PENELITIAN KEPUSTAKAAN
(LIBRARY RESEARCH)
Oleh :
ASTRI YULITA MAHARANI
1713353027
A. Latar Belakang
Infark Miokard atau Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian otot
jantung yang disebabkan oleh iskemi yang berkepanjangan dan merupakan
penyebab utama kematian didunia. Lebih dari 3 juta orang tiap tahun
diperkirakan menderita ST-Elevasi Infark Miokard (STEMI) dan lebih dari 4
juta orang tiap tahunnya menderita Non ST-Elevasi Infark Miokard
(NSTEMI).
Penyakit jantung koroner yang mempunyai jumlah tingkat kematian
yang tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 7 juta orang
meninggal akibat IMA pada tahun 2002 dan diperkirakan pada tahun 2020
meningkat hingga 11 juta orang (Widodo, 2010). IMA diawali dari proses
berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang disebabkan oleh, antara
lain ateroskelorosis, thrombus arteri, spasme, emboli koroner, anomali
kongenital yang merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner.
Penyebab gangguan jantung lainnya seperti hipertrofi ventrikel dan penyakit
sistemik seperti anemia menyebabkan oksigen yang dibawa keseluruh
penyebab diatas dapat terjadi iskemik jantung bila tidak tertolong dapat
mengakibatkan kematian jantung yang disebut IMA (Kasron, 2012).
Tanda dan gejala yang terjadi pada IMA secara klinis misalnya sesak
nafas, pucat, dingin dan kepala terasa melayang, mual, muntah, rasa sakit di
bagian dada secara mendadak dan terus menerus, nyeri seperti tertusuk dan
menjalar ke bahu lalu ke bawah menuju bagian lengan kiri. Nyeri mulai secara
mendadak dan menetap selama beberapa jam atau hari, tidak hilang hanya
dengan istirahat, nyeri juga dapat menjalar ke leher. Pada pasien diabetes
mellitus tidak mengalami nyeri karena neuropati yang menyertai diabetes
dapat menganggu neuroreseptor (Kasron, 2012).
Penyebab terbesar kematian akibat serangan jantung mendadak yaitu
tidak adanya pertolongan pertama, oleh sebab itu pengetahuan masyarakat
terhadap penanganan pertolongan pertama penyakit jantung IMA secara dini
menjadi sangat penting. Tidak hanya para tenaga medis saja yang dapat
melakukan penanganan pertolongan pertama pada penyakit jantung IMA,
namun masyarakat atau orang awam pun bisa dan harus melakukan
penanganan pertolongan pertama pada penyakit jantung IMA karena penting
dilakukan untuk menunggu datangnya paramedis dan dibawa ke RS
(Mukhlisun, 2013).
Sebanyak 478.000 pasien di Indonesia terdiagnosis penyakit jantung
koroner menurut Departemen Kesehatan pada tahun 2019. Prevalensi infark
miokard akut dengan ST-elevasi saat ini meningkat dari 25% ke 40% (Depkes,
2019). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2018
berdasarkan Diagnosis Dokter pada semua umur adalah sebesar 1,5%
tertimbang 1.017.290. pada usia ≥ 15 tahun berdasar wawancara terdiagnosis
dokter sebesar 0,7 %. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasar jenis
kelaminnya, yang didiagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan
yaitu 1,6%. Sedangkan pada laki-laki adalah 1,3% . Prevalensi penyait jantung
berdasarkan Diagnosis Dokter pada penduduk semua umur di lampung adalah
1,2% (Depkes, 2019).
Sejumlah penelitian menemukan beberapa mekanisme keterlibatan
jumlah leukosit dengan tingkat kematian pada penyakit jantung koroner.
Leukosit memegang peran penting dalam respon inflamasi pada cedera dan
mekanisme perbaikan yang bertujuan untuk menggantikan area yang telah
nekrosis menjadi kolagen. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar area
nekrosis maka akan semakin besar juga respon leukosit pada level sistemik
ataupun lokal.4 Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa nilai leukositosis
pada penderita IMA meningkat dibandingkan penderita bukan IMA dengan
perbedaan bermakna (Maison, 2010)
Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak
(mobile) dalam sistem pertahanan tubuh (Sherwood, 2016). Leukosit adalah
sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Jumlah leukosit
pada orang dewasa normal adalah 6000-10000 sel/mm3. Bila jumlahnya lebih
dari normal keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari normal disebut
leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai
granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan
inti bentuk bulat atau bentuk ginjal (Pearce, 2018).
Sel darah putih bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari
sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Granulosit atau sel
polimorfonuklear merupakan hampir 75 persen dari seluruh jumlah sel darah
putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah
nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu
disebut sel berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut
granulositopenia. Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat
timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh
karena itu apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya
sering dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal mungkin (Pearce,
2018).
Leukosit mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Untuk
mengungkapkan keadaan kesehatan tubuh melalui sel-sel leukosit perlu
diperhatikan mengenai jumlahnya dan morfologinya cukup mengamati
sediaan apus darah. Sediaan apus darah yang baik memperagakan penyebaran
yang ratarata sel pada bagian tengah. Bagian pinggir dan bagian tebal dari
sediaan biasanya berkumpul sel-sel leukosit, namun bagian itu tidak
dianjurkan untuk dipakai mempelajari morfologinya (Subowo, 2018).
Leukosit dan turunannya berperan dalam:
1. Menahan invasi oleh pathogen (mikroorganisme penyebab penyakit,
misalnya bakteri dan virus) melalui proses fagositosis;
2. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang muncul di
dalam tubuh; dan
3. Berfungsi sebagai “petugas pembersih” yang membersihkan
“sampah” tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel
yang mati atau cedera dan yang terakhir dalam penyembuhan luka
dan perbaikan jaringan. Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit
terutama menggunakan strategi “cari dan serang” yaitu sel-sel
tersebut pergi ke tempat invasi atau jaringan yang rusak. Alasan
utama mengapa sel darah putih terdapat di dalam darah adalah agar
mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau
penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan (Sherwood, 2016).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid
dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung ( (Guyton, 2014).
Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai
absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit
atau beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal
dirangsang, baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap
kebutuhan fisiologis. Sebagian besar stimulasi fisiologis seperti olahraga,
emosi, pemaparan terhadap suhu yang ekstrim, mengakibatkan leukositosis
(Sherwood, 2016)
Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktunya di luar sistem
sirkulasi, berpatroli di dalam cairan interstisial dan sistem limfatik, dimana
sebagian besar pertempuran melawan pathogen dilakukan. Secara normal, satu
millimeter kubik darah manusia mempunyai sekitar 5000 sampai 10.000
leukosit. Jumlah sel ini akan meningkat untuk sementara waktu ketika tubuh
sedang berperang melawan suatu infeksi (Campbell, 2014).
Menurut penelitian Muhammad Yogi Pratama tahun 2016 tentang
Gambaran Kadar Leukosit Pada Pasien Sindroma Koroner Akut menyatakan
bahwa Leukosit dapat menjadi prediktor dan indikator prognostik pada
sindroma koroner akut. Pasien sindroma koroner akut di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2014-2016 mayoritas memiliki nilai
leukosit lebih dari 12.000 /µL.
Hal serupa juga dijelaskan pada penelitian Ade M Sitepu pada tahun
2016 tentang Gambaran jumlah leukosit pada pasien infark miokard akut
bahwa Peningkatan jumlah leukosit secara tipikal mengindikasikan adanya
suatu infeksi dan peradangan, serta juga berperan pada cedera vaskular dan
aterogenesis yang merupakan perkembangan dari suatu ruptur plak
aterosklerosis dan thrombosis. Hasil penelitian mendapatlan 45 sampel dengan
mayoritas kelompok usia 46-60 tahun, jenis kelamin laki-laki, faktor risiko
kombinasi beberapa faktor risiko mayor, dan jenis infark NSTEMI. Sebanyak
57,77% hasil pemeriksaan leukosit berkisar 10.000-14.900/mm3 dan 8,88%
pada ≥15.000/mm. Lebih dari setengah jumlah sampel mengalami
peningkatan jumlah leukosit.
Diagnosis IMA dapat ditegakkan melalui pemeriksaan troponin, namun
tidak semua fasilitas kesehatan memilikinya. Troponin adalah protein yang
ada di otot dan jantung. Ketika seseorang mengalami masalah pada
jantungnya, troponin akan pecah dan masuk ke aliran darah. Di sinilah dokter
mengukur level troponin seseorang untuk mendeteksi apakah terjadi serangan
jantung. Mengukur troponin adalah cara yang jauh lebih efektif untuk
mendeteksi serangan jantung ketimbang pemeriksaan darah biasa. Mengukur
level troponin dalam darah membantu dokter mendiagnosis lebih cepat serta
menentukan langkah penanganan yang tepat. (Sargowo, 2017)
Jenis troponin dikategorikan menjadi 3 sub-unit yaitu:
1. Troponin C (TnC)
2. Troponin T (TnT)
3. Troponin I (TnI)
Pada orang sehat, idealnya level troponin cukup rendah sehingga tidak
terdeteksi. Bahkan ketika seseorang mengalami nyeri dada namun hingga 12
jam kemudian level troponin masih rendah, kemungkinan mengalami
serangan jantung pun sangat kecil.Tingginya level troponin adalah tanda
bahaya darurat. Semakin tinggi troponin, terutama troponin T dan I,
kecenderungan kerusakan jantung lebih besar lagi. Lebih jauh lagi, level
troponin ini akan meningkat dalam waktu 3-4 jam setelah jantung mengalami
kerusakan. Hingga 14 hari kemudian, level troponin bisa tetap tinggi.Satuan
level troponin adalah nanogram per mililiter. Tergantung kapan pemeriksaan
diambil, angka normal troponin adalah di bawah 0,4 nanogram per mililiter.
Namun jika lebih tinggi dari ini, bisa jadi indikasi serangan jantung atau
kerusakan jantung.Meski demikian, penelitian terbaru menyebutkan bahwa
perempuan bisa mengalami kerusakan jantung akibat serangan jantung meski
level troponinnya masih rendah. Artinya, parameter troponin yang normal
antara laki-laki dan perempuan bisa saja berbeda (Sargowo, 2017).
Menurut penelitian Yulia Eka Hastuti tahun 2013 tentang Hubungan
Kadar Troponin Dengan Lama Perawatan Pasien Infark Miokard Akut
menyatakan bahwa Kadar troponin T memberikan informasi penting dalam
estimasi luas infark. Pada IMA, luas infark berhubungan erat dengan luas
protagonist.
Sedangkan menurut penelitian Radiyan Meidhiyanto pada tahun 2016
tentang Hubungan Jumlah Leukosit Dengan Kadar Troponin I Pada Pasien
Infark Miokard menjelaskan bahwa Infark Miokard atau Infark Miokard Akut
(IMA) merupakan penyebab utama kematian didunia. Lebih dari 7 juta orang
didunia terdeteksi penyakit ini tiap tahunnya. Alat diagnostik IMA yang ada
saat ini cenderung sulit ditemukan karena tidak semua fasilitas kesehatan
memilikinya. Diperlukan alat diagnosis yang mudah diakses dan terjangkau di
masyarakat. Dalam penelitian ini Didapatkan hubungan yang signifikan antara
jumlah leukosit dengan kadar troponin I pada pasien IMA. Kuat hubungan
secara statistik antar variabel termasuk dalam kategori sedang dengan arah
korelasinya positif yang artinya semakin tinggi variabel bebas, maka semakin
tinggi juga variabel terikat.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin menggali lebih dalam
lagi tentang korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark
miokard akut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti membuat suatu
rumusan masalah korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis kadar leukosit pada penderita infark miokard akut.
b. Menganalisis kadar troponin pada penderita infark miokard akut.
c. Menganalisis korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada
penderita infark miokard akut.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan terkait dengan
bidang Hematologi terutama tentang informasi ilmiah mengenai korelasi
antara kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard akut.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Penulis
Menambah pengalaman bagi peneliti serta untuk mengembangkan dan
menerapkan ilmu dalam rangka pengembangan diri dan sebagai syarat
dalam menyelesaikan studi di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
b. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat
tentang korelasi antara kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut.
c. Bagi Instusi Pendidikan
Sebagai referensi dalam bidang kesehatan khususnya mata kuliah
Hematologi dan sebagai masukan untuk evaluasi dalam proses
pembelajaran, serta dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian dengan rancangan Penelitian
Kepustakaan (Library Reasearch). Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun
laporan hasil penelitian terdahulu. Penulis merangkum beberapa literatur yang
relevan dengan tema yaitu tentang kadar leukosit dan troponin pada penderita
infark miokard akut.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan
lebih menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang
ada dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk
diinterpretasikan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada
pembahasan.
1. Prosedur Penelitian
a. Pemilihan Topik
Topik yang dipilih dalam penelitian ini yaitu kadar leukosit dan
troponin pada penderita infark miokard akut.
b. Eksplorasi informasi
Informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri
jurnal yang sesuai dengan topik penelitian yaitu kadar leukosit dan
troponin pada penderita infark miokard akut.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini yaitu kadar leukosit dan troponin pada penderita infark
miokard akut.
3. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan oleh penulis sebagai penunjang, dapat juga
dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam
penelitian ini data yang penulis peroleh dari dokumentasi, buku – buku, dan
situs internet.
4. Persiapan Penyajian Data
Jurnal yang telah dikumpulkan dibaca, dianalisis dan diambil kesimpulan
yang sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan sehingga data-
data yang diperoleh semakin akurat dan tepat
5. Penyusunan Laporan
Pada bagian akhir kegiatan penelitian, peneliti mulai dengan proses
penyusunan laporan penelitian. Proses penyusunan laporan ini dilakukan
dengan cara menyusun berbagai data yang didapat sesuai dengan topik
penelitian yaitu kadar leukosit dan troponin pada penderita infark miokard
akut. Laporan yang dibuat peneliti dilakukan sesuai dengan pedoman
penulisan yang telah ditentukan oleh Poltekkes Tanjungkarang.
6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Peneliti mendapatkan
data sekunder berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang memiliki
Variabel independent adalah kadar leukosit dan troponin sedangkan
variabel dependent yaitu penderita infark miokard akut yang sama dengan
yang akan diteliti sehingga sesuai dengan hasil yang diharapkan.
7. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian kepustakaan dapat berupa check-list
klasifikasi bahan penelitian, skema atau peta penulisan dan format catatan
penelitian.
8. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian berupa metode
analisis isi (Content Analisis). Kemudian peneliti mengolah bahan-bahan
atau data-data berupa artikel jurnal, skripsi dan buku yang sudah
dikumpulkan hingga ditemukan hasil yang relevan sesuai dengan topik
penelitian. Dalam menganalisa data studi kepustakaan dengan melihat
tahun penelitian mulai dari penelitian terdahulu sampai penelitian yang
terbaru. Pada tahap ini, hasil dari pengumpulan data yang diperoleh akan
dianalisis lebih rinci sehingga memperoleh kesimpulan dari penelitian.
Hasil dari analisa data akan dilakukan tahap pembahasan. Pada tahap ini
akan dibahas secara lebih rinci sehingga dihasilkan kesimpulan data yang
akan membuktikan kebenaran variable yang di analisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Infark Miokard Akut (IMA)
a. Pengertian Infark Miokard Akut (IMA)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel miokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Suplai
oksigen dibutuhkan sel-sel miokardium untuk menghasilkan ATP yang
dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2010). IMA dikenal
sebagai serangan jantung, oklusi koroner, yang merupakan kondisi
mengancam jiwa yang ditandai dengan pembentukan area nekrotik
lokal di dalam miokardium. Apabila terjadi pembentukan area nekrotik
pada miokardium, maka aliran darah ke jantung tidak optimal sehingga
pemenuhan kebutuhan oksigen mengalami penurunan (Jane H, Joyce
M & Hawks Black, 2014).
IMA didefinisikan sebagai suatu kondisi klinis dimana terjadi
adanya nekrosis sel miokard akibat iskemia signifikan dan terjadi
terus-menerus (Mendis, 2011). Nyeri dada akut merupakan penyebab
paling sering kedatangan pasien ke Unit Gawat Darurat (UGD).
Sebanyak 15-25 % dari nyeri dada tersebut terjadi akibat sindroma
koroner akut. Sindroma koroner akut terjadi akibat kondisi iskemia
miokard. Keadaan ini terdiri dari 3 bagian, yang dapat dibedakan satu
sama lain berdasarkan pemeriksaan marker jantung maupun
elektrokardiografi (EKG) (Sabatine, 2012).
b. Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)
Penyebab IMA ada dua faktor, faktor internal dan eksternal.
Faktor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan
konsistensi dari inti lipid serta kondisi bagaimana plak tersebut
terpapar, seperti status koagulasi dan derajat vasokonstriksi arteri.
Faktor eksternal berasal dari aktivitas pasien atau kondisi eksternal
yang memengaruhi pasien. Aktivitas fisik berat dan stres emosional
berat, seperti kemarahan, serta peningkatan respon sistem saraf
simpatis dapat menyebabkan ruptur plak. Pada waktu yang sama,
respon sistem saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium (Jane H, Joyce M & Hawks Black, 2014).
c. Patologi Infark Miokard Akut (IMA)
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.
Penyakit aterosklerosi ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi
(Ramrakha, 2016). Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok,
diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan
inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan
terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai
vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,
dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel
(Ramrakha, 2016).
Sebagian besar IMA terjadi sebagai akibat dari ruptur plak
aterosklerosis. Aterosklerosis timbul berawal dari terjadinya inflamasi
pada endotelium tunika intima pada arteri koroner. Low Density
Lipoprotein (LDL) memiliki peranan utama terhadap kejadian
inflamasi ini. LDL yang berlebihan akan terakumulasi di subintima
dan mengalami oksidasi. LDL teroksidasi merupakan faktor
proinflamasi yang kuat, selanjutnya akan memicu terjadinya adhesi
monosit pada endotelium dan subintima. Monosit yang telah berikatan
dengan endotelium dan subintima tersebut mengalami diferensiasi
menjadi makrofag. Makrofag tersebut akan menarik LDL yang
teroksidasi lalu mengalami proliferasi di dalam subintima. Gabungan
antara LDL yang teroksidasi dengan makrofag disebut sebagai foam
cell yang merupakan tahapan awal dari proses aterosklerosis. Selain itu
juga terjadi peningkatanproduksi matriks ekstraselular dan proses
fibrosis di sel otot polos. Mengakibatkan terjadinya penebalan di
tunika media hingga tunika adventisia (Blackshear and Kantor, 2007).
Terdapat beberapa mekanisme penyebab IMA, 2/3 diantaranya
disebabkan oleh rupturnya tudung fibrus pada plak aterosklerosis.
Mekanisme lainnya yaitu erosi superfisial intima yang terjadi pada ¼
kejadian IMA. Rupturnya tudung fibrus terjadi akibat
ketidakseimbangan antara kekuatan yang merusak tudung plak dan
kekuatan bertahan dari tudung fibrus. Faktor-faktor yang menurunkan
sintesis kolagen oleh sel otot polos vaskular dapat menurunkan
kemampuan bertahan dari tudung fibrus plak, misalnya sel T yang
merupakan turunan interferon γ. Selain itu peningkatan katabolisme
matriks ekstraselular yang menyusun tudung fibrus juga memiliki
peran terhadap terjadinya ruptur plak (Libby, 2012).
Gambar 1. Tahapan pembentukan plak aterosklerosis dan proses terjadinya
IMA
3. Troponin
Troponin adalah protein regulatori yang merupakan bagian dari
contractility apparatus dari jaringan otot skeletal dan jantung. Troponin
tidak muncul dalam jaringan otot polos. Troponin bersama protein actin
dan tropomiosin, mereka merupakan bagian dari filamen tipis dalam
myofibril dan esensial dalam pengaturan kontraksi otot yang dimediasi
kalsium. Kompleks troponin terdiri dari tiga protein yang berbeda interaksi
dan fungsinya (troponin I, T, dan C). Tissuespesific isoform tersedia untuk
tiap tipe troponin. Tropomiosin dimer dalam filamen tipis membentuk
rantai panjang berkelanjutan sepanjang lingkar helix actin. Kompleks
troponin terdapat dalam interval reguler sepanjang filamen. Tipe protein
troponin memiliki fungsi spesifik dalam meregulasi kontraksi otot (Scott
M Well,Meg Sleeper, 2008).
Troponin C tampil dalam dua isoform. Satu isoform muncul dalam
fast twitch muscle fiber dan yang lainnya munucl dalam cardiac maupun
slow twitch muscle fiber. Homologi antara cardiac isoform dan satu dari
otot rangka isoform mengurangi spesifisitas cardiac troponin C (cTnC)
dan membatasi kegunaan diagnostik pada penyakit jantung. Troponin C
berikatan dengan kalsium untuk menginisiasi kontraksi otot (Scott M
Well,Meg Sleeper, 2008).
Bentuk isoform multipel dari troponin T bertahan dalam otot rangka.
Cardiac Troponin T (cTnT) memiliki berat molekul 37.000 Da. Troponin
pada jaringan jantung manusia memiliki empat isoform, namun hanya satu
yang merupakan karakteristik jantung dewasa. Tiga isoform jantung lain
diekspresikan dalam jaringan fetus. Isoform fetal diekspresikan dalam
ulang selama terjadi kerusakan jantung atau kerusakan otot rangka.
Troponin T menempelkan kompleks troponin pada tropomiosin dan actin.
Tiga isoform membentuk Troponin I (TnI). Dua muncul dalam otot rangka
dan bentuk lain hanya terbentuk dalam otot jantung. Bentuk cardiac
isoform (cTnI), dengan berat molekul 24.000 Da, lebih besar daripada
isoform lainnya, dan mengandung tambahan 32 asam amino N-terminal
peptida. Protein lainnya memiliki disimilaritas lebih dari 40% dalam
sekuensi asam aminonya dibanding dengan TnI otot rangka. Tidak seperti
cTnT, cTnI tidak diekspresikan dalam otot rangka fetus selama
perkembangannya, ataupun setelah kerusakan dan regenerasi pada otot
rangka pasien dewasa. Troponin I menghambat actin myosin ATP-ase dan
mencegah interaksi struktur miosin dengan actin-binding sites. Ikatan
kalsium pada troponin C menggantikan troponin I dan menyebabkan
perubahan pada tropomiosin, sehingga tidak akan mengganggu ikatan
actin myosin dan kontraksi otot akan terjadi. Mutasi dari gen yang
mengkode cTnT dan cTnI menyebabkan hipertropi kardiomiopati pada
manusia (Scott M Well,Meg Sleeper, 2008).
Gambar 7. Struktur Troponin
(IMA)
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Adianto. (2013). Perbedaan Morfologi Sel Darah pada Pengecatan Giemsa yang
diencerkan menggunakan Aquades dan Buffer pH 6,8. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Guyton. (2014). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta:
Buku Kedokteran.