kaukasia dan berpendapatan menengah.
6. Beberapa pasien dengan LLK mempunyai masa hidup normal dan yang lain meninggal dalam
waktu 5 tahun setelah diagnosis.
Etiologi
Penyebab LLK masih belum diketahui, kemungkinan yang berperan adalah abnormalitas kromosom,
onkogen dan retrovirus (RNA tumor virus).
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
a. limfositosis 30.000-300.000/ mm3 (sebagian besar terdiri atas limfosit kecil).
b. anemia normokromik normositer
c. trombositopenia sering dijumpai
d. sering disertai basket cell atau smudge cell
16
Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan adanya penggantian elemen sumsusm tulang oleh limfosit.
Infiltrasi (small well differentiated lymphocyte) difus, dengan limfosit merupakan 25-95% dari sel
sumsum tulang.
Pemeriksaan immunophenotyping: pemeriksaan ini penting untuk membedakan jenis leukemia
kronik seri limfoid.
Diagnosis
Diagnosis LLK menurut International Workshop on CLL (1989) adalah:
1. Limfositosis >5109 / selama 4 minggu atau lebih;
2. Sel dengan kappa atau lambda light chain;
3. Low density cell surface antigen dan CD5 antigen positif;
4. Limfosit matang yang disertai tidak lebih dari 50% sel limfosit; atopik atau imatur
5. Sumsum tulang dengan > 30% limfosit
Komplikasi
- Anemia hemolitik autoimun
- Trombositopeni autoimun
- Infeksi
- Bertansformasi menjadi limfoma sel besar (sindrom richter)
- Hipogamaglobulinemi
Penatalaksanaan
Obat-obatan yang dapat diberiakan:
chlorambucil 0.1-0.3 mg/kg BB sehari /oral. 4-6 mg/hari atau 6mg/2 , biasanya diberikan selama 2-
4bulan.
Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia atau demam,
tanpa sebab infeksi.
Radioterapi dengan menggunakan sinar X kadang-kadang menguntungkan bila ada keluhan
pendesakan karena pembengkakan KGB setempat
Splenektomi.
Prognosis
Banyak pasien dalam stadium Binet A atau RAI O atau 1 yang tidak pernah memerlukan terapi.
Sebenarnya, wanita usia 60 tahun atau lebih yang menderita stadium RAI O mempunyai harapan
hidup yang sama dengan populasi kontrol.
Penyakit ini dapat bertransformasi menjadi limfoma derajat tinggi yang terlokalisasir (transformasi
Ritcher) atau mungkin terdapat peningkatan jumlah limfosit yang resisten terhadap pengobatan.
SINDROM MIELODISPLASTIK
PENDAHULUAN
Sindroma mielodisplastik (SDM) primer adalah suatu sindrom yang di tandai oleh displasi dari sistem
hemopoetik (dysmyelopoesis, dyserthoropoesis, dan dysthrombopoesis), disertai dengan gangguan
maturasi dan diferensiasi yang sebelumnya belum diketahui. Jika penyebabnya diketahui disebut
17
SDM sekunder, misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat, pengobatan sitostatik, dan
sebagainya.
SDM pada umumnya terjadi pada usia lanjut dengan rerata umur 60-75 tahun; laki-laki sedikit lebih
sering daripada perempuan dan penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui.
SDM primer ini meliputi penyakit-penyakit yang sebelumnya disebut sebagai preleukemia,
smouldering leukemia, oligoblastic leukemia, hemopoetic dysplasia, sindrom mielodisplastik, primary
acquired sideroblastic anemia. Manifestasi klinisnya disebabkan karena adanya sitopeni, , yaitu
perdarahan karena trombopeni, dan adanya granulositopeni dengan segala akibatnya.
MANIFESTASI KLINIS
SDM sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada sebagian kasus
pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan dan gejala secara
umum lebih dikaitkan dengan adanya sitopenia. Umumnya pasien datang dengan keluhan cepat
lelah, lesu yang disebabkan anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan infeksi atau panas yang
dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi keluhan pasien walaupun sedikit
kurang sering. Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau
hepatomegali.
DIAGNOSIS
Diagnosis SDM dipertimbangkan untuk setiap pasien dewasa yang disertai gejala-gejala sebagai
berikut :
Anemi, perdarahan dan febris yang tidak jelas sebabnya dan refrakter terhadap pengobatan.
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan adanya sitopeni dari satu atau lebih sistem darah.
Adanya sel-sel muda blas dalam jumlah sedikit (< 30%) dengan atau tanpa monositosis darah tepi.
Sumsum tulang dapat hipo, normo, atau hiperselular dengan disertai displasi sistem hemopoesis
(perubahan megaloblastik, peningkatan ringan sel-sel blas dan sebagainya)
Sebenarnya untuk diagnosis SDM perlu dibantu dengan pemeriksaan pembiakan sel-sel sumsum
tulang dan pemeriksaan sitogenetik. Sitogenetik sumsum tulang dapat memberikan informasi
prognosis dan adanya abnormalitas kromosom yang merupakan kunci untuk membedakan SDM
primer dan sekunder. Kromosom abnormal sumsum tulang ditemukan pada 30 50 % pasien SDM
de novo. Berbagai kelainan sitogenetik pada SDM termasuk delesi, trisomi, monosomi dan anomali
struktur.
TATA LAKSANA
18
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien SDM, tetapi sebagian besar tidak efektif di
dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien SDM tergantung dari usia,
berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan klasifikasi RA dan RAEB pada
umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan spesifik, cuma suportif saja.
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada SDM terutama dengan usia <
30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien.
Kemoterapi
Pada fase awal dari SDM tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya diberikan pada tipe
RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan pada pasien
SDM dapat memberikan response rate antara 50 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 14 bulan
setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10
mg/m2/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
Pada pasien SDM yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-CSF untuk
merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF diberikan dengan dosis 30
500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 1600 mcg/m2/hari (0,1 0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7
14 hari.
Lain-lain
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien SDM.
Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe
RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 33 %
setelah 3 minggu pengobatan.1
FAKTOR RESIKO
Usia. Studi populasi di Inggris menemukan bahwa secara kasar insiden meningkat dari 0,5 dalam
100.000 populasi yang berusia dibawah 50 tahun menjadi 89 dalam 100.000 populasi pada orang
yang berusia 80 tahun atau lebih.
19
PROGNOSIS DAN INDIKATOR PROGNOSIS
Pada sebagian besar SDM mempunyai perjalanan klinis menjadi kronis dan secara bertahap terjadi
kerusakan pada sitopeni. Survival sangat bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa tahun.
Kematian dapat terjadi pada 30 % pasien yang progresif menjadi AML (Acute Myelogenic Leukemia)
atau bone marrow failure.
Jumlah sel blas yang rendah pada sumsum tulang (< 20 %) atau tidak dijumpainya sel blas di
dalam darah
Usia lanjut
Jumlah blas yang tinggi pada sumsum tulang (20 29 %) dan dijumpai sel blas di dalam darah
20
21
BAB II pembahasan
22
BAB III PENUTUP
23