Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark Miokard atau Infark Miokard Akut (IMA)adalah kematian otot
jantung yang disebabkan oleh iskemi yang berkepanjangan dan merupakan
penyebab utama kematian didunia. Lebih dari 3 juta orang tiap tahun diperkirakan
menderita ST-Elevasi Infark Miokard (STEMI) dan lebih dari 4 juta orang tiap
tahunnya menderita Non ST-Elevasi Infark Miokard (NSTEMI).
Penyakit jantung koroner yang mempunyai jumlah tingkat kematian yang
tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 7 juta orang
meninggal akibat IMA pada tahun 2002 dan diperkirakan pada tahun 2020
meningkat hingga 11 juta orang (Widodo, 2010). IMA diawali dari proses
berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang disebabkan oleh, antara lain
ateroskelorosis, thrombus arteri, spasme, emboli koroner, anomali kongenital
yang merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner. Penyebab gangguan
jantung lainnya seperti hipertrofi ventrikel dan penyakit sistemik seperti anemia
menyebabkan oksigen yang dibawa keseluruh penyebab diatas dapat terjadi
iskemik jantung bila tidak tertolong dapat mengakibatkan kematian jantung yang
disebut IMA (Kasron, 2012).
Tanda dan gejala yang terjadi pada IMA secara klinis misalnya sesak nafas,
pucat, dingin dan kepala terasa melayang, mual, muntah, rasa sakit di bagian dada
secara mendadak dan terus menerus, nyeri seperti tertusuk dan menjalar ke bahu
lalu ke bawah menuju bagian lengan kiri. Nyeri mulai secara mendadak dan
menetap selama beberapa jam atau hari, tidak hilang hanya dengan istirahat, nyeri
juga dapat menjalar ke leher. Pada pasien diabetes mellitus tidak mengalami nyeri
2

karena neuropati yang menyertai diabetes dapat menganggu neuroreseptor


(Kasron, 2012).
Penyebab terbesar kematian akibat serangan jantung mendadak yaitu tidak
adanya pertolongan pertama, oleh sebab itu pengetahuan masyarakat terhadap
penanganan pertolongan pertama penyakit jantung IMA secara dini menjadi
sangat penting. Tidak hanya para tenaga medis saja yang dapat melakukan
penanganan pertolongan pertama pada penyakit jantung IMA, namun masyarakat
atau orang awam pun bisa dan harus melakukan penanganan pertolongan pertama
pada penyakit jantung IMA karena penting dilakukan untuk menunggu datangnya
paramedis dan dibawa ke RS (Mukhlisun, 2013).
Sebanyak 478.000 pasien di Indonesia terdiagnosis penyakit jantung
koroner menurut Departemen Kesehatan pada tahun 2019. Prevalensi infark
miokard akut dengan ST-elevasi saat ini meningkat dari 25% ke 40% (Depkes,
2019). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2018 berdasarkan
Diagnosis Dokter pada semua umur adalah sebesar 1,5% tertimbang 1.017.290.
pada usia ≥ 15 tahun berdasar wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,7 %.
Prevalensi penyakit jantung koroner berdasar jenis kelaminnya, yang didiagnosis
dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan yaitu 1,6%. Sedangkan pada laki-
laki adalah 1,3% . Prevalensi penyait jantung berdasarkan Diagnosis Dokter pada
penduduk semua umur di lampung adalah 1,2% (Depkes, 2019).
Sejumlah penelitian menemukan beberapa mekanisme keterlibatan jumlah
leukosit dengan tingkat kematian pada penyakit jantung koroner. Leukosit
memegang peran penting dalam respon inflamasi pada cedera dan mekanisme
perbaikan yang bertujuan untuk menggantikan area yang telah nekrosis menjadi
kolagen. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar area nekrosis maka akan
semakin besar juga respon leukosit pada level sistemik ataupun lokal.4 Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa nilai leukositosis pada penderita IMA meningkat
dibandingkan penderita bukan IMA dengan perbedaan bermakna (Maison, 2010)
3

Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak (mobile)
dalam sistem pertahanan tubuh (Sherwood, 2016). Leukosit adalah sel darah yang
mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Jumlah leukosit pada orang dewasa
normal adalah 6000-10000 sel/mm3. Bila jumlahnya lebih dari normal keadaan
ini disebut leukositosis, bila kurang dari normal disebut leukopenia. Dilihat dalam
mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit),
yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula,
sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal (Pearce,
2018).
Sel darah putih bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel
darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Granulosit atau sel polimorfonuklear
merupakan hampir 75 persen dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka
terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang
berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel berbulir atau
granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia. Tidak adanya
granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah makan obat tertentu,
termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh karena itu apabila makan obat-obat
tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya sering dilakukan untuk mengetahui
keadaan ini seawal mungkin (Pearce, 2018).
Leukosit mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Untuk
mengungkapkan keadaan kesehatan tubuh melalui sel-sel leukosit perlu
diperhatikan mengenai jumlahnya dan morfologinya cukup mengamati sediaan
apus darah. Sediaan apus darah yang baik memperagakan penyebaran yang
ratarata sel pada bagian tengah. Bagian pinggir dan bagian tebal dari sediaan
biasanya berkumpul sel-sel leukosit, namun bagian itu tidak dianjurkan untuk
dipakai mempelajari morfologinya (Subowo, 2018).
Leukosit dan turunannya berperan dalam:
4

1. Menahan invasi oleh pathogen (mikroorganisme penyebab penyakit,


misalnya bakteri dan virus) melalui proses fagositosis;
2. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang muncul di
dalam tubuh; dan
3. Berfungsi sebagai “petugas pembersih” yang membersihkan “sampah”
tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel yang mati atau
cedera dan yang terakhir dalam penyembuhan luka dan perbaikan
jaringan. Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama
menggunakan strategi “cari dan serang” yaitu sel-sel tersebut pergi ke
tempat invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah
putih terdapat di dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari
tempat pembentukan atau penyimpanannya ke manapun mereka
diperlukan (Sherwood, 2016).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid
dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung
( (Guyton, 2014).
Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai
absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau
beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang,
baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis.
Sebagian besar stimulasi fisiologis seperti olahraga, emosi, pemaparan terhadap
suhu yang ekstrim, mengakibatkan leukositosis (Sherwood, 2016)
Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktunya di luar sistem
sirkulasi, berpatroli di dalam cairan interstisial dan sistem limfatik, dimana
sebagian besar pertempuran melawan pathogen dilakukan. Secara normal, satu
millimeter kubik darah manusia mempunyai sekitar 5000 sampai 10.000 leukosit.
5

Jumlah sel ini akan meningkat untuk sementara waktu ketika tubuh sedang
berperang melawan suatu infeksi (Campbell, 2014).
Menurut penelitian Muhammad Yogi Pratama tahun 2016 tentang
Gambaran Kadar Leukosit Pada Pasien Sindroma Koroner Akut menyatakan
bahwa Leukosit dapat menjadi prediktor dan indikator prognostik pada sindroma
koroner akut. Pasien sindroma koroner akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik pada tahun 2014-2016 mayoritas memiliki nilai leukosit lebih dari
12.000 /µL.
Hal serupa juga dijelaskan pada penelitian Ade M Sitepu pada tahun 2016
tentang Gambaran jumlah leukosit pada pasien infark miokard akut bahwa
Peningkatan jumlah leukosit secara tipikal mengindikasikan adanya suatu infeksi
dan peradangan, serta juga berperan pada cedera vaskular dan aterogenesis yang
merupakan perkembangan dari suatu ruptur plak aterosklerosis dan thrombosis.
Hasil penelitian mendapatlan 45 sampel dengan mayoritas kelompok usia 46-60
tahun, jenis kelamin laki-laki, faktor risiko kombinasi beberapa faktor risiko
mayor, dan jenis infark NSTEMI. Sebanyak 57,77% hasil pemeriksaan leukosit
berkisar 10.000-14.900/mm3 dan 8,88% pada ≥15.000/mm. Lebih dari setengah
jumlah sampel mengalami peningkatan jumlah leukosit.
Diagnosis IMA dapat ditegakkan melalui pemeriksaan enzim troponin,
namun tidak semua fasilitas kesehatan memilikinya. Troponin adalah protein
yang ada di otot dan jantung. Ketika seseorang mengalami masalah pada
jantungnya, troponin akan pecah dan masuk ke aliran darah. Di sinilah dokter
mengukur level troponin seseorang untuk mendeteksi apakah terjadi serangan
jantung. Mengukur troponin adalah cara yang jauh lebih efektif untuk mendeteksi
serangan jantung ketimbang pemeriksaan darah biasa. Mengukur level troponin
dalam darah membantu dokter mendiagnosis lebih cepat serta menentukan
langkah penanganan yang tepat. (Sargowo, 2017)
Jenis troponin dikategorikan menjadi 3 sub-unit yaitu:
6

1. Troponin C (TnC)
2. Troponin T (TnT)
3. Troponin I (TnI)
Pada orang sehat, idealnya level troponin cukup rendah sehingga tidak
terdeteksi. Bahkan ketika seseorang mengalami nyeri dada namun hingga 12 jam
kemudian level troponin masih rendah, kemungkinan mengalami serangan
jantung pun sangat kecil.Tingginya level troponin adalah tanda bahaya darurat.
Semakin tinggi troponin, terutama troponin T dan I, kecenderungan kerusakan
jantung lebih besar lagi. Lebih jauh lagi, level troponin ini akan meningkat dalam
waktu 3-4 jam setelah jantung mengalami kerusakan. Hingga 14 hari kemudian,
level troponin bisa tetap tinggi.Satuan level troponin adalah nanogram per
mililiter. Tergantung kapan pemeriksaan diambil, angka normal troponin adalah
di bawah 0,4 nanogram per mililiter. Namun jika lebih tinggi dari ini, bisa jadi
indikasi serangan jantung atau kerusakan jantung.Meski demikian, penelitian
terbaru menyebutkan bahwa perempuan bisa mengalami kerusakan jantung akibat
serangan jantung meski level troponinnya masih rendah. Artinya, parameter
troponin yang normal antara laki-laki dan perempuan bisa saja berbeda (Sargowo,
2017).
Menurut penelitian Yulia Eka Hastuti tahun 2013 tentang Hubungan Kadar
Troponin Dengan Lama Perawatan Pasien Infark Miokard Akut menyatakan
bahwa Kadar troponin T memberikan informasi penting dalam estimasi luas
infark. Pada IMA, luas infark berhubungan erat dengan luas protagonist.
Sedangkan menurut penelitian Radiyan Meidhiyanto pada tahun 2016
tentang Hubungan Jumlah Leukosit Dengan Kadar Troponin I Pada Pasien Infark
Miokard menjelaskan bahwa Infark Miokard atau Infark Miokard Akut (IMA)
merupakan penyebab utama kematian didunia. Lebih dari 7 juta orang didunia
terdeteksi penyakit ini tiap tahunnya. Alat diagnostik IMA yang ada saat ini
cenderung sulit ditemukan karena tidak semua fasilitas kesehatan memilikinya.
7

Diperlukan alat diagnosis yang mudah diakses dan terjangkau di masyarakat.


Dalam penelitian ini Didapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah leukosit
dengan kadar troponin I pada pasien IMA. Kuat hubungan secara statistik antar
variabel termasuk dalam kategori sedang dengan arah korelasinya positif yang
artinya semakin tinggi variabel bebas, maka semakin tinggi juga variabel terikat.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin menggali lebih dalam lagi
tentang kolerasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard
akut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti membuat suatu
rumusan masalah kolerasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark
miokard akut.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis kadar leukosit pada penderita infark miokard akut.
b. Menganalisis kadar troponin pada penderita infark miokard akut.
c. Menganalisis korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan terkait dengan
bidang imunoserologi terutama tentang informasi ilmiah mengenai kolerasi
antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard akut.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Penulis
8

Menambah pengalaman bagi peneliti serta untuk mengembangkan dan


menerapkan ilmu dalam rangka pengembangan diri dan sebagai syarat
dalam menyelesaikan studi di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
b. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat tentang
kolerasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard
akut.
c. Bagi Instusi Pendidikan
Sebagai referensi dalam bidang kesehatan khususnya mata kuliah
Immunologi Serologi dan sebagai masukan untuk evaluasi dalam proses
pembelajaran, serta dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian dengan rancangan Penelitian
Kepustakaan (Library Reasearh). Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan
hasil penelitian terdahulu. Penulis merangkum beberapa literatur yang relevan
dengan tema yaitu tentang kadar leukosit dan troponin pada penderita infark
miokard akut.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan lebih
menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang ada
dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk
diinterpretasikan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada pembahasan.
1. Prosedur Penelitian
a. Pemilihan Topik
Topik yang dipilih dalam penelitian ini yaitu kadar leukosit dan troponin
pada penderita infark miokard akut.
b. Eksplorasi informasi
9

Informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri jurnal


yang sesuai dengan topik penelitian yaitu kadar leukosit dan troponin pada
penderita infark miokard akut.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini yaitu kadar leukosit dan troponin pada penderita infark
miokard akut.
3. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan oleh penulis sebagai penunjang, dapat juga dikatakan
data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini data
yang penulis peroleh dari dokumentasi, buku – buku, dan situs internet.
4. Persiapan Penyajian Data
Jurnal yang telah dikumpulkan dibaca, dianalisis dan diambil kesimpulan yang
sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan sehingga data-data yang
diperoleh semakin akurat dan tepat
5. Penyusunan Laporan
Pada bagian akhir kegiatan penelitian, peneliti mulai dengan proses
penyusunan laporan penelitian. Proses penyusunan laporan ini dilakukan
dengan cara menyusun berbagai data yang didapat sesuai dengan topik
penelitian yaitu kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard
akut. Laporan yang dibuat peneliti dilakukan sesuai dengan pedoman penulisan
yang telah ditentukan oleh Poltekkes Tanjungkarang.
6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Peneliti mendapatkan data
sekunder berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang memiliki Variabel
independent adalah kadar leukosit dan troponin sedangkan variabel dependent
yaitu penderita infark miokard akut yang sama dengan yang akan diteliti
sehingga sesuai dengan hasil yang diharapkan.
10

7. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian kepustakaan dapat berupa check-list
klasifikasi bahan penelitian, skema atau peta penulisan dan format catatan
penelitian.
8. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian berupa metode analisis
isi (Content Analisis). Kemudian peneliti mengolah bahan-bahan atau data-data
berupa artikel jurnal, skripsi dan buku yang sudah dikumpulkan hingga
ditemukan hasil yang relevan sesuai dengan topik penelitian. Dalam
menganalisa data studi kepustakaan dengan melihat tahun penelitian mulai dari
penelitian terdahulu sampai penelitian yang terbaru. Pada tahap ini, hasil dari
pengumpulan data yang diperoleh akan dianalisis lebih rinci sehingga
memperoleh kesimpulan dari penelitian. Hasil dari analisa data akan dilakukan
tahap pembahasan. Pada tahap ini akan dibahas secara lebih rinci sehingga
dihasilkan kesimpulan data yang akan membuktikan kebenaran variable yang
di analisis.

Anda mungkin juga menyukai