Anda di halaman 1dari 14

B9M3

ACUTE APPENDICITIS
BERDASARKAN SKENARIO,
Diagnosis Kerja
Appendicitis Akut

Diagnosis Banding
Appendicitis Akut Perforata dengan peritonitis
Divertikulitis Akut

TERAPI NON OPERATIF


- Infus RL atau NS 2000ml/ 24jam
- Antibiotika broad spectrum : Ceftriaxone 2gr iv staat
- PPI atau H2 antagonis: Pantoperazol 40mg iv q 24h atau Ranitidin 100mg iv q12h
- Analgetika: Tramal 50mg iv q48h PRN
- Puasakan
- Persiapan operasi dengan informed consent

TERAPI OPERATIF
Apendiktomi secara konvensional (open) atau Laparoscopy.
Apendiktomi konvensional dapat dilakukan dengan sayatan:
- McBurney (gridiron)
- Transversal (Lanz)
- pararectal/paramedian
Usulan Pemeriksaan Lanjutan :
CT-Scan abdomen
Glukosa darah puasa dan 2jpp

1
PRASYARAT

ANATOMI DAN HISTOLOGI


Dinding Abdomen Anterolateralis
Aspek internus dinding abdomen anterolateralis dan organ-organ yang terletak pada
dinding posterior ditutupi oleh peritoneum yang memutar tajam dan berlanjut pada viscera
abdomen, seperti gaster, intestinum, hepar, dan splen. Dengan demikian, cavitas peritonealis
dibentuk antara dinding dan viscera, yang normal mengandung cairan ekstraselular untuk
melubrikasi membrana yang menutupi hampir seluruh permukaan struktur yang membentuk
atau menempati cavitas abdominis. Gerakan viscera yang terkait pencernaan terjadi dengan
bebas, dan refleksi dua lapis peritoneum yang berjalan antara dinding dan viscera menjadi
lintasan bagi vasa, lymphatici, dan nervi. Lemak dalam jumlah bervariasi dapat ditemukan
antara dinding dan viscera dan peritoneum yang menutupi mereka.
Batas superior dinding abdomen anterolateralis adalah cartilago costalis 7-10 dan
processus xiphoideus, sedangkan batas inferior adalah ligamentum inguinale, sisi superior
aspek anterolateralis cingulum pelvicum (crista iliaca, crista pubica, dan symphisis pubica).
Dinding abdomen anterolateralis terdiri dari cutis dan tela subcutanea (fascia superficialis),
otot dan aponeurosisnya dan fascia profunda, lemak ekstraperitoneal, serta peritoneum
parietale. Cutis melekat dua lapisan: (1) ​panniculus adiposus, ​lapisan lemak superficialis
(Camper’s fascia) dan (2) ​stratum membranosum, ​lapisan membranosa profundus (Scarpa’s
fascia). Stratum membranosum akan berlanjut ke inferior dalam regio perinealis sebagai
fascia perinei superficialis (Colles’ fascia).
Fascia investiens superficialis, fascia investiens intermedia, dan fascia investiens
profunda menutupi permukaan luar ketiga otot dinding abdomen anterolateralis dan
aponeurosisnya serta sukar dilepaskan. Selanjutnya, permukaan internus dinding abdomen
dilapisi oleh ​fascia endoabdominalis. ​Bagian yang melapisi permukaan dalam musculus
transversus abdominis disebut fascia transversalis. Peritoneum parietale yang membatasi
cavitas abdominis berada profundus terhadap fascia transversalis; keduanya dipisahkan oleh
lemak ekstraperitoneal.
Ada lima (berpasangan bilateral) otot pada dinding abdomen anterolateralis; tiga otot
mendatar dan dua otot verticalis. Tiga otot mendatar adalah ​obliquus externus abdominis,
obliquus internus abdominis, ​dan ​transversus abdominis. ​Serabut dari dua lapisan otot
yang lebih superficialis berjalan diagonal dan tegak lurus satu terhadap yang lain, sedangkan
serabut transversus abdominis berjalan transversus. Di antara linea medioclavicularis dan
linea mediana anterior, aponeurosis ketiga otot ini membentuk ​vagina musculi rectus
abdominis ​yang membungkus rectus abdominis. Aponeurosis kedua sisi saling berjalin
membentuk ​linea alba​ di garis tengah yang membentang dari processus xiphoideus hingga
symphisis pubica. Dua otot vertikalis dinding abdomen anterolateralis didapatkan dalam
vagina musculi recti abominis, yakni ​rectus abdominis ​dan ​pyramidalis​.
Kulit dan otot dinding abdomen anterolateralis dipersyarafi terutama oleh :
● Nervi thoracoabdominales : rami anteriores nervi spinalis T7-T11
● Ramus cutaneus lateralis (thoracica) : dari nervi spinales T7-T9 atau T10

2
● Nervus subcostalis : ramus anterior dari nervus spinalis T12
● Nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis : cabang-cabang akhir dari ramus
anterior nervis spinalis L1
Ramus cutaneus abdominis anterior dari nervi thoracoabdominales :
● T7-T9 mempersyarafi cutis yang terletak superioe dari umbilicus
● T10 mempersyarafi cutis di sekeliling umbillicus
● T11 ramus cutaneus dari nervus subcostalis (T12), nervus iliohypogastricus dan
nervus ilioinguinalis (L1) mempersarafi cutis yang terletak inferior dari umbilicus.

Perioneum
Peritoneum adalah membrana serosa yang kontinu dan transparan, membatasi cavitas
abdominis et pelvis serta membungkus viscera. Peritoneum terdiri dari peritoneum parietale
yang melapisi permukaan dalam dinding abdomen dan dinding pelvis, dan peritoneum
viscerale yang melapisi viscera.
Vaskularisasi dan persarafan somatik peritoneum parietale sama dengan regio dari
dinding yang dilapisinya. Peritoneum parietale sensitif terhadap tekanan, nyeri, panas, dan
dingin, serta laserasi; nyeri umumnya dilokalisasi dengan baik, kecuali untuk yang terletak
pada permukaan bawah bagian tengah diaphragma yang diurus oleh nervus phrenicus, iritasi
di sini sering dirujuk ke dermatoma C3-C5 di sekeliling bahu.
Peritoneum viscerale dan organ yang dilapisinya mendapatkan vaskularisasi dan
persarafan visceral yang sama. Peritoneum visceral dirangsang terutama oleh regangan dan
iritasi kimiawi. Nyeri yang dihasilkan dilokalisasi dengan buruk, dirujuk ke dermatoma dari
ganglion sensorium nervi spinalis yang mengirim serabut sensoris, terutama ke bagian garis
tengah dari dermatoma. Sebagai akibatnya, nyeri yang berasal dari derivat praeenteron
(foregut) dirasakan di regio epigastrica, yang berasal dari derivat mesenteron (midgut) di
regio umbilicalis, dan yang dari derivat metenteron (hindgut) di regio pubica.
Cavitas peritonealis adalah ruang potensial dengan ketebalan kapiler di antara
peritoneum parietale dan viscerale; mengandung +- 50 ml cairan peritoneal yang melubrikasi
permukaan peritoneum. Cavitas peritonealis tertutup sepenuhnya pada laki-laki; sebaliknya
pada perempuan berhubungan dengan luar tubuh melalui tuba uterina, cavitas uterina dan
vagina. Permukaan peritoneum parietale dan peritoneum viscerale lebih luas daripada
permukaan luar tubuh (kulit)
Cavitas peritonealis dapat dibagi menjadi greater sac dan lesser sac. Greater sac
adalah bagian utama cavitas peritonealis dan membentang dari diafragma hingga pelvis.
Lesser sac lebih kecil dan terletak di belakang gaster; greater sac dan lesser sac berhubungan
melalui foramen omentale.

Appendix
Appendix adalah diverticulum usus yang buntu, panjang 6-10 cm, berisi massa
jaringan limfoid. Appendix muncul dari aspek posteromedialis caecum, inferior terhadap
junctio ileocaecalis, mempunyai mesenterium berbentuk segitiga pendek yang disebut
mesoappendix. Posisi appendix bervariasi, tapi biasanya ​retrocaecalis​.

3
Caecum disuplai oleh arteria ileocolica yaitu cabang terminal arteria mesenterica
superior. Arteria appendicularis yang merupakan cabang arteria ileocolica akan menyuplai
appendix. Tributan vena mesenterica superior yaitu vena ileocolica mengalirkan darah dari
appendix.
Pembuluh limf dari appendix berjalan menuju nodi lymphatici dalam mesoappendix
dan ke nodi ileocolici, selanjutnya menuju nodi mesenterici superiores.
Persarafan appendix adalah serabut simpatis dan serabut aferen visceral melalui
nervus splanchnicus minor serta serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus.

Histologi Appendix ​(tambahan sendiri)


Lapisan-lapisan Appendix:
1. Tunica Mucosa
a. Epitel selapis silindris
i. banyak sel goblet
ii. terdapat sel M dan sel absortif
b. Lamina Propria Mucosae
i. merupakan jaringan ikat longgar
ii. banyak nodulus lymphoideus aggregatus dengan pusat germinal (ciri
khas)
iii. Crypta intestinalis: dangkal, kurang berkembang, terletak berjauhan;
crypta yang masuk ke dalam dipisahkan oleh textus lymphoideus.
Terdiri dari sel:
1. Sel absorptif permukaan
2. Sel goblet
3. Regenerative cells
4. Sel DNES
5. Sel Paneth
c. Lamina Muscularis Mucosae

4
i. Tipis, terdesak textus lymphoideus, kadang-kadang terputus
2. Tela Submucosa
a. Tebal
b. Terdapat: adipocytus, textus lymphoideus diffusa, nodulus lymphoideus
dengan centrum germinativum (ciri khas; berasal dari lamina propria
mucosae), vasa sanguinea
3. Tunica Muscularis
a. Myocytus levis internus circularis​ (otot polos sirkuler di bagian dalam)
b. Plexus nervosus myentericus
c. Myocytus levis externa longitudinalis​ (otot polos longitudinal di bagian luar)
4. Tunica Serosa
a. Banyak ​adipocytus albus

AKUT ABDOMEN ​(tambahan sendiri)

DEFINISI
Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi secara mendadak dengan gejala utama
yang timbul adalah nyeri perut dan dapat mengancam nyawa. Keadaan ini memerlukan
penanganan segera yang seringkali berupa tindakan bedah (contoh: pada obstruksi, perforasi,
atau perdarahan).

ETIOLOGI

5
Etiologi tersering meliputi appendicitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis, obstruksi usus,
perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, dan lain-lain.

APPENDISITIS AKUT

DEFINISI
Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak - anak maupun dewasa.
Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak
- anak dan remaja.

ETIOLOGI
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga
terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis
umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fekalith. Fekalith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendisitis.
Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi : hiperplasia folikel lymphoid,
tumor carcinoid atau tumor lainnya, benda asing (pin, biji-bijian), kadang parasit. Penyebab
lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa appendiks oleh parasit
E.histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendisitis yaitu:
bakteri aerob fakultatif, bakteri anaerob, ​Escherichia coli, Streptococci, Pseudomonas
aeruginosa, Enterococcus, Bacteroides fragilis.​

FAKTOR RISIKO ​(tambahan)

6
● Kelompok umur 10-30 tahun
● Riwayat keluarga, terutama pada pria
● Anak dengan cystic fibrosis
● Diet tanpa serat
● Menahan BAB
(hopkinsmedicine.org; simposium mini)

EPIDEMIOLOGI
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi
pada laki - laki dibandingkan perempuan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena
dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering terjadi selama
musim panas. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari -
hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-3- tahun, setelah itu
menurun. Insidensi pada laki - laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur
20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.

KLASIFIKASI​ (tambahan)
Tidak ada di modul. Beberapa dokter bilang ga ada klasifikasi, tapi pas simposium mini yang
dibahas ini:
● Appendicitis sederhana
● Appendicitis suppurative
● Appendicitis gangrenosa
● Appendicitis infiltrat
● Appendicitis abses
● Appendicitis perforasi

PATOGENESIS
Appendisitis akut diawali dengan peningkatan progresif tekanan intraluminal yang
mengganggu aliran vena. Pada 50% sampai 80% kasus, appendisitis akut berkaitan dengan
obstruksi lumen yang berat, biasanya disebabkan oleh massa seperti batu dari feses, atau
fekalith, atau lebih jarang akibat suatu batu empedu, tumor, atau massa cacing (Oxyuris
vemicularis). Stasis dari komponen luminal, menyebabkan proliferasi bakterial, sehingga
memicu terjadinya iskemia dan respon inflamasi, mengakibatkan edema jaringan dan
infiltrasi neutrofilik ke dalam lumen, dinding otot dan jaringan ikat periappendiks.
Pada anak-anak usia 10 tahun sampai dewasa muda, hiperplasia limfoid diffus
merupakan penyebab lain dari obstruksi appendiks. Appendiks non-obstruktif dapat terjadi
secara sekunder dari infeksi sistemik, paling sering akibat infeksi virus.

7
Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36
jam setelah munculnya gejala, kemudia diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.
Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh
fekalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling
sering disebabkan obstruksi oleh fekalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fekalith adalah penyebab terbesar,
yaitu sekitar 20% pada anak dengan appendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan
perforasi appendiks.
Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyebabkan obstruksi lumen,
insidensi terjadinya appendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang
hiperplastis. penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik local atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella atau akibat invasi parasit Entamoeba
Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris, Appendisitis juga dapat
diakbatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan
cytomegalovirus.
carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor
berlokasi di 1/3 proximal. selama lebih dari 200 tahun, benda asing seperti biji sayuran
dilibatkan dalam terjadinya appendisitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga
mempengaruhi terjadinya appendicitis.

PATOFISIOLOGI
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya
nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anorexia
berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat dalam, tumpul,
berlokasi di dermatom th 10. adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum
nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang
baik bagi bakteri untuk berkembang biak. seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadinya gangguan aliran limf, terjadinya oedem yang hebat. akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene.
Selain itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendix; diikuti demam, takikardi, dan
leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik.
Saat eksudat inflamasi dari dinding appendix berhubungan dengan peritoneum parietale,
serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s.
Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada appendix retrocaecal atau pelvic, nyeri somatik biasanya tertunda karena
eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada appendix retrocaecal dapat muncul di punggung dan
pinggang.

8
Appendix pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
dan vesica urinaria pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri
seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendix akan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis umum.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendix mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6⁰C, leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga >48 jam
tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan resiko
perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan
lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya
abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang
dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam
jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat
mengindikasikan adanya abscess pelvis.

MANIFESTASI KLINIS
Secara khas, appendisitis akut yang tipikal menyebabkan timbulnya nyeri kolik
periumbilikal yang kemudian terlokalisasi ke kuadran kanan bawah, diikuti adanya nausea,
vomitus, demam yang tidak terlalu tinggi dan pada pemeriksaan laboratorium darah
ditemukan sedikit peningkatan jumlah leukosit, serta peningkatan ​C-Reactive Protein​. Pada
pemeriksaan fisik yang khas ditemukan adalah ​McBurney sign​, nyeri tekan yang berlokasi
pada dua pertiga jarak dari umbilikus dengan spina iliaka anterior superior ( titik McBurney ).
Akan tetapi, tanda dan gejala klasik dari appendisitis akut seringkali tidak muncul.
Pada beberapa kasus, appendiks yang terletak retrocaecal dapat menyebabkan timbulnya
nyeri pada flank kanan atau nyeri pelvis.
Apabila terjadi perforasi pada appendiks, nyeri dapat menghilang sementara, diikuti
dengan gejala peritonitis akut. Akurasi diagnosis klinis sekitar 80%. False positif dapat terjadi
dua kali lipat lebih besar pada perempuan daripada laki-laki. Kondisi yang menyerupai
appendicitis akut antara lain limfadenitis mesenterialis, lesi ginekologis, divertikulitis akut,
divertikulitis Meckel, dan infark omentum majus.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis appendisitis akut dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang seperti USG.

Pemeriksaan Fisik:
1. Inspeksi
● Tidak ditemukan gambaran spesifik
● Kembung, sering terlihat pada komplikasi perforasi
● Penonjolan perut kanan bawah -> massa/ abses periapendikular

9
● Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi
● Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas
● Defens muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale
● Pada appendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menemukan adanya rasa nyeri
3. Perkusi
● Terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitis)
● Pekak hati hilang apabila terjadi perforasi
4. Auskultasi
● Seringkali tidak ada kelainan
● Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat perforasi
● Bising usus menghilang karena peritonitis
5. Rectal toucher
● Tonus otot sfingter ani baik
● Ampula kollaps
● Nyeri tekan pada daerah jam 9-12
● Terdapat massa yang menekan rektum (bila ada abses)
6. Uji psoas
7. Uji obturator
8. Alvarado score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 2
symptom, 3 sign, dan 2 pemeriksaan laboratorium.
Alvarado score :
Appendicitis point pain : 2
Leukositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound tenderness fenomen : 1
Degree of Celcius (>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain :1
TOTAL : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skot >7 poin

Diagnosis appendisitis akut didukung oleh gambaran “mass effect” pada caecum dan
“nonfilling” appendiks pada barium enema, akan tetapi perubahan tersebut tidak seluruhnya
spesifik. CT scan tanpa kontras merupakan teknik imaging yang akurat untuk pemeriksaan
awal pada pasien-pasien tersebut.
Aspirasi peritoneal memberikan hasil “positif” (ditemukannya sel-sel radang akut dan
hiperplasia mesothelial) pada lebih dari 70% kasus.

10
PATOLOGI
Makroskopik
Secara makroskopik, suatu appendiks yang mengalami inflamasi akut menunjukkan
adanya lapisan fibrinous atau purulent di bagian serosa, dengan pelebaran pembuluh darah.
Mukosa menunjukkan adanya ulserasi dengan latar belakang hiperemis. Obstruksi lumen
oleh fekalith atau agen yang lain ditemukan pada seperempat sampai sepertiga kasus.

Mikroskopis
Pada appenditis akut tahap awal, pembuluh darah subserosa mengalami kongesti dan
tampak peningkatan infiltrasi neutrofil pada perivaskular di seluruh lapisan dinding
appendiks. Reaksi inflamasi menyebabkan perubahan serosa yang normal menjadi granular
dan eritematous. Walaupun seringkali ditemukan neutrofil pada mukosa dan ulserasi
superfisial, hal tersebut bukan tanda spesifik untuk appendisitis akut.

Diagnosis appendisitis akut ditegakkan apabila ditemukan infiltrasi neutrofil pada


tunika muskularis propia. Pada kasus-kasus yang lebih berat, eksudat neutrofilik prominen
menimbulkan suatu reaksi fibrinopurulen pada tunika serosa. Apabila prosesnya berlanjut,
abses fokal dapat terbentuk di dalam dinding appendiks ( disebut acute suppurative
appendicitis ).

Gangguan pada pembuluh darah appendiks yang lebih lanjuta dapat menyebabkan
terjadinya daerah ulserasi hemorahik dan nekrosis gangrenosa yang meluas sampai ke serosa
menimbulkan acute gangrenous appendicitis, yang dapat diikuti dengan ruptur dan peritonitis
supurativa.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin. Pada anak-anak balita antara lain intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikuluitiss jarang terjadi jika dibandingkan appendisitis. Nyeri divertikulitis hampir
sama dengan appendisitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada
pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.
Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses. Pada anak-anak usia sekolah, diagnosis bandingnya antara
lain: gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan
gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis.
Konstipasi merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak
ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan
gejala-gejalanya dapat menyerupai appendisitis. Pada infark omentum, dapat teraba massa
pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.

11
Pada pria dewasa muda, diagnosis banding yang sering adalah Crohn’s disease, kolitis
ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan
diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
Pada wanita usia muda, diagnosis banding epididimitis lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
Pada usia lanjut, appendisitis sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang
sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan
saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada
CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendisitis. Pada orang tua ,
divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendisitis, karena lokasinya yang
berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahuu dari onsetnya yang akut dan
nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti
dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

TERAPI
Untuk pasien yang dicurigai appendisitis:
1. Puasakan dan berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi
gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala
saat pemeriksan fisik.
2. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis.
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk
pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk dilakukan
operasi.
3. Rujuk ke dokter spesialis bedah.
4. Antibiotika preoperative: pemberian antibiotika preoperative efektif untuk
menurunkan terjadinya infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broad spectrum dan
juga untuk Gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan
order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole.
5. Laparoscopic appendectomy: pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic
dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut
abdomen dan suspek appendisitis akut. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah, dapat
membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut.

PENCEGAHAN ​(tambahan)
● Diet tinggi serat

12
● Defekasi secara teratur untuk mencegah pembentukan fekalit
● Asupan air harus cukup (banyak minum)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada appendicitis akut yaitu perforasi, yang dapat
menyebabkan peritonitis difus atau pembentukan abses periappendiceal. Keadaan ini secara
klinis menyerupai neoplasma, berlokasi di fossa iliaca kanan dekat dengan caecum, atau
tergantung pada lokasi appendix. Abses ini dapat mengalami perforasi ke dalam caecum,
ileum, atau rektum, atau terbuka pada permukaan kulit.

Komplikasi lainnya antara lain:


- Appendix infiltrat : anfiltrat/ massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi
dari appendix yang meradang yang kemudian ditutup oleh omentum, usus halus, dan
usus besar.
- Appendicular abscess : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
appendix yang meradang yang kemudian ditutup oleh omentum, usus halus, dan usus
besar.
- syok septik
- mesenterial pyema dengan abses hepar
- gangguan peristaltik sampai ileus

PROGNOSIS
Apabila tidak dilakukan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
oleh peritonitis atau syok. Angka mortalitas adalah 0.1% bila appendicitis akut tidak ruptur
dan 15% bila ruptur. Kematian biasanya akibat sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis
membaik dengan diagnosis dini sebelum terjadi ruptur dan pemberian antibiotik yang
optimal.

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
ini sangat kecil. keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas,
terutama bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi

Pesan: ini modul dari 2016, tapi berdasarkan pertemuan tutorial sama simposium kayanya
hampir sama kaya modul tahun ini. Ada beberapa tambahan dari tim modul yang ga ada di
modul aslinya, kalo misalnya ada kesalahan mohon maaf ya, tapi ini sudah disesuaikan sama
tutorial dan simposium mini. Tambahan udah di tandain di judulnya. -alpukathijau

13

Anda mungkin juga menyukai