Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Dewi sri wahyuni


NIM : 108115058

I. HD DENGAN ANEMIA
A. Pengertian
Hemodialisa Hemodialisis mulai diterapkan sejak tahun 1960-an
sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk pasien ginjal akut maupun
kronik. Hemodialisis bekerja dengan prinsip transport (eliminasi) zat-zat
terlarut dan air melalui membran semipermiabel secara osmosis dan difusi
(Meiyer, 2003). Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan
pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka
panjang atau terapi permanen (Smeltzer, 2008).
Tujuan hemodialisis adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada
hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksik dan limbah nitrogen
dialirkan dari tubuh pasien ke dialiser, dari tempat tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. (Smeltzer, 2008).
Hemodialisis dapat menggantikan sebagian dari fungsi ginjal yang rusak.
Tindakan dialisis dapat mengeluarkan sampah tubuh, kelebihan cairan dan
membantu menjaga keseimbangan elektolit dan pH (keseimbangan asam
dan basa) pada kadar yang dapat ditoleransi tubuh. Hemodialisis
mengeluarkan nitrogen buangan dan kelebihan cairan atau elektrolit
bekerja dengan adanya aliran darah pasien yang konstan sepanjang
membran semipermiabel yang memisahkan darah dari cairan pembersih
(dialisat). Proses difusi dan konveksi mengakibatkan dialisat mampu
menarik substansi buangan dari darah, di sisi lain mengembalikan bahan
yang masih diperlukan tubuh. Proses ini terjadi dalam hallow fiber dari
ginjal buatan yang dinamakan dialyser (Watrick dan Morrison, 2007).
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang mempunyai
konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi ekstrasel yang
ideal. Air yang dikeluarkan dari tubuh melalui proses osmosis yaitu
berpindahnya air karena tenaga kimia berupa perbedaan osmolaritas darah
dan cairan dialisat. Pengeluaran air dapat dikendalikan agar menciptakan
gradient tekanan, dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan
tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat), inilah yang dinamakan proses ultrafiltrasi. Gradien ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal
dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada
alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan menfasilitasi
pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air maka
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia atau keseimbangan cairan (Smeltzer, 2008).
Hemodialisis akan mencegah kematian pada gagal ginjal kronik,
namun tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal. Meskipun dialisis dapat memperpanjang usia tanpa
batas yang jelas tindakan ini tidak akan mengembalikan seluruh fungsi
ginjal. Pasien akan tetap mengalami sejumlah permasalahan dan
komplikasi (Smeltzer, 2008).
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi yang jarang
terjadi misalnya reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan
intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, serta aktivasi
komplemen akibat dialisis dan hipoksemia (Cahyaningsih, 2009).
Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar
hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai normal.
Beberapa faktor yang menyebabkan anemia adalah a) penurunan produksi
sel darah merah sehat, b) meningkatnya kerusakan sel darah merah, dan c)
kehilangan darah (Black and Hawks, 2005).
Menurut Smeltzer (2005) mengatakan bahwa orang yang mengalami
gagal ginjal kronik usia sel darah merah setengah lebih pendek dari usia
sel darah merah orang normal. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan
hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasma melebihi kapasitas plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya. (Apabila jumlahnya lebih
dari sekitar 100 mg/dl, sel darah merah akan terdifusi dalam glomerulus
ginjal dan keadaan urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya
hemoglobinemia dan hemoglobinuria, dapat memberikan informasi
mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien
dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat
proses hemolitik tersebut.

B. Indikasi
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/I)
2. Asidosis
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Perikarditis dan konfusi yang berat
6. Hiperkalsemia dan Hipertensi

C. Proses tindakan
 Hd dimulai  Pre HD : persiapan pasien, persiapan alat / mesin,
alat steril untuk insersi
 Intra HD  : pemasangan fistula atau insersi pada pasien,
priming, soaking, sirkulasi, pemberian Heparin.
 Post HD  : melepas jarum, membersihkan dializer (NaCL),
lepas alat AVL dan BVL dari mesin HD.

D. Persiapan alat
1. Bak instrumen
2. Duk sterill
3. Fistula
4. Selang AVL & BVL
5. Kasa
6. Nacl
7. HD pack
8. Mesin HD
9. Heparin
10. Spuit 3cc
11. Alkohol swab
12. Dializer

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
 Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
 Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
 Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
 EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b) Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c) Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e) Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f) Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g) Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h) Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i) Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j) EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k) Biopsi Ginjal
Bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PRE-HD,


INTRA-HD, DAN POST-HD
a) Pre – HD
 Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine
 Ansietas b.d krisis situasional
 Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi
b) Intra – HD
 Resiko cedera b.d akses vaskuler dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vaskuler.
 Resiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses
hemodialisa
c) Post – HD
 Intoleransi aktivitas b.d keletihan
 Risiko harga diri rendah b.d ketergantungan
 Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
IV. NIC NOC DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Pre – HD
 Manajemen elektrolit
 Tissue integrity : skin and mucous membranes  wound healing :
primer dan sekunder
 Pressure management
 Anxiety control coping : Anxiety reduction
b) Intra – HD
 Pain level, pain control, comfort level  pain management
 Ambulasi : ambulasi
 Immune status, knowledge:infection control, risk control 
infection control
c) Post – HD
 Adaptasi, support system, manajemen perasaan  adaptasi,
support system, manajemen perasaan
 Immune status, knowledge:infection control, risk control 
infection control

V. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a) Hipotensi
Anemia : O2,QB 150,transfusi PRC
b) Keram : turunkan QB dan UF goal, loading NaCl 0,9% 100cc, bolus D
40% 25cc, massage daerah yg keram
c) Gatal gatal : obat antihistamin oral / suntik difenhidramin IM
d) Menggigil : suntik dexametasone IV, selimuti, kompres hangat, bila perlu
hentikan HD lalu lakukan rinsing ulang
VI. DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai