Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk TUHAN yang paling tinggi dibandingkan mahluk
TUHAN yang lainnya. Manusiadianugrah kemampuan untuk berfikir, kemampuan untuk
memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia
seharusnya mampu mengelola lingkunga hidup dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola degan baik kehidupan sosial manusia
perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Sumer daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin untuk
dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok
dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relativ pelik
dan sulit. Disinilah dituntut kearifan seseorang pemimpin dalam mengambil keputusan
agar masalah dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu harus ada seseorang
pemimpin yang memerintah dan mengarahkan bawahannyauntuk mencapai tujuan
indivisu, kelompok, dan organisasi.
Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas
kehidupan kerja dan terutama tingkat presentasi suatu organisasi. Kemampuan dan
keterampilan kepemimpinan dan motivasi dalam pengarahan adalah faktor penting
efektivitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan Teknik-teknik
kepemimpinan efektif organisasi, berbagai perilaku dan teknik tersebut akan dapat
dipelajari.
Disamping faktor kepemimpinan, faktor motivasi yang akan mempengaruhi kerja
pegawai yang dimiliki seseorang adalah merupakan potensi, dimana seseorang belum tentu
bersedia untuk mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya unuk hasil yang optimal.
Manusia pada hakikatnya mempunyai motivasi, minimal motivasi hidup sehat,
kuat, dan selamat atau terhindar dari malapetaka. Bawahan memiliki motivasi dari diri
sendiri dan motivasi dari luar terutama dari pimpinannya. Motivasi merupakan salah satu
alat alasan agar bawahan mau bekerja keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang
diharapkan. Pengetahuan tentang motivasi membantu para manajer memahami sikap kerja
pegawai masing-masing. Manajer dapat memotivasi pegawainya dengan cara berbeda-
beda sesuai dengan pola masing masing yang paling menonjol.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalah antara lain :
1. Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin ?
2. Apakah teori teori untuk menjadi pemimpin yang baik ?
3. Apakah motivasi itu ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan karya tulis ini adalah
1. Melatih mahasiswa menyusun paper ( makalah ) dalam upaya lebih untuk
meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa
2. Agar manusia lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang
kepemimpinan dan motivasi
BAB II
ISI
2.1 TEORI-TEORI MOTIVASI
Motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan
(need), keinginan (wish), dorongan (desire). Motivasi merupakan keingian yang terdapat
pada seseoang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau
sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara
perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena
menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu
memahami orang – orang yang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk
bekerja sasuai dengan yang diinginkan organisasi. Motivasi merupakan subyek yang
membingungkan, karena motif tidak dapat di amati atau diukur secara langsung, tetapi
harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.
2.1.1 HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW

Menurut teori hierarki kebutuhan maslow terdapat lima tibgkatan kebutuhan, dari
kebutuhan manusia yang paling rendah sampai pada kebutuhan manusia yang paling tinggi.

a. Kebutuhan fisiologikal ( fisiological needs )


Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan dasar atau kebutuhan yang paling
rendah dari manusia. Sebelum seseorang menginginkan kebutuhan di atasnya, kebutuhan
ini harus dipenuhi terlebih dahulu agar dapat hidup secara normal. Contoh kebutuhan ini
adalah kebutuhan akan sandang, pangan, papan, istirahat, rekreasi, tidur,lain-lain .

b. Kebutuhan keselamatan
Kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman. Contoh kebutuhan ini antara lain
menabung, mendapatkan tunjangan pension, memiliki asuransi, memasang pagar, teralis
pintu, dan jendela.

c. Kebutuhan berkelompok
Kebutuhan hidup berkelompok, bergaul, masyarakat, ingin mencintai dan dicintai,
serta ingin memiliki dan dimiliki. Contoh kebutuhan ini antara lain membina keluarga,
bersahabat, bergaul, menikah dan mempunyai anak, bekerja sama, menjadi anggota
organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa dan berusaha untuk
memenuhinya.

d. Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan penghargaan atau ingin berprestasi. Contoh kebutuhan ini antara lain
ingin mendapat ucapan terima kasih, ucapan selamat jika berjumpa, menunjukkan rasa
hormat, mendapatkan tanda penghargaan (hadiah), menjadi legislative, menjadi pejabat,
menjadi pahlawan, mendapat ijazah sekolah, status symbol, dan promosi.

e. Kebutuhan aktualisasi diri


Kebutuhan aktualisasi diri atau realisasi diri atau diinginkan manusia, yaitu
kebutuhan akan aktualisasi diri atau realisasi diri atau pemenuhan kepuasan atau ingin
berprestise. Contoh kebutuhan ini antara lain memiliki sesuatu bukan hanya karena fungsi
tetapi juga gengsi, mengoptimalkan potensi dirinya secara kreatif dan inovatif, ingin
mencapai taraf hidup yang serba sempurna atau derajat yang setinggi-tingginya,
melakukan pekerjaan yang kratif, ingin pekerjaan yang menantang.

2.1.2 TEORI KEADILAN

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan


antara 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk
pendidikan,pengalaman, latihan dan usaha, dengan 2) hasil-hasil yang mereka terima,
seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang
diterima drinya untuk pekerjaan yang sama. Faktor kunci bagi manajer adalah mengetahui
apakah ketidak-adilan secara nyata ada. Ketidak-adilan ini akan ditanggapi dengan
bermacam-macam perilaku yang berbeda, missal dengan menurunkan prestasi, mogok,
minta berhenti dan sebagainya. Bagi manajer, teori keadilan memberikan implibasi bahwa
penghargaan sebagai motivasi kerja harus diberikan sesuai yang dirasa adil oleh individu-
individu yang bersangkutan .

2.1.3 TEORI PENGHARAPAN

Banyak teori proses modern yang penting didasarkan pada apa yang disebut teori
pengharapan (expectancy theory). Konsepini berhubungan dengan motivasi, di mana
individu diperkirakan akan menjadikan pelaksana dengan presentasi tinggi bila mereka
melihat 1) suatu kemungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan
mengarah ke prestasi tinggi, 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi tinggi akan
mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan 3) bahwa hasil-hasil tersebut akan
menjadi, pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
Teori pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan
dengan kenyataan : para karyawan menentukan terebih dahulu apa perilaku mereka yang
dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternative dari
perilakunya. Sebagai contoh, bila seseorang karyawan mengharapkan bahwa
menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh penghargaan, maka dia akan
dimotivasi untuk memenuhi sasaran tersebut.

2.2 DEFINISI KEPEMIMPINAN DAN PEMIMPIN


2.2.1 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan merupakan salah satu topik terpenting dalam mempelajari dan
mempraktikkan manajemen sehingga Gibson, et al,.(2009) menyebutkan fungsi
manajemen (POLC) yaitu Planning, Organizing, Leading, dan Controling. Alsannya,
dengan melalui POLC para pemimpin dapat mengarahkan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian dengan baik.
Kepemimpinan ( leadership ) dan pemimpin ( leader ) merupakan objek dan subjek
yang banyak dipelajari, dianalisis, dan direfleksikan orang sejak dahulu sampai sekarang.
Istilah kepemimpinan berasal dari kata leader yang menurut the oxford English dictionary
(1993) baru digunakan pada awal tahun 1300. Sedangkan kata leadership baru muncul
sampai pertengahan abad ke-17 baik dalam tulisan politik maupun pengendalian parlemen
di inggris. Kata lead (memimpin) berasal dari kata Anglo Saxon yang umumnya dipakai
dalam Bahasa eropa utara yang artinya jalan atau jalur perjalanan kapal laut.
Kepemimpinan menyangkut tentang cara atau proses mengarahkan orang lain agar mau
berbuat seperti yang pemimpin inginkan.
Kepemimpinan ialah ilmu dan seni memengaruhi orang atau kelompok untuk
bertindak seperti yang diharapkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Seperti manajemen, kepemimpinan ( leadership) telah didefinisikan dengan
barbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang uang berbeda pula. Menurut stoner,
kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai sesuatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhbungan tugasnya. Ada tiga impikasi penting dari definisi tersebut :
Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut.
Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para aggota kelompok
membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan
dapat berjalan, tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seseorang manajer akan
menjadi tidak relevan.
Kedua, kepemimpinan menyangkut sesuatu pembagian kekuasaan yang tidak
seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai
wewenang untuk mengarahkan barbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para
anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan kegiatan pemimpin secara langsung,
meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung.
Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut,
pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak
hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memerintah
bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagi contoh, seorang manajer dapat
mengrahkan seseorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat
juga mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan
dengan tepat.
Pemimpin adalah orang-orang yang menentukan tujuan, motivasi, dan tindakan
kepada orang lain. Pemimpin adalah orang yang memimpin. Seseorang dapat diangkat
menjadi sebagai pemimpin karena mempunyai kelebihan dari anggota lainnya. Kelebihan
itu ada yang berasal dari dalam dirinya dan ada pula yang berasal dari luar dirinya.
Kelebihan dari luar diri karena ia dikenal dan hubungan baik dengan orang yang berkuasa,
punya banyak teman baik, dari keturunan orang kaya, dan dari turunan bangsawan atau
penguasa. Pimpinan adalah jabatan atau posisi seseorang didalam sebuah organisasi.

2.3 SIFAT SIFAT KEPEMIMPINAN


Penelitian tentang pemimpin efektif dan tidak efektif mengemukakan bahwa
pemimpin yang efektif tidak berdasarkan pada sifat manusia tertentu, tetapi terletak pada
seberapa jauh sifat seorang pemimpin dapat mengatasi keadaan yang menghadapinya.
Organisasi masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi yang memiliki
kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif memiliki 10 karakteristik: 1)
mengembangkan, melatih, dan mengayomi bawahan, 2) berkomunikasi secara efektif
dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan
perusahaan dari mereka, 4) menetapkan standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali
bawahan be- serta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para bawahan dalam
proses pengambilan keputusan, 7) selalu memberi informasi kepada bawahan mengenai
kondisi perusahaan, 8) waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha
untuk meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan
10) menghargai prestasi bawahan.
Oleh karena itu menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses, maka sebuah
organisasi dapat menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan keefektifan, yaitu:
leadership substitues, ledaership en- hancers, dan leadership neutralizers. Kepemimpinan
yang efektif juga memerlukan model untuk mendiagnosa perilaku organisasi. Model yang
bisa digunakan adalah “A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”.
Dengan model tersebut segala permasalahan perilaku organisasi dapat diketahui dan
ditemukan strategi pemecahannya.

2.4 PENDEKATAN KONTIGENSI PADA KEPEMIMPINAN

Menurut Robbins (2001) Teori Kontingensi merupakan pendekatan kepemimpinan


yang mendorong pemimpin memahami perilakunya sendiri. Teori ini mengatakan bahwa
keefektifan sebuah kepemimpinan adalah fungsi dari berbagai aspek situasi
kepemimpinan. Adapun lima teori yang termasuk ke dalam teori kontingensi adalah :

2.4.1 Model kontingensi Fiedler (Fiedler Contingency Model)

Fiedler (dalam Robbins, 2001) mengemukakakan bahwa kinerja kelompok yang


efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya si pemimpin dan sampai tingkat
mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Fiedler menciptakan
instrument, yang disebutnya LPC (Least Preffered Co-Worker) yang bermaksud
mengukur apakah seseorang itu berorientasi tugas atau hubungan. Kemudian setelah gaya
kepemimpinan dasar individu dinilai melalui LPC yang bermaksud mengukur apakah
seseorang itu berorientasi tugas ataukah hubungan, Fiedler mendefinisikan faktor-faktor
hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan jabatan sebagai faktor situasi
utama yang menentukan efekftivitas kepemimpinan.
2.4.2 Teori Situasional Hersey dan Blanchad

Merupakan suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada para


pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang
tepat, yang menurut argument Hersey dan Blanchard (dalam Robbins, 2001) bersifat
tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya. Tekanan pada
pengikut dalam keefektifan kepemimpinan mencerminkan kenyataan bahwa para
pengikutlah yang menerima baik atau menolak pemimpin. Tidak peduli apa yang dilakukan
si pemimpin itu, keefektifan bergantung pada tindakan dari pengikutnya. Inilah dimensi
penting yang kurang ditekankan dalam kebanyakan teori kepemimpinan. Istilah kesiapan,
seperti didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard, merujuk ke sejauh mana orang
mempunyai kemampuan dan kesiapan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu.

2.4.3 Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota

Menurut teori ini, George Graen (dalam Robbins, 2001) menciptakan kelompok-
dalam dan kelompok-luar, dan bawahan dengan status kelompok dalam akan mempunyai
penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya karyawan yang lebih rendah, dan
kepuasan yang lebih besar bersama atasan mereka. Hal pokok yang harus dicatat di sini
adalah bahwa walaupun pemimpinlah yang melakukan pemilihan, karakteristik
pengikutlah yang mendorong keputusan kategorisasi dari pemimpin.

2.4.4 Teori Jalur-Tujuan (House’s Path Goal Theory)

Dikembangkan oleh Robert House (dalam Robbins, 2001), teori jalantujuan


mengambil elemen-elemen dari penelitian kepemimpinan Ohio State University tentang
struktur awal dan tenggang rasa dan teori pengharapan motivasi. inti dari teori jalan-tujuan
(path-goal theory) adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi,
dukungan, atau sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut mereka bisa
mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah jalan-tujuan berasal dari keyakinan bahwa para
pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan guna membantu pengikut-
pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan
kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya.
2.4.5 Teori Model Partisipasi-Pemimpin Vroom dan Yetton

Vroom dan Phillip Yetton (dalam Robbins, 2001) mengemukakan bahwa teori ini
merupakan suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk
menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-
situasi yang berlainan.

2.5 KARAKTERISTIK PRIBADI DARI KARYAWAN

Apapun jenis pekerjaannya, ternyata ada beberapa tipe kepribadian yang selalu dibutuhkan
dan diinginkan perusahaan sehingga dapat saling melengkapi. Apa sajakah tipe karakter
yang sering dicari perusahaan?

1.Berani Tampil Beda

Orang yang senantiasa berani tampil beda umumnya mempunyai segudang kreativitas dan
inovasi, serta kepercayaan diri tinggi. Ketiga hal itu ternyata merupakan sebuah amunisi
yang dapat mengembangkan perusahaan lebih besar. Memilih dan mempekerjakan orang-
orang yang selalu mengikuti arus (tidak berani tampil beda) memang terlihat baik, tapi hal
negatifnya adalah akan menghambat pertumbuhan perusahaan.

2. Memiliki Visi yang Jelas


Bukan pimpinan perusahaan saja yang wajib berkarakter visioner. Karayawan yang
bertipikal seperti ini dapat memajukan sebuah organisasi. Pekerja yang memiliki visi yang
jelas biasanya pandai menyusun strategi dan punya sikap yang jelas.

3.Terorganisir
Orang dengan karakter seperti ini senang dengan hal-hal yang rapi dan hidup teratur.
Karakter ini dalam sebuah perusahaan cukup penting karena mereka biasanya mampu
menyusun dan mengerjakan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Mereka cenderung
memiliki tanggung jawab yang besar dan tidak main-main untuk mengaplikasikan setiap
perencanaan yang dibuat.
4. Pintar dalam Melobi

Dalam hal pemasaran dan kerjasama bisnis, kemampuan bernegosiasi menjadi amat
penting. Orang yang pandai dalam hal negosiasi dan lobi umumnya berkarakter ramah,
pandai bergaul, hangat, supel, tegas, dan berani mengambil resiko. Dalam dunia kerja,
orang seperti ini sangat diperlukan untuk memperkuat posisi pemasaran.

5. Serba Bisa (Multi Tasker)

Satu orang mampu melakukan berbagai bidang tugas. Ini adalah karakter yang sangat
menguntungkan perusahaan, apalagi jika termasuk perusahaan kecil dan baru berdiri yang
masih minim modal. Mereka membutuhkan orang-orang yang mau bersedia untuk keluar
dari perannya dan melakukan apapun yang diperlukan untuk menjalankan roda perusahaan.

6. Berani Mengambil Keputusan

Ternyata karakter ini tidak hanya untuk para atasan atau pimpinan saja, tapi juga wajib
dimiliki oleh semua posisi karyawan. Orang dengan kepribadian seperti itu cenderung
memiliki kepribadian yang kuat dan daya tarik yang besar.

7. Disiplin dan Pekerja Keras

Orang yang sukses adalah mereka yang hidup disiplin dan bekerja keras serta pantang
berputus asa. Perusahaan yang sebagian besar karyawannya bermental pekerja keras dan
disiplin adalah calon perusahaan yang besar dan tangguh.

8. Bersikap Hati-hati

Hati-hati bukan berarti ragu atau tidak berani mengambi keputusan. Orang yang
berkarakter hati-hati dan teliti dapat menjadi penyeimbang dalam perusahaan karena
mereka akan memperhitungkan segala kemungkinan dan risiko.

9. Berorientasi Melayani

Pelanggan adalah Raja’ adalah sebuah pepatah lama yang akan berlangsung sepanjang
zaman, dan itu harus dipegang teguh oleh karyawan. Perusahaan tidak membutuhkan
pekerja yang bersifat angkuh, sombong, dan individualis melainkan yang memiliki jiwa
‘melayani’ (services), apalagi jika usahanya bergerak di bidang jasa.
10. Mampu Bekerja dalam Tim

Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang dapat bekerja sama secara kompak, bukan
yang ingin tampil sendiri-sendiri, karena kesuksesan sebuah perusahaan sangat bergantung
pada kekompakan dan kesamaan visi.

2.6 MASA DEPAN TEORI KEPEMIMPINAN

Dengan landasan penalaran yang tajam, Brill dan Worth (1997) memberikan
ramalan bahwa organisasi masa depan yang akan mampu bersaing harus memiliki visi yang
jelas dan terarah. Visi adalah suatu pernyataan yang berisi arahan yang jelas tentang apa
yang harus diperbuat organisasi di masa yang akan datang. “A vision is a realistic, credible,
attractive future for your organization” (Nanus: 1992). Visi yang jelas dan tepat sesuai
dengan kebutuhan organisasi akan mampu menumbuhkan hal-hal berikut: 1)
menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan mampu memupuk semangat
kerja karyawan, 2) menumbuhkan rasa kebermaknaan di dalam kehidupan kerja karyawan,
3) menumbuhkan standar kerja yang prima, 4) menjembatani keadaan organisasi masa
sekarang dan masa depan. Penelitian Collin dan Porras (dalam Pradian- syah: 1997),
menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki visi dapat melampaui prestasi organisasi
yang tidak memiliki visi sampai 55 kali.
Suatu survai yang dilaksanakan majalah Fortune terhadap 1500 pimpinan senior
perusahaan, mengungkapkan ciri-ciri atau kemampuan paling dominan yang harus dimiliki
pimpinan pada tahun 2000 adalah ke- mampuan merumuskan visi masa depan (Korn: 1989
dalam Chandra: 1997). Menurut Kotter (1996) visi organisasi merupakan tanggung jawab
pemimpin organisasi. Visi adalah komponen sentral dari kepemimpinan yang hebat (great
leadership). Dengan visinya seorang pemimpin mem- berikan jaminan
kepastian/keamanan kepada anak buahnya dalam me- nyesuaikan diri dengan perubahan
karena pengaruh perubahan lingkungan (Pradiansyah: 1997).
Sudah jelas bahwa pekerjaan yang tidak ringan dan menjadi ke- harusan bagi
seorang pemimpin untuk dapat merumuskan visi kepemimpi- nannya (visi organisasi)
dengan jelas dan terarah. Untuk dapat meru- muskan visi yang jelas, kepemimpinan
organisasi harus mempertanyakan hal-hal berikut (Nanus: 1992): apa visi dan tujuan
organisasi saat ini, apa manfaat organisasi bagi masyarakat, apa ciri wilayah kerja dan
kerangka kerja institusional dimana organisasi beroperasi, apa keunikan organisasi di
dalam wilayah garapan atau di dalam struktur yang dimasuki, dan hal-hal apa yang harus
dilakukan agar organisasi maju dan berkembang?
Di depan telah disodorkan kompetensi yang harus dimiliki seorang pemimpin yang
terangkum dalam 5 dimensi. Mendasarkan pada fenomena perubahan yang terus menerus
terjadi, di samping harus memiliki visi yang jelas dan terarah, pemimpin organisasi masa
depan harus memiliki kompetensi yang menonjol sesuai lingkungan perubahan. Spencer,
et al. (1994) mengidentifikasi beberapa kompetensi yang akan semakin penting bagi
pemimpin organisasi masa depan yang meliputi: 1) kemampuan berpikir strategis, yaitu
kemampuan untuk memahami kecenderungan perubahan
lingkungan yang berlangsung cepat, peluang pasar, ancaman kompetisi, kekuatan dan
kelemahan organisasi yang dipimpinnya, serta mampu mengidentifikasi tanggapan-
tanggapan strategis, 2) kepemimpinan dalam perubahan, yaitu kemampuan untuk
mengkomunikasikan visi strategis organisasi kepada seluruh pihak yang terkait,
menciptakan komitmen dan motivasi, penggerak inovasi dan semangat kewirausahaan,
serta mampu mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk mengantisipasi
perubahan yang akan terjadi, 3) pengelolaan hubungan, yaitu kemampuan untuk membina
hubungan di tengah-tengah jaringan kerja yang kompleks, baik dengan partner usaha
maupun pihak lain yang memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi.
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PELATIHAN, DAN LINGKUNGAN
KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH
AIR MINUM TIRTA MUSI KOTA PALEMBANG

Pendahuluan
Semua perusahaan pasti memerlukan manajemen yang berkaitan dengan
usahausaha untuk mencapai tujuan tertentu bagi perusahaan tersebut. Tidak hanya pada
sektor swasta, sektor publik juga memerlukan manajemen yang baik agar dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada publik atau masyarakat yang memerlukan.
Berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, tergantung oleh
keberhasilan individu padaorganisasi itu sendiri dalam menjalankan tugas mereka.
Berbagai macam hambatan pasti akan ditemui oleh para individu organisasi untuk bisa
bekerja dengan baik sehingga kinerja mereka dapat diterima dengan baik oleh perusahaan
dan masyarakat yang memerlukan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja,
antara lain: motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja, insentif, budaya kerja, komunikasi,
jabatan, pemberian gizi karyawan, pelatihan, dan masih banyak yang lainnya.Semua faktor
itu pastiberpengaruh; ada yang dominan ada juga yang tidak. Penelitian ini akan mengkaji
bagaimana pengaruh motivasi, kepemimpinan, pelatihan, dan lingkungan kerja terhadap
kinerja karyawan. Bagi organisasi yang memberikan pelayanan kepada publik, tentu saja
kinerja karyawan itu dapat dilihat dari bagaimana organisasi tersebut dalam memberikan
pelayanan kepada publik, seperti pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Kota
Palembang yang memberikan pelayanan mengenai fasilitas air bersih untuk kebutuhan
hidup sehari-hari. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan
pengarahan kepada karyawan apalagi pada saat-saat sekarang ini di mana semua serba
terbuka, maka kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa
memberdayakan karyawannya. Kepemimpinan yang bisa menumbuhkan motivasi kerja
karyawan adalah kepemimpinan yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri para karyawan
dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Selain kepemimpinan, pelatihan juga
penting bagi para karyawan. Oleh sebab itu, kualitas pelayanan pimpinan kepada karyawan
perlu ditingkatkan. Melalui pelatihan ini para karyawan bisa terbantu mengerjakan
pekerjaan yang ada, dapat pula meningkatkan prestasi kerja karyawan. Pelatihan bagi
karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta
sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya
dengan semakin baik, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.Motivasi juga dapat
memberikan sumbangan yang signifikan dalam peningkatan kualitas pelayanan. Seperti
teori Maslow tentang motivasi yaitu seperti kerucut, manusia akan termotivasi apabila
kebutuhan yang menjadi sasaran hidup terpenuhi dengan baik mulai dari kebutuhan
fisiologis sampai kebutuhan aktualisasi diri. Semakin kebutuhannya terpenuhi maka akan
semakin besar kinerja pegawai dalam melakukan tugas dan kewajibannya di perusahaan.
Lingkungan kerja di perusahaan juga mempengaruhi kinerja yang dilaksanakan oleh
karyawan.Lingkungan kerja ini sendiri terdiri atas fisik dan nonfisik yang melekat dengan
karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan.
Lingkungan kerja yang segar, nyaman, dan memenuhi standart kebutuhan layak akan
memberikan kontribusi terhadap kenyamanan karyawan dalam melakukan tugasnya.
Lingkungan kerja nonfisik yang meliputi keramahan sikap para karyawan, sikap saling
menghargai diwaktu berbeda pendapat, dan lain sebagainya adalah syarat wajib untuk terus
membina kualitas pemikiran karyawan yang akhirnya bisa membina kinerja mereka secara
terus-menerus. Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Palembang berperan besar
dalam penyediaan air yang bersih. Dengan meningkatnya jumlah penduduk yang semakin
pesat maka semakin banyak pula masyarakat yang memerlukan fasilitas air bersih dari
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Palembang. Berdasarkan pengamatan penulis
dari kenyataan dan juga beberapa keluhan masyarakat di media massa yang ditujukan ke
PDAM, ternyata kualitas pelayanan dari dinas tersebut kurang memuaskan. Hal ini
berdasarkan beberapa kritik maupun keluhan masyarakat sebagai pengguna jasa baik yang
secara langsung maupun yang tidak langsung seperti kelambanan dalam menangani
masalah, diskriminasi, kurangnya tanggapan terhadap keluhan masyarakat, dan lain
sebagainya. Belum maksimalnya pelayanan itu tentu tidak lepas dari faktor kepemimpinan
yang diterapkan, motivasi kepada karyawan, pelatihan maupun lingkungan kerja, serta
faktor-faktor yang lain. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan, motivasi, pelatihan, dan
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi
Kota Palembang.
Bahan dan Metode Populasi menunjukkan keadaan dan jumlah objek penelitian
secara keseluruhan yang memiliki karakteristik tertentu (Teguh, 1999:125). Dalam
populasi terdapat unit-unit populasi ataupun jumlah bagian-bagian populasi.Populasi
penelitian ini adalah semua pegawai di dinas PDAM Tirta Musi Palembang yang berjumlah
432 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Besarnya sampel amat tergantung dari populasinya. Jika besarnya populasi
diketahui, maka besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus dari pendapat Slovin (Jahrie
dan Hariyoto, 1999:285). Berdasarkan teori di atas, hasil sampel penelitian adalah 81,203
sehingga dibulatkan menjadi 81. Dengan demikian, sampel yang diambil adalah 81 orang
atau sekitar 18,75% dari populasi. Jumlah sampel tersebut sudah mewakili semua bagian
jabatan yang ada di Dinas PDAM Tirta Musi Palembang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara quota sampling, yaitu metode penarikan sampel yang besarnya strata atau
subkelas dalam populasi ditaksir secara kasar dari data statistik yang dipublikasikan dan
pencacah (interviewer) memiliki kebebasandalam memilih responden (Teguh, 1999: 155).
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan
melalui pembagian kuesioner kepada responden. Data sekunder penelitian meliputi
berbagai keterangan yang diperoleh berdasarkan literatur-literatur maupun dokumentasi
yang dimiliki Kantor PDAM Tirta Musi Palembang yang dapat menunjang penelitian ini.
Untuk melakukan analisis data digunakan regresi linier berganda (multiple regression) dan
dilakukan dengan bantuan program aplikasi SPSS. Adapun persamaan regresinya adalah:
Kinerja karyawan = a + b1 Kep + b2 Mot + b3 Pel + b4 LK + e.
Keterangan:
a = parameter konstanta.
b1,b2,b3,b4 = parameter penduga.
e = variabel pengganggu.
Kep = kepemimpinan (X1).
Mot = motivasi (X2).
Pel = pelatihan (X3).
LK = lingkungan kerja (X4).

Berdasarkan model regresi tersebut dapat dilakukan beberapa pengujian statistik,


yaitu: Uji-t, Uji-t ini untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen (X1,
X2, X3, X4) secara individu terhadap variabel dependen (Y) dengan asumsi variabel
lainnya adalah konstan (Kuncoro, 2001: 97). Langkah-langkah pengujian diawali dengan
membuat formulasi hipotesis sebagai berikut.
1) Menentukan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Ho: bi = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen (Xi) terhadap
variabel dependen (Y).
Ha: bi <0, artinya ada pengaruh negatif antara variabel independen (Xi)
terhadap variabel dependen (Y).
Ha: bi > 0, artinya ada pengaruh positif antara variabel independen (Xi)
terhadap variabel dependen (Y).
2) Menentukan tingkat signifikan dengan tabel.
3) Mencari t hitung dengan rumus:

4) Keputusan
Ho: diterima bila t hitung < t tabel, Ha ditolak.
Ha: diterima bila t hitung > t tabel, Ho ditolak.

Uji-F ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh variabel independen (X1, X2,
X3, X4) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) (Kuncoro,
2001: 98). Langkah-langkah pengujian diawali dengan membuat formulasi hipotesis
sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Ho: b1 = b2 = b3 = b4 = 0, artinya variabel independen secara
bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Ha: b1; b2; b3; b4≠ 0, artinya variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2. Menentukan tingkat signifikan dengan F-tabel.
3. Mencari F-hitung dengan rumus:
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase variabel
independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependen (Kuncoro, 2001:
100). Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Jika koefisien determinasi
(R2) = 1, artinya variabelvariabel independen memberikan semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Jika koefisien determinasi (R2)
= 0, artinya variabel independen tidak mampu menjelaskan variasi-variasi dependen.
Selain uji statistik, perlu juga dilakukan uji asumsi klasik karena beberapa masalah sering
muncul pada saat analisis regresi digunakan. Uji asumsi klasik ini meliputi: Autokorelasi
adalah hubungan antara data pada suatu waktu dengan data pada waktu sebelumnya. Istilah
autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara serangkaian observasi yang
diurutkan waktu (data deretan waktu) atau ruang (cross-sectional data). Uji ini dilakukan
dengan uji Durbin-Watson dengan rumus:

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal
(Santoso, 2001:212). Deteksi normalitas dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya:
a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas;
b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji asumsi regresi heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varian residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika variannya berbeda, disebut heteroskedastisitas.
Model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2000:208). Deteksi
adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik, di mana sumbu x adalah y yang telah diprediksi dan sumbu x adalah residual (y
prediksi –y sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Adapun dasar pengambilan keputusan adalah:
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi
heteroskedastisitas;
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Multikolinearitas adalah adanya hubungan yang kuat antara variabel independen dari
pada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Multikolinearitas
berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti.Multikolinieritas
menyebabkan regresi tidak efisien/penyimpangannya besar (Gujarati, 1999: 157). Uji
multikolinieritas adalah dengan VIF (Variance Inflation Factor) dan CI (Condition Index),
jika VIF < 10 atau CI < 10, tidak terdapat multikolinieritas.

Secara teoretis konstanta sebesar 3,679 menyatakan bahwa jika tidak ada X1, X2,
X3, X4 maka kinerja adalah sebesar 3,679 satuan. Angka koefisien variabel kepemimpinan
(X1) sebesar 0,120; koefisien variabel motivasi (X2) sebesar -0,04498; koefisien variabel
pelatihan (X3) sebesar 0,444; koefisien variabel lingkungan kerja (X4) sebesar 0,419.
Angka-angka tersebut di atas merupakan angka koefisien masing-masing variabel dan
menunjukkan pengaruhnya terhadap variabel kinerja karyawan.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hasil t-hitung yang signifikan hanya
pada variabel pelatihan (X3) dan variabel lingkungan kerja (X4).Angka t-hitung kedua
variabel tersebut lebih besar dari angka t-tabel padaN = 81, O D= 5%, yaitu 1,665 sehingga
Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini artinya variabel pelatihan dan lingkungan kerja secara
signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada dinas PDAM Tirta Musi
Palembang.Koefisien regresi variabel kepemimpinan dan motivasi ternyata secara
signifikan tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan karena thitung nya lebih
kecil dari t-tabel.
F-hitung sebesar 29.809. Hasil perhitungan tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan F-tabel pada N = 81, O D= 5%, dan df = 4, yaitu 3,11.Berhubung F-hitung > Ftabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini artinya secara signifikan kepemimpinan,
motivasi, pelatihan, dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan pada dinas PDAM Tirta Musi Palembang.
Hasil perhitungan nilai R2 adalah sebesar 0,620. Hasil ini artinya bahwa apabila
terjadi perubahan pada kualitas pelayanan pada dinas PDAM Tirta Musi Palembang, 62%
dapat dijelaskan melalui perubahan yang terjadi pada variabel kepemimpinan, motivasi,
pelatihan, dan lingkungan kerja, sedangkan sisanya atau 38% dipengaruhi oleh variabel
lain.
Autokorelasi; cara pengujiannya adalah dengan melihat nilai D-W yang kemudian
dibandingkan dengan pedoman pada klasifikasi nilai D-W (Iqbal, 1999:277), sebagai
berikut:

Dari hasil uji didapat nilai D-W sebesar 1.649, kemudian disesuaikan dengan tabel
di mana nilai tersebut terletak antara 1.55 – 2.46, yang artinya tidak ada autokorelasi.
Heteroskedastisitas; dari hasil analisis menunjukkan grafiknya tidak terdapat pola yang
jelas, melainkan titik-titiknya menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas. Multikolinearitas; mendeteksi adanya multikolinearitas
dapat dilihat jika nilai VIF lebih besar dari 10. Hasil pengolahan didapat nilai VIF sebagai
berikut:
1) Kepemimpinan = 1,182.
2) Motivasi = 1,721.
3) 3) Pelatihan = 1,788.
4) Lingkungan kerja = 2,125.
Nilai VIF di atas jika dibandingkan dengan batasan VIF yang sebesar 10, maka
tidak terjadi multikolinearitas. Normalitas; uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah berdistribusi
normal atau mendekati normal. Melihat hasil pengolahan dengan bantuan program SPSS
pada lampiran dapat dilihat bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi ini memenuhi asumsi normalitas.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analissis data di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pelatihan dan lingkungan kerja mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Perusahaan Daerah Air
Minum Tirta Musi Palembang. Variabel kepemimpinan dan motivasi menurut analisa data
di muka ternyata tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh pada kinerja karyawan
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Palembang. Nilai F-hitung sebesar 29,809.
Artinya bahwa secara bersama-sama faktor kepemimpinan, motivasi, pelatihan, dan
lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum
Tirta Musi Palembang. Koefisien Determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,620. Hal ini berarti
variabel independen (kepemimpinan, motivasi, pelatihan, dan lingkungan kerja) mampu
menjelaskan 62% terhadap variabel dependennya (kinerja karyawan), sedangkan sisanya
sebesar 38% dijelaskan oleh variabel lain.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Organisasi masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi yang memiliki
kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif memiliki 10 karakteristik: 1)
mengembangkan, melatih, dan mengayomi bawahan, 2) berkomunikasi secara efektif
dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan
perusahaan dari mereka, 4) menetapkan standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali
bawahan be- serta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para bawahan dalam
proses pengambilan keputusan, 7) selalu memberi informasi kepada bawahan mengenai
kondisi perusahaan, 8) waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha
untuk meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan
10) menghargai prestasi bawahan.
Oleh karena menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses, maka sebuah
organisasi dapat menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan keefektifan, yaitu:
leadership substitues, ledaership en- hancers, dan leadership neutralizers. Kepemimpinan
yang efektif juga memerlukan model untuk mendiagnosa perilaku organisasi. Model yang
bisa digunakan adalah “A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”.
Dengan model tersebut segala permasalahan perilaku organisasi dapat diketahui dan
ditemukan strategi pemecahannya.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk memengaruhi perilaku orang lain agar
mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Di sini dapat ditangkap suatu
pengertian bahwa jika seseorang telah mulai berkeinginan untuk memengaruhi perilaku
orang lain, maka kegiatan kepemimpinan itu telah dimulai. Pengaruh dan kekuasaan dari
seseorang pemimpin mulai tampak relevansinya. Demikian pula peranan pemimpin
didalam mengatasi konflik.
Pemimpin dapat membeli waktu karyawan, manajer dapat membeli kemampuan
fisik karyawan, dan sebagainya. Tetapi pemimpin tidak dapat membeli antusiasme,
inisiatif, kesetiaan, penyerahan hati, jiwa dan akal budinya. Pemimpin harus memperoleh
hal-hal tersebut.
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa motivasi adalah lebih inklusif dari
sekedar aplikasi berbagai peralatan atau cara tertentu untuk mendorong peningkatan
keluaran. Motivasi adalah juga filsafat, atau pandangan hidup yang dibentuk berdasar
kebutuhan dan keiinginan karyawan. Jadi, penting diperhatikan oleh pemimpin bahwa teori
teori motivasi harus digunakan secara bijaksana. Berbagai teori tidak dapat memadai atau
mencukupi untuk diterapkan secara meluas dan bahkan dapat menghasilkan konsekuensi
yang negativ.
Hanya pemimpin yang mengetahui hal ini dan mengetahui bagaimana
menerapkannya dapat mengharapkan realisasi peningkatan produktifitas dari karyawan.

4.2 SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia dan
motivasi pun juga begitu. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembagkan,
paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin dan
motivasi yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita
tergantung dari pemimpin. Pemimpin memimpin pengikut mnegikuti jika pimpinan sudah
tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh
karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin
maka makin kuat yang dipimpin.
MAKALAH
TEORI MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN

Di susun oleh :

1. Fadillah angraeni
2. Aida Fitria

PROGRAM STUDI MANAJEMEN-S1


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS MULIA
BALIKPAPAN
2019

Anda mungkin juga menyukai