шаблоны сайтов
скачать joomla 2.5
Details
Written by H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin
inShare0
Salah satu yang menjadi topik hangat baru-baru ini adalah pengesahan Fatwa
DSN-MUI No.82 mengenai bursa komoditi syariah. Dimana produk ini
diharapkan menjadi pioneer dalam pengembangan produk dipasar bursa. Sehingga
tuntutan-tuntutan yang telah terpendam lama akhirnya disahkan. Fatwa ini
didasari oleh permintaan yang sangat banyak dari pihak industri perbankan
syariah terutama untuk pengelolaan managemen risiko likuiditas mereka. Dimana
sampai saat ini bank syariah yang notabene pangsa pasarnya masih relatif kecil,
sangat kesulitan dalam mencari likuiditas untuk mencukupi kebutuhan uang tunai
untuk memenuhi permintaan di sisi Liability. Sehingga sering kali mereka harus
‗mengemis‘ kepada induk mereka untuk di suntikkan dana dan mungkin pernah
pula harus meminta pembiayaan dari perbankan konvensional meskipun dengan
akad syariah.
Fatwa DSN-MUI No.82 ini adalah solusi yang baik bagi indusrti perbankan
syariah dalam pengelolaan manajemen likuiditas mereka. Sehingga ketika terjadi
kelebihan dana ataupun kekurangan dana, mereka tidak perlu lagi khawatir karna
sudah disediakan Bursa Komoditi Syariah yang memberikan wadah bagi mereka
untuk bertransaksi. Di lain hal, bursan komoditi syariah ini diharapkan bisa
memberikan efficiency cost yang tidak kalah dengan produk-produk
konvensional, jika tidak, peresmian fatwa no 82 ini dan penciptaan produk
komoditi syariah oleh Bursa Indonesia akan menjadi sia-sia dikarna sepi peminat.
Komoditi Murabahah
Oleh sebab itu, mungkin pelajaran di Bursan Suq Al-Sila‘ bisa menjadi pelajaran
penting bagi Bursa Komoditi Syariah dalam menerapkan transaksi. Meskipun ada
permintaan di tahun kemarin dari Bursa Malaysia untuk menjual asset (CPO)
yang ada di pasar Bursa Malaysia tidak sesuai dengan persediaan stock yang ada,
akan tetapi hal ini tidak di izinkan oleh Shariah Advisory Council.
Tawarruq
Pada dasarnya, konsep yang diterapkan dalam Bursa Komoditi Syariah ini adalah
Akad Tawarruq. Dimana si bank surplus mendapatkan pesanan dari bank deficit
untuk membeli barang, sehingga bank surplus akan membeli komoditas dari
market dengan tunai menggunakan akad al-bay‘, lalu menjualnya kepada bank
deficit dengan cara murabahah dengan bayaran tangguh atau cicilan. Lalu bank
deficit akan menjual asset ini ke pasar komoditas dengan tujuan untuk
mendapatkan tunai.
Inilah akad tawarruq yang biasa dikenal diindustri perbankan syariah timur tengah
yang bisa mereka praktekkan tidak hanya untuk pengelolaan likuditias akan tetapi
bisa juga di targetkan kepada individual untuk keperluan konsumtif. Akan tetapi
tawarruq yang dipakai ditimur tengah banyak sekali menuai kecaman karna disana
sudah diatur oleh pihak bank atau dikenal dengan organized tawarruq. Yang lebih
parah lagi, dari research yang pernah dilakukan di eropa khususnya UK
menerapkan konsep tawarruq dengan memakai asset China Metal yang
sebenarnya ini tidak bernilai. Akan tetapi china metal ini berharga sangat tinggi
dikarnakan dipakai untuk transaksi tawarruq.
Dari data yang dihimpun bahwasanya hanya 2.7% asset yang dipakai dikomoditi
murabaha atau tawarruq itu masuk kepada end user. 97.3% digunakan untuk
transaksi derivatives.
Dari aspek Fikih, sebenarnya ulama banyak menjelaskan berbagai macam konsep
tawarruq. Dimana tidak semua tawarruq diharamkan, akan tetapi ada beberapa
yang disepakati oleh ulama bahwa itu shariah compliant. Ulama kontemporer
membagi tawarruq menjadi dua macam, pertama tawarruq munazzhom atau
disebut dengan organized tawarruq, yang kedua adalah tawarruq fiqhi atau haqiqi.
Konsep tawarruq pertama adalah akad tawarruq yang banyak digunakan oleh bank
syariah di eropa dan timur tengah. Dikarnakan bank syariah ambil andil didalam
menentukan lini penjualannya. Bank syariah menetapkan siapa broker pembelian
dan kepada siapa si pembeli menjual kembali barang tersebut. Hal inilah yang
dilarang dalam syariah karna saudaranya bay‘ al-inah. Cuma menambahkan pihak
ketiga.
Konsep tawarruq yang kedua adalah dimana bank syariah (surplus unit) betul –
betul membeli barang itu dari market, dan menjualnya kepada konsumen yang
memberlukan tanpa ada embel-embel untuk dijual kepada pihak manapun.
Sehingga konsumen bebas dan punya hak dalam menentukan kepada siapa dia
mau menjual asset tersebut. Sehingga tidak terjadi hilah ghairu syar‘iyyah
didalamnya yang menyebabkan produk ini tidak shariah compliance. Jiakalu hal
ini yang ditetapkan oleh Bursan Komoditi Syariah, maka kita sudah bisa disebut
dengan Shariah compliance product.
Bay‘ Al-Inah
Bay‘ Al-inah adalah sebuah akad dimana deficit unit memerlukan dana, lalu
menjual asset yang dia miliki kepada surplus unit dengan cara cash, lalu surplus
unit akan menjual kembali asset tersebut kepada pihak deficit unit dengan cara
tangguh atau cicilan. Tujuannya adalah sama seperti tawarruq, dimana pihak
deficit unit memerlukan dana tunai. Bisa jadi asset yang dipakai adalah asset
deficit unit, atau asset yang dimiliki oleh surplus unit dalam hal ini bank syariah.
Meskipun kita sudah keluar dari bay‘ al-inah dan menciptakan sebuah produk
yang baru yang shariah compliant. Akan tetapi masih ada muncul usulan dari para
praktisi untuk disahkannya bay‘ al-inah. Padahal Negara tetangga kita Malaysia
lambat laun telah meninggalkan akad ini karna telah mendapatkan tetnangan dari
berbagai pihak. Apakah indonesia mau dicap Negara tidak shariah compliance di
industri perbankan syariah padahal kita selalu membanggakan bahwasanya kita
sangat hati-hati dalam pembuatan fatwa? Tentunya tidak dan jangan sampai
predikat Shariah compliance ini terlepas dari kita.
Difatwa ini telah dijelaskan bahwasanya Komoditi Murabahah telah disahkan oleh
DSN-MUI dengan JFX pihak penyelenggara perdagangan bursa komoditi ini. JFX
sebagai pihak perantara dari pihak yang mempunyai komoditas. Dan setelah itu
menjadi pihak penjual komoditas kepada supplier dan dilaksanakan secara
komputer dan online oleh pihak anggota Bursa Komoditi Syariah.
Ada beberapa akad yang digunakan dalam pelaksanaan fatwa no 82 ini; pertama
adalah bay‘, dimana peserta komersial akan membeli komoditi dari supplier lalu
supplier memenuhi permintaan sesuai dengan komoditi yang dinginkan lalu dijual
kepada peserta komersial dengan cara tunai. Kedua, murabahah, dimana peserta
komersial akan menjual asset ini atas permintaan konsumen komoditi dengan cara
murabahah dimana ada kelebihan margin diatas pokok dengan cara tangguh atau
cicilan. Ketiga, bay‘ musawamah dimana supplier diwakilkan oleh JFX menjual
barang ke peserta komersial tanpa berkewajiban memberitahukan berapa harga
pokok dan margin. Keempat, wakalah, dimana JFX akan menjual asset tersebut
jika perlukan oleh konsumen komoditi untuk menjualnya kepada supplier yang
berbeda dari supplier awal. Kelima, akad muqorodhoh, dimana supplier satu bisa
barter asset dengan supplier 2, ataupun ke supplier 3 dan sebaliknya. Supaya asset
tersebut tidak kembali kepada orang yang sama.
Dari lima akad ini, sebenarnya ada satu akad lagi yang harus diperhatikan, yaitu
Al-Wa‘du. Atas perjanjian dimana ketika konsumen komoditi menginginkan
komoditas kepada peserta komersial dengan tujuan mendapatkan uang tunai
maupun menahan asset tersebut untuk dijual dimasa yang akan datang atau dijual
ke selain peserta supplier dari Bursa komoditi syariah. Konsumen komoditi harus
berjanji membeli barang yang dibeli oleh peserta komersial. Jikalau tidak, maka
ketika komoditas tersebut sudah dibeli oleh peserta komersial lalu konsumen
komoditi membatalkan transaksi tersebut. Maka akan terjadi permasalahan disana,
bisa jadi asset yang dibeli oleh peserta komersial turun harga, pertanyaannya
adalah, siapakah yang mau menanggung kerugian dari pembatalah transaksi ini?
Oleh sebab itu, haruslah ada akad Al-Wa‘du disana sehingga konsumen komoditi
berjanji akan membeli komoditi tersebut dari peserta komersial.
Kedua; transaksi in harus real, bukan ficticious contract. Maksudnya adalah ketika
transaksi ini terjadi harusnya benar-benar terjadi transaksi barang pada umumnya,
keinginan seller untuk menjual, dan keinginan buyer untuk membeli dengan
barang yang sudah jelas wujudnya. Kalau tidak, kita akan terperangkap dalam
konsep tawarruq yang sudah diaplikasikan oleh banyak bank syariah baik itu
dinegara tetangga maupun dibelahan dunia lainnya baik itu timur tengah ataupun
eropa.
Ketiga; harus ada perpindahan kepemilikan (transfer of ownership). Hal ini juga
menjadi perhatian penting ketika terjadi sebuah transaksi terutama transaksi
komoditi syariah. Komoditi yang menjadi objek perdagangan harus betul-betul
berpindah kepemilikan dari penjual kepada pembeli tanpa ada embel-embel
apapun. Jika tidak, kita akan terjebak kepada konsep bay‘ al-inah dimana disana
tidak terjadinya perpindahan kepemilikan dan implikasinya si pembeli harus
menjual kembali barang itu dengan harga yang lebih rendah untuk mendapatkan
uang tunai.
Keempat; bisa dikirim ke pembeli jika di inginkan. Hal ini untuk menyatakan
bahwasanya komoditi yang ditransaksikan dikomoditi syariah ini adalah
barangnya ril dan berwujud, ada perpindahan kepemilikan yang jelas, maka dari
itu jika ini betul, maka ketika terjadi permintaan dari pembeli untuk mengirimkan
komoditi tersebut ke tempat yang dia inginkan. Maka kewajiban penjual adalah
mengantarkan komoditi tersebut ke pembeli dengan ketentuan yang berlaku, baik
itu berapa hari komoditi ini bisa sampai ke tangan pembeli, dan berapa cost yang
dikenakan kepada pembeli. Dalam diskusi dengan JFX mereka menyebutkan
bahwasanya pengiriman komoditi akan memakan waktu lima hari akan tetapi
belum menyebutkan berapa cost yang harus ditanggung apakah hitungannya per
Kg ataukah per barrel dan sebagainya. Semoga hal ini sudah menjadi bahan
presentasi pihak JFX yang kemarin belum sempat disampaikan.
Kelima; barangnya harus bernilai sesuai dengan harga pasar. Hal ini sangatlah
penting, karna kita tidak menginginkan konsep tawarruq yang ada diluar
diterapkan di Negara kita tercinta ini yang notabene paling syariah dari aspek
shariah compliance sebuah produk. Jika tidak, kita hanya memperdagangkan
sesuatu asset yang mana nilainya tidak sesuai dengan harga pasar masa itu.
Meskipun kita juga bisa memakai supply dan demand dari komoditi tersebut, akan
tetapi ini harus dilandaskan dengan penghargaan yang jelas.
Keenam; lokasi komoditi nya harus diketahui. Poin ini juga sangat penting, karna
kita tidak mungkin memperdagangkan sesuatu yang kita tidak tau dimana letak
barang itu. Hal ini mungkin harus diawasi oleh dewan pengawas syariah JFX dan
memastikan bahwasanya barang tersebut ada di kota A, bertempat di pabrik B,
kecamatan C di kilang X. dikarnakan, dalam pengesahan Bursa Suq al-Sila‘
mereka memastikan dulu lokasi CPO-CPO yang akan diperdagangkan di Bursa
Malaysia dan berapa banyaknya, baru boleh diperdagangkan secara online.
Ketujuh; barangnya harus halal dan boleh menurut undang-undang. Hal ini juga
telah menjadi poin utama di fatwa DSN No. 82 ketika mengesahkan fatwa ini,
supaya tidak melanggar undang-undang Negara indonesia dan sesuai dengan
syariah.
Kedelapan; harus jelas jenis, kualitas dan kuantitas yang diperdagangkan. Poin ini
juga menjadi syarat utama dalam fatwa ini, dikarnakan untuk menghilangkan
gharar dari sebuah transaski. Jikalau jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui,
maka gharar ini akan berpindah dari gharar fakhish (gharar yang besar) menjadi
gharar yasir (gharar yang kecil) yang diperbolehkan dalam syariah. Seperti
layaknya pembolehan Bay‘ Salam yang awalnya tidak boleh, akan tetapi
dibolehkan dengan syarat sebagaimana disebutkan dalam hadis, salam dibolehkan
asal jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui dan waktu pengirimannya
ditetapkan.
Kesembilan; tidak boleh dipergunakan untuk keperluan individual. Hal ini untuk
menghindari masuknya komoditi syariah ini kepada produk konsumen yang mana
akan menyebabkan produk ini tidak dipakai sesuai pada kepentingannya. Jikalau
masuk ke pembiayaan individual, takutnya praktek tawarruq atau komoditi
murabahah yang ada diluar akan di implementasikan di industri perbankan
syariah indonesia.
Kesepuluh; komoditi yang diperdagangkan harus siap guna, bukan yang masih
diolah. Ketentuan ini adalah untuk memastikan bahwasanya kita tidak
memperdagangkan sesuatu yang tidak bisa digunakan oleh pembeli. Jangan
sampai dalam transaksi komoditi syariah ini menjual sesuatu yang masih diolah
sehingga akan menghambat pengiriman ketika sang pembeli menginginkan
supaya komoditi ini dikirimkan kepadanya.
Penutup
Disisi lain, dalam implementasi produk Bursa Berjanga Jakarta ini harusnya
diawasi oleh orang-orang yang kredibel dari aspek syariah dan faham bagaimana
bursa komoditi syariah berjalan. Terutama mereka-mereka yang telah mempunya
pengalaman dalam hal perdagangan komoditi syariah. Sehingga kedepannya tidak
kita temui lagi dewan pengawas syariah hanya memasang nama disana tanpa
mempunya ilmu yang mumpuni. Sehingga pengawasan atas jalannya transaksi ini
diserahkan penuh kepada BBJ atau JFX.
Maka dari itu, untuk mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah haruslah
betul-betul diteliti background study dan pengalamannya sehingga orang percaya
bahwasanya ini diawasi oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya tanpa
melihat nama besar akan tetapi kurang ahli di bidang ini. Wallahua’lamu
bisshawab
http://www.fossei.org/index.php/articles/komoditi-murabahah-tawarruq-bay-al-
inah-dan-fatwa-dsn-mui-no82-tentang-komoditi-syariah-comprehensive-
review.jam11.14
―Kalau mau syariah berarti bursa komoditi itu harus ada barangnya, bukan hanya
surat,‖ jelasnya.
Ke depan, Ma‘ruf merasa yakin ekonomi syariah di negeri ini akan lebih maju,
dan bisa menjadi sumber pembiayaan bagi berbagai proyek pemerintah.
―Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan beberapa instansi pemerintah untuk
membicarakan kemungkinan berbagai surat berharga syariah, seperti SUKUK,
untuk dijadikan sumber pembiayaan proyek pemerintah,‖ pungkasnya.
―Hingga saat ini manajemen likuiditas menjadi masalah utama bagi perbankan
syariah di negeri ini,‖ terangnya. (*)
http://www.infobanknews.com/2011/08/dsn-mui-keluarkan-fatwa-perdagangan-
komoditi-berdasarkan-prinsip-syariah/ jam 11.32
0
0diggsdigg
email
print
Ilustrasi (inet)
Fatwa tersebut, menurut Ma‘ruf, dikeluarkan MUI karena banyaknya syarat yang
dicantumkan dalam perdagangan komoditi berjangka.
―Yang jelas, secara syariah, bursa komoditi harus ada barangnya, tidak hanya jual
beli surat, atau barang yang fiktif. Jika tidak ada barangnya, maka itu haram.
Seperti yang terjadi di bursa-bursa komoditi konvensional.‖ (OL-
8/Wibowo/MICOM)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/08/14005/mui-sahkan-fatwa-
komoditas-syariah/#ixzz1osEyEmap
Jam 11.33
Skema Tawaruq
Apa itu At-Tawarruq?
At-Tawarruq adalah jika seseorang membeli barang dari seorang penjual dengan
harga kredit lalu ia menjual barang tersebut secara kontan kepada pihak ketiga
selain dari penjual.
Dinamakan dengan nama At-Tawarruq dari kalimat waraqoh yaitu lembaran
uang, sebab pembeli yang merupakan pihak pertama sebenarnya tidak
menginginkan barang tapi yang ia inginkan hanyalah mendapatkan uang sehingga
ia bisa lebih leluasa menggunakannya.
Contoh : Seseorang memiliki uang sebesar Rp1.000.000,- sedangkan ia butuh
uang Rp10.000.000,-, maka ia pun mencicil motor senilai Rp11.000.000,- dengan
panjar Rp1.000.000,- tersebut. Setelah motor ia pegang, ia menjualnya kepada
pihak ketiga selain penjual dengan harga Rp10.000.000,-.
Jadi, letak perbedaannya dengan jual beli dengan cara Al-‗Inah hanya pada tempat
penjualan kembali. Kalau jual beli dengan cara Al-‗Inah penjualannya kembali
kepada pihak penjual sedangkan At-Tawarruq penjualannya kepada pihak ketiga
selain dari pihak penjual.
Hukum At-Tawarruq
Ada dua pendapat di kalangan para ulama tentang hukum At-Tawarruq ini.
1. Hukumnya adalah boleh. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama dan
pendapat Iyas bin Mu‘awiyah serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Dan ini
yang dikuatkan oleh Syaikh ‗Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘dy dan Syaikh
‗Abdul ‗Aziz bin Baz sebagaimana dalam Taudhihul Ahkam (4/398), Syaikh
Sholih Al-‗Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti‘ (8/232) dan Al-Mudayanah,
Syaikh Sholih Al-Fauzan dalam Al-Farq Bainal Bai‘i war Riba fii Asy-Syari‘atul
Islamiyah dan dalam Al-Muntaqo dan keputusan Majlis Majma‘ Al-Fiqh Al-
Islamy sebagaimana dalam Taudhihul Ahkam (4/399-400).
2. Hukumnya adalah haram. Ini adalah riwayat kedua dari Imam Ahmad dan
pendapat ‗Umar bin ‗Abdul ‗Aziz serta dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Saudi Arabia yang
disebutkan dalam Kitab 99 Tanya-Jawab dalam Jual Beli dan Bentuk-bentuknya.
Kesimpulan
Insya Allah yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Hal ini
berdasarkan kaidah umum bahwa asal dalam jual beli adalah halal dan tercakup
dalam firman Allah ‗Azza wa Jalla :
―Dan Allah telah menghalalkan jual beli‖. (QS. Al-Baqorah : 275)
Dalam masalah At-Tawarruq ini tidak nampak bentuk riba baik secara maksud
maupun bentuk, sementara manusia membutuhkan mu‘amalah yang seperti ini
dalam melunasi hutang, nikah dan lain-lainnya. Namun Syaikh Ibnu ‗Utsaimin
mensyaratkan bolehnya dengan beberapa ketentuan sebagai berikut.
1. Ia butuh untuk melakukan transaksi tersebut dengan kebutuhan yang jelas.
2. Sulit baginya mendapatkan keperluannya dengan jalan Al-Qardh (pinjaman),
As-Salam maupun yang lainnya.
3. Hendaknya barang yang akan ditransaksikan telah dipegang dan dikuasai oleh
penjual.
Wallahu Ta‘ala A‘lam.
Penelitian yang baik disamping memiliki cirri-ciri di atas, juga memiliki cirri-ciri:
Info Terkait
Handout
Karya tulis ilmiah adalah serangkaian kegiatan penulisan yang didasarkan pada
pengkajian atau penelitian ilmiah yang ditulis secara sistematis menggunakan
bahasa prinsip-prinsip ilmiah. Atau ada juga yang menyatakan bahwa karya tulis
ilmiah adalah karya tulis yang disusun berdasarkan kriteria ilmiah.
Dari definisi di atas, dapat dilihat bahwa karya tulis sebenarnya adalah laporan
dari sebuah pengkajian, baik dalam arti penelitian maupun gagasan-gagasan
koseptual dari hasil telaahan. Laporan ini akan mengambil bentuk yang berbeda-
beda, ketika ditulis. Biasanya hal ini terkait dengan kepentingan dari laporan itu
sendiri. Oleh karena itu, karya ilmiah bisa dilihat dalam beberapa bentuk: 1)
makalah, yaitu karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah disertai
analisis logis dan objektif, biasanya dirancang untuk kepentingan seminar, 2)
artikel, yakni karya tulis yang dirancang untuk kepentingan penerbitan jurnal, 3)
skripsi, tesis dan disertasi, yaitu karya tulis ilmiah yang dijadikan sebagai
persyaratan akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
Sebuah karya ilmiah mesti menunjukan ciri-ciri keilmiahan, baik dari sifatnya,
maupun dari segi bahasanya. Dari segi sifatnya, karya ilmiah mestilah memenuhi
unsur-unsur: 1) logis, dalam pengertian disimpulkan dengan kaedah berfikir yang
sehat, 2) objektif, dalam pengertian bahwa kegiatan penulisan karya ilmiah itu
didasari dan disertai dengan data dan fakta, bersifat informatif dan deskriptif serta
bebas dari kepentingan subjektif, 3) empiris, dalam pengertian karya tersebut
berbicara dalam wilayah pengalaman manusia, dan 4) sistematis, dalam
pengertian bahwa karya tulis itu ditulis dengan sifat kronologis.
Demikian pula dari sisi bahasa yang digunakan mesti pula bahasa ilmiah, yakni
perpaduan antara ragam bahasa tulis dan bahasa ilmiah. Bahasa tulis tentu berbeda
dengan bahasa lisan, oleh karena itu, pada ragam bahasa tulis terdapat ciri:
1)pemilihan kosa kata secara cermat, 2) struktur kalimat yang lengkap, dan 3)
paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu serta kronologis. Sedangkan
ragam bahasa ilmiah bercirikan: 1)cendikia dalam membentuk pernyataan,
3)lugas, 4) formal, dan 5) bertolak dari gagasan, yakni penonjolan diarahkan pada
gagasan bukan pada penulis.
Karya tulis ilmiah sebagian berasal dari penelitian, artinya karya ilmiah
merupakan laporan dari sebuah penelitian. Tetapi, banyak pula karya ilmiah tidak
berasal dari penelitian, tetapi berupa gagasan-gaasan konseptual atau hasil
telaahan.
Dari ciri-ciri tersebut, karya tulis ilmiah dapat dibedakan dengan karya tulis non
ilmiah, di mana karya tulis non ilmiah sangat bersifat subjektif. Diantara sifat
karya non ilmiah: 1) emotif, lebih merupakan refleksi dari sebuah perasaan yang
terkadang melampui kebenaran, 2) persuasif, yaitu bersifat mempengaruhi pikiran
pembaca, 3) deskriptif subjektif, dalam arti tidak didukung oleh data dan fakta,
dan 4) terkadang over claiming. Karya-karya non ilmiah ini terutama dapat dilihat
dalam bentuk karya-karya seni, seperti cerpen, novel, puisi, komik dan lain-lain
yang semisalnya.
E. Daftar Rujukan
Artikel Ilmiah
Artikel ilmiah, bisa ditulis secara khusus, bisa pula ditulis berdasarkan hasil
penelitian semisal skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lainnya dalam bentuk
lebih praktis. Artikel ilmiah dimuat pada jurnal-jurnal ilmiah. Kekhasan artikel
ilmiah adalah pada penyajiannya yang tidak panjang lebar tetapi tidak megurangi
nilai keilmiahannya.
Artikel ilmiah bukan sembarangan artikel, dan karena itu, jurnal-jurnal ilmiah
mensyaratkan aturan sangat ketat sebelum sebuah artikel dapat dimuat. Pada
setiap komponen artikel ilmiah ada pehitungan bobot. Karena itu, jurnal ilmiah
dikelola oleh ilmuwan terkemuka yang ahli dibidangnya. Jurnal-jurnal ilmiah
terakredetasi sangat menjaga pemuatan artikel. Akredetasi jurnal mulai dari D, C,
B, dan A, dan atau bertaraf internasional. Bagi ilmuwan, apabila artikel ilmiahnya
ditebitkan pada jurnal internasional, pertanda keilmuawannya ‗diakui‘.
Disertasi
Pencapaian gelar akademik tertinggi adalah predikat Doktor. Gelar Doktor (Ph.D)
dimungkinkan manakala mahasiswa (S3) telah mempertahankan disertasi
dihadapan Dewan Penguji Disertasi yang terdiri dari profesor atau Doktor
dibidang masing-masing. Disertasi ditulis berdasarkan penemuan (keilmuan)
orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan data dan
fakta valid dengan analisis terinci.
Disertasi atau Ph.D Thesis ditulis berdasarkan metodolologi penelitian yang
mengandung filosofi keilmuan yang tinggi. Mahahisiswa (S3) harus mampu
(tanpa bimbingan) menentukan masalah, berkemampuan berpikikir abstrak serta
menyelesaikan masalah praktis. Disertasi memuat penemuan-penemuan baru,
pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode baru tentang sesuatu sebagai
cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.
Tesis
Tesis adalah jenis karya ilmiah yang bobot ilmiahnya lebih dalam dan tajam
dibandingkan skripsi. Ditulis untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana.
Mahasiswa melakukan penelitian mandiri, menguji satu atau lebih hipotesis dalam
mengungkapkan ‗pengetahuan baru‘.
Tesis atau Master Thesis ditulis bersandar pada metodologi; metodologi penelitian
dan metodologi penulisan. Standarnya digantungkan pada institusi, terutama
pembimbing. Dengan bantuan pembimbing, mahasiswa merencanakan (masalah),
melaksanakan; menggunakan instrumen, mengumpulkan dan menjajikan data,
menganalisis, sampai mengambil kesimpulan dan rekomendasi.
Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis; dari
istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri
—sekalipun dipandu dosen pembimbing— menjadi hal sangat mendasar.
Sekalipun pada dasarnya sama dengan skripsi, tesis lebih dalam, tajam, dan
dilakukan mandiri.
Skripsi
Skripsi adalah karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi syarat
mendapatkan gelar sarjana (S1). Bobotnya 6 satuan kredit semster (SKS) dan
dalam pengerjakannya dibantu dosen pembimbing. Dosen pembimbing berperan
‗mengawal‘ dari awal sampai akhir hingga mahasiswa mampu mengerjakan dan
mempertahankannya pada ujian skripsi.
Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain. Pendapat tersebut
didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung;
observasi lapanagn atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan. Skripsi
menuntut kecermatan metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan
material berupa penemuan baru.
Kertas Kerja
Kertas kerja pada prinsipnya sama dengan makalah. Kertas kerja dibuat dengan
analisis lebih dalam dan tajam. Kertas kerja ditulis untuk dipresentasikan pada
seminar atau lokakarya, yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan. Pada ‗perhelatan
ilmiah‘ tersebut kertas kerja dijadikan acuan untuk tujuan tertentu. Bisa jadi,
kertas kerja ‗dimentahkan‘ karena lemah, baik dari susut analisis rasional, empiris,
ketepatan masalah, analisis, kesimpulan, atau kemanfaatannya.
Makalah
Lazimnya, makalah dibuat melalui kedua cara berpikir tersebut. Tetapi, tidak
menjadi soal manakala disajikan berbasis berpikir deduktif (saja) atau induktif
(saja). Yang penting, tidak berdasar opini belaka.
Makalah, dalam tradisi akademik, adalah karya ilmuwan atau mahasiswa yang
sifatnya paling ‗soft‘ dari jenis karya ilmiah lainnya. Sekalipun, bobot akademik
atau bahasan keilmuannya, adakalanya lebih tinggi. Misalnya, makalah yang
dibuat oleh ilmuwan dibanding skripsi mahasiswa.
Makalah mahasiswa lebih kepada memenuhi tugas-tugas pekuliahan. Karena itu,
aturannya tidak seketad makalah para ahli. Bisa jadi dibuat berdasarkan hasil
bacaan tanpa menandemnya dengan kenyataan lapangan. Makalah lazim dibuat
berdasrakan kenyatan dan kemudian ditandemkan dengan tarikan teoritis;
mengabungkan cara pikir deduktif-induktif atau sebaliknya. Makalah adalah karya
tulis (ilmiah) paling sederhana.
SIKAP ILMIAH
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut ―Attitude‖ sedangkan istilah attitude
sendiri berasal dari bahasa latin yakni ―Aptus‖ yang berarti keadaan siap secara
mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Triandis mendefenisikan sikap
sebagai : ― An attitude ia an idea charged with emotion which predis poses a class
of actions to aparcitular class of social situation‖ .
Rumusan di atas diartikan bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu
komponen kognitif, komponen afektif dan komponen tingkah laku. Sikap selalu
berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan
perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan
cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek.
Menurut Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa :‖Sikap ilmiah pada
dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka
melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain
kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu
masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Beberapa sikap ilmiah
dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo (1985 :31-34) yang biasa dilakukan
para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara ;ain :
Sikap ingin tahu : apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya,maka
ia beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan
peristiea; kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak mungkin untuk
menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam
menyelesaikan eksprimen.
Sikap kritis : Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti
yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti – bukti pada waktu menarik kesimpulan;
Tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah
pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
Sikap obyektif : Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias
pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat
mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek.
Sikap ingin menemukan : Selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru;
kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan
konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang
dilakukannya.
Sikap menghargai karya orang lain, Tidak akan mengakui dan memandang karya
orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan
oleh orang atau bangsa lain.
Sikap tekun : Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi
eksprimen yang hasilnya meragukan‘ tidak akan berhenti melakukan kegiatan –
kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia
berusaha bekerja dengan teliti.
Sikap terbuka : Bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda
dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif
terhadap pendapatnya.
Lebih rinci Diederich mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai
berikut :
Selalu meragukan sesuatu.
Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
T e k u n.
Suka pada sesuatu yang baru.
Mudah mengubah pendapat atau opini.
Loyal etrhadap kebenaran.
Objektif
Enggan mempercayai takhyul.
Menyukai penjelasan ilmiah.
Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
Menyadari perlunya asumsi.
Pendapatnya bersifat fundamental.
Menghargai struktur teoritis
Menghargai kuantifikasi
Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
Dapat menerima pengertian generalisasi